Saturday, January 19, 2019

50. Asbabun Nuzul Surah 17 Al-Israa’

0 Comments

Asbabun Nuzul Surah Al-Israa’ (1)

25JAN
asbabun nuzul surah alqur’an
15. “Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), Maka Sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan kami tidak akan meng’azab sebelum kami mengutus seorang rasul.”
(al-Israa’: 15)
26. “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.”
(al-Israa’: 26)
28. “Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, Maka Katakanlah kepada mereka Ucapan yang pantas*”
(al-Israa’: 28)
*Maksudnya: apabila kamu tidak dapat melaksanakan perintah Allah seperti yang tersebut dalam ayat 26, Maka Katakanlah kepada mereka perkataan yang baik agar mereka tidak kecewa lantaran mereka belum mendapat bantuan dari kamu. dalam pada itu kamu berusaha untuk mendapat rezki (rahmat) dari Tuhanmu, sehingga kamu dapat memberikan kepada mereka hak-hak mereka.
29. “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya** Karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.”
(al-Israa’: 29)
** Maksudnya: jangan kamu terlalu kikir, dan jangan pula terlalu Pemurah.
45. “Dan apabila kamu membaca Al Quran niscaya kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup,”
(al-Israa’: 45)
Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir yang bersumber dari Ibnu Syihab bahwa apabila Rasulullah saw. Membacakan Al-Qur’an kepada kaum musyrikin Quraisy dan mengajak mereka pada Al-Qur’an, mereka mempermainkan beliau dengan ucapan: “Hati kami tertutup untuk menerima ajakanmu, telinga kami tersumbat, dan antara kami dan kamu terdapat dinding pemisah.” Berkenaan dengan peristiwa tersebut, turun ayat ini (al-Israa’: 45) yang menegaskan bahwa kaum musyrikin yang seperti mereka akan tertutup hatinya dari petunjuk Allah.
56. Katakanlah: “Panggillah mereka yang kamu anggap (tuhan)* selain Allah, Maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya daripadamu dan tidak pula memindahkannya.”
(al-Israa’: 56)
*apa yang dikatakan mereka Tuhan itu ialah, berhala, malaikat, jin dan sebagainya.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan lain-lain, yang bersumber dari Ibnu Mas’ud bahwa ada segolongan manusia yang menyembah jin. Kemudian Jin itu memeluk agama Islam, namun sebagian orang itu masih menyembah jin. Maka Allah menurunkan ayat ini (al-Isra: 56) sebagai kecaman terhadap orang-orang yang menyembah sesuatu yang tidak berdaya menolong mereka.

Asbabun Nuzul Surah Al-Israa’ (2)

59. “Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi kami untuk mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasan kami), melainkan Karena tanda-tanda itu Telah didustakan oleh orang-orang dahulu*. dan Telah kami berikan kepada Tsamud unta betina itu (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya unta betina itu. dan kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti.”
(an-Nahl: 59)
*Maksudnya: Allah menetapkan bahwa orang-orang yang mendustakan tanda-tanda kekuasaan-Nya seperti yang diberikan kepada rasul-rasul-Nya yang dahulu, akan dimusnahkan. orang-orang Quraisy meminta kepada nabi Muhammad s.a.w. supaya diturunkan pula kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Allah itu, tetapi Allah tidak akan menurunkannya kepada mereka, Karena kalau tanda-tanda kekuasaan Allah itu diturunkan juga, pasti mereka akan mendustakannya, dan tentulah mereka akan dibinasakan pula seperti umat-umat yang dahulu, sedangkan Allah tidak hendak membinasakan kaum Quraisy.
Diriwayatkan oleh al-Hakim, ath-Thabarani, dan lain-lain, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Diriwayatkan pula oleh ath-Thabarani dan Ibnu Marduwaih dengan panjang lebar. Bahwa orang-orang Mekah meminta kepada Nabi saw. agar gunung Shafa dijadikan emas, dan gunung-gunung Mekah diratakan saja supaya dapat dijadikan ladang untuk bercocok tanam mereka. Berkatalah Jibrril kepada Nabi saw.: “Apakah engkau akan menangguhkan permintaan mereka atau meluluskannya? Sekiranya engkau meluluskannya dan mereka tetap kufur, tentu mereka akan dibinasakan sebagaimana dibinasakannya umat-umat terdahulu.” Nabi menjawab bahwa beliau akan menangguhkannya. Maka Allah menurunkan ayat ini (al-Israa’: 59) sebagai peringatan kepada Nabi bahwa kalaupun permintaan mereka itu diluluskan, mereka tetap akan kafir kepada-Nya.
60. “Dan (ingatlah), ketika kami wahyukan kepadamu: “Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia”. dan kami tidak menjadikan mimpi* yang Telah kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon kayu yang terkutuk dalam Al Quran**. dan kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka.”
(al-Israa’: 60)
* mimpi adalah terjemah dari kata Ar Ru’ya dalam ayat Ini maksudnya ialah mimpi tentang perang Badar yang dialami Rasulullah s.a.w. sebelumnya peristiwa perang Badar itu terjadi. banyak pula ahli-ahli tafsir menterjemahkan kata Ar Ru’ya tersebut dengan penglihatan yang Maksudnya: penglihatan yang dialami Rasulullah s.a.w. di waktu malam Isra dan Mi’raj.
** ialah pohon zaqqum yang tersebut dalam surat As Shaffat ayat 62 sampai dengan 65.
Diriwayatkan oleh Abu Ya’la yang bersumber dari Ummu Hani’. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Mundzir yang bersumber dari al-Hasan. Bahwa setelah Rasulullah diisrakan, beliau menceritakan kejadiannya kepada segolongan kaum musyrikin Quraisy. Akan tetapi mereka mengejek dan memperolok-olok beliau, bahkan meminta bukti kepada beliau. Lalu Nabi menerangkan ciri-ciri Baitul Maqdis dan juga menceritakan kafilah yang dilaluinya. Berkatalah al-Walid bin al-Mughirah: “Orang ini (Muhammad) tukang sihir.” Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (al-Israa’: 60) yang menjelaskan bahwa peristiwa tersebut sebagai ujian bagi manusia.
Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari al-Husain bin ‘Ali. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Sahl bin Sa’id. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari ‘Amr bin al-‘Ash, Ya’la bin Murrah, dan Sa’id bin al-Musayyab yang sanad-sanadnya dhaif. Hadits Sa’id bin al-Musayyab ini mursal. Bahwa pada suatu pagi Rasulullah saw. Seperti orang yang kebingungan. Ada yang berkata kepada beliau: “Apa yang terjadi pada tuan, ya Rasulullah? Janganlah tuan berduka cita, karena apa yang tuan lihat itu adalah ujian bagi mereka.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Israa’: 60) yang membenarkan adanya ujian tersebut.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan al-Baihaqi di dalam kitab al-Ba’ats, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ketika Allah menerangkan Az-Zaqqum (al-Waqi’ah: 52) sebagai peringatan kepada penghuni kampung Quraisy, berkatalah Abu Jahl kepada kaumnya: “Apakah kalian tahu, apakah az-Zaqqum yang dipakai Muhammad untuk menakut-nakuti kalian?” Mereka berkata: “Kami tidak tahu.” Abu Jahl berkata: “(Az-Zaqqum itu) roti pakai mentega. Jika aku menemukannya, pasti aku akan makan sebanyak-banyaknya.” Ayat ini (al-Israa’: 60) turun berkenaan dengan peristiwa ter) roti pakai mentega. Jika aku menemukannya, pasti aku akan makan sebanyak-banyaknya.” Ayat ini (al-Israa’: 60) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang menegaskan bahwa turunnya peringatan tentang az-Zaqqum, mereka menjadi lebih sesat lagi; dan turun pula ayat lainnya (ad-Dukhaan: 43-44) yang menjelaskan tentang pohon az-Zaqqum itu.

