Sunday, January 20, 2019

113. Asbabun Nuzul Surah At-Taubah - سورة التوبة QS9 Baraa’ah / At-Taubah

0 Comments

Asbabun Nuzul Surah Baraa’ah / At-Taubah

25JAN
14. “Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman.”
(Baraa’ah: 14)
Diriwayatkan oleh Abusy Shaikh yang bersumber dari Qatadah dan ‘Ikrimah bahwa ayat ini (Baraa’ah: 14) turun berkenaan dengan suku Khuza’ah yang membunuh Bani Bakr di Mekah.
Peristiwa ini terjadi pada waktu kaum Quraisy mengadakan perjanjian gencatan senjata dengan Rasulullah saw. di Hudaibiyyah (termasuk suku Khuzanah yang menjadi sekutu Rasulullah saw.). Pada saat itu antara suku Khuza’ah dan Bani Bakr masih berlangsung peperangan, sedang kaum Quraisy secara diam-diam tetap membantu Bani Bakr, sehingga turunlah ayat yang memerintahkan kaum Mukminin agar menggempur kaum Quraisy yang telah melanggar perjanjian itu.
Diriwayatkan oleh Abusy Shaikh yang bersumber dari as-Suddi bahwa yang dimaksud dengan …yasyfi shuduura qaumim mu’miniin (…serta melegakan hati orang-orang yang beriman) (Baraa’ah: 14) adalah suku Khuza’ah yang menjadi sekutu Nabi saw., yang hatinya menjadi lega karena dapat memuntut bela terhadap Bani Bakr.
17. “Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka.”
(Baraa’ah: 17)
18. “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, emnunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(Baraa’ah: 18)
19. “Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian serta bejihad di jalan Allah? mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim*”
(Baraa’ah: 19)
*ayat Ini diturunkan untuk membantah anggapan bahwa memberi minum para haji dan mengurus Masjidilharam lebih utama dari beriman kepada Allah serta berhijrah di jalan Allah.
20. “Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih Tinggi derajatnya di sisi Allah; dan Itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.”
(Baraa’ah: 20)
21. “Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat dari padanya, keridhaan dan surga, mereka memperoleh didalamnya kesenangan yang kekal,”
(Baraa’ah: 21)
22. “Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”
(Baraa’ah: 22)
23. “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (Baraa’ah: 23)
24. Katakanlah: “Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA”. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (Baraa’ah: 24)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari ‘Ali bin Abi Thalhah yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa pada waktu ditawan dalam Peperangan Badr, al-‘Abbas berkata: “Sekiranya kalian termasuk orang-orang yang telah lebih dulu masuk Islam, hijrah, dan jihad, sebenarnya kami termasuk orang-orang yang memakmurkan masjidil Haram, memberikan minum kepada orang-orang yang naik haji, dan membebaskan orang-orang dari penderitaannya.” Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 17-19) yang menegaskan bahwa orang-orang yang memakmurkan masjid dan lain-lain, serta belum beriman itu tidak sama dengan orang-orang yang beriman dan berjihad di jalan Allah.
Diriwayatkan oleh Muslim, Ibnu Hibban, dan Abu Dawud, yang bersumber dari sumber dari an-Nu’man bin Basyir bahwa pada suatu hari an-Nu’man bahwa pada suatu hari an-Nu’man bin Basyir berada disamping mimbar Rasullah saw. bersama beberapa orang sahabat lainya. Berkatalah seorang diantara mereka: “Aku tedak memperdulikan amal saleh yang lain, setelah Islam tersebar (Fat-hu Makkah), kecuali akan memberi minum kepada orang yang naik haji, ”Yang lainnya berkata: “Aku hanya akan memakmurkan Masjidil Haram.” Yang lainnya lagi berkata: “Aku hanya akan berjihad di jalan Allah. Perbuatan itu lebih baik daripada apa yang kalian katakan.” ‘Umar membenta mereka seraya berkata: “Janganlah kalian berbicara keras-keras di samping mimbar Rasullah saw.! Nanti setelah shalat jum’at, aku kan menghadap Rasullah saw. untuk meminta fatwa tentang apa yang kamu perselisihkan itu.” Turunnya ayat ini (Q.S. 9 Bara-ah: 19) sebagai penegasan bahwa orangg yang mengkhususkan pada amal saleh tertentu saja, tidah sama kepada orng yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta berjihad di Jalan-nya.
Diriwayatkan oleh al-Faryabi yang bersumber dari Ibnu sirin. Dirwayatkan pula oleh ‘Abdurrazzaq yang bersumber dari asy-Syu’bi. Bahwa ‘Ali bin Abi Thalib datang ke Mekah dan berkata kepada al-‘Abbas: “Wahai pamanku, tidakkah engkau ingin hijrah ke Madinah untuk mengikuti Rasulullah saw.?” Ia menjawab: “Bukankah aku ini suka memakmurkan mesjid dan mengurus baitullah?” Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang menegaskan perbedaan antara orang yang beriman dan berjihad di jalan Allah dengan orang-orang yang hanya berbuat kebaikan. Kemudian ‘Ali berkata kepada yang lainnya dengan menyebutkan namanya satu persatu: “Tidakkah kalian ingin berhijrah mengikuti Rasulullah ke Madinah?” Mereka menjawab: “Kami tinggal di sini beserta saudara-saudara dan teman-teman kami sendiri.” Sehubungan dengan peristiwa ini, turunlah ayat berikutnya (Baraa’ah: 24) yang menegaskan bahwa orang-orang yang lebih mencintai sanak saudara, keluarga, kawan dan kekayaannya daripada mencintai Allah dan Rasul-Nya serta jihad fisabilillah, diancam dengan azab Allah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Muhammad bin Ka’b al-Qurazhi bahwa Thalhah bin Syaibah, al-‘Abbas, dan ‘Ali bin Abi Thalib membanggakan dirinya masing-masing. Thalhah berkata: “Aku yang menguasai baitullah, dan kuncinyapun ada padaku.” Al-‘Abbas berkata: “Aku tukang memberi minum kepada jemaah haji dan mengurus mereka.” Dan ‘Ali bin Abi Thalib berkata: “Aku adalah orang pertama yang shalat menghadap kiblat sebelum orang-orang menghadap ke arahnya. Aku juga sering memimpin jihad fisabilillah.” Turunnya ayat ini (Baraa’ah: 19) menegaskan bahwa orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta berjihad fisabilillah, jauh berbeda dengan orang yang mengurus orang-orang yang naik haji ataupun yang mengurus Baitullah.

Asbabun Nuzul Surah Baraa’ah / At-Taubah (2)

28JAN
25. “Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai Para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, Yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu), Maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang Luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.”
(Baraa’ah: 25)
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi di dalam kitab ad-Dalaa-il, yang bersumber dari ar-Rabi’ bin Anasa bahwa seseorang yang ikut dalam peperangan Hunain berkata: “Kita tidak akan kalah sekarang ini karena banyaknya jumlah pasukan kita.” Pada waktu itu jumlah pasukan kaum Mukminin sebanyak 12.000 orang. Mendengar perkataan itu Nabi saw. merasa sesak dadanya. Turunnya ayat ini (Baraa’ah: 25) berkenaan dengan malapetaka besar yang dialami kaum Mukminin dalam Perang Hunain karena merasa bangga dengan banyaknya pasukan mereka.
28. “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis*, Maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam** sesudah tahun ini***. dan jika kamu khawatir menjadi miskin****, Maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
(Baraa’ah: 28)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa kaum musyrikin biasa datang ke Mekah membawa makanan untuk dijual di sana. Setelah kaum musyrikin dilarang datang ke Mekah (dengan turunnya awal surah Baraa’ah ayat 28), kaum Muslimin berkata: “Darimana kita dapatkan makanan?” Maka Allah menurunkan kelanjutan ayat tersebut (Baraa’ah: 28), yang menegaskan bahwa Allah akan memberikan kecukupan dengan karunia-Nya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Abusy Syaikh, yang bersumber dari Sa’id bin Jubair. Hadits seperti ini bersumber pula dari ‘Ikrimah, ‘Athiyyah al ‘Aufi, adl-Dlahhak, Qatadah dan lain-lain. Bahwa ketika turun ayat, innamal musyrikun najasung falaa yaqrabul masjidal haraama ba’da ‘aamihim haadzaa…(… sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini…) (Baraa’ah: 28) kaum Muslimin menjadi gelisah karena dilarangnya kaum musyrikin memasuki Mekah. Mereka berkata: “Siapa yang akan membawa makanan dan pakaian untuk kita?” Maka turunlah kelanjutan ayat tersebut (Baraa’ah: 28) yang menegaskan bahwa Allah yang akan memberikan kecukupan kepada mereka.
30.”orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah” dan orang-orang Nasrani berkata: “Al masih itu putera Allah”. Demikianlah itu Ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru Perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling?”
(Baraa’ah: 30)
* Maksudnya: jiwa musyrikin itu dianggap kotor, karena menyekutukan Allah.
** Maksudnya: tidak dibenarkan mengerjakan haji dan umrah. menurut Pendapat sebagian mufassirin yang lain, ialah kaum musyrikin itu tidak boleh masuk daerah Haram baik untuk keperluan haji dan umrah atau untuk keperluan yang lain.
*** Maksudnya setelah tahun 9 Hijrah.
**** Karena tidak membenarkan orang musyrikin mengerjakan haji dan umrah, karena pencaharian orang-orang Muslim boleh Jadi berkurang.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa Salam bin Musykam, Nu’man bin Aufa, Muhammad bin Dihyas, Syas bin Qais, dan Malik bin ash-Shaif menghadap Rasulullah saw. seraya berkata: “Bagaimana kami bisa mengikuti tuan, padahal tuan sudah meninggalkan kiblat kami dan tidak menganggap ‘Uzair sebagai putra Allah.” Berkenaan dengan peristiwa tersebut turunlah ayat ini (Baraa’ah: 30), yang menegaskan bahwa ucapan Yahudi itu sama dengan ucapan kaum kafir sebelum mereka yang telah dibinasakan oleh Allah.
37. “Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan Haram itu* adalah menambah kekafiran. disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, Maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (syaitan) menjadikan mereka memandang perbuatan mereka yang buruk itu. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”
(Baraa’ah: 37)
*Muharram, Rajab, Zulqaedah dan Zulhijjah adalah bulan-bulan yang dihormati dan dalam bulan-bulan tersebut tidak boleh diadakan peperangan. tetapi peraturan ini dilanggar oleh mereka dengan Mengadakan peperangan di bulan Muharram, dan menjadikan bulan Safar sebagai bulan yang dihormati untuk pengganti bulan Muharram itu. Sekalipun bulangan bulan-bulan yang disucikan yaitu, empat bulan juga. tetapi dengan perbuatan itu, tata tertib di Jazirah Arab menjadi kacau dan lalu lintas perdagangan terganggu.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Abu Malik bahwa kaum kafir menjadikan tiga belas bulan untuk tiap tahun, sehingga jatuhnya bulan Muharam itu pada bulan Safar. Dengan demikian mereka dapat menghalalkan hal-hal yang diharamkan dalam bulan Muharam. Maka Allah menurunkan ayat ini (Baraa’ah: 37) yang menegaskan bahwa perbuatan seperti itu hanya menambah kekufuran mereka sendiri.
38. “Hai orang-orang yang beriman, Apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: “Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit.”
(Baraa’ah: 38)
39.” jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
(Baraa’ah:39)
40. “Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang Dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu Dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir Itulah yang rendah. dan kalimat Allah Itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana*.
*Maksudnya: orang-orang kafir telah sepakat hendak membunuh Nabi SAW, Maka Allah s.w.t. memberitahukan maksud jahat orang-orang kafir itu kepada Nabi SAW. karena itu Maka beliau keluar dengan ditemani oleh Abu Bakar dari Mekah dalam perjalanannya ke Madinah beliau bersembunyi di suatu gua di bukit Tsur.
41. “Berangkatlah kamu baik dalam Keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”
(Baraa’ah: 41)
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid bahwa ayat ini (Baraa’ah: 38) turun sesudah fat-hu Makkah, ketika kaum Muslimin diperintahkan menyerang kota Tabuk. Pada waktu itu musim panas, buah-buahan hampir matang yang merangsang mereka untuk duduk berteduh di bawah pohon sambil menikmati buah-buahan. Mereka merasa enggan meninggalkan tempat untuk melaksanakan perintah. Ayat ini (Baraa’ah: 38-40) memberikan peringatan kepada mereka bahwa kenikmatan seperti itu tidak ada artinya bila dibandingkan dengan kenikmatan di akhirat. Kemudian turunlah ayat berikutnya (Baraa’ah: 41) yang memerintahkan untuk melaksanakan perintah, baik dengan perasaan ringan ataupun berat.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Najdah bin Nafi’ bahwa Najdah bin Nafi’ bertanya kepada Ibnu ‘Abbas tentang ayat ini (Baraa’ah: 39). Ia menjawab: “Rasulullah memerintahkan berangkat ke medan perang kepada beberapa suku bangsa Arab, tetapi mereka enggan melaksanakan perintah itu. Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 39) sebagai ancaman terhadap keengganan mereka. Merekapun mendapat siksa dari Allah dengan tidak turun hujan.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Hadlrami bahwa di antara kaum Muslimin mungkin terdapat orang-orang yang sakit atau lemah karena tua, sehingga merasa berdosa tidak ikut perang sabil. Maka Allah menurunkan ayat ini (Baraa’ah: 41) yang memerintahkan berangkat perang, baik dengan perasaan ringan ataupun berat.