Asbabun Nuzul Surah Al-Israa’ (3)

25JAN
73. “Dan Sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang Telah kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu tentu|ah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia.”
(al-Israa’: 73)
74. “Dan kalau kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka,”
(al-Israa’: 74)
75. “Kalau terjadi demikian, benar-benarlah kami akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia Ini dan begitu (pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap kami.”
(al-Israa”: 75)
76. “Dan Sesungguhnya benar-benar mereka hampir membuatmu gelisah di negeri (Mekah) untuk mengusirmu daripadanya dan kalau terjadi demikian, niscaya sepeninggalmu mereka tidak tinggal, melainkan sebentar saja*”
(al-Israa’: 76)
*Maksudnya: kalau sampai terjadi nabi Muhammad s.a.w. diusir, oleh penduduk Mekah, niscaya mereka tidak akan lama hidup di dunia, dan Allah segera akan membinasakan mereka. hijrah nabi Muhammad s.a.w. ke Madinah bukan Karena pengusiran kaum Quraisy, melainkan semata-mata Karena perintah Allah.
80. Dan Katakanlah: “Ya Tuhan-ku, masukkanlah Aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) Aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong*”
*Maksudnya: memohon kepada Allah supaya kita memasuki suatu ibadah dan selesai daripadanya dengan niat yang baik dan penuh keikhlasan serta bersih dari ria dan dari sesuatu yang merusakkan pahala. ayat Ini juga mengisyaratkan kepada nabi supaya berhijrah dari Mekah ke Madinah. dan ada juga yang menafsirkan: memohon kepada Allah s.w.t. supaya kita memasuki kubur dengan baik dan keluar daripadanya waktu hari-hari berbangkit dengan baik pula.
Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dan Ibnu Abi Hatim, dari Ishaq, dari Muhammad bin Abi Muhammad, dari ‘Ikrimah, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa Umayyah bin Khalaf, Abu Jahl bin Hisyam, dan tokoh-tokoh Quraisy menghadap Rasulullah saw. dan berkata: “Hai Muhammad. Mari kita meminta berkah kepada tuhan-tuhan kami, dan kami akan masuk agamamu.” Rasulullah sangat menginginkan mereka masuk Islam, dan merasa kasihan terhadap mereka. Maka Allah menurunkan ayat-ayat tersebut di atas (al-Israa’: 73-75) yang menegaskan bahwa ajakan mereka tidak perlu diperhatikan karena akan menyesatkan.
Imam as-Suyuti mengaggap bahwa hadits tersebut paling shahih berkenaan dengan asbabun nuzul ayat-ayat ini (al-Israa’: 73-75). Hadits tersebut sanadnya kuat serta mempunyai syahiid (penguat).
Diriwayatkan oleh Abusy Syaikh yang bersumber dari Sa’id bin Jubair dan Ibnu Syihab bahwa Rasulullah saw. mencium Hajar Aswad. Kaum Quraisy berkata: “Kami tidak akan membiarkan engkau mencium Hajar Aswad sebelum engkau mencium tuhan-tuhan kami.” Maka Rasulullah berkata: “Apa salahnya kalau aku berbuat demikian, karena Allah mengetahui perbedaan perbuatan itu.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Israa’: 73-75) sebagai larangan kepada Rasulullah untuk meluluskan permintaan mereka.
Diriwayatkan oleh Abusy Syaikh yang bersumber dari Jubair bin Nufair bahwa kaum Quraisy datang menghadap Rasulullah saw. dan berkata: “Jika engkau betul diutus kepada kami, usirlah para pengikutmu yang hina dan para ‘abid itu, nanti kami yang akan menjadi shahabat-shahabatmu.” Nabi condong untuk meluluskan permintaan mereka. Maka turunlah ayat ini (al-Israa’: 73-75) yang melarang Nabi meluluskan permintaan mereka.
Diriwayatkan oleh Abusy Syaikh yang bersumber dari Muhammad bin Ka’b al Qurazhi bahwa ketika Nabi saw. membacakan ayat, wan najmi idzaa hawaa (demi bintang ketika terbenam) sampai afa ra-aitumul laata wal ‘uzzaa (maka patutkah kamu [hai orang orang musyrik] menganggap al-Latta dan ‘Uzza) (an-Najm: 1-19), setan menyelipkan perkataan, tilkal gharaaniiqul syafa’atahunna la turjaa (itulah gharaniq yang paling mulia, yang syafaatnya benar-benar dapat diharapkan). Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Israa’: 73-75) yang melarang untuk menggubris ocehan setan. Sejak itu Nabi merasa bingung, sehingga turunlah surat al-Hajj ayat 52 yang menegaskan bahwa apa-apa yang diturunkan oleh Allah tidak akan dapat dicampur baurkan dengan perbuatan makhluk-Nya.
Keterangan: Berdasarkan riwayat-riwayat di atas, ayat-ayat ini (al-Israa’: 73-75) diturunkan di Mekah. Ada pula yang menganggap bahwa ayat-ayat tersebut diturunkan di Madinah berdasarkan riwayat di bawah ini:
Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dari al-Aufi yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Sanad hadits ini daif. Bahwa suatu kaum berkata kepada Nabi saw.: “Berilah kami tempo satu tahun agar kami bisa mengumpulkan hadiah untuk tuhan-tuhan kami. Jika sudah banyak terkumpul, kami akan masuk Islam.” Hampir saja Rasulullah saw. memberikan tempo kepada mereka. Maka turunlah ayat ini (al-Israa’: 73-75) sebagai larangan untuk mengabulkan permintaan mereka.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan al-Baihaqi di dalam kitab ad-Dalaa-il, dari Hadits Syahr bin Hausyab, yang bersumber dari ‘Abdurrahman bin Ghanam. Hadits ini mursal dan sanadnya daif, tapi memiliki syaahiid (penguat) seperti beritkutnya. Bahwa orang-orang Yahudi datang kepada Nabi saw. (untuk menghasut), dengan berkata: “Sekiranya engkau benar-benar seorang Nabi, pergilah ke Syam, karena Syam itu tempat berkumpul dan negeri para nabi.” Rasulullah percaya akan omongan mereka sehingga terkesan di dalam hatinya. Ketika perang Tabuk, Rasulullah bermaksud menuju Syam. Namun sesampainya di Tabuk, Allah menurunkan ayat-ayat ini (al-Israa’: 73-75 diakhiri dengan ayat 76), sebagai pemberitahuan kepada Rasulullah bahwa kaum Yahudi itu bermaksud mengeluarkan beliau dari Madinah, dan sebagai pemberitahuan kepada beliau supaya pulang kembali ke Madinah. Berkatalah Jibril kepada Nabi saw: “Mintalah kepada Rabbmu, karena tiap-tiap Nabi itu ada permintaannya.” Nabi saw berkata: “Apa yang engkau anjurkan untuk aku minta?” Jibril berkata: “Mohonlah,… rabbi adkhilnii mudkhala shidqiw wa akhrijnii mukhraja shidqiw waj’al lii mil ladungka shultaanan nashiiraa…(..ya Rabbi, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah [pula] aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong) (al-Israa’: 80).” Ayat ini (al-Israa’: 73-76, 80) turun berkenaan dengan keharusan Rasulullah pulang dari Tabuk.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Sa’id bin Jubair. Hadits ini mursal. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir, dan disebutkan bahwa yang berkata kepada Rasulullah itu adalah kaum Yahudi. Hadits inipun mursal, bahwa kaum musyrikin berkata kepada Nabi saw.: “Nabi-nabi bertempat tinggal di Syam, mengapa engkau tinggal di Madinah?” Ketika itu hampir dilaksanakan oleh Nabi, turunlah ayat ini (al-Israa’: 80) yang memberitahukan maksud kaum musyrikin yang ingin mengusir beliau.
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ayat ini (al-Israa’: 80) turun saat Nabi melaksanakan hijrah dari Mekah ke Madinah.
Keterangan: berdasarkan riwayat ini jelaslah bahwa ayat tersebut di atas adalah Makiyyah (diturunkan di Mekah). Dan Ibnu Marduwaih meriwayatkan hadits yang semakna dengan lafal yang lebih jelas lagi.

Asbabun Nuzul Surah Al-Israa’ (4)

25JAN
85. “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”.
(al-Israa’: 85)
Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Ibnu Mas’ud bahwa pada suatu hari Nabi saw. berjalan dengan tongkat di Madinah disertai oleh Ibnu Mas’ud, dan lewat di depan segolongan Yahudi. Salah seorang mereka berkata: “Mari kita bertanya kepadanya.” Merekapun berkata: “Coba terangkan kepada kami tentang ruh.” Nabi berdiri sesaat seraya mengangkat kepala ke langit. Terlihat beliau sedang diberi wahyu. Kemudian bersabda bahwa … ar-ruuhu min amri rabbii, wamaa uutiitum minal ‘ilmi illaa qaliilaa..(.. ruh itu termasuk urusan Rabb-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit) (al-Israa’: 85). Ayat tersebut turun berkenaan dengan peristiwa tersebut.
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa kaum Quraisy berkata kepada kaum Yahudi: “Ajarilah kami sesuatu untunk ditanyakan kepada orang ini (Muhammad).” Berkatalah orang Yahudi: “Cobalah tanyakan kepadanya tentang ruh.” Merekapun menanyakannya kepada Nabi saw.. Turunnya ayat ini (al-Israa’: 85) berkenaan dengan peristiwa tersebut, sebagai tuntunan kepada Rasulullah saw. dalam menjawab pertanyaan tersebut.
Keterangan: Ibnu Katsir mengemukakan, sehubungan dengan hal tersebut di atas, sebagai berikut: dua dari kejadian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa bahwa ayat ini (al-Israa’: 85) turun berkenaan dengan kedua peristiwa tersebut. Demikian pula menurut pendapat al-Hafidz Ibnu Hajar, dengan tambahan bahwa diamnya Nabi saw. ketika ditanya oleh Yahudi, boleh jadi menunggu penjelasan lebih jauh tentang masalah itu. Sekiranya bukan karena menunggu penjelasan lebih jauh, tentu yang diriwayatkan oleh al-Bukhari itu lebih shahih.
Menurut Imam as-Suyuthi, apa yang diriwayatkan oleh al-Bukhari itu lebih shahih, karena sumber rawinya hadir pada waktu terjadinya peristiwa itu, sedang Ibnu ‘Abbas tidak hadir dalam peristiwa itu.
88. Katakanlah: “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain”.
(al-Israa’: 88)
Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dan Ibnu Jarir, dari Sa’id atau ‘Ikrimah yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa Salam bin Musykam bersama-sama kawannya, kaum Yahudi, datang menghadap Nabi saw. dan berkata: “Bagaimana kami bisa mengikuti engkau, sedang engkau sendiri telah meninggalkan kiblat kami, dan yang engkau bawa tidak teratur rapi seperti Taurat. Turunkanlah kepada kami sebuah kitab yang kami kenal. Kalau tidak, kami akan mendatangkan kepadamu seperti yang engkau bawa.” Maka Allah menurunkan ayat ini (al-Israa’: 88) berkenaan dengan peristiwa tersebut.

Asbabun Nuzul Surah Al-Israa’ (5)