Asbabun Nuzul Surah Baraa’ah / At-Taubah (3)

28JAN
43. “semoga Allah mema’afkanmu. mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam keuzurannya) dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta?”
(Baraa’ah: 43)
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Amr bin Maimun al-Azadi bahwa Rasulullah saw. pernah mengerjakan dua hal sebelum diperintahkan oleh Allah swt., yaitu memberi izin kepada kaum munafik (untuk tidak ikut perang) dan mengambil uang tebusan dari para tawanan. Ayat ini (Baraa’ah: 43) turun sehubungan dengan peristiwa tersebut, yang menegaskan bahwa Allah swt. memaafkan tindakan Rasulullah saw.
49.”di antara mereka ada orang yang berkata: “Berilah saya keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus dalam fitnah.” ketahuilah bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah*. dan Sesungguhnya Jahannam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir.”
(Baraa’ah: 49)
*Ada beberapa orang munafik yang tidak mau pergi berperang ke Tabuk (daerah kekuasaan Rumawi) dengan berdalih khawatir akan tergoda oleh wanita-wanita Romawi, berhubung dengan itu turunlah ayat ini untuk membukakan rahasia mereka dan menjelaskan bahwa keengganan mereka pergi berperang itu adalah karena Kelemahan iman mereka dan itu adalah suatu fitnah.
Diriwayatkan oleh ath-Thabarani, Abu Nu’aim, dan Ibnu Maduwaih, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Hatim dan Ibnu Marduwaih, yang bersumber dari Jabir bin ‘Abdillah. Bahwa ketika Nabi saw. akan berangkat ke medan Perang Tabuk, beliau bersabda kepada al-Jadd bin Qais: “Hai al-Jadd. Bagaimana pendapatmu tentang perang dengan bani Ashfar (Romawi)?” Ia menjawab: “Wahai Rasulullah. Saya seorang yang mudah tertarik dengan wanita, dan akan tergila-gila jika aku melihat wanita Romawi. Oleh karena itu izinkanlah saya untuk tidak ikut berperang, janganlah tuan memberi cobaan kepada saya.” Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 49) sebagai penegasan bahwa alasan yang mereka kemukakan itu akan menjerumuskan mereka ke dalam api neraka.
Diriwayatkan oleh ath-Thabarani yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa Nabi saw. pernah bersabda: “Berperanglah kalian. Kalian akan mendapatkan ghanimah gadis-gadis Romawi.” Berkatalah kaum munafik: “Muhammad pasti menguji kalian dengan wanita-wanita itu.” Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 49) yang menegaskan bahwa kaum munafik mencari-cari dalih untuk tidak turut berperang.
50. “jika kamu mendapat suatu kebaikan, mereka menjadi tidak senang karenanya; dan jika kamu ditimpa oleh sesuatu bencana, mereka berkata: “Sesungguhnya Kami sebelumnya telah memperhatikan urusan Kami (tidak pergi perang)” dan mereka berpaling dengan rasa gembira.”
(Baraa’ah: 50)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Jabir bin ‘Abdillah bahwa orang-orang munafik yang berdiam diri di Madinah (tidak berangkat ke Tabuk) menyiarkan berita buruk tentang keadaan Nabi saw. dan para shahabatnya. Mereka mengatakan bahwa Nabi saw. dan para shahabatnya mendapat kepayahan dalam perjalanan hingga banyak yang binasa. Akan tetapi sampai juga berita yang sesungguhnya, Nabi dan para shahabatnya dalam keadaan sehat walafiat, sehingga terbongkarlah kebohongan mereka. Mereka merasa tidak senang karenanya. Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 50) yang menegaskan beberapa sifat kaum munafikin.
53. Katakanlah: “Nafkahkanlah hartamu, baik dengan sukarela ataupun dengan terpaksa, Namun nafkah itu sekali-kali tidak akan diterima dari kamu. Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang fasik.”
(Baraa’ah: 53)
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa turunnya ayat ini (Baraa’ah: 53) berkenaan dengan ucapan al-Jadd bin Qais ketika diperintahkan berangkat perang: “Aku tidak kuat melihat wanita dan mudah tergila-gila. Oleh karena itu aku akan menyumbangkan hartaku saja.” Ayat ini (Baraa’ah: 53) menegaskan bahwa betapa pun banyaknya harta benda kaum munafikin yang disumbangkan di jalan Allah, tidak akan diterima oleh Allah swt..
58. “dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (distribusi) zakat; jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian dari padanya, dengan serta merta mereka menjadi marah.”
(Baraa’ah: 58)
Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Abu Sa’id al-Khudri. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Jabir, bahwa ketika Rasulullah saw. membagi-bagikan sedekah, datanglah Dzul Khuwaishirah seraya berkata: “Hendaklah kamu bersikap adil.” Nabi saw. menjawab: “Celakalah kamu, siapa lagi yang akan berbuat adil jika aku sudah tidak berbuat adil.” (Baraa’ah: 58) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang menegaskan bahwa orang-orang yang menganggap tidak adil itu karena mereka tidak mendapat bagian.
61. “di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan: “Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya.” Katakanlah: “Ia mempercayai semua yang baik bagi kamu, ia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mukmin, dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kamu.” dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih.”
(Baraa’ah: 61)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, bahwa Nabtal bin al-Harits datang kepada Rasulullah saw. seraya duduk-duduk dan mendengarkan pembicaraan Rasul. Pembicaraan tersebut disampaikannya kepada kaum munafikin dengan menambahkan bahwa Muhammad itu udzun (orang yang selalu mempercayai omongan orang lain), sebagai ejekan kepada Nabi saw., maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 61) berkenaan dengan Nabtal bin al-Harits. Ayat ini membenarkan bahwa Nabi itu orang yang suka mempercayai pembicaraan yang baik. Beliau itu suka mempercayai pembicaraan yang baik. Beliau beriman kepada Allah dan percaya kepada omongan kaum Mukminin.

Asbabun Nuzul Surah Baraa’ah / At-Taubah (4)

28JAN
65. “dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, “Sesungguhnya Kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”
(Baraa’ah: 65)
66. “tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.”
(Baraa’ah: 66)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu ‘Umar. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim melalui rawi lain, yang bersumber dari Ibnu ‘Umar, -riwayatnya seperti hadits berikut-, dengan menyebutkan nama orang munafik itu, yakni ‘Abdullah bin Ubay. Bahwa pada Peperangan Tabuk ada seorang laki-laki berkata di dalam suatu majelis: “Kami tidak pernah mendapat kitab seperti Qur’an mereka, tidak pernah melihat orang yang lebih mementingkan perut, lebih pembohong, dan lebih pengecut waktu berhadapan dengan musuh daripada mereka.” Berkatalah yang lainnya: “Engkau dusta. Engkau benar-benar seorang munafik. Akan kukatakan hal ini kepada Rasulullah.” Berita ini sampai kepada Rasulullah, dan turunlah ayat ini (Baraa’ah: 65) sebagai larangan memperolok-olokkan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya. Selanjutnya dalam riwayat itu dikemukakan bahwa Ibnu ‘Umar melihat orang itu bergantung pada ikat pinggang unta Rasulullah sehingga batunya tersandung-sandung pada batu, sambil berkata: “Ya Rasulullah. Saya hanya bergurau dan main-main saja.” Rasulullah saw. bersabda (sesuai dengan ayat tersebut di atas): “Apakah patut kamu memperolok-olokkan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya?”
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ka’b bin Malik. Bahwa Makhsyi bin Humair berkata: “Aku bersedia dihukum oleh kalian dengan dipukul seratus kali sebagai penebus agar tidak diturunkan ayat-ayat al-Quran yang ditujukan kepada kita.”Berita ini sampai kepada Nabi saw., tetapi kemudian mereka datang menghadap beliau seraya mngemukakan berbagai dalih. Maka turunlah ayatini (Bara’ah: 66) sebagai larangan untuk mencari-cari dalih, dan menganjurkan mereka untuk bertobat. Selanjutnya dalam riwayat itu dikemukakan bahwa Makhsyi bin Humair, yang kemudian namanya dibagi menjadi ‘Abdurrahman, Dimaafkan oleh Allah swt. Makhsyi memohon kepada Allah agar ia dapat mati syahid tanpa diketahui tempat gugurnya. Ia pun gugur pada perang yamamah tanpa diketahui tempat dan nama pembunuhnya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah.Bahwa pada waktu Perang Tabuk, orang-orang munafik berkata dengan sinis: “Orang ini (Muhammad) berkeinginan menguasai negara Syam dan benteng-bentengnya. Alangkah hebatnya bukan?” Pembicaraan ini Disampaikan oleh Allah swt. kepada nabi-Nya. Nabi saw. mendatangi mereka sambil berkata: “kalian mengucapkan kata-kata itu?” Mereka menjawab: “Kami ini hanya bersenda gurau dan hanya main-main saja.” Maka turunlah ayat ini (Bara’ah: 65) sebagai larangan memperolok-olokan Allah dan Rasul-nya.
74. “mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan Perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya*, dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.”
* Maksudnya: mereka ingin membunuh Nabi Muhammad s.a.w.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Hatim yang bersumber dari Ka’b bin Malik. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Sa’d di dalam kitab ath-Thabaqaat yang bersumber dari ‘Urwah. Bahwa al-Jallas bin Suwaid bin Ash-Shamit termasuk orang yang berdiam diri, tidak mau mengikuti Rasulullah saw. dalam Perang Tabuk. Ia berkata: “Jika orang ini (Muhammad) benar, tentu kita yang membangkang ini berderajat lebih rendah daripada keledai.” Perkataan itu disampaikan oleh ‘Umar bin Sa’id kepada Rasulullah saw.. Akan tetapi al-Jallas membantahnya dengan bersumpah atas nama Allah bahwa dirinya tidak pernah berkata demikian. Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 74) sebagai janji Allah untuk mengampuni orang yang bertaubat dan menyiksa orang-orang yang berpaling dari-Nya. Selanjutnya dalam riwayat itu dikemukakan bahwa al-Jallas bertaubat dengan sebaik-baiknya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Anas bin Malik bahwa pada saat Rasulullah saw. berkhotbah, Zaid bin Arqam mendengar seorang munafik berkata: “Jika ucapannya ini benar, tentu kita ini bernasib lebih rendah daripada himar.” Ucapan ini disampaikan kepada Nabi saw. tetapi orang itu memungkirinya. Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 74) yang menegaskan bahwa ucapan dan sumpahnya itu merupakan perbuatan orang kafir.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa Nabi saw. sedang berteduh di bawah sebuah pohonn sambil berkata: “Akan datang kepada kalian seseorang yang berpandangan seperti pandangan setan.” Sekonyong-konyong datanglah seorang laki-laki berpakaian biru. Orang itu dipanggil oleh Rasulullah saw. seraya berkata: “Mengapa kamu dan temanmu mencaci maki aku?” Pergilah orang itu dan datang kembali membawa teman-temannya. Kemudian mereka bersumpah atas nama Allah dan memungkiri perbuatan itu, sehingga Rasulullah saw.pun memaafkannya. Maka Allah menurunkan ayat ini (Baraa’ah: 74) sebagai pemberitahuan bahwa mereka bersumpah palsu.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah bahwa seorang laki-laki suku Juhainah kalah berkelahi dengan seorang laki-laki dari suku Ghifar. Suku Juhainah adalah sekutu kaum Anshar. Berkatalah ‘Abdullah bin Ubay (munafik) kepada kaum Aus (Anshar): “Belalah saudaramu. Demi Allah, kita dengan Muhammad tak ubahnya seperti kata peribahasa ‘Gemukkan anjingmu, niscara dia akan memakanmu’. Kelak apabila kita pulang ke Madinah, yang mulia di antara kita akan mengusir yang hina (Muhammad).” Hal ini diberitahukan kepada Rasulullah saw.. Kemudian ‘Abdullah bin Ubay dipanggil dan ditanya, tetapi ia mungkir seraya bersumpah atas nama Allah. Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 74) yang menegaskan kekafirannya.
Diriwayatkan oleh ath-Thabarani yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ada seseorang bernama al-Aswad bermaksud membunuh Nabi saw.. Turunlah kelanjutan ayat ini (Baraa’ah: 74) yaitu,…. wa hammuu bi maa lam yanaaluu.. (… dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya…), yang menegaskan bahwa maksudnya tidak akan tercapai.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Abusy Syaikh yang bersumber dari ‘Ikrimah bahwa maulaa Bani ‘Adi bin Ka’b membunuh seorang Anshar. Lalu Rasulullah saw. memutuskan agar pembunuhnya membayar diat (denda) sebesar 12.000 kepada keluarga terbunuh. Berkenaan dengan peristiwa tersebut, maka turunlah kelanjutan ayat ini (Baraa’ah: 74) yang menjelaskan kesombongan mereka untuk berbuat sewenang-wenang karena merasa kaya.
75. “dan diantara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: “Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada Kami, pastilah Kami akan bersedekah dan pastilah Kami Termasuk orang-orang yang saleh.”
(Baraa’ah: 75)
76. “Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).”
(Baraa’ah: 76)
77. “Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga karena mereka selalu berdusta.”
(Baraa’ah: 77)
Diriwayatkan oleh ath-Thabarani, Ibnu Marduwaih, Ibnu Abi Hatim, dan al-Baihaqi di dalam kitab ad-Dalaa-il, dengan sanad yang dhaif, yang bersumber dari Abu Umamah. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Marduwaih, dari al-‘Aufi, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa Tsa’labah bin Hatib berkata kepada Rasulullah saw,: “Ya Rasulullah. Berdoalah kepada Rabb agar Ia memberikan rizki kepadaku.” Nabi menjawab: “Aduhai Tsa’labah. Barang sedikit yang engkau syukuri lebih baik daripada banyak tetapi tidak dapat engkau syukuri.” Ia berkata lagi: “Demi Allah. Jika Ia memberikan harta benda kepadaku, pasti akan kutunaikan kewajibanku terhadap orang yang berhakl.” Lalu Rasulullah berdoa untuk Tsa’labah, dan Allah mengabulkannya. Mula-mula Tsa’labah memiliki seekor biri-biri. Dari seekor itu kemudian beranak pinak sehingga memenuhi lorong di kota Madinah, sehingga ia pun terpaksa pindah ke tempat yang agak jauh. Ia menggembalakan biri-birinya setelah setelah melaksanakan shalat berjamaah setiap waktu. Karena semakin berkembang biak biri-birinya, tempat penggembalaan di Madinah tidak memungkinkannya lagi, sehingga terpaksa ia memindahkan ternaknya dari Madinah. Dengan demikian, ia hanya sempat ke masjid untuk melaksanakan shalat Jum’at. Setelah pindah untuk ketiga kalinya, iapun tidak sempat lagi melaksanakan shalat berjamaah ataupun shalat Jum’at. Ketika turun surah Baraa’ah ayat 103, Rasulullah saw. mengutus dua orang untuk mengambil harta sedekah dari orang-orang kaya, dengan membawa surat perintah. Mereka mendatangi Tsa’labah dan membacakan surat itu. Tsa’labah berkata: “Pergilah kepada yang lain lebih dahulu, sekiranya telah selesai mendatangi yang lain, mampirlah kembali kepadaku.” Setelah kedua kalinya kembali, Tsa’labah pun berkata: “Bukankah ini semacam upeti?” Maka pergilah kedua orang itu meninggalkan Tsa’labah. Turunnya ayat tersebut di atas (Baraa’ah: 75-77) berkenaan dengan peristiwa tersebut, sebagai ancaman kepada orang yang berjanji dengan bersumpah tapi tidak menunaikannya.

Asbabun Nuzul Surah Baraa’ah / At-Taubah (5)

28JAN
79. “(orang-orang munafik itu) Yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, Maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih.”
(Baraa’ah: 79)
Diriwayatkan oleh asy-Syaikhaan (al-Bukhari dan Muslim) yang bersumber dari Ibnu Mas’ud. Hadits seperti ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Abu Hurairah, Abu ‘Uqail, Abu Sa’id al-Khudri, Ibnu ‘Abbas, dan ‘Umairah binti Suhail bin Rafi’. Bahwa ketika turun ayat perintah mengeluarkan zakat (Baraa’ah: 103), Ibnu Mas’ud sebagai tukang pikul, mengeluarkan zakat dari hasil pikulannya. Pada saat itu apabila ada orang yang bersedekah banyak, kaum munafikin suka mengatakan bahwa ia itu ria, dan apabila sedekahnya sedikit, mereka berkata: “Allah tidak menginginkan sedekah yang sedikit.” Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 79) sebagai ancaman kepada orang-orang yang suka mencela/ mengejek orang-orang yang bersedekah.
81. “orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: “Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini”. Katakanlah: “Api neraka Jahannam itu lebih sangat panas(nya)” jika mereka mengetahui.”
(Baraa’ah: 81)
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa Rasulullah saw. memerintahkan untuk jihad beserta beliau di musim panas. Berkatalah beberapa orang di antaranya yang hadir: “Ya Rasulullah. Sekarang sedang panas terik, kami tidak kuat keluar untuk berjihad di waktu panas begini. Oleh karena itu janganlah berangkat di waktu panas.” Maka turunlah akhir ayat ini (Baraa’ah: 81) yang menegaskan bahwa neraka jahanam itu lebih panas.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Muhammad bin Ka’b al-Qurazhi bahwa pada waktu panas terik, Rasulullah saw. berangkat ke Tabuk. Berkatalah seseorang dari bani Salamah: “Janganlah kalian berangkat berperang pada waktu panas begini.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (Baraa’ah: 81) sebagai peringatan akan ancaman Allah.
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi di dalam kitab ad-Dalaa-il, dari Ibnu Ishaq yang bersumber dari ‘Ashim bin ‘Amr bin Qatadah dan ‘Abdullah bin Abi Bakr bin Hazm bahwa seorang munafik berkata: “Janganlah kalian keluar berperang di waktu panas begini.” Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 81) yang mengancam dengan neraka jahanam yang lebih panas.
84.” dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam Keadaan fasik.”
(Baraa’ah: 84)
Diriwayatkan oleh asy-Syaikhaan (al-Bukhari dan Muslim), yang bersumber dari Ibnu ‘Umar, serta bersumber pula dari ‘Umar, Anas, Jabir dan lain-lain bahwa ketika ‘Abdullah bin Ubay mati, datanglah anaknya kepada Rasulullah saw. meminta gamis beliau untuk kain kafan bapaknya. Rasulullah saw. memberikannya. Iapun meminta agar Rasulullah bersedia menyalatkan mayat bapaknya. Ketika Rasulullah akan menyalatkannya, ‘Umar bin al-Khaththab berdiri memgang baju Rasulullah dan berkata: “Ya Rasulullah, apakah tuan akan menyalatkan dia sedangkan Allah telah melarang menyalatkan mayat kaum munafik?” Beliau menjawab: “Allah menyuruhku memilih dengan firman-Nya, ‘istaghfir lahum au laa tastaghfirlahm ing tastaghfirlahum sab’iina marrah…(… kamu memohon ampun bagi mereka atau tidak kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali..) (Baraa’ah: 80). Dan sekiranya aku tahu bahwa dosanya akan diampuni dengan dimintakan ampunan lebih dari tujuh puluh kali, pasti aku akan melakukannya.” Maka ‘Umar berkata lagi: “Ia itu orang munafik.” Namun Rasulullah saw. tetap menyalatkannya. Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 84) sebagai larangan menyalatkan orang yang mati dalam keadaan kafir dan munafik. Sejak turun ayat tersebut, Rasulullah saw. tidak mau lagi menyalatkan kaum munafikin.
91. “tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka Berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,”
(Baraa’ah: 91)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Zaid bin Tsabit bahwa ketika Zaid bin Tsabit, penulis Rasulullah saw. sedang menulis surah Baraa’ah sampai perintah jihad, ia meletakkan pena di telinganya. Rasulullah saw. menunggu kelanjutan wahyu tersebut. Tiba-tiba datanglah seorang buta seraya bertanya: “Bagaiman saya yang buta, ya Rasulullah?” Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 91) yang memberikan kelonggaran untuk tidak ikut berperang bagi orang yang lemah, sakit, cacat, ataupun miskin, asal mereka ikhlash kepada Allah swt.
92. “dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: “Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu.” lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan*”.
* Maksudnya: mereka bersedih hati karena tidak mempunyai harta yang akan dibelanjakan dan kendaraan untuk membawa mereka pergi berperang.
99. “di antara orang-orang Arab Badwi itu ada orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan untuk mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa rasul. ketahuilah, Sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). kelak Allah akan memasukan mereka kedalam rahmat (surga)Nya; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(Baraa’ah: 99)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari al-‘Aufi yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Nama-nama orang yang tidak terbawa dalam peperangan itu disebutkan di dalam kitab al-Mubhamaat. Bahwa ketika Rasulullah saw. memerintahkan orang-orang berangkat jihat bersamanya, datanglah segolongan shahabat di bawah pimpinan ‘Abdullah bin Ma’qil al-Muzani seraya berkata: “Ya Rasulullah, berilah kami tunggangan.” Rasulullah saw. menjawab: “Demi Allah, tidak ada lagi tunggangan yang dapat mengangkut kalian.” Berlinanglah air mata mereka menyesali dirinya karena tidak punya bekal dan tunggangan untuk turut berjihad. Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 92) sebagai kelonggaran bagi orang-orang yang tidak turut berperang karena kekurangan bekal dan angkutan.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid bahwa ayat ini (Baraa’ah: 99) turun berkenaan dengan Bani Muqrin yang ada sangkut pautnya dengan turunnya ayat, wa laa ‘alal ladziina maa atauka li tahmilahhum qulta laa ajidu maa ahmilukum ‘alaihi..(Dan tiada [pula dosa] atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberikan mereka kendaraan, lalu kamu berkata: “Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu…) (Baraa’ah: 92)
Keterangan: Menurut ‘Abdurrahman bin Ma’qil al-Muzani, pasukan yang ada sangkut pautnya dengan ayat ini (Baraa’ah: 92) terdiri atas sepuluh orang putra Muqrin.

Asbabun Nuzul Surah Baraa’ah / At-Taubah (6)

28JAN
102. “dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(Baraa’ah: 102)
103. “ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan* dan mensucikan** mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
(Baraa’ah: 103)
*Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda
**Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.
106. “dan ada (pula) orang-orang lain yang ditangguhkan sampai ada keputusan Allah; adakalanya Allah akan mengazab mereka dan adakalanya Allah akan menerima taubat mereka. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
(Baraa’ah: 106)
Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dan Ibnu Abi Hatim, dari al-‘Aufi yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ketika Rasulullah saw. berangkat jihad, Abu Lubabah dan lima orang kawannya meninggalkan diri. Abu Lubabah dan dua kawannya termenung dan menyesal atas perbuatannya, serta yakin akan bahaya yang akan menimpanya. Mereka berkata: “Kita disini bersenang-senang di bawah naungan pohon, hidup tenteram beserta istri-istri kita, sedangkan Rasulullah saw. beserta kaum Mukminin yang menyertainya sedang berjihad. Demi Allah, kami akan mengikat diri pada tiang-tiang dan tidak akan melepaskan talinya kecuali dilepaskan oleh Rasulullah.” Kemudian mereka melaksanakannya, sedang yang tiga orang lagi tidak berbuat demikian. Ketika pulang dari medan jihad, Rasulullah bertanya: “Siapakah yang diikat di tiang-tiang itu?” Berkatalah seorang laki-laki: “Mereka itu Abu Lubabah dan teman-temannya yang tidak ikut ke medan perang beserta tuan. Mereka berjanji tidak akan melepaskan diri mereka kecuali jika tuan yang melepaskannya.” Bersabdalah Rasulullah saw.: “Aku tidak akan melepaskan mereka sebelum aku mendapat perintah (dari Allah).” Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 102) yang mengampuni dosa mereka. Setelah turun ayat tersebut, Rasulullah saw. melepaskan ikatan dan memberi maaf kepada mereka. Mengenai ketiga orang lainnya yang tidak disebutkan dalam ayat tersebut, diterangkan oleh Allah swt. dalam ayat selanjutnya (Baraa’ah: 106), bahwa nasib mereka ada di tangan Allah.
Sebagian orang mengatakan bahwa mereka tentu akan binasa karena tidak turun ayat pengampunan, dan yang lainnya mengharapkan ampunan bagi mereka. Maka turunlah ayat selanjutnya (Baraa’ah: 118) yang menegaskan bahwa Allah menerima tobatnya apabila mereka benar-benar bertobat.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari ‘Ali bin Abi Thalhah yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Dan diriwayatkan pula, seperti riwayat yang dikemukakan oleh ‘Ali bin Abi Thalhah tersebut, oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Sa’id bin Jubair, adl-Dlahhak, Zaid bin Aslam, dan lain-lain bahwa
Seperti riwayat di atas, dengan tambahan bahwa Abu Lubabah bersama kedua temannya, setelah dilepaskan, datang menghadap Rasulullah saw. dengan membawa harta bendanya seraya berkata: “Ya Rasulullah, ini adalah harta benda kami, sedekahkanlah atas nama kami, dan mintakanlah ampunan bagi kami.” Rasulullah saw. menjawab: “Aku tidak diperintahkan untuk menerima harta sedikitpun.” Maka turunlah ayat selanjutnya (Baraa’ah: 103) yang memerintahkan untuk menerima sedekah mereka dan mendoakan mereka.
Diriwayatkan oleh ‘Abdullah yang bersumber dari Qatadah bahwa ayat ini (Baraa’ah: 103) turun berkenaan dengan tujuh orang (yang meninggalkan diri, tidak mengikuti Rasulullah saw. ke Perang Tabuk). Empat orang di antaranya mengikat dirinya masing-masing di tiang-tiang, yaitu: Abu Lubabah, Mirdas, Aus bin Khudzam, dan Tsa’labah bin Wadi’ah.
Diriwayatkan oleh Abusy Syaikh dan Ibnu Mandah di dalam kitab ash-Shahaabah, dari ats-Tsauri, dari al-A’masy, dari Abu Sufyan, yang bersumber dari Jabir. Sanad hadits ini kuat. Bahwa diantara orang yang meninggalkan diri tidak ikut perang (di medan Perang Tabuk) beserta Rasulullah saw. ialah enam orang: Abu Lubabah, Aus bin Khudzamm, Tsa’labah bin Wadi’ah, Ka’b bin Malik, Mararah bin Rabi’, dan Hilal bin Umayyah. Abu Lubabah, Aus, dan Tsa’labah adalah orang-orang yang bertobat, yang mengikatkan dirinya masing-masing di tiang-tiang dengan harapan dibuka oleh Rasulullah saw.. Mereka juga menyerahkan harta bendanya kepada Rasulullah. Namun Rasulullah saw. tidak mau membukakan ikatan mereka sampai ada perang lagi. Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 102) yang menegaskan bahwa mereka diampuni dosanya karena mereka hanya termasuk orang berdosa, bukan munafik.
Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih –salah seorang rawi dalam sanadnya adalah al-Waqidi- yang bersumber dari Ummu Salamah, bahwa ayat mengenai diampuninya Abu Lubabah (Baraa’ah: 102), diterima Rasulullah pada waktu berada di rumah Ummu Salamah, istri beliau. Pada waktu itu Ummu Salamah mendengar Rasulullah saw. tertawa pada saat menjelang subuh. Ummu Salamah bertanya: “Apa yang engkau tertawakan, ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Abu Lubabah diterima tobatnya.” Ia berkata lagi: “Bolehkah saya beritahu kepadanya?” Rasulullah menjawab: “Terserah kepadmu.” Kemudian Ummu Salamah berdiri di pintu kamar –pada waktu itu belum diperintahkan hijab- dan berkata: “Hai Abu Lubabah, bergembiralah karena dosamu telah diampuni dan tobatmu telah diterima.” Maka berkumpullah orang-orang untuk melepaskan Abu Lubabah, tapi ia menolak seraya berkata: “Tunggulah sampai datang Rasulullah saw. untuk melepaskanku.” Ketika Rasulullah keluar untuk shalat shubuh, beliau sendiri yang melepaskannya.
107. “dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu*. mereka Sesungguhnya bersumpah: “Kami tidak menghendaki selain kebaikan.” dan Allah menjadi saksi bahwa Sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya).”
(Baraa’ah: 107)
* Yang dimaksudkan dengan orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu ialah seorang pendeta Nasrani bernama Abu ‘Amir, yang mereka tunggu-tunggu kedatangannya dari Syiria untuk bersembahyang di masjid yang mereka dirikan itu, serta membawa tentara Romawi yang akan memerangi kaum muslimin. akan tetapi kedatangan Abu ‘Amir ini tidak Jadi karena ia mati di Syiria. dan masjid yang didirikan kaum munafik itu diruntuhkan atas perintah Rasulullah s.a.w. berkenaan dengan wahyu yang diterimanya sesudah kembali dari perang Tabuk.
Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dari Ibnu Ishaq, dari Ibnu Syihab az-Zuhri, dari Ibnu Akimah al-Laitsi, yang bersumber dari keponakannya yaitu Abu Rahm al-Ghifari, salah seorang yang turut berbaiat di bawah pohon, bahwa orang-orang yang membangun masjid Dlirar datang menghadap Rasulullah saw., yang pada waktu itu sedang bersiap-siap untuk berangkat ke Perang Tabuk. Berkatalah mereka: “Ya Rasulullah, kami telah membangun sebuah masjid untuk orang sakit, orang yang berhalangan, dan untuk shalat malam di musim dingin dan musim hujan. Kami mengharapkan sekali kedatangan tuan untuk shalat mengimami kami.” Rasulullah menjawab: “Aku sudah siap untuk bepergian. Namun jika kami sudah pulang, Insya Allah, akan datang untuk shalat mengimami kalian.” Ketika pulang dari Tabuk, beliau berhenti sebentar di Dzi Awan, suatu tempat yang jaraknya satu jam dari Madinah. Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 107) yang melarang Rasulullah shalat di Masjid Dlirar, karena masjid itu didirikan untuk memecah belah umat. Lalu Rasulullah saw. memanggil Malik bin ad-Dakhsyin dan Ma’n bin ‘Adi atau saudaranya, ‘Ashim bin ‘Adi, seraya bersabda: “Berangkatlah kalian ke masjid yang dihuni oleh orang-orang zalim, hancurkanlah serta bakarlah masjid tersebut.” Lalu keduanya melaksanakan tugas itu.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Marduwaih, dari al-‘Aufi yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa setelah lama Rasulullah saw. mendirikan masjid Quba’, beberapa kaum Anshar yang berdekatan dengan majid Quba’, di antaranya Yakhdad, mendirikan masjid an-Nifaq. Bersabdalah Rasulullah saw. kepada Yakhdad: “Celakalah engkau Yakhdad, engkau bermaksud melakukan sesuatu yang akupun tahu maksudnya.” Ia menjawab: “Saya tidak bermaksud apa-apa kecuali mengharapkan kebaikan.” Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 107) yang menegaskan adanya orang-orang yang mendirikan masjid dengan maksud memecah belah umat.