25JAN
90. “Dan mereka berkata: “Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air dan bumi untuk kami,”
(al-Israa’: 90)
91. “Atau kamu mempunyai sebuah kebun korma dan anggur, lalu kamu alirkan sungai-sungai di celah kebun yang deras alirannya,”
(al-Israa’: 91)
92. “Atau kamu jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaimana kamu katakan atau kamu datangkan Allah dan malaikat-malaikat berhadapan muka dengan kami.”
(al-Israa’: 92)
93. “Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas, atau kamu naik ke langit. dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga kamu turunkan atas kami sebuah Kitab yang kami baca”. Katakanlah: “Maha Suci Tuhanku, bukankah Aku Ini Hanya seorang manusia yang menjadi rasul?”
(al-Israa’: 93)
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Ishaq, dari seorang ‘alim dari Mesir, dari ‘Ikrimah, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ‘Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Abu Sufyan bin Harb, seorang bani ‘Abid Dar, Abul Bukhturi, al-Aswad bin al-Muthalib, Rabi’ah bin al-Aswad, al-Walid bin al-Mughirah, Abu Jahl, ‘Abdullah bin Umayyah, Umayyah bin Khalaf, al-‘Ash bin Wa-il, Nabih bin al-Hajjaj, dan Munabbih bin al-Hajjaj (kesemuanya kafir Quraisy) berkumpul dan berkata: “Hai Muhammad. Kami belum pernah menemukan seorang bangsa Arab yang membuat kesusutan pada kaumnya sebagaimana yang engkau lakukan terhadap kaummu. Engkau mencaci maki nenek moyang, mencela agama, menganggap bodoh para cendekiawan, mencaci maki tuhan-tuhan, dan memecah belah persatuan umat. Apa yang engkau bawa ini hanya menyebabkan hubungan antara kami dan kamu menjadi buruk. Sekirannya dengan membawa hal yang baru itu engkau mengharapkan kekayaan, kami akan mengumpulkannya untukmu sehingga engkau menjadi orang yang paling kaya di antara kami. Jika engkau menginginkan kemuliaan, kami akan mengangkatmu menjadi pemimpin kami. Dan jika engkau membawa hal-hal yang baru itu karena kerasukan jin sehingga engkau menjadi orang yang kurang ingatan, kami akan kerahkan harta benda kami untuk menyembuhkan penyakitmu itu.”
Bersabdalah Rasulullah saw.: “Tidak satupun apa yang kalian katakan itu terlintas di dalam diriku. Akan tetapi sebenarnya Allah mengutusku menjadi Rasul kepada kalian, menurunkan kitab kepadaku, dan memerintahkan supaya aku menjadi pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.”
Mereka berkata: “Jika engkau tidak mau menerima tawaran yang kami ajukan tadi, tentu engkau mengetahui bahwa negeri Mekah ini merupakan negeri yang sempit dan padat penduduknya, sumber alamnya sedikit, serta penghidupannya sulit. Alangkah baiknya jika engkau memohon kepada Rabb yang telah mengutusmu agar menyingkirkan gunung-gunung yang menyempitkan kita ini, sehingga negeri kita menjadi luas; agar mengalirkan sungai-sungai di negeri kita ini seperti di negeri Syam dan Irak; dan supaya membangkitkan nenek moyang kami yang sudah mendahului kami. Sekiranya engkau tidak dapat melaksanakan permintaan kami ini, cobalah minta kepada Rabb-mu agar mengutus malaikat yang membenarkan ajakanmu ini, agar ia membuat kebun-kebun, harta terpendam, dan gedung-gedung dari emas dan perak. Dengan demikian, kami dapat menolong engkau menyebarkan agamamu dengan harta yang kami lihat engkaupun membutuhkannya, karena kami pun melihat engkau suka ke pasar mencari penghidupan. Sekiranya engkau tidak dapat melaksanakannya, runtuhkanlah langit sebagaimana anggapanmu bahwa Rabb-mu dapat melaksanakannya apabila Dia menghendaki. Kami tidak akan beriman kepadamu, sebelum engkau penuhi permintaan kami ini.”
Pergilah Rasulullah saw. meninggalkan mereka, diikuti oleh ‘Abdullah bin Umayyah yang berkata: “Hai Muhammad, kaummu meminta beberapa permintaan, tapi engkau tidak mau memperkenankannya. Kemudian mereka meminta kepadamu beberapa bukti agar mereka mengetahui kedudukanmu di sisi Allah, tapi engkau tidak juga membuktikannya. Kemudian mereka meminta kepadamu agar engkau mempercepat siksaan Tuhan yang selalu engkau peringatkan kepada mereka. Demi Allah, aku tidak akan beriman kepadamu selama-lamanya sebelum engkau membuat tangga ke langit, terus engka naik kesana dan aku melihatnya, lalu engkau membawa sebuah naskah yang dapat disebarkan, dan membawa empat malaikat yang menjadi saksi atas kerasulanmu sebagaimana yang engkau katakan.”
Rasulullah pulang dengan perasaan sedih. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Israa’: 90-93) berkenaan dengan peristiwa tersebut, sejalan dengan ucapan ‘Abdullah bin Abi Umayyah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’id bin Manshur di dalam kitab Sunan-nya, yang bersumber dari Sa’id bin Jubair. Hadits ini mursal, tapi shahih dan menjadi shaahiid (penguat) dan penyempurna sanad riwayat sebelumnya. Bahwa ayat ini (al-‘Israa’: 90-93) turun berkenaan dengan saudara Ummu Salamah (istri Rasulullah) yang bernama ‘Abdullah bin Abi Umayyah.
110. Katakanlah: “Serulah Allah atau Serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya* dan carilah jalan tengah di antara kedua itu”.
(al-Israa’: 110)
*maksudnya janganlah membaca ayat Al Quran dalam shalat terlalu keras atau terlalu perlahan tetapi cukuplah sekedar dapat didengar oleh ma’mum.
Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dan lain-lain, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa pada suatu hari Rasulullah saw. shalat di Mekah dan berdoa, yang kalimatnya antara lain: “Ya Allah, ya Rahman.” Berkatalah kaum musyrikin: “Perhatikanlah orang yang murtad dari agamanya ini. Ia melarang kita menyeru dua tuhan, sementara dia sendiri menyeru dua tuhan.” Maka turunlah ayat ini (al-Israa’: 110) yang menjelaskan bahwa Allah itu Maha Esa, tapi mempunyai nama-nama yang terbaik.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan lain-lain, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Diriwayatkan pula oleh al-Bukhari yang bersumber dari ‘Aisyah, yang menegaskan bahwa ayat ini (al-Israa’: 110) turun berkenaan dengan adab berdoa. Dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, bahwa ayat…walaa tajhar bi shalaatik… (.. dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu..) (sebagian dari surat al-Israa’: 110) turun pada waktu Rasulullah saw. menyebarkan agama di Mekah secara diam-diam. Pada waktu itu, apabila Rasulullah saw. shalat bersama shahabat-shahabatnya, beliau menyaringkan suaranya pada saat membaca al-Qur’an. Apabila kaum musyrikin mendengar al-Qur’an, mereka mencaci maki al-Qur’an, Yang menurunkannya (Allah), yang yang membawanya (Nabi saw.). Ayat ini melarang Rasul, pada waktu itu, menyaringkan suaranya dalam shalat.
Keterangan: Ibnu Jarir menganggap bahwa riwayat yang menyebutkan peristiwa shalat lebih kuat sanadnya daripada riwayat yang menyebutkan peristiwa berdoa. Demikian juga menurut an-Nawawi dan yang lainnya.
Menurut Ibnu Hajar, turunnya ayat itu (al-Israa’: 110) berkenaan dengan dua peristiwa tadi, yaitu turun berkenaan dengan doa di waktu shalat.
Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. apabila shalat di Baitullah, menyaringkan suaranya di waktu berdoa. Maka turunlah ayat ini (al-Israa’: 110) yang melarang menyaringkan suara waktu berdoa dalam shalat.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan al-Hakim, yang bersumber dari ‘Aisyah bahwa turunnya ayat ini (al-Israa’: 110) berkenaan dengan bacaan tasyahud.
Keterangan: riwayat ini lebih menjelaskan riwayat yang terdahulu, yaitu yang menegaskan bahwa doanya dilakukan di waktu shalat.
Menurut Ibnu Mani’ di dalam Musnad-nya yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, mereka itu menyaringkan doanya di waktu membaca, allaahummar hamnii (ya Allah, rahmatilah saya). Ayat ini memerintahkan agar jangan terlalu perlahan dan terlalu keras di waktu berdoa dalam shalat.
111. Dan Katakanlah: “Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.”
(al-Israa’: 111)
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, yang bersumber dari Muhammad bin Ka’b al-Qurazhi bahwa kaum Yahudi dan Nasrani mempunyai anggapan bahwa Allah berputra. Sedangkan orang Arab beranggapan bahwa Tuhan tidak bersekutu, kecuali sekutu yang dimiliki dan dikuasai-Nya sendiri. Adapun ash-Shaabi-uun (orang-orang yang menyembah bintang) dan kaum Majusi beranggapan bahwa Allah akan menjadikan hina apabila tidak ada pembela dan penjaga-Nya. Maka Allah menurunkan ayat ini (al-Israa’: 111) yang menegaskan bahwa Allah tidak berputra, tidak bersekutu, dan tidak mempunyai pembela ataupun penjaga.

x


Surah al Israa'

"Sesiapa yang beroleh hidayat petunjuk (menurut panduan al Quran), maka sesungguhnya faedah petunjuk yang didapatinya itu hanya terpulang kepada dirinya sendiri, dan sesiapa yang sesat maka sesungguhnya kesan buruk kesesatannya hanya ditanggung oleh dirinya juga. Dan seseorang yang boleh memikul, tidak akan memikul dosa perbuatan orang lain (bahkan dosa usahanya sahaja). Dan tiadalah Kami mengazabkan sesiapa pun sebelum Kami mengutuskan seorang Rasul (untuk menerangkan yang benar dan yang salah)." (Surah al lsraa':17:15)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Khadijah pernah bertanya kepada Rasulullah mengenai anak-anak orang musyrikin. Rasulullah menjawab: "Nasib mereka itu sesuai dengan nasib orang tuanya berdasarkan kepada amal perbuatan dan akidah orang tuanya." Akan tetapi ketika Aisyah bertanya mengenai perkara itu Rasulullah menjawab: "Allah Maha Mengetahui akan usaha orang tuanya." Setelah Islam berkembang dan menjadi kukuh Aisyah bertanya lagi mengenai perkara tersebut.

Maka turunlah ayat ini (Surah al Israa': 17: 15) sebagai jawapan kepada pertanyaannya itu, bahawa setiap orang tidak akan menanggung dosa orang lain. Selepas penurunan ayat ini Rasulullah bersabda: "Mereka itu sesuai dengan fitrahnya atau baginda pernah bersabda: "Mereka itu didalam syurga." (Diriwayatkan oleh Abnu Abdil Bar dengan sanad yang daif dari Aisyah)

"Dan berikanlah kepada kerabatmu, dan orang miskin serta orang musafir akan haknya masing-masing; dan janganlah engkau membelanjakan hartamu dengan boros yang melampau." (Surah al Israa': 17: 26)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika turun ayat di atas Rasulullah memberikan tanah di Fadak [Tanah tersebut diperolehi Rasulullah dari pembahagian ghanimah kepada Fatimah] (Diriwayatkan oleh at Thabarani dan yang lainnya dari Abi Said al Kudri) (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Marduwaih dari Ibnu Abbas)

KETERANGAN
Menurut Ibnu Katsir riwayat ini membingungkan kerana mengikut riwayat ini seolah-olah ayat ini adalah Madaniyyah padahal ayat ini masyhur sebagai ayat Makiyah.