Asbabun Nuzul Surah Baraa’ah / At-Taubah (7)

28JAN
108. “janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguh- nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. dan Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.”
(Baraa’ah: 108)
Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dari ‘Ali bin Abi Thalhah yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa Abu ‘Amir berkata kepada sebagian kaum Anshar yang sedang mendirikan masjid: “Teruskanlah mendirikan masjidmu serta siapkanlah kekuatan dan senjata perangmu sekuat tenagamu. Aku akan berangkat menemui Kaisar Romawi dan kembali membawa tentara Romawi untuk mengusir Muhammad dan shahabat-shahabatnya.” Ketika masjid itu selesai dibangun, mereka datang menghadap Nabi saw. dan berkata: “Kami telah selesai mendirikan masjid. Kami sangat mengharapkan agar tuan shalat di masjid kami itu.” Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 108) yang melarang Nabi saw. shalat di masjid yang dibangun untuk menghancurkan umat Islam.
Diriwayatkan oleh al-Wahidi yang bersumber dari Sa’d bin Abi Waqqash bahwa kaum munafikin mendirikan masjid sebagai tandingan Masjid Quba’. Mereka berharap agar Abu ‘Amir ar-Rahib nantinya menjadi imam mereka di masjid itu apabila ia berkunjung kesana. Setelah masjid itu selesai dibangun, mereka menghadap Rasulullah saw. dan berkata: “Kami telah selesai mendirikan masjid. Untuk itu kami mengharapkan agar tuan shalat di masjid kami.” Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 108) yang melarang Rasulullah shalat di Masjid Dlirar, yaitu masjid yang dibangun untuk menghancurkan umat Islam.
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi yang bersumber dari Abu Hurairah, bahwa turunnya ayat,…fiihi rijaaluy yuhibbuuna ay yatathahharuu wallaahu yuhibbul muththahhiriin…(.. di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih) (Baraa’ah: 108) berkenaan dengan ahli Masjid Quba’ yang suka bersuci (istinja’) dengan air.
Diriwayatkan oleh ‘Umar bin Syabbah, dalam menceritakan kejadian-kejadian di Madinah, dari al-Walid bin Abi Sandar al Aslami, dari Yahya bin Sahl al-Anshari, yang bersumber dari Sahl al-anshari, bahwa ayat ini (Baraa’ah: 108) turun berkenaan dengan ahli Quba’ yang suka bersuci (istinja’) dengan air.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Atha’, bahwa orang-orang Quba’ yang berhadats kecil selalu berwudlu dengan air. Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 108) berkenaan dengan orang-orang yang dicintai Allah karena kesungguhan mereka dalam bersuci.
111. “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar.”
(Baraa’ah: 111)
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Muhammad bin Ka’b al-Qurazhi bahwa ‘Abdullah bin Rawahah bertanya kepada Rasulullah saw.: “Apakah kewajiban-kewajiban terhadap Rabb dan diri tuan menurut kehendak tuan?” Rasul menjawab: “Aku telah menetapkan kewajiban terhadap Rabb-ku untuk beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya, sedang kewajiban-kewajiban terhadapku ialah agar kalian menjagaku sebagaimana kalian menjaga diri dan harta kalian.” Mereka berkata: “Apabila kami melaksanakan itu, apa bagian kami?” Beliau menjawab: “Surga.” Mereka berkata: “Perdagangan yang sangat menguntungkan. Kami tidak akan membatalkannya dan tidak akan minta dibatalkan. Ayat ini (Baraa’ah: 111) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang menegaskan bahwa Allah akan mengganti kerugian harta dan jiwa kaum Mukminin dengan surga.
113. “Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum Kerabat (Nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.”
(Baraa’ah: 113)
Diriwayatkan oleh asy-Syaikhaan (al-Bukhari dan Muslim) dari Sa’id bin al-Musayyab yang bersumber dari bapaknya. Menurut zhahirnya, ayat ini turun di Mekah. Bahwa ketika Abu Thalib hampir menghembuskan nafasnya yang terakhir, datanglah Rasulullah saw. kepadanhya. Didapatinya Abu Jahl dan ‘Abdullah bin Abi Umayyah berada di sisinya. Nabi saw. bersabda: “Wahai pamanku. Ucapkanlah: laa ilaaha illallaah (tidak ada tuhan selain Allah), agar dengan mengucapkan kalimat itu saya dapat membela Pamanda di hadapan Allah.” Berkatalah Abu Jahl dan ‘Abdullah: “Hai Abu Thalib, apakah engkau benci dengan agama ‘Abdul Muthalib?” kedua orang itu tidak henti-hentinya membujuk Abu Thalib, sehingga kalimat terakhir yang ia ucapkan pun sesuai dengan agama ‘Abdul Muthalib. Nabi saw. bersabda: “Aku akan memintakan ampun untuk Pamanda selagi aku tidak dilarang berbuat demikian.” Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 113) sebagai larangan untuk memintakan ampun bagi kaum musyrikin. Ayat lain yang diturunkan berkenaan dengan usaha Nabi untuk mengislamkan Abu Thalib ialah surah al-Qashash atau 56, yang menegaskan bahwa Nabi tidak dapat memberikan petunjuk kepada orang yang ia sayangi selagi tidak diberi petunjuk oleh Allah.
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan al-Hakim, yang bersumber dari ‘Ali bin Abi Thalib. Menurut at-Tirmidzi hadits ini hasan, bahwa ‘Ali bin Abi Thalib mendengar seorang laki-laki sedang memohonkan ampun kepada Allah bagi kedua ibu bapaknya yang musyrik. ‘Ali bertanya kepadanya: “Apakah engkau memintakan ampun bagi kedua orang tuamu yang musyrik?” Ia menjawab: “Ibrahim pun memintakan ampun bagi bapaknya yang musyrik.” Hal ini disampaikan oleh ‘Ali kepada Rasulullah saw.. Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 113) yang melarang kaum Mukminin memintakan ampun bagi kaum musyrik.
Diriwayatkan oleh al-Hakim, al-Baihaqi di dalam kitab ad-Dalaa-il, dan lain-lain, yang bersumber dari Ibnu Mas’ud bahwa pada suatu hari Rasulullah pergi ke kuburan. Beliau duduk di sebuah kuburan serta berdoa di sana lama sekali, kemudian menangis. Ibnu Mas’ud pun jadi menangis karena tangisan beliau itu. Rasulullah bersabda: “Kuburan yang aku duduk di sisinya itu adalah kuburan ibuku. Aku minta izin kepada Rabb-ku untuk mendoakannya, tetapi Dia tidak memberi izin kepadaku.” Permohonan Nabi itu dijawab dengan turunnya ayat ini (Baraa’ah: 113) yang melarang kaum Mukminin memintakan ampun bagi kaum musyrikin.
Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Marduwaih, yang bersumber dari Buraidah. Hadits ini menurut lafal Ibnu Marduwaih, bahwa ketika Nabi saw. bersama Buraidah berhenti di ‘Asfan, teringatlah beliau kepada kuburan ibunya. Beliau berwudlu dan shalat, kemudian menangis dan bersabda: “Aku minta izin kepada Rabb-ku agar aku dapat memintakan ampunan untuk ibuku, akan tetapi aku dilarang-Nya.” Ayat ini (Baraa’ah: 113) turun berkenaan dengan larangan tersebut.
Keterangan: ath-Thabari dan Ibnu Marduwaih meriwayatkan juga hadits seperti di atas yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, dengan tambahan bahwa peristiwa itu terjadi setelah beliau pulang dari Peperangan Tabuk, ketika berangkat ke Mekah untuk mengerjakan umrah dan berhenti di pendakian ‘Asfan.
Menurut Ibnu Hajar, ayat ini (Baraa’ah: 113) bisa jadi turun dengan beberapa sebab. Mungkin berkenaan dengan Abu Thalib, mungkin juga berkenaan dengan Ibnu Nabi (Aminah), atau berkenaan dengan kisah ‘Ali, atau kesemuanya itu menjadi sebab turunnya ayat tersebut.

Asbabun Nuzul Surah Baraa’ah / At-Taubah (8)

28JAN
117. “Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka,”
(Baraa’ah: 117)
118. “dan terhadap tiga orang* yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, Padahal bumi itu Luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”
(Baraa’ah: 118)
* Yaitu Ka’ab bin Malik, Hilal bin Umayyah dan Mararah bin Rabi’. mereka disalahkan karena tidak ikut berperang.
119. “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.”
(Baraa’ah: 119)
Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Ka’b bin Malik bahwa sebelum terjadi perang Tabuk (perang Nabi yang terakhir), Ka’b bin Malik belum pernah ketinggalan ikut berperang beserta Rasulullah saw., kecuali Perang Badr. Pada waktu perang Tabuk, Nabi saw. mengadakan mobilisasi umum untuk berangkat ke Tabuk. Hal ini diterangkan dalam hadits yang panjang. Berkenaan dengan Ka’b inilah, turun ayat-ayat pengampunan (Baraa’ah: 117-119). Dikemukakan bahwa Ka’b bin Malik tidak mengikuti Rasulullah pada Perang Tabuk, sehingga ia diboikot oleh kaum Mukminin pada waktu itu. Dengan turunnya ayat ini (Baraa’ah: 117-119), ia dan kaum Muslimin lainnya mendapat ampunan Allah, dan pemboikotan pun berakhir.
122. “tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
(Baraa’ah: 112)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari ‘Ikrimah bahwa ketika turun ayat, illaa tangfiruu yu’adzdzibkum ‘adzaaban aliimaa… (jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah akan menyiksa kamu dengan siksa yang pedih…) (Baraa’ah: 39), ada beberapa orang yang jauh dari kota yang tidak ikut berperang karena mengajar kaumnya. Berkatalah kaum munafik: “Celakalah orang-orang di kampung itu karena ada orang-orang yang meninggalkan diri yang tidak turut berjihad bersama Rasulullah.” Maka turunlah ayat ini (Baraa’ah: 122) yang membenarkan orang-orang yang meninggalkan diri (tidak ikut berperang) untuk memperdalam ilmu dan menyebarkannya kepada kaumnya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari ‘Abdullah bin ‘Ubaid bin ‘Umair, bahwa kaum Mukminin, karena kesungguhannya ingin berjihad, apabila diseru oleh Rasulullah saw. untuk berangkat ke medan perang, mereka serta merta berangkat meninggalkan Rasulullah saw. beserta orang-orang yang lemah. Ayat ini (Baraa’ah: 122) turun sebagai larangan kepada kaum Mukminin untuk serta merta berangkat seluruhnya, tapi harus ada yang menetap untuk memperdalam pengetahuan agama.

x


Surah at Taubah



"Perangilah mereka, nescaya Allah akan menyeksa mereka dengan (perantaraan) tangan kamu, dan Allah akan menghinakan mereka serta menolong kamu menewaskan mereka, dan la akan memuaskan hati orang yang beriman. " (SurahatTaubah:9: 14)
x


x
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ayat ini (Surah At Taubah: 9: 14) turun berkenaan dengan suku Khuzaah yang membunuh Bani Bakr di Mekah. [Peristiwa ini terjadi ketika kaum Quraisy mengadakan perjanjian genjatan senjata di Hudaibiyah bersama dengan Rasulullah. Pada ketika itu suku Khuzaah menjadi sekutu Rasulullah. Pada ketika itu juga peperangan masih berlangsung di antara suku Khuzaah dan Bani Bakr. Orang Quraisy secara bersembunyi tetap membantu Bani Bakr sehingga turunlah ayat yang memerintahkan kaum Mukminin untuk menggempur kaum Quraisy yang telah melanggar perjanjian itu] (Diriwayatkan oleh Abu Syaikh dari Qatadah dan Ikrimah)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa yang dimaksudkan dengan "yasyfi shudura qaumin mukminin" dalam ayat ini ialah suku Khuzaah yang menjadi sekutu Nabi s.a.w. dl mana hati mereka telah sembuli kerana dapat menuntut bela dari Bani Bakr. (Diriwayatkan oleh Abu Syaikh dari as Suddi) 

tidaklah layak orang-orang kafir musyrik itu memakmurkan (menghidupkan) masjid-masjid Allah, sedang mereka menjadi saksi (mengakui) akan kekufuran diri mereka sendiri. mereka itu ialah orang-orang Yang rosak binasa amal-amalnya dan mereka pula kekal di Dalam neraka. (SurahatTaubah:9:17).

Hanyasanya Yang layak memakmurkan (menghidupkan) masjid-masjid Allah itu ialah orang-orang Yang beriman kepada Allah dan hari akhirat serta mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat dan tidak takut melainkan kepada Allah, (dengan adanya sifat-sifat Yang tersebut) maka adalah diharapkan mereka menjadi dari golongan Yang mendapat petunjuk. (SurahatTaubah:9:18)

Adakah kamu sifatkan hanya perbuatan memberi minum kepada orang-orang Yang mengerjakan Haji, dan (hanya perbuatan) memakmurkan Masjid Al-Haraam itu sama seperti orang Yang beriman kepada Allah dan hari akhirat serta berjihad pada jalan Allah? mereka (yang bersifat demikian) tidak sama di sisi Allah, dan Allah tidak memberikan hidayah petunjuk kepada kaum Yang zalim. (SurahatTaubah:9:19)

(Sesungguhnya) orang-orang Yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah Dengan harta benda dan jiwa mereka adalah lebih besar dan tinggi darjatnya di sisi Allah (daripada orang-orang Yang hanya memberi minum orang-orang Haji dan orang Yang memakmurkan Masjid sahaja); dan mereka itulah orang-orang Yang berjaya. (Surah at Taubah: 9: 20)

"Mereka digembirakan oleh Tuhan mereka dengan pemberian rahmat daripadaNya dan keredhaan serta Syurga; mereka beroleh di dalam Syurga itu nikmat kesenangan yang kekal." (SurahatTaubah:9:21)

"Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah menyediakan di sisiNya pahala yang besar." (SurahatTaubah:9:22)

"Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan bapa-bapa kamu dan saudara-saudara kamu sebagai orang yang didampingi jika mereka memilih kufur dengan meninggalkan iman; dan sesiapa di antara kamu yang menjadikan mereka orang yang didampingi, maka merekalah orang yang zalim." (Surah at Taubah: 9: 23)

"Katakanlah (wahai Muhammad): "Jika bapa-bapa kamu, dan anak-anak kamu, dan saudara-saudara kamu, dan isteri-isteri (atau suami-suami) kamu, dan kaum keluarga kamu, dan harta benda yang kamu usahakan, dan perniagaan yang kamu bimbangkan akan merosot, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, - (jika semuanya itu) menjadi perkara-perkara yang kamu cintai lebih daripada Allah dan RasulNya dan (daripada) berjihad untuk agamaNya, maka tunggulah sehingga Allah mendatangkan keputusanNya (azab seksaNya); kerana Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang yang fasiq (derhaka)." (Surah at Taubah: 9: 24)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika ditawan dalam peperangan Badar, al Abbas berkata: "Sekiranya kalian semua termasuk orang-orang yang terlebih dahulu masuk Islam, hijrah dan jihad, sebenarnya kami termasuk orang-orang yang memakmurkan masjid al Haram, memberi minuman kepada orang-orang yang menunaikan haji dan membebaskan orang-orang dari penderitaannya. Maka turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9:17-19) sebagai penjelasan bahawa orang-orang yang memakmurkan masjid dan lain-lain serta belum beriman itu tidak sama dengan orang-orang yang beriman dan berjihad pada jalan Allah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas)
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa pada suatu hari di hari Jumaat Nukman bin Basyir bersama-sama dengan beberapa orang sahabat duduk bersebelahan dengan mimbar Nabi. Berkatalah salah seorang di antara mereka: "Aku tidak akan mempedulikan amal soleh yang lain setelah Islam tersebar (Fathu Mekah) kecuali akan memberi makan kepada orang yang naik haji."
Kemudian berkatalah yang lain pula: "Aku hanya akan memakmurkan Masjidil Haram." Berkata pula yang lainnya: "Aku hanya akan berjihad di jalan Allah dan perbuatan itu lebih baik daripada apa yang kalian semua katakan." Umar menengking mereka lalu berkata: "Janganlah kalian semua bercakap kuat-kuat di sisi mimbar Rasulullah. Nanti selepas selesai sembahyang Jumaat aku akan pergi mengadap Rasulullah dan meminta fatwa tentang apa yang menjadi perselisihan di antara kamu." Penurunan ayat ini (Surah at Taubah: 9:19) adalah sebagai penjelasan bahawa orang yang mengkhususkan kepada amalan soleh tertentu sahaja tidak akan sama dengan orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat serta berjihad di jalanNya. (Diriwayatkan oleh Muslim, Ibnu Hibban dan Abu Oaud dari Nukman bin Basyir)
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa Ali bin Abi Talib datang ke Mekah dan berkata kepada al Abbas: "Wahai bapa saudaraku tidakkah engkau ingin berhijrah ke Madinah untuk mengikut Rasulullah?" Dia menjawab: "Bukankah aku ini seorang yang memakmurkan masjid dan mengurus Baitullah?" Maka turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9: 19) berkenaan dengan peristiwa di atas yang menerangkan perbezaan di antara orang-orang yang beriman dan berjihad di jalan Allah dengan orang-orang yang hanya berbuat kebaikan. Kemudian Ali berkata kepada yang lainnya dengan menyebut nama mereka satu persatu: "Tidakkah kalian semua ingin berhijrah mengikut Nabi ke Madinah?" Mereka menjawab: "Kami mahu terus tinggal di sini bersama dengan saudara-saudara dan teman-teman kami." Dengan peristiwa ini turunlah ayat yang berikutnya (Surah at Taubah: 9: 24) sebagai ancaman azab dari Allah kepada orang-orang yang lebih mencintai sanak saudara, keluarga, kawan dan kekayaannya lebih daripada mencintai Allah dan RasulNya serta jihad fi sabilillah. (Diriwayatkan oleh al Faryabi dari Ibnu Sirin) (Diriwayatkan pula oleh Abdul Razak dari as Syubi)

Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa Thalhah bin Syaibah, al Abbas dan Ali bin Abi Talib berbangga dengan diri masing-masing. Thalhah berkata: "Aku yang menguasai Baitullah dan padakulah kuncinya." Abbas pula berkata: "Aku pemberi minuman kepada jemaah haji dan pengurus mereka." Ali bin Abi Talib berkata: "Aku adalah orang pertama yang sembahyang mengadap kiblat sebelum orang lain mengadapnya dan aku sering memimpin jihad fi sabilillah. "Maka turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9:19) menjelaskan bahawa orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat serta berjihad fi sabilillah jauh berbeza dengan orang-orang yang hanya mengurus orang-orang naik haji ataupun orang yang mengurus Baitullah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarirdari Muhammad bin Kaab al Qurazhi) 

"Sesungguhnya Allah telah menolong kamu mencapai kemenangan dalam banyak medan-medan perang dan di medan perang Hunain, iaitu semasa kamu merasa megah dengan sebab bilangan kamu yang ramai; maka bilangan yang ramai itu tidak mendatangkan faedah kepada kamu sedikitpun; dan (semasa kamu merasa) bumi yang luas itu menjadi sempit kepada kamu; kemudian kamu berpaling undur melarikan diri." (Surah at Taubah: 9:25)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa safari seorang anggota yang menyertai perang Hunain berkata: "Kita tidak akan kalah sekarang ini kerana jumlah pasukan kita yang begitu ramai. Pada ketika itu bilangan kaum Muslimin mencapai jumlah 12,000 orang. Mendengar perkataan itu Nabi merasa sesak dadanya. Maka penurunan ayat ini (Surah at Taubah: 9: 25) adalah berhubung dengan peristiwa besar yang dialami oleh kaum Mukminin dalam peperangan Hunain kerana merasa bangga dengan pasukan mereka yang begitu ramai. (Diriwayatkan oleh al Baihaqi di dalam kitab ad Dalail dari Rabi' bin Anas)

Wahai orang-orang Yang beriman! Sesungguhnya (kepercayaan) orang-orang kafir musyrik itu najis, oleh itu janganlah mereka menghampiri Masjid Al-Haraam sesudah tahun ini; dan jika kamu bimbangkan kepapaan, maka Allah akan memberi kekayaan kepada kamu dari limpah kurniaNya, jika Dia kehendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana. (Surah at Taubah: 9: 28)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa kaum Musyrikin pada kebiasaannya datang ke Mekah membawa makanan untuk dijual di sana. Setelah kaum musyrikin dilarang datang ke Mekah iaitu selepas penurunan bahagian pertama dari ayat di atas, kaum Muslimin berkata: "Dari mana boleh kita dapatkan makanan?" Maka Allah menurunkan ayat yang seterusnya dari ayat ini (Surah at Taubah: 9: 28) sebagai penjelasan bahawa Allah akan memberikan rezeki yang mencukupi kepada mereka. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas) 
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa selepas turun permulaan dari ayat ini (Surah at Taubah: 9: 28), kaum Muslimin menjadi gelisah kerana kaum musyrikin dilarang dari memasuki Mekah. Mereka berkata: "Siapakah yang akan membawa makanan dan pakaian untuk kita." Maka turunlah ayat yang seterusnya dalam ayat ini sebagai penjelasan bahawa Allah akan memberikan rezeki yang mencukupi kepada mereka. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Abu Syaikh dari Said bin Jubair) (Demikian juga riwayat seperti ini dari Ikrimah, Athiyah al Ufi, Dhahhak, Qatadah dan selainnya) 
"Dan orang Yahudi berkata: "Uzairialah anak Allah," dan orang Nasrani berkata: "AI-Masih ialah anak Allah. "Demikianlah perkataan mereka dengan mulut mereka sendiri, (iaitu) mereka menyamai perkataan orang kafir dahulu; semoga Allah binasakan mereka. Bagaimanakah mereka boleh berpaling dari kebenaran?" (Surah at Taubah: 9: 30) 
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Salam Ibnu Musykam, Nukman bin Aufa, Muhammad bin Dihyah, Syas bin Qall dan Malik bin as Shaif datang mengadap Rasulullah lalu berkati: "Bagaimana kami boleh mengikut tuan, padahal tuan telah meninggalkan kiblat kami dan tidak menganggap bahawa Uzair itu sebagai putera Allah." Dalam peristiwa tersebut turunlah ayat inl (Surah atTaubah: 9: 30) sebagai penjelasan bahawa ucapan kaum Yahudi itu sama dengan ucapan kaum kafir lain sebelum mereka dibinasakan oleh Allah. : (K. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas)
Sesungguhnya perbuatan mengundurkan (kehormatan itu dari satu bulan ke satu bulan Yang lain) adalah menambah kekufuran Yang menjadikan orang-orang kafir itu tersesat kerananya. mereka menghalalkannya pada satu tahun dan mengharamkannya pada tahun Yang lain, supaya mereka dapat menyesuaikan bilangan (bulan-bulan Yang empat) Yang telah diharamkan Allah (berperang di dalamnya); Dengan itu mereka menghalalkan apa Yang telah diharamkan oleh Allah. perbuatan buruk mereka itu dihias dan dijadikan indah (oleh Syaitan) untuk dipandang baik oleh mereka. dan (ingatlah) Allah tidak memberi hidayah petunjuk kepada orang-orang Yang kafir. (Surah atTaubah: 9: 37)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa kaum kafir menjadikan dalam setahun 13 bulan sehingga jatuhnya bulan Muharam itu pada bulan Safar. Oleh yang demikian mereka dapat menghalalkan perkara-perkara yang diharamkan dalam bulan tersebut. [Dalam bulan ini diharamkan antara lainnya ialah mengadakan peperangan] Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah at Taubah: 0:37) sebagai penjelasan bahawa perbuatan seperti itu hanyalah akan menambah kekufuran mereka. (K. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Abi Malik)

Surah al Taubah:38. Wahai orang-orang Yang beriman! mengapa kamu, apabila dikatakan kepada kamu: "Pergilah beramai-ramai untuk berperang pada jalan Allah", kamu merasa keberatan (dan suka tinggal menikmati kesenangan) di tempat (masing-masing)? Adakah kamu lebih suka Dengan kehidupan dunia daripada akhirat? (Kesukaan kamu itu salah) kerana kesenangan hidup di dunia ini hanya sedikit jua berbanding Dengan (kesenangan hidup) di akhirat kelak.

Surah al Taubah:39. jika kamu tidak pergi beramai-ramai (untuk berperang pada jalan Allah - membela ugamanya), Allah akan menyeksa kamu Dengan azab seksa Yang tidak terperi sakitnya dan ia akan menggantikan kamu Dengan kaum Yang lain, dan kamu tidak akan dapat mendatangkan bahaya sedikitpun kepadaNya. dan (ingatlah) Allah Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.

Surah al Taubah:40. kalau kamu tidak menolongnya (Nabi Muhammad) maka Sesungguhnya Allah telahpun menolongnya, Iaitu ketika kaum kafir (di Makkah) mengeluarkannya (dari negerinya Makkah) sedang ia salah seorang dari dua (sahabat) semasa mereka berlindung di Dalam gua, ketika ia berkata kepada sahabatnya: "Janganlah Engkau berdukacita, Sesungguhnya Allah bersama kita". maka Allah menurunkan semangat tenang tenteram kepada (Nabi Muhammad) dan menguatkannya Dengan bantuan tentera (malaikat) Yang kamu tidak melihatnya. dan Allah menjadikan seruan (syirik) orang-orang kafir terkebawah (kalah Dengan sehina-hinanya), dan kalimah Allah (Islam) ialah Yang tertinggi (selama-lamanya), kerana Allah Maha Kuasa, lagi Maha Bijaksana.

Surah al Taubah:41. pergilah kamu beramai-ramai (untuk berperang pada jalan Allah), sama ada Dengan keadaan ringan (dan mudah bergerak) ataupun Dengan keadaan berat (disebabkan berbagai-bagai tanggungjawab); dan berjihadlah Dengan harta benda dan jiwa kamu pada jalan Allah (untuk membela Islam). Yang demikian amatlah baik bagi kamu, jika kamu mengetahui.

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ayat ini (Surah at Taubah: 9: 38) turun selepas Fathu Mekah iaitu ketika kaum Muslimin diperintahkan untuk menyerang kota Tabuk. Pada waktu itu musim panas dan buah-buahan hampir masak yang mana merangsang mereka untuk duduk berteduh di bawah pokok tersebut sambil menikmati buah-buahan tersebut sehingga menyebabkan mereka merasa enggan untuk meninggaikan tempat tersebut dan melaksanakan perintah Allah. Maka ayat ini (Surah at Taubah: 9: 38-40) turun untuk memberi peringatan kepada mereka bahawa perbuatan seperti itu tidak ada ertinya jika dibandingkan dengan kehidupan di akhirat. Kemudian turunlah ayat yang berikutnya (Surah at Taubah: 9: 41) sebagai perintah untuk melaksanakan sesuatu perintah dengan perasaan ringan ataupun berat. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarirdari Mujahid) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa Najdah bin Nafi' bertanya kepada Ibnu Abbas tentang ayat ini (Surah at Taubah: 9: 39). Kemudian dia menjawab: "Rasulullah memerintahkan kepada beberapa suku bangsa Arab untuk berangkat ke medan perang tetapi mereka enggan melaksanakan perintah itu. Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah at Taubah: 9: 39) sebagai ancaman terhadap keengganan mereka dan mereka akan mendapat seksaan dari Allah dengan tidak diturunkan hujan." (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Najdah bin Nafi’) Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa di antara kaum Muslimin mungkin terdapat orang-orang yang sakit atau lemah kerana tua sehingga mereka merasa berdosa tidak ikut berperang dalam perang Sabil. [Tafsir at Thabari, juz 10, hal. 139] Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah at Taubah: 9: 41) sebagai perintah untuk berangkat dengan perasaan ringan atau berat. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Hadhrami) 
"Allah memaafkanmu (wahai Muhammad), mengapa engkau izinkan mereka (tidak turut berperang) sebelum nyata bagimu orang yang benar dan (sebelum) engkau mengetahui orang yang berdusta?" (Surah at Taubah: 9: 43)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Rasulullah pernah melakukan dua perkara sebelum diperintahkan oleh Allah iaitu memberi keizinan kepada kaum munafik untuk tidak ikut serta dalam peperangan dan mengambil wang tebusan dari tawanan-tawanan. Maka ayat ini (Surah at Taubah: 9: 43) turun berhubung dengan peristiwa di atas, sebagai penjelasan bahawa Allah memberi maaf di atas tindakan Rasulullah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Amr bin Maimun al Azadi) 

dan di antara mereka (yang munafik itu) ada Yang berkata: "Izinkanlah Aku (supaya tidak pergi berperang) dan janganlah Engkau menjadikan daku dipengaruhi oleh fitnah ". ketahuilah, mereka telah pun tercebur ke Dalam fitnah (dengan dalihan Yang dusta itu). dan Sesungguhnya azab jahannam meliputi orang-orang Yang kafir. (Surah at Taubah: 9: 49)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika Nabi s.a.w. berangkat ke medan perang Tabuk, baginda bersabda kepada Jaddu bin Qais: "Hai Jaddu! Bagaimana pendapatmu tentang perang dengan Bani Ashfar dari Romawi?" Jaddu menjawab: "Wahai Rasulullah! Saya seorang yang mudah tertarik kepada wanita dan akan tergila-gila jika aku melihat wanita Romawi. Oleh kerana itu, izinkan Iah saya untuk tidak ikut berperang dan janganlah saya diberi ujian." Maka turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9: 49) sebagai penjelasan bahawa alasan yang mereka kemukakan itu akan menjerumuskan mereka ke dalam api neraka. (Diriwayatkan oleh at Thabarani, Abu Nairn dan Ibnu Marduwaih dari Ibnu Abbas) (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatirn dan Ibnu Marduwaih dari Jabir bin Abdillah) 

Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa Nabi pernah bersabda: "Berperanglah kalian semua, sesungguhnya kalian semua akan mendapat ghanimah gadis-gadis Romawi. "Berkatalah kaum munafik: "Muhammad mesti menguji kalian semua dengan wanita-wanita itu." Maka turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9:49) yang menjelaskan bahawa kaum munafikin hanya mencari alasan untuk tidak turut berperang. (Diriwayatkan oleh at Thabarani dari Ibnu Abbas) 
"Jika engkau (wahai Muhammad) beroleh sesuatu kebaikan, (maka) kebaikan itu menyebabkan mereka sakit hati; dan jika engkau ditimpa sesuatu bencana, mereka berkata: "Sesungguhnya kami telah pun mengambil keputusan (tidak turut berperang) sebelum itu," dan mereka berpaling (meninggalkanmu) sambil mereka bergembira. " (Surah at Taubah: 9: 50) 
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa orang-orang munafik yang masih tinggal di Madinah (mereka tidak ikut serta ke Tabuk) telah menyiarkan berita buruk tentang keadaan Nabi dan para sahabatnya. Mereka membawa berita bahawa Nabi dan para sahabatnya telah mendapat kesusahan dalam perjalanan sehingga menyebabkan banyak kematian. Akan tetapi pada akhirnya sampai berita bahawa Nabi dan para sahabat berada dalam keadaan sihat walafiat sehingga terbongkarlah kebohongan mereka dan mereka merasa tidak senang kerananya. Maka turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9: 50) yang menjelaskan tentang beberapa sifat kaum munafik. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Jabir bin Abdillah) 
"Katakanlah: "Dermakanlah harta kamu sama ada dengan sukarela atau kerana terpaksa, tidak sekali-kali akan diterima daripada kamu, (kerana) sesungguhnya kamu adalah orang yang fasiq. " (Surah at Taubah: 9: 53) 
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ayat di atas turun berkenaan dengan ucapan al Jaddu bin Qais ketika diperintahkan untuk pergi berperang: "Aku tidak kuat untuk melihat wanita dan mudah tergila-gila. Oleh kerana itu aku hanya akan menyumbangkan hartaku sahaja. "Ayat ini (Surah at Taubah: 9: 53) menjelaskan bahawa betapa banyak harta kaum munafik yang disumbangkan pada jalan Allah tetap tidak akan diterima oleh Allah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas) 
"Dan di antara mereka ada yang mencelamu (wahai Muhammad) mengenai (pembahagian) sedekah-sedekah (zakat); oleh itu jika mereka diberikan sebahagian daripadanya (menurut kehendak mereka), mereka suka (dan memandangnya adil); dan jika mereka tidak diberikan dari zakat itu (menurut kehendaknya), (maka) dengan serta-merta mereka marah." (SurahatTaubah:9:58)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika Rasulullah sedang membahagi-bahagikan sedekah, datanglah Zul Khuwaishirah lalu berkata: "Hendaklah kamu bersikap adil. "Nabi menjawab: "Celakalah kau, siapa yang akan berbuat adiljika aku tidak berbuat adil." Maka turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9: 58) disebabkan peristiwa di atas yang menjelaskan bahawa orang-orang yang menganggap tidak adil itu adalah disebabkan mereka tidak mendapat bahagian. (Diriwayatkan oleh al Bukhari dari Abi said al Khudri) (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim dari Jabir) 

"Dan di antara mereka (yang munafik itu) ada orang yang menyakiti Nabi sambil mereka berkata: "Bahawa ia (Nabi Muhammad) orang yang suka mendengar (dan percaya pada apa yang didengarnya)." Katakanlah: "la mendengar (dan percaya) apa yang surah at taubah baik bagi kamu, ia beriman kepada Allah dan percaya kepada orang mukmin, dan ia pula menjadi rahmat bagi orang yang beriman di antara kamu." Dan orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab seksa yang tidak terperi sakitnya." (Surah at Taubah: 9: 61)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Nabtal bin al Harts datang kepada Rasulullah sambil duduk-duduk dan mendengar perbicaraan Rasulullah. Kemudian cerita yang didengarnya itu disampaikan kepada kaum munafik dengan penambahan bahawa Muhammad itu "udzun" (orang yang selalu mempercayai percakapan orang lain) [Ahmad Mustafa al Maraghi, Tafsir al Maraghi Mustafa al Bab al Hallabi, Mesir 1963, jilid 10 hal, 147.] sebagai ejekan kepada baginda. Maka turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9: 61) berhubung dengan diri Nabtal itu. Ayat ini membenarkan bahawa Nabi adalah orang yang suka mempercayai percakapan yang baik dan beriman kepada Allah serta percaya kepada percakapan orang Mukmin. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas) 

"Dan jika engkau bertanya kepada mereka (tentang ejek-ejekan itu), tentulah mereka akan menjawab: "Sesungguhnya kami hanyalah berbual dan bermain-main." Katakanlah: "Patutkah nama Allah dan ayat-ayatNya serta RasulNya kamu memperolok-olok dan mengejeknya?" (Surah at Taubah: 9:65)

"Janganlah kamu berdalih (dengan alasan-alasan yang dusta), kerana sesungguhnya kamu telah kufur sesudah kamu (melahirkan) iman. Jika Kami maafkan sepuak dari kamu (kerana mereka bertaubat), maka Kami akan menyeksa puak yang lain, kerana mereka adalah orang yang terus bersalah." (Surah at Taubah: 9: 66)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa pada peperangan Tabuk seorang lelaki telah berkata di dalam suatu majlis: "Kami tidak pernah mendapat kitab seperti al Quran mereka, tidak pernah melihat orang yang lebih mementingkan perutnya, lebih pembohong dari mereka dan lebih pengecut waktu berhadapan dengan musuh." Berkatalah yang lainnya pula: "Engkau adalah pendusta, engkaulah benar-benar seorang munafik dan akan kukatakan perkara ini kepada Rasulullah." Kemudian berita ini sampai kepada Rasulullah dan turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9: 65) sebagai larangan dari mempermainkan Allah, ayat-ayat dan RasulNya.
Seterusnya dalam riwayat ini ada dikemukakan bahawa Ibnu Umar melihat orang itu bergantung pada ikatan pinggang unta Rasulullah sehingga kakinya terkena pada batu sambil berkata: "Ya Rasulullah! Saya hanya bergurau dan bermain-main sahaja." Rasulullah bersabda: "Apakah patut kepada Allah, ayat dan RasulNya kamu mempermain-mainkan?" Sesungguhnya ucapan Rasul ini sesuai dengan ayat di atas. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Umar) (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim melalui perawi lain dari Ibnu Umar yang riwayatnya seperti hadis di atas dengan menyebut nama orang munafik itu ialah Abdullah bin Ubay) 
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa Makhsyi bin Humair berkata: "Aku bersedia dihukum oleh kalian semua dengan 100 pukulan sebagai penebus agar tidak diturunkan ayat-ayat al Quran yang ditujukan kepada kita." Berita ini sampai kepada Nabi dan mereka datang mengadap Nabi dengan mengemukakan dalih. Maka turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9: 66) sebagai larangan untuk membuat dalih tetapi dianjurkan supaya bertaubat.
Seterusnya dalam riwayat ini ada dikemukakan bahawa Makhsyi bin Humair yang kemudiannya digantikan dengan nama Abdur Rahman dimaafkan oleh Allah dan dia memohon kepada Allah agar dapat mati syahid tanpa diketahui tempatnya. Dia syahid pada peperangan Yamamah tanpa diketahui tempat dan nama pembunuhnya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Kaab bin Malik)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa orang-orang munafik berkata dengan sinisnya pada waktu perang Tabuk: "Orang ini (Muhammad) berkeinginan untuk menguasai negara Syam dan pertahanannya. Alangkah hebatnya bukan?" Percakapan ini disampaikan oleh Allah kepada NabiNya. Kemudian Nabi berjumpa dengan mereka sambil berkata: "Kalian semua mengucapkan perkataan itu?" Mereka menjawab: "Kami ini hanya bergurau-senda dan main-main sahaja." Maka turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9: 65) sebagai larangan dari mempermainkan Allah dan RasulNya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Qatadah)

"Mereka bersumpah dengan nama Allah, bahawa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang buruk terhadapmu), padahal sesungguhnya mereka telah mengatakan perkataan kufur, dan mereka pula menjadi kafir sesudah melahirkan Islam, serta mereka berazam untuk melakukan apa yang mereka tidak akan dapat mencapainya (iaitu membunuhmu). Dan tidaklah mereka mencaci dan mencela (Islam) melainkan setelah Allah dan RasulNya memberi kesenangan kepada mereka dari limpah kurniaNya. Oleh itu, jika mereka bertaubat, mereka akan beroleh kebaikan; dan jika mereka berpaling (ingkar), Allah akan menyeksa mereka dengan azab seksa yang tidak terperi sakitnya di dunia dan di akhirat; dan mereka tidak akan mendapat sesiapa pun di bumi ini, yang akan menjadi pelindung dan juga yang menjadi penolong. " (Surah at Taubah: 9: 74)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa al Jallas bin Suaid termasuk di dalam golongan orang yang tidak mengikut Nabi dalam perang Tabuk. Dia berkata: "Jika Muhammad itu benar, tentu kita yang membangkang ini mempunyai darjat yang lebih rendah daripada kaldai." Perkataan ini telah disampaikan oleh Umar bin Said kepada Rasulullah. Akan tetapi Jallas membantahnya dengan bersumpah atas nama Allah bahawa dirinya tidak pernah berkata demikian. Maka turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9; 74) sebagai janji Allah untuk memberi ampun kepada orang yang bertaubat dan menyeksa orang-orang yang berpaling daripadaNya. Seterusnya dalam riwayat ini ada dikemukakan bahawa Jallas bertaubat dengan sebaik-baiknya. (K. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas) (K. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Kaab bin Malik dari Ibnu Saad di dalam a? Thabaqat dari Urwah) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa Zaid bin Arqam mendengar seorang munafik yang berkata pada ketika Nabi sedang berkhutbah: "Jika ucapannya itu benar, tentu kita bernasib lebih rendah dari himar." Perkataannya itu disampaikan kepada Nabi tetapi dia memungkirinya. Maka turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9: 74) sebagai penjelasan bahawa ucapan dan sumpahnya itu merupakan perbuatan orang kafir. (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim dari Anas bin Malik) 
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa ketika Nabi sedang berteduh di bawah sepohon pokok baginda bersabda: "Akan datang kepada kalian semua seorang yang berpandangan seperti pandangan syaitan." Tiba-tiba datanglah seorang lelaki yang berpakaian biru lalu dipanggil oleh Rasulullah sambil berkata: "Mengapa kamu dan teman-temanmu mencaci-maki aku?" Kemudian orang itu pergi dan kembali dengan membawa teman-temannya lalu mereka bersumpah atas nama Allah dan memungkirinya sehingga Rasulullah memaafkan mereka. Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah at Taubah: 9: 74) sebagai pemberitahuan bahawa mereka itu bersumpah palsu. (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarirdari Ibnu Abbas) 
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa seorang lelaki dari suku Juhainah kalah di dalam pergaduhan dengan seorang lelaki dari suku Ghifar. Suku Juhainah ini adalah sekutu dengan Kaum Ansar. Berkatalah Abdullah bin Ubay seorang munafik kepada kaum Ansar: "Belalah saudaramu, demi Allah, kita terhadap Muhammad tidak ubah seperti peribahasa: "Gemukkan anjingmu, ia akan memakanmu. Nanti apabila kita pulang ke Madinah, yang mulia di antara kita akan mengusir yang hina (Muhammad)." Kemudian perkara ini diberitahu kepada Nabi dan Nabi memanggil Abdullah bin Ubay dan bertanya mengenai perkara ini kepadanya. Akan tetapi dia mungkir dan bersumpah atas nama Allah. Maka turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9: 74) menjelaskan akan kekufurannya. (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dari Qatadah) Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa seorang lelaki yang bernama al Aswad berniat untuk membunuh Nabi. Maka turunlah ayat yang seterusnya dalam ayat ini (Surah at Taubah: 9: 74) "wa hammu bima lam yanalu" yang menjelaskan bahawa maksudnya tidak akan tercapai." (Diriwayatkan oleh at Thabarani dari Ibnu Abbas) 
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa Maula Bani Adi bin Kaab membunuh seorang Ansar. Lalu Rasulullah memutuskan agar pembunuh itu membayat diyat sebanyak 12,000 kepada keluarga mangsa terbunuh. Oleh sebab peristiwa tersebut, turunlah sambungan ayat ini (Surah at Taubah: 9: 74) yang menjelaskan tentang kesombongan mereka untuk melakukan kezaliman kerana merasakan diri kaya-raya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarirdan Abu Syaikh dari Ikrimah) 

"Dan di antara mereka ada yang membuat janji dengan Allah dengan berkata: "Sesungguhnya jika Allah memberi kepada kami dari limpah kurniaNya, tentulah kami akan bersedekah, dan tentulah kami akan menjadi dari orang yang soleh." (Surah at Taubah: 9: 75) 
"Kemudian setelah Allah memberi kepada mereka dari limpah kurniaNya, mereka bakhil dengan pemberian Allah itu, serta mereka membelakangkan janjinya; dan sememangnya mereka orang yang sentiasa membelakangkan (kebajikan)." (Surah at Taubah: 9: 76) 
"Akibatnya Allah menimbulkan perasaan munafik dalam hati mereka (berkekalan) sehingga ke masa mereka menemui Allah, kerana mereka telah memungkiri apa yang mereka janjikan kepada Allah danjuga kerana mereka sentiasa berdusta." (Surah at Taubah: 9: 77) 

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Tha'labah bin Hatib berkata kepada Rasulullah: "Ya Rasulullah! Berdoalah kepada Allah agar Dia memberikan rezeki kepadaku." Nabi menjawab: "Aduhai Tha'labah! Rezeki sedikit yang engkau syukuri jauh lebih baik daripada banyak tetapi tidakkau syukuri." Dia berkata lagi: "Demi Allah! Jika Dia memberikan harta benda kepadaku pasti akan kutunaikan kewajipanku terhadap orang yang berhak." Lalu Rasulullah berdoa untuknya dan dikabulkan doa tersebut.
Pada permulaannya Tha'labah mempunyai seekor biri-biri, dari seekor kemudian beranak pinak memenuhi lorong di kota Madinah sehingga dia terpaksa pindah ke tempat yang agak jauh. Dia akan mengembala biri-biri selepas menunaikan sembahyang berjemaah pada setiap waktu. Oleh kerana biri-birinya membiak begitu banyak, dia terpaksa memindahkan ternakannya jauh dari Madinah. Oleh yang demikian, dia hanya sempat ke masjid untuk menunaikan sembahyang Jumaat. Setelah berlakunya perpindahan untuk kali ketiga dia pun tidak sempat lagi untuk sembahyang berjemaah ataupun sembahyang Jumaat.