"Dan jika engkau terpaksa berpaling tidak melayani mereka, kerana menunggu rezeki dari Tuhanmu yang engkau harapkan, maka katakanlah kepada mereka kata-kata yang menyenangkan hati." (Surah al Israa': 17: 28)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa orang-orang dari Muzainah meminta kepada Rasulullah agar diberikan kepada mereka kenderaan sebagai kegunaan ketika berperang fi sabilillah. Rasulullah menjawab: "Aku tidak ada lagi kenderaan untuk kamu." Mereka berpaling dengan linangan air mata kerana sedih dan merasakan bahawa Rasulullah marah kepada mereka. Maka turunlah ayat ini (Surah al Israa': 17: 28) sebagai petunjuk kepada Nabi agar menolak permohonan dengan lemah lembut. (Diriwayatkan oleh Said bin Mansur dari Atha al Khurasani)

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa penurunan ayat ini (Surah al Israa': 17: 28) berhubung dengan peristiwa penolakan Nabi terhadap orang miskin yang meminta bantuan. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari ad Dhahhak)

"Dan janganlah  engkau jadikan  tanganmu terbelenggu di lehermu, dan janganlah pula engkau menghulurkannya dengan sehabis-habisnya, kerana akibatnya akan tinggallah engkau dengan keadaan yang tercela serta kering keputusan." (Surahallsraa':17:29) 

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Rasulullah telah menerima kiriman pakaian. Oleh kerana baginda seorang yang dermawan, pakaian itu dibahagi-bahagikan kepada orang ramal. Setelah selesai membahagi-bahagikan pakaian tersebut, datanglah satu rombongan lain untuk meminta bahagian tetapi ternyata telah habis. Maka turunlah ayat ini (Surah al Israa': 17: 29) berhubung dengan peristiwa di atas. Di dalam ayat ini Allah menjelaskan bahawa apa yang diperolehi itu janganlah dihabiskan kesemuanya. (Diriwayatkan oleh Said bin Mansur dari Yasar Abi Hakam)

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa seorang anak telah datang kepada Nabi meminta sesuatu atas suruhan ibunya. Rasulullah menjawab: "Kami tidak punya apa-apa hari ini." Lalu si anak itu berkata: "Ibuku mengharapkan agar aku diberi pakaian tuan." Kemudian Rasulullah membuka baju qamisnya dan menyerahkan kepada anak itu dan baginda sendiri tinggal di rumah tanpa memakai baju qamis. Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al Israa': 17: 29) sebagai petunjuk kepada Rasulullah untuk tidak terlalu terbuka tangan. (Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dan yang lainnya dari Ibnu Mas'ud)

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa Nabi pernah bersabda kepada Aisyah bahawa baginda akan menginfakkan apa yang ada padanya. Kemudian Aisyah berkata: "Kalau begitu tidak akan ada bakinya walau sedikit pun." Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al Israa': 17: 29) sebagai petunjuk kepada Nabi dalam mengeluarkan infaknya.

Berdasarkan kepada riwayat ini, ayat tersebut seolah-olah ayat Madaniyyah. (K. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Marduwaih dari Abi Umamah)

"Dan apabila engkau membaca al Quran (wahai Muhammad), Kami jadikan perasaan ingkar dan hasad dengki orang-orang yang tidak beriman kepada hari akhirat itu sebagai dinding yang tidak dapat dilihat, yang menyekat mereka daripada memahami bacaanmu. " (Surah al Israa': 17: 45)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa apabila Rasulullah membacakan al Quran kepada kaum musyrikin Quraisy dan mengajak mereka kepada al Quran, mereka mempermainkannya dengan berkata: "Hati kami tertutup untuk menerima ajakanmu, telinga kami tersumbat dan di antara kami dan kamu terdapat dinding pemIsaH." Maka turunlah ayat ini (Surah al Israa': 17: 45) sebagai penjelasan bahawa kaum musyrikin seperti mereka itu akan tertutup pintu hatinya dari petunjuk Allah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Munzirdari Ibnu Syihab)

"Katakanlah (wahai Muhammad kepada kaum musyrik): "Serukanlah orang-orang yang kamu dakwa (boleh memberI pertolongan) selain dari Allah, maka sudah tentu mereka tidak berkuasa menghapuskan bahaya daripada kamu dan tidak dapat memindahkannya." (Surah al Israa1:17: 56)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa terdapat segolongan manusia yang menyembah jin. Kemudian bangsa jin memeluk agama Islam. Walaupun demikian sebahagian dari orang tersebut tetap menyembah jin. Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al Israa': 17: 56) sebagai kecaman kepada orang-orang yang menyembah sesuatu yang tidak berdaya menolong mereka. (Diriwayatkan oleh al Bukhari dan yang lainnya dari Ibnu Mas'ud) 

"Dan tiada yang menghalang Kami dari menghantar turun mukjizat yang mereka minta itu melainkan kerana jenis mukjizat itu telah didustakan oleh kaum-kaum yang telah lalu; dan di antaranya Kami telah pun memberikan kepada kaum Thamud unta betina sebagai mukjizat yang menjadi keterangan yang nyata, lalu mereka berlaku zalim kepadanya; dan biasanya Kami tidak menghantar turun mukjizat-mukjizat itu melainkan untuk menjadi amaran (bagi kebinasaan orang-orang yang memintanya kalau mereka tidak beriman)." (Surah al Israa': 17:59)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa orang-orang Mekah meminta kepada Nabi agar gunung Safa dijadikan emas dan gunung-ganang di Mekah diratakan agar boleh dijadikan ladang untuk bercucuk tanam. Berkatalah Jibril kepada Nabi: "Apakah engkau akan menangguhkan permintaan mereka atau menunaikannya? Sekiranya engkau menunaikan permintaan mereka dan mereka tetap kufur tentu mereka akan dibinasakan sebagaimana umat-umat yang terdahulu." Nabi menjawab bahawa baginda akan menangguhkannya. Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al Israa': 17: 59) sebagai peringatan kepada Nabi bahawa jikalau ditunaikan permintaan mereka, mereka tetap akan kufur kepadaNya. (Diriwayatkan oleh al Hakim dan at Thabarani serta yang lainnya dari Ibnu Abbas) (Diriwayatkan pula oleh at Thabarani dan Ibnu Marduwaih dengan panjang lebar)

Surah al Israa’:60 dan (ingatlah) ketika Kami wahyukan kepadamu (Wahai Muhammad), Bahawa Sesungguhnya Tuhanmu meliputi akan manusia (dengan ilmunya dan kekuasaanNya; dan tiadalah Kami menjadikan pandangan (pada malam Mikraj) Yang telah Kami perlihatkan kepadamu melainkan sebagai satu ujian bagi manusia; dan (demikian juga Kami jadikan) pokok Yang dilaknat di Dalam Al-Quran; dan Kami beri mereka takut (dengan berbagai-bagai amaran) maka semuanya itu tidak menambahkan mereka melainkan Dengan kekufuran Yang melampau.

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa selepas kejadian Isra dan Mikraj Nabi menceritakan peristiwa tersebut kepada kaum musyrikin Quraisy. Akan tetapi mereka mengejek dan mempermainkan Nabi malahan mereka meminta bukti. Lalu Nabi menerangkan ciri-ciri Baitul Maqdis dan juga menceritakan kafilah yang dilaluinya. Kemudian al Walid bin Mughirah berkata: "Orang ini adalah tukang sihir." 

Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al Israa': 17: 60) sebagai penjelasan bahawa peristiwa tersebut adalah ujian bagi manusia. (Diriwayatkan oleh Abu Ya'la dari Ummu Hani) (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Munzir dari Hasan)

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa pada suatu pagi Rasulullah seperti dalam kebingungan. Maka ada yang berkata kepadanya: "Apakah yang terjadi kepada tuan ya Rasulullah, janganlah membingungkan tuan kerana apa yang menjadl penglihatan tuan adalah ujian bagi kami." Maka turunlah ayat di atas (Surah al Israa': 17: 60) sebagai membenarkan akan adanya ujian itu. (Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dari Husain bin Ali, Ibnu Jarirdari Sahl bin Said) (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim dari Amr Ibnu Ash, Ya'la bin Murrah dan Said bin al Musayyab yang sanad-sanadnya daif. Hadis Said bin Musayyab adalah mursal) 

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika Allah, menerangkan perkataan "azzaqqum" (Surah al Waaqi'ah: 56: 52) sebagai peringatan kepada penghuni kampung Quraisy, berkatalah Abu Jahal kepada kaumnya: "Apakah kalian semua tahu apakah zaqqum yang dipakai oleh Muhammad untuk menakut-nakutkan kalian semua." Mereka menjawab: "Kami tidak mengetahuinya." Atau Jahal berkata lagi: "Roti disapu mentega , jika aku menemukan keduanya pasti aku akan makan dengan banyak." Ayat ini (Surah al Israa': 17:60) turun berhubung dengan peristiwa di atas sebagai penjelasan bahawa penurunan tentang zaqqum itu menyebabkan mereka menjadi lebih sesat lagi. Kemudian turun pula ayat lain (Surah ad Dukhaan: 44: 43-44) yang menjelaskan tentang pohon zaqqum tersebut. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan al Baihaqi di dalam kitab alBa'tsi dari Ibnu Abbas)

dan Sesungguhnya nyaris-nyaris mereka dapat memesongkanmu (Wahai Muhammad) dari apa Yang Kami telah wahyukan kepadaMu, supaya Engkau ada-adakan atas nama Kami perkara Yang lainnya; dan (kalau Engkau melakukan Yang demikian) baharulah mereka menjadikan Engkau sahabat karibnya. (Surah al Israa': 17: 73)

"Dan kalaulah tidak Kami menetapkan engkau (berpegang teguh kepada kebenaran), tentulah engkau sudah mendekati dengan menyetujui sedikit kepada kehendak mereka." (Surahallsraa':17:74)

"Jika (engkau melakukan yang) demikian, tentulah Kami akan merasakanmu kesengsaraan yang berganda semasa hidup dan kesengsaraan yang berganda juga semasa mati; kemudian engkau tidak beroleh seseorang penolong pun terhadap hukuman Kami." (Surahallsraa':17:75)

"Dan sesungguhnya mereka hampir-hampir berjaya mengganggumu daripada tinggal aman di bumi (Mekah) dengan tujuan mereka dapat mengusirmu dari negeri itu; dan jika berlaku demikian, maka mereka tidak akan tinggal di situ sesudahmu melainkan sedikit masa sahaja." (Surahallsraa':17:76)

dan pohonkanlah (Wahai Muhammad, Dengan berdoa): "Wahai Tuhanku! masukkanlah daku ke Dalam urusan ugamaku Dengan kemasukan Yang benar lagi mulia, serta keluarkanlah daku daripadanya Dengan cara keluar Yang benar lagi mulia; dan berikanlah kepadaKu dari sisiMu hujah keterangan serta kekuasaan Yang menolongku", (Surah al Israa': 17:80)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa para pembesar Quraisy yang bernama Umayyah bin Khalaf dan Abu Jahal bin Hisyam datang mengadap Nabi dan berkata: "Hai Muhammad! Mari kita minta keberkatan dari tuhan kami dan kami akan masuk Agamamu. "Sesungguhnya Rasulullah menginginkan mereka untuk memeluk Islam dan baginda merasa kasihan kepada mereka. Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al Israa': 17: 73-75) sebagai penjelasan bahawa ajakan mereka itu tidak perlu diambil berat kerana akan membawa kepada kesesatan. (Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dan Ibnu Abi Hatim dari Ishaq dari Muhammad bin Abi Muhammad dari Ikrimah dari Ibnu Abbas)
KETERANGAN
Imam Sayuthi menganggap bahawa hadis ini adalah hadis yang paling sahih berhubung dengan sebab penurunan ayat ini dan sanadnya adalah kuat serta mempunyai syahid.

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa ketika Rasulullah mencium Hajar Aswad, kaum Quraisy berkata: "Kami tidak akan membiarkan engkau mencium Hajar Aswad sebelum engkau mencium Tuhan-tuhan kami." Rasulullah berkata: "Apa salahnya kalau aku berbuat demikian kerana Allah mengetahui perbezaan dari perbuatan itu." Maka turunlah ayat ini (Surah al Israa': 17: 73-75) sebagai larangan kepada Rasulullah untuk meluluskan permintaan mereka. (Diriwayatkan oleh Abu Syaikh dari Said bin Jubair dari Ibnu Syihab)

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa kaum Quraisy datang mengadap Nabi dan berkata: "Jika betul engkau diutuskan kepada kami, usirlah pengikut-pengikutmu yang hina dan abid-abid itu supaya nanti kami akan menjadi sahabatmu." Nabi cenderung untuk menunaikan permintaan mereka itu. Maka turunlah ayat ini (Surah al Israa': 17:73-75) sebagai larangan kepada Nabi dari menunaikan permintaan mereka itu. (Diriwayatkan oleh Abu Syaikh dari Jubair bin Nafi)

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa ketika Nabi membaca ayat "wan najmi idza hawa" sehingga sampai kepada ayat ke "afaraaitu mullata wal uza (Surah an Najm: 53: 1-19) syaitan menyelipkan perkataan "tilkal gharaniqul" [Gharaniq nama berhala Quraisy)] "ula wa inna syafa 'atuhunna laturtaja." Maka turunlah ayat ini (Surah al Israa': 17:73-75) sebagai larangan untuk menghiraukan percakapan syaitan.

Sejak dari itu Nabi merasa bingung sehingga turunlah ayat (Surah al Hajj: 22:52) sebagai penjelasan bahawa sesuatu yang diturunkan oleh Allah tidak akan dapat dicampur dengan perbuatan maklukNya. (Diriwayatkan oleh Abu Syaikh dari Muhammad bin Kaab al Qurazi) 

KETERANGAN
Berdasarkan kepada riwayat-riwayat di atas, ayat ini diturunkan di Mekah tetapi ada pula orang yang menganggap bahawa ayat ini diturunkan di Madinah. la adalah berpandukan kepada riwayat di bawah ini.

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa terdapat satu kaum yang berkata kepada Nabi: "Berilah tempoh kepada kami selama setahun agar kami dapat mengumpulkan dan menerima hadiah dari tuhan-tuhan kami." Rasulullah hampir sahaja memberi tempoh kepada mereka. Maka turunlah ayat ini (Surah al Israa': 17: 73-75) sebagai larangan kepada Nabi untuk mengabulkan permintaan mereka. (Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dari al Ufi dari Ibnu Abbas. Hadis ini sanadnya daif)

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa orang-orang Yahudi datang kepada Nabi untuk menghasut dirinya dengan berkata: "Sekiranya benar engkau seorang Nabi, pergilah engkau ke Syam kerana Syam itu tempat berkumpul para Nabi." Rasulullah percaya pada percakapan mereka lalu meninggalkan kesan di dalam hatinya.

Ketika perang Tabuk Rasulullah berniat untuk menuju ke Syam. Oleh itu, apabila sampai di Tabuk Allah menurunkan ayat ini (Surah al Israa': 17: 73-75 diakhiri dengan ayat 76) sebagai peringatan kepada baginda bahawa kaum Yahudi bermaksud untuk mengeluarkan baginda dari Madinah dan Allah memerintahkan supaya kembali ke Madinah. Kemudian Jibril berkata kepada Nabi: "Mintalah kepada Tuhanmu kerana setiap Nabi ada permintaannya." Nabi berkata: "Apa yang engkau suruh aku minta kepadaNya?" Jibril menjawab: "Pohonlah "rabbi adkhilni mudkhala sidqin wa akhrijni mukhraja sidqin waj'alli milladunka sulthanannashira" (Surah al Israa': 17: 80).

Maka penurunan ayat ini (Surah al Israa': 17: 73, 74, 75, 76, 80) adalah berkenaan dengan keharusan Rasulullah pulang dari Tabuk. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan al Baihaqi di dalam adDalail dari Hadis Syah bin Hausyab dari Abdur Rahman bin Ghanam.)  (Hadis ini mursal, sanadnya daif dan ada syahidnya seperti hadis di bawah ini) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa kaum musyrikin berkata kepada Nabi: "Para Nabi tinggal di Syam, mengapa engkau tinggal di Madinah?" Ketika Nabi hampir melaksanakan perkara itu, turunlah ayat ini (Surah al Israa': 17: 80) untuk memberitahu Nabi akan maksud kaum musyrik yang hendak mengusir baginda. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Said bin Jubair. Hadis ini mursal) (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dengan hadis mursal yang menjelaskan bahawa orang yang berkata kepada Rasulullah itu ialah kaum Yahudi)  

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa ayat ini (Surah al Israa': 17:80) turun ketika Nabi melaksanakan hijrah dari Mekah ke Madinah. (Diriwayatkan oleh at Tirmizi dari Ibnu Abbas) 

KETERANGAN 
Berdasarkan kepada riwayat di atas jelaslah menunjukkan bahawa ayat yang telah disebutkan diturunkan di Mekah dan Ibnu Marduwaih meriwayatkan dengan lafaz yang begitu jelas.

"Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakan: "Roh itu dari perkara urusan Tuhanku; dan kamu tidak diberikan ilmu pengetahuan melainkan sedikit sahaja." (Surah al Israa': 17:85)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa pada suatu hari Nabi berjalan di sekitar Madinah dengan bertongkat bersama dengan Ibnu Mas'ud dan lalu di hadapan segolongan kaum Yahudi. Salah seorang di antara mereka berkata: "Mari kita bertanya kepadanya." Mereka pun berkata: "Terangkan kepada kami tentang roh." Kemudian Nabi s.a.w. berdiri dan mengangkat kepalanya ke langit dan terlihat baginda sedang diberi wahyu. Maka turunlah ayat ini (Surah al Israa': 17: 85) berhubung dengan peristiwa tersebut. (Diriwayatkan oleh al Bukhari dari Ibnu Mas'ud)

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa kaum Quraisy berkata kepada kaum Yahudi: "Ajarkan kepada kami akan sesuatu untuk ditanyakan kepada orang ini (Muhammad)." Berkatalah orang Yahudi: "Tanyalah kepadanya tentang roh". Kemudian mereka bertanya kepada Nabi mengenai perkara itu. Maka turunlah ayat ini (Surah al Israa': 17: 85) sebagai jawapan terhadap pertanyaan tersebut. (Diriwayatkan oleh at Tirmizi dari Ibnu Abbas) 

KETERANGAN
Ibnu Katsir [Imadudin Abil Fida Ismail bin Katsir al Qurasyi ad Dimsyiqi, Tafsir al Quranul Adhim, Isa al Bab al Halabi Cairo N.D, juz III, hal 60] ada mengemukakan bahawa perkara yang disebutkan di atas sebagai berikut: Dari kedua-dua kejadian di atas dapatlah dibuat kesimpulan bahawa ayat ini (Surah al Israa': 17: 85) turun pada kedua peristiwa itu. Demikian juga mengikut pendapat al Hafiz Ibnu Hajar tetapi dengan penambahan bahawa Nabi mendiamkan diri ketika ditanya oleh Yahudi adalah untuk menunggu penjelasan yang lebih jauh tentang itu. Sekiranya bukan kerana menunggu penjelasan yang lebih jauh, tentu apa yang diriwayatkan oleh Bukhari itu lebih sahih.

Menurut pendapat Imam Sayuthi apa yang diriwayatkan oleh Bukhari itu adalah lebih sahih kerana perawinya hadir pada waktu peristiwa itu terjadi sedangkan Ibnu Abbas tidak hadir dalam peristiwa tersebut.

"Katakanlah (wahai Muhammad): "Sesungguhnya jika sekalian manusia dan jin berhimpun dengan tujuan hendak membuat dan mendatangkan sebanding dengan al Quran ini, mereka tidak akan dapat membuat dan mendatangkan yang sebanding dengannya, walaupun mereka bantu-membantu sesama sendiri." (Surah al lsraa':17:88)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Salam bin Musykam bersama-sama kawannya kaum Yahudi datang mengadap Nabi dan berkata: "Bagaimana kami boleh mengikut engkau, sedangkan engkau sendiri telah meninggalkan kiblat kami dan apa yang kau bawa tidak teratur seperti Taurat. Turunkan kepada kami sebuah kitab yang kami kenal, kalau tidak kami akan mendatangkan kepadamu seperti apa yang kau bawa." Maka Allah menurunkan ayat di atas berhubung dengan peristiwa tersebut. (Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dan Ibnu Jarirdari Said atau Ikrimah dari Ibnu Abbas) 

"Dan mereka berkata: "Kami tidak sekali-kali akan beriman kepadamu (wahai Muhammad), sehingga engkau memancarkan mata air dari bumi, bagi Kami." (Surah al lsraa':17:90)

"Atau (sehingga) engkau mempunyai kebun dari pohon-pohon tamar dan anggur, kemudian engkau mengalirkan sungai-sungai dari celah-celahnya dengan aliran yang terpancar terus-menerus." (Surah al lsraa':17:91)

"Atau (sehingga) engkau gugurkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaimana yang engkau katakan (akan berlaku); atau (sehingga) engkau bawakan Allah dan malaikat untuk kami menyaksikannya." (Surah al lsraa':17:92)

"Atau (sehingga) engkau mempunyai sebuah rumah terhias dari emas; atau (sehingga) engkau naik ke langit; dan kami tidak sekali-kali akan percaya tentang kenaikanmu ke langit sebelum engkau turunkan kepada kami sebuah kitab yang dapat kami membacanya." Katakanlah (wahai Muhammad): "Maha Suci Tuhanku! Bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi Rasul?" (Surah al lsraa':17:93)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa kaum kafir Quraisy iaitu Uthbah dan Syaibah anak Rabi'ah, Abu Sufyan bin Harb dan seorang dari Bani Abid Dar, Abal Buhturi, al Aswad bin al Muthalib, Rabi'ah bin al Aswad, al Walid bin al Mughirah, Abu Jahal, Abdullah bin Umayyah, Umayyah bin Khalaf, al Ashi bin Wail, Nabih dan Munabih anak al Hajjaj berkumpul dan berkata: "Hai Muhammad! Kami tidak pernah tahu bahawa ada seorang bangsa Arab yang mengadakan kekusutan terhadap kaumnya sebagaimana yang engkau lakukan terhadap kaummu. Engkau telah mencaci nenek moyang, mencela agama, menganggap para cerdik pandai itu bodoh, mencaci tuhan-tuhan kami dan memecah belahkan penyatuan umat. Sesungguhnya apa yang dibawa oleh engkau ini hanyalah menyebabkan hubungan di antara kami dan engkau menjadi bertambah buruk. Sekiranya dengan membawa perkara baru ini engkau mengharapkan kekayaan, kami akan mengumpulkannya untukmu sehingga engkau menjadi orang yang paling kaya di antara kami semua. Sekiranya engkau menginginkan kemuliaan, kami akan mengangkatmu menjadi pemimpin kami. Akan tetapi jika engkau membawa perkara baru ini kerana rasukan jin sehingga engkau hilang ingatan, kami akan keluarkan harta benda kami untuk menyembuhkan penyakitmu itu."