At Taubah:103. ambilah (sebahagian) dari harta mereka menjadi sedekah (zakat), supaya dengannya Engkau membersihkan mereka (dari dosa) dan mensucikan mereka (dari akhlak Yang buruk); dan doakanlah untuk mereka, kerana Sesungguhnya doamu itu menjadi ketenteraman bagi mereka. dan (ingatlah) Allah Maha Mendengar, lagi Maha mengetahui.


Ketika turunnya ayat ini (Surah at Taubah: 9: 103) Rasulullah mengutus dua orang untuk mengutip sedekah dari orang kaya-kaya dengan membawa surat perintah. Mereka pergi berjumpa dengan Tha'labah lalu dibacakan surat tersebut. Tha'labah berkata: "Pergilah kepada orang lain terlebih dahulu. Sekiranya telah selesai mendatangi orang lain, kembalilah kepadaku." Setelah keduanya datang kembali Tha'labah pun berkata: "Bukankah ini seperti upah?" Kemudian kedua orang itu meninggalkan Tha'labah. Penurunan ayat ini (Surah at Taubah: 9:74) adalah berhubung dengan peristiwa di atas dan ia merupakan sebagai ancaman kepada orang yang berjanji dengan bersumpah tetapi tidak menunaikannya. (Diriwayatkan oleh atThabarani, Ibnu Marduwaih, Ibnu Abi Hatim dan al Baihaqi dari kitab ad Dalail dengan sanad yang daif dari Abi Umamah) (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Marduwaih dari al Ufi dari Ibnu Abbas)

"Orang (munafik) yang mencela sebahagian dari orang yang beriman mengenai sedekah-sedekah yang mereka berikan dengan sukarela, dan (mencela) orang yang tidak dapat (mengadakan apa-apa untuk disedekahkan) kecuali sedikit sekadar kemampuannya, serta mereka mengejek-ejeknya, Allah akan membalas ejek-ejekan mereka, dan bagi mereka (disediakan) azab seksa yang tidak terperi sakitnya." (Surah at Taubah: 9: 79) 

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika turunnya ayat perintah untuk mengeluarkan zakat (Surah at Taubah: 9:103), Abi Mas'ud sebagai tukang pikul mengeluarkan zakat dari hasil pikulannya.[ Syihabuddin Asqalani (Ibnu Hajar), Fathul Bari, Syarah Bukhari, Mustafa al Bab al Halabi 1959, juz 4, hal 25.] Pada ketika itu apabila ada orang yang banyak bersedekah, kaum munafik berkata bahawa dia riak dan apabila sedikit sahaja bersedekah, kaum munafik berkata pula bahawa Allah tidak menginginkan sedekah yang sedikit. Maka turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9: 79) sebagai ancaman kepada orang-orang yang suka mencela atau mengejek orang-orang yang bersedekah.(Diriwayatkan oleh al Bukhari dan Muslim dari Abi Mas'ud) (Diriwayatkan pula dari Ibnu Marduwaih dari Abi Hurairah, Abi Ukail, Abi Said al Khudri, Ibnu Abbas dan Umairah binti Suhail bin Rafi’) 

"Orang (munafik) yang ditinggalkan (tidak turut berperang) itu, bersukacita disebabkan mereka tinggal di belakang Rasulullah (di Madinah); dan mereka (sememangnya) tidak suka berjihad dengan harta benda dan jiwa mereka pada jalan Allah (dengan sebab kufurnya), dan mereka pula (menghasut dengan) berkata: "Janganlah kamu keluar beramai-ramai (untuk berperang) pada musim panas ini." Katakanlah (wahai Muhammad): "Api Neraka Jahanam lebih panas membakar, " kalaulah mereka itu orang yang memahami. (SurahatTaubah:9:81) 

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Rasulullah memerintahkan berjihad bersamanya pada musim panas. Berkatalah beberapa orang di antara yang hadir: "Ya Rasulullah! Sekarang sedang panas terik, kami tidak kuat untuk keluar berjihad di waktu panas begini. Oleh kerana itu janganlah berangkat pada waktu panas begini. "Maka turunlah akhir ayat ini (Surah at Taubah: 9: 81) yang menjelaskan bahawa neraka jahannam itu lebih panas. (K. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas)

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa Rasulullah berangkat menuju ke Tabuk pada musim panas. Kemudian berkatalah seorang dari Bani Salamah: "Janganlah kalian semua berangkat untuk berperang pada waktu panas ini." Maka turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9: 81) sebagai peringatan akan ancaman Allah. (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dari Muhamamd bin Kaab al Qurazi) 
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa seorang munafik berkata: "Janganlah kalian semua keluar berperang pada waktu panas ini." Maka turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9:81) sebagai ancaman dengan neraka jahannam yang lebih panas. (Diriwayatkan pula oleh al Baihaqi di dalam kitab ad Dalail dari Ibnu Ishaq dari Ashim bin Amr bin Qatadah dan Abdullah bin Abi Bakar bin Hazm) 

"Dan Janganlah engkau sembahyangkan seorang pun yang mati dari orang munafik itu selama-lamanya, dan Janganlah engkau berada di (tepi) kuburnya, kerana sesungguhnya mereka telah kufur kepada Allah dan RasulNya, dan mereka mati sedang mereka dalam keadaan fasiq (derhaka)." (Surah at Taubah: 9: 84) Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika Abdullah bin Ubay mati, datanglah anaknya berjumpa dengan Rasulullah meminta qamish Rasul untuk kain kapan bapanya. Diajuga meminta agar Rasulullah bersedia untuk sembahyang jenazah bapanya. Ketika Rasulullah hendak menunaikan sembahyang jenazah, Umar bin Khattab berdiri lalu memegang baju Rasulullah dan berkata: "Ya Rasulullah, apakah tuan akan sembahyangkan dia, padahal Allah telah melarang bersembahyang jenazah kepada kaum munafik." Baginda menjawab: "Allah menyuruhku memilih dengan firmannya: "Pohon ampun atau tidak dipohon ampun untuk mereka, jika engkau meminta keampunan untuk mereka sebanyak 70 kali tidak akan diampuni dosanya. Akan tetapi sekiranya aku tahu bahawa dosanya akan diampuni setelah aku memohon lebih dari 70 kali pasti aku akan melakukannya." Umar menjawab lagi: "Dia itu seorang munafik." Akan tetapi Rasulullah tetap menunaikan sembahyang jenazah untuknya.
Maka turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9: 84) sebagai larangan menunaikan sembahyang kepada seorang yang mati dalam kafir dan fasiq. Selepas turun ayat ini Rasul tidak lagi sembahyangkan kaum munafik. (Diriwayatkan oleh al Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar dari Amir, Anas, Jabir dan perawi lain) 

"Orang yang lemah dan orang yang sakit, dan juga orang yang tidak mempunyai sesuatu yang akan dibelanjakan, tidaklah menanggung dosa (kerana tidak turut berperang) apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan RasulNya. Tidak ada jalan sedikit pun bagi menyalahkan orang yang berusaha membaiki amalannya; dan Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani." (Surah at Taubah: 9: 91) 

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika Zaid bin Thabit menjadi penulis Rasulullah dan sedang menulis surah at Taubah sehingga sampai kepada ayat perintah jihad, dia meletakkan pen di telinganya. Rasulullah s.a.w. Menunggu wahyu yang seterusnya. Kemudian datang seorang buta dan bertanya: "Bagaimana saya yang buta ya Rasulullah?" Maka turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9:91) dengan memberi kelonggaran supaya tidak ikut berperang kepada orang yang lemah, cacat ataupun miskin asalkan mereka ikhlas kepada Allah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Zaid bin Thabit) 

"Dan tidak juga berdosa orang yang ketika mereka datang kepadamu (memohon) supaya engkau memberi kenderaan kepada mereka, engkau berkata: "Tidak ada padaku kenderaan yang hendak kuberikan untuk membawa kamu," mereka kembali sedang mata mereka mengalirkan air mata yang bercucuran, kerana sedih bahawa mereka tidak mempunyai sesuatu pun yang hendak mereka belanjakan (untuk pergi berjihad padajalan Allah)." (Surah at Taubah: 9: 92)

"Dan sebahagian dari orang "Arab" itu ada yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan memandang apa yang mereka dermakan (pada jalan Allah itu) sebagai amal-amal bakti (yang mendampingkan) disisi Allah dan sebagai (satu jalan untuk mendapat) doa dari Rasulullah (yang membawa rahmat kepada mereka). Ketahuilah, sesungguhnya apa yang mereka dermakan itu adalah menjadi amal bakti bagi mereka (yang mendampingkan mereka kepada Allah); Allah akan masukkan mereka ke dalam rahmatNya; sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani. " (Surah at Taubah: 9:99) 

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika Rasulullah memerintahkan orang-orang berangkat berjihad bersamanya, datanglah segolongan sahabat di bawah pimpinan Abdullah bin Maqil al Muzani yang berkata: "Ya Rasulullah! Berilah kepada kami tunggangan." Rasulullah menjawab: "Demi Allah tidak ada lagi tunggangan yang dapat mengangkut kalian semua." Berlinanglah air mata mereka menyesali diri kerana tidak ada bekalan dan tunggangan untuk turut serta berjihad. Maka turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9: 92) sebagai kelonggaran bagi orang-orang yang tidak turut serta berperang kerana kekurangan bekalan dan alat pengangkutan. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari al Ufi dari Ibnu Abbas) (Nama-nama orang yang tidak dapat turut serta dalam peperangan itu disebutkan dalam kitab Mubhamat) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa ayat ini (Surah at Taubah: 9: 99) turun berkenaan dengan Bani Muqrin yang ada hubung kaitnya dengan penurunan ayat "wa la alalladzina idza ma atauka Utah milahum qulta la ajidu ma ahmilukum alaihi" (Surah at Taubah: 9: 92). (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarirdari Mujahid) 

KETERANGAN
Menurut Abdur Rahman bin Maqil al Muzani, pasukan yang ada hubungan dengan ayat ini (Surah at Taubah: 9: 92) terdiri daripada 10 orang putera Muqrin.

"Dan (sebahagian) yang lain mengakui dosa-dosa mereka. Mereka telah mencampur adukkan amal yang baik dengan amal yang lain, yang buruk. Mudah-mudahan Allah akan menerima taubat mereka; sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani. " (Surah at Taubah: 9: 102) 

"Ambillah (sebahagian) dari harta mereka menjadi sedekah (zakat), supaya dengannya engkau membersihkan mereka (dari dosa) dan mensucikan mereka (dari akhlak yang buruk); dan doakanlah untuk mereka, sesungguhnya doamu itu menjadi ketenteraman bagi mereka. Dan (ingatlah) Allah Maha Mendengar, lagi Maha Mengetahui. " (SurahatTaubah:9: 103) 

"Dan segolongan yang lain (dari orang yang tidak turut berperang); ditempohkan keputusan mengenai mereka kerana menunggu perintah Allah; samada la mengazabkan mereka, ataupun la menerima taubat mereka. Dan (ingatlah) Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana. " (Surah at Taubah: 9: 106) 

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika Rasulullah berangkat pergi berjihad, Abu Lubabah bersama lima orang kawannya tidak turut serta. Kemudian Abu Lubabah bersama dua orang kawannya merasa menyesal di atas perbuatan tersebut dan merasa yakin akan bahaya yang akan menimpanya.

Mereka berkata: "Kita di sini bersenang-senang di bawah naungan pokok, hidup tenteram bersama isteri-isteri kita, sedangkan Rasulullah beserta kaum Mukminin yang menyertainya sedang berjihad. Demi Allah kami akan mengikat diri kami pada tiang-tiang dan tidak akan melepaskan talinya kecuali dilepaskan oleh Rasulullah." Kemudian mereka melaksanakannya, sedangkan yang tiga lagi tidak berbuat demikian.

Ketika pulang dari medan jihad, Rasulullah bertanya: "Siapakah yang diikat pada tiang-tiang itu?" Berkatalah seorang lelaki: "Dia adalah Abu Lubabah dan teman-temannya yang tidak ikut ke medan perang bersama Rasul dan berjanji tidak akan melepaskan diri mereka kecuali jika tuan yang melepaskannya." Bersabdalah Rasul: "Aku tidak akan melepaskan mereka sebelum mendapat perintah dari Allah." Maka turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9: 102) yang memberi ampun di atas dosa mereka.

Setelah turun ayat ini Rasulullah melepaskan ikatan mereka dan memberi maaf kepada mereka. Manakala tiga orang lagi yang belum disebut dalam ayat 102, diterangkan dalam ayat 106 bahawa nasib mereka berada di tangan Allah.

Sebahagian orang mengatakan bahawa mereka tentu akan binasa kerana tidak turun ayat pengampunan dan sebahagian lagi mengharapkan keampunan untuk mereka. Maka turunlah ayat yang seterusnya (Surah at Taubah: 9:118) sebagai penjelasan bahawa Allah menerima taubat apabila mereka benar-benar bertaubat. (Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dan Ibnu Abi Hatim dari al Ufi dari Ibnu Abbas) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan seperti riwayat di atas tetapi dengan penambahan bahawa setelah dilepaskan Abu Lubabah bersama dua orang kawannya datang mengadap Rasulullah dengan membawa harta bendanya lalu berkata: "Ya Rasulullah! Ini adalah harta benda kami, sedekahlah atas nama kami dan mintalah keampunan bagi kami." Nabi menjawab: "Aku tidak diperintahkan untuk menerima harta sedikit pun." Maka turunlah ayat yang berikutnya (Surah at Taubah: 9: 103) sebagai perintah untuk menerima sedekah dan mendoakan untuknya. (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dari All bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas) (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir seperti riwayat yang dikemukakan oleh Ali bin Abi Thalhah dari Said bin Jubair, Dlahhak, Zaid bin Aslam dan lain-lain lag!) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa ayat ini (Surah atTaubah: 9:103) turun berkenaan dengan tujuh orang yang tidak turut serta bersama Rasulullah dalam perang Tabuk. Empat orang di antaranya mengikat diri masing-masing pada tiang-tiang. Mereka itu ialah Abu Lubabah, Mirdas, Aus bin Khuzam dan Tha'labah bin Wadiah. (Diriwayatkan oleh Abdullah dari Qatadah) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa orang yang tidak turut serta bersama Rasulullah dalam perang Tabuk ialah seramai enam orang. Mereka itu ialah Abu Lubabah, Aus bin Khuzam, Tha'labah bin Wadiah, Kaab bin Malik, Mararah bin ar Rabi' dan Hilal bin Umayyah. Abu Lubabah, Aus dan Tha'labah adalah orang-orang yang bertaubat dengan mengikat diri masing-masing pada tiang dengan harapan dibuka sendiri oleh Rasulullah dan mereka menyerahkan harta benda mereka kepada Rasulullah. Rasulullah tidak mahu membuka ikatan mereka sehingga wujudnya peperangan lagi. Akan tetapi turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9: 102) sebagai penjelasan bahawa Allah memberi keampunan di atas dosa mereka kerana mereka termasuk orang yang berdosa dan bukan munafik. (Diriwayatkan oleh Abu Syaikh dan Ibnu Mandah dalam kitab Sahabah dari at Thauri dari al Amasi dari Abi Sufyan dari Jabir. Hadis ini sanadnya kuat) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa ayat ini (Surah atTaubah: 9:102) turun menceritakan tentang Allah memberi ampun kepada Abu Lubabah. Ayat ini diterima oleh Rasulullah ketika baginda berada di rumah isterinya Ummu Salamah. Pada waktu itu Ummu Salamah mendengar Rasulullah tertawa ketika waktu hampir subuh. Ummu Salamah bertanya: "Apa yang engkau tertawakan ya Rasulullah?" Rasulullah menjawab: "Abu Lubabah diterima taubatnya." Dia bertanya lagi: "Boleh saya beritahu kepadanya?" Rasulullah menjawab: "Terserah kepadamu."

Kemudian Ummu Salamah berdiri di hadapan pintu bilik, pada waktu itu belum diperintahkan memakai hijab dan berkata: "Hai Abu Lubabah! Bergembiralah kerana dosamu telah diampuni dan telah diterima taubatmu." Kemudian berkumpullah orang-orang untuk melepaskan Abu Lubabah, tetapi dia menolaknya dengan berkata: "Tunggulah sampai Rasulullah datang untuk melepaskanku." Ketika Rasulullah keluar untuk menunaikan sembahyang subuh, baginda sendiri yang melepaskannya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dengan salah satu sanad al Waqidi dari Ummu Salamah) 

"Dan (di antara orang munafik juga ialah) orang yang membina masjid dengan tujuan membahayakan (keselamatan orang Islam), dan (menguatkan) keingkaran (mereka sendiri), serta memecah-belahkan perpaduan orang yang beriman, dan juga untuk (dijadikan tempat) intipan bagi orang yang telah memerangi Allah dan RasulNya sebelum itu. Dan (apabila tujuan mereka yang buruk itu ketara), mereka akan bersumpah dengan berkata: "Tidaklah kami kehendaki (dengan mendirikan masjid ini) melainkan untuk kebaikan semata-mata." Padahal Allah menyaksikan, bahawa sesungguhnya mereka adalah berdusta." (SurahatTaubah:9:107) 

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika Rasulullah sedang bersiap-siap untuk berangkat ke perang Tabuk, datanglah segolongan orang-orang yang membangunkan masjid Dhirar. Mereka berkata: "Ya Rasulullah! Kami telah membina sebuah masjid untuk orang sakit serta untuk menunaikan sembahyang malam pada musim sejuk dan musim hujan. Kami mengharapkan kedatangan tuan untuk sembahyang mengimami kami." Rasulullah menjawab: "Aku sudah bersiap sedia untuk pergi, dan jika kami pulang Insya-Allah kami akan datang untuk mengimami kalian semua."

Ketika pulang dari Tabuk, baginda berhenti sebentar di Zi Awan iaitu satu tempat jaraknya sejam dari Madinah. Maka turunlah ayat ini (Surah atTaubah: 9:107) sebagai larangan kepada Nabi untuk sembahyang di masjid Dhirar kerana masjid itu didirikan untuk memecah belahkan umat. Kemudian Rasulullah memanggil Malik bin ad Dakhsyin dan Ma'nu bin Adi atau saudaranya Ashim bin Adi dan bersabda: "Berangkatlah kalian semua ke masjid yang dihuni oleh orang-orang zalim dan hancurkan serta bakar masjid tersebut." Lalu mereka berdua melaksanakan tugas itu. (Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dari Ibnu Ishaq dari Ibnu Syihab az Zuhri dari Ibnu Akimah al Laitsi dari anak Abi Rahmin al Ghifari yang mendengar bahawa Abi Rahmin termasuk di antara orang yang berbaiah di bawah pokok [Baiah di bawah pokok disebut juga Baiah Ridhwan, iaitu satu sumpah untuk sehidup semati dalam membela kebenaran yang terjadi sebelum perjanjian Hudaibiyah]

Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa setelah sekian lama Rasulullah mendirikan masjid Quba, terdapat beberapa orang kaum Ansar yang berdekatan dengan masjid Quba di antaranya ialah Yakhdad mendirikan masjid Nifaq. Bersabdalah Rasulullah kepada Yakhdad: "Celaka engkau Yakhdad, engkau bermaksud melakukan sesuatu yang aku pun tahu maksudnya." Dia menjawab: "Saya tidak bermaksud apa-apa kecuali mengharapkan kebaikan." Maka turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9:107) sebagai penjelasan bahawa terdapat orang-orang yang mendirikan masjid dengan maksud untuk memecah belahkan umat. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Marduwaih dari al Ufi dari Ibnu Abbas) 

"Jangan engkau sembahyang di masjid itu selama-lamanya, kerana sesungguhnya masjid (Quba yang engkau bina wahai Muhammad), yang telah didirikan di atas dasar takwa dari mula (wujudnya), sudah sepatutnya engkau sembahyang padanya. Di dalam masjid itu ada orang lelaki yang suka (mengambil berat) membersihkan (mensucikan) dirinya; dan Allah Mengasihi orang yang membersihkan diri mereka (zahir dan batin)." (Surah at Taubah: 9:108) 

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Amir berkata kepada sebahagian kaum Ansar yang sedang mendirikan masjid: "Teruskanlah, dirikan masjidmu dan siapkanlah kekuatan dan senjata perangmu sekuat tenagamu. Aku akan berangkat ke Kaiser raja Rom dan kembali membawa tentera Rom untuk mengusir Muhammad dan sahabat-sahabatnya." Ketika masjid itu selesai didirikan, mereka datang mengadap Nabi dan berkata: "Kami telah selesai mendirikan masjid kami dan kami sangat mengharapkan agar tuan sembahyang di masjid kami itu."

Maka turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9: 108) yang melarang Nabi s.a.w. untuk sembahyang di masjid yang didirikan untuk menghancurkan umat Islam. (Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dari Ali Bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa kaum munafik mendirikan masjid untuk menandingi masjid Quba dengan harapan Abi Amir ar Rahib akan menjadi imam mereka di masjid itu apabila dia berkunjung ke sana. Setelah masjid itu selesai didirikan mereka datang mengadap kepada Rasulullah dan berkata: "Kami telah selesai mendirikan masjid, oleh kerana itu kami mengharapkan agar tuan sembahyang di masjid kami." Maka turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9: 108) sebagai larangan kepada Rasulullah untuk sembahyang di masjid Dhirar iaitu masjid yang didirikan untuk menghancurkan umat Islam. (Diriwayatkan oleh al Wahidi dari Saad bin Abi Waqas) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa ayat ini (Surah at Taubah: 9:108) turun berkenaan dengan ahli masjid Quba yang suka bersuci (istinjak) dengan air. (Diriwayatkan oleh at Tirmizi dari Abi Hurairah) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa ayat "fihi rijalun yuhibbuna an yatathahharu wallahu yuhibbul muthhahhirin" (Surah at Taubah: 9:108) turun berkenaan dengan ahli masjid Quba yang suka bersuci (istinjak) dengan air. (Diriwayatkan oleh Umar bin Syabbah dalam menceritakan kejadian-kejadian di Madinah dari al Walid bin Abi Sandar al Aslami dari Yahya bin Sahl al Anshari dari Sahl al Anshari) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa orang-orang Quba yang berhadas kecil selalu berwuduk dengan air. Maka turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9:108) berkenaan dengan orang-orang yang dicintai Allah kerana kesungguhan mereka dalam bersuci. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarirdari Atha) 

"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang yang beriman akan jiwa mereka dan harta benda mereka dengan (balasan), bahawa mereka akan beroleh syurga, (disebabkan) mereka berjuang pada jalan Allah; maka (di antara) mereka ada yang membunuh dan terbunuh. (Balasan syurga yang demikian ialah) sebagai janji yang benar yang ditetapkan oleh Allah di dalam (Kitab-kitab) Taurat dan Injil serta al Quran; dan siapakah lagi yang lebih menyempurnakan janjinya daripada Allah? Oleh itu, bergembiralah dengan jualan yang kamu jalankan jual belinya itu, dan (ketahuilah bahawa) jual beli (yang seperti itu) ialah kemenangan yang besar. " (Surah at Taubah : 9 : 111) 

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Abdullah bin Rawahah bertanya kepada Rasulullah: "Apakah kewajipan-kewajipan terhadap Tuhan dan diri tuan menurut kehendak tuan?" Rasul menjawab: "Aku telah menetapkan kewajipan terhadap Tuhanku untuk beribadat kepadaNya dan tidak menyekutukanNya dan kewajipan terhadapku ialah agar kalian semua menjagaku sebagaimana kalian menjaga diri dan harta kalian semua. " Mereka berkata: "Apabila kami melaksanakan itu, apakah bahagian untuk kami?" Nabi menjawab: "Syurga. " Mereka berkata lagi: "Dagangan yang sangat menguntungkan, kami tidak akan membatalkannya dan kami tidak akan minta untuk dibatalkan." Ayat ini (Surah at Taubah: 9: 111) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut sebagai penjelasan bahawa Allah akan menggantikan kerugian harta dan jiwa kaum Mukminin dengan syurga. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarirdari Muhammad bin Kaab aI Qurazi) 

"Tidaklah dibenarkan bagi Nabi dan orang yang beriman, meminta ampun bagi orang yang musyrik, sekali pun orang itu kaum kerabat sendiri, sesudah nyata bagi mereka bahawa orang musyrik itu adalah ahli neraka." (Surah at Taubah: 9: 113) 

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika Abu Talib hampir menghembuskan nafas terakhir datanglah Rasulullah s.a.w. kepadanya dan baginda mendapati Abu Jahal bin Abdullah bin Abi Umayyah berada di sisinya. Kemudian Nabi bersabda: "Wahai pakcikku! Ucapkanlah: "La ilaha illallah, "agar dengan mengucapkan lafaz ini saya dapat membela pak cik di hadapan Allah." Berkata Abu Jahal bin Abdullah: "Hai Abu Talib, apakah engkau benci kepada agama Abdul Mutalib?" Kedua-dua orang itu tidak henti-henti memujuk Abu Talib sehingga kalimat terakhir yang dia ucapkan sesuai dengan agama Abdul Mutalib. Kemudian Nabi bersabda lagi: "Aku akan minta ampun untuk pak cik selagi aku tidak dilarang untuk berbuat demikian."Maka turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9:113) sebagai larangan untuk memohon ampun bagi kaum musyrikin.

Terdapat ayat lain yang diturunkan berkenaan dengan usaha Nabi untuk mengislamkan Abu Talib iaitu ayat (Surah al Qashash: 28:56). Ayat ini menjelaskan bahawa Nabi tidak akan memberi petunjuk kepada orang yang disayangi selagi tidak diberi petunjuk oleh Allah. (Diriwayatkan oleh al Bukhari, Muslim dari Said bin al Musayyab dari bapanya. Menurut zahirnya, ayat ini diturunkan di Mekah) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa Ali bin Abi Talib mendengar seorang lelaki yang sedang meminta ampun bagi kedua ibu bapanya yang musyrik. Kemudian Ali bertanya kepadanya: "Apakah engkau meminta ampun bagi kedua orang tuamu yang musyrik?" Dia menjawab: "Ibrahim telah meminta ampun bagi bapanya yang musyrik." Perkara ini telah disampaikan oleh Ali kepada Rasulullah. Maka turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9:113) sebagai larangan kepada kaum Mukminin untuk meminta ampun bagi kaum musyrik. (Diriwayatkan oleh at Tirmizi dan al Hakim dari Ali bin Abi Talib. Hadis ini hasan menurut at Tirmizi) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa pada suatu hari Rasulullah pernah pergi ke tanah perkuburan dan duduk di sisi sebuah kubur. Kemudian baginda berdoa di sana dengan begitu lama sekali lalu menangis dan Ibnu Mas'ud pun turut menangis kerana tangisannya itu. Rasulullah bersabda: "Kubur yang aku duduk di sisinya ini ialah kubur ibuku dan aku minta izin kepada Tuhanku untuk mendoakan untuknya tetapi Allah tidak memberi izin kepadaku." Permohonan Nabi itu dijawab dengan turunnya ayat ini (Surah at Taubah: 9: 113) sebagai larangan kepada kaum Mukminin untuk meminta ampun untuk