Kemudian Nabi bersabda: "Tidak ada satu pun perkara yang kalian katakan itu dalam diriku. Akan tetapi Allah mengutusku menjadi Rasul kepada kalian semua dan Allah menurunkan kepadaku sebuah kitab serta memerintahkan kepadaku supaya menjadi pembawa berita gembira dan pemberi peringatan." Mereka menjawab: "Jika engkau tidak mahu menerima apa yang kami ajukan tadi, sebenarnya engkau mengetahui bahawa negeri Mekah ini merupakan sebuah negara yang sempit serta padat penduduknya. Di samping itu juga sumber alamnya sedikit dan penghidupannya adalah sukar. Oleh itu alangkah baiknya jika engkau memohon kepada tuhan yang telah mengutusmu agar menyingkirkan gunung-gunung yang menyempitkan kita ini sehingga negara kita menjadi luas dan mengalirkan sungai-sungai di negara kita ini seperti yang terdapat di negara Syam dan Iraq serta membangkitkan nenek moyang kami yang sudah mendahului kami. Sekiranya engkau tidak dapat melaksanakan permintaan kami, mintalah kepada Tuhanmu agar mengutuskan Malaikat yang membenarkan ajakanmu ini, di samping ia boleh membuat kebun-kebun, harta dan juga gedung-gedung dari emas dan perak sehingga kami dapat menolong engkau menyebarkan agamamu. Sesungguhnya kami lihat engkau juga memerlukan harta tersebut kerana engkau selalu ke pasar untuk mencari penghidupan. Sekiranya engkau tidak dapat melaksanakan permintaan kami ini, runtuhkanlah langit sebagaimana anggapanmu bahawa Tuhanmu dapat melaksanakannya apabila menghendakinya. Sesungguhnya kami tidak akan beriman kepadamu, sebelum kau penuhi permintaan kami ini."

Kemudian Rasulullah meninggalkan mereka dan diikuti oleh Abdullah bin Abi Umayah yang berkata: "Hai Muhammad! Kaummu meminta kepadamu beberapa permintaan tetapi engkau tidak menunaikannya. Kemudian mereka meminta beberapa bukti darimu agar mereka mengetahui kedudukanmu di sisi Allah tetapi engkau juga tidak membuktikannya. Kemudian mereka meminta supaya dipercepatkan seksaan dari Tuhan yang selalu engkau peringatkan kepada mereka. Demi Allah aku tidak akan beriman kepadamu untuk selama-lamanya sebelum engkau membuat tangga untuk engkau naik terus ke langit dan aku melihatnya dan dari mana engkau membawa sebuah naskhah yang dapat disebarkan serta engkau membawa empat Malaikat yang menjadi saksi di atas kerasulanmu sebagaimana yang engkau katakan."

Selepas itu, Rasulullah pulang dengan perasaan sedih dan turunlah ayat ini (Surah al Israa': 17:90) berhubung dengan peristiwa tersebut seiring dengan ucapan Abdullah bin Abi Umayyah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Ishaq dari seorang alim dari Mesir dari Ikrimah dari Ibnu Abbas)

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa ayat ini (Surah al Israa': 17:90-93) turun berkenaan dengan saudara Ummu Salamah yang bernama Abdullah bin Abi Umayyah. (Diriwayatkan oleh Said bin Mansur di dalam kitab sunannya dari Said bin Jubair) (Hadis ini mursal tetapi sahih dan menjadi syahid serta menyempurnakan sanad riwayat yang sebelumnya)

Katakanlah (Wahai Muhammad): "Serulah nama " Allah" atau nama "Ar-Rahman", Yang mana sahaja kamu serukan (dari kedua-dua nama itu adalah baik belaka); kerana Allah mempunyai banyak nama-nama Yang baik serta mulia". dan janganlah Engkau nyaringkan bacaan doa atau sembahyangmu, juga janganlah Engkau perlahankannya, dan gunakanlah sahaja satu cara Yang sederhana antara itu. (Surah al Israa': 17: 110) 

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa pada suatu hari Rasulullah sembahyang di Mekah dan berdoa. Di antara doanya ialah: "Ya Allah! Ya Rahman!" berkatalah kaum musyrikin: "Perhatikanlah orang yang murtad dari agamanya. Dia melarang kita menyeru dua tuhan sedangkan dia sendiri menyeru dua tuhan." Maka turunlah ayat ini (Surah al Israa': 17:110)sebagai penjelasan bahawa Tuhan itu Esa tetapi mempunyai nama-nama yang baik. (Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dan yang lainnya dari Ibnu Abbas) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa "wala tajhar bishala" sebahagian dari ayat ini (Surah al Israa': 17:110) turun ketika Rasulullah menyebarkan dakwah di Mekah secara tersembunyi. Pada waktu itu apabila Rasulullah sembahyang berjemaah bersama sahabat-sahabatnya, baginda menyaringkan bacaan al Quran. Oleh itu, apabila kaum Quraisy mendengarnya, mereka mencaci-caci al Quran, yang menurunkanNya dan mencaci NabiNya. Maka penurunan ayat di atas adalah untuk melarang Nabi menyaringkan suaranya dalam sembahyang pada ketika itu. (Diriwayatkan oleh al Bukhari dan yang lainnya dari Ibnu Abbas) (Diriwayatkan pula oleh al Bukhari dari Aisyah yang menjelaskan bahawa ayat ini turun berkenaan dengan cara berdoa) (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas) 

KETERANGAN
Ibnu Jarir menganggap bahawa riwayat yang bersangkutan dengan peristiwa sembahyang ini lebih kuat sanadnya daripada riwayat dalam peristiwa berdoa.
Demikian juga menurut pendapat an Nawawi dan pendapat-pendapat lain. Manakala menurut pendapat Ibnu Hajar ayat ini diturunkan untuk kedua-dua peristiwa tersebut iaitu tentang doa pada waktu sembahyang.

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa apabila Rasulullah sembahyang di Baitullah, baginda akan menyaringkan suaranya ketika berdoa. Maka turunlah ayat ini (Surah al Israa': 17: 110) sebagai larangan kepada Nabi dari menyaringkan suara ketika berdoa dalam sembahyang. (Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dari Abi Hurairah)

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa penurunan ayat ini (Surah al Israa': 17: 110) adalah berkenaan dengan bacaan tasyahud. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan al Hakim dari Aisyah)

KETERANGAN
Riwayat ini lebih menjelaskan riwayat yang terdahulu iaitu tentang doa yang dilakukan ketika sembahyang.

Menurut pendapat Ibnu Mani' di dalam musnadnya dari Ibnu Abbas, bahawa mereka menyaringkan doa ketika membaca: "Allahummar hamni." 

Maka penurunan ayat ini (Surah al Israa': 17: 110) adalah sebagai perintah agar jangan terlalu perlahan atau terlalu kuat ketika berdoa di dalam sembahyang.

"Dan katakanlah: "Segala puji tertentu bagi Allah yang tiada mempunyai anak, dan tiada bagiNya sekutu dalam urusan kerajaanNya, dan tiada bagiNya penolong disebabkan sesuatu kelemahanNya; dan hendaklah engkau membesarkan serta memuliakanNya dengan bersungguh-sungguh!" (Surah al Israa': 17: 111)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa kaum Yahudi dan Nasara mempunyai anggapan bahawa Allah mempunyai anak lelaki, sedangkan orang Arab beranggapan bahawa Tuhan tidak bersekutu kecuali sekutu yang dimiliki dan dikuasaiNya sendiri.

Adapun as Shabiun (Murtad) dan kaum Majusi beranggapan bahawa Allah itu hina apabila tidak ada pembela dan penjagaNya. Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al Israa': 17: 111) untuk menolak kenyataan bahawa Dia mempunyai anak lelaki, bersekutu dan ada pembela ataupun penjaga. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Muhammad bin Kaab al Qurazi) 

No comments:

Post a Comment

 
back to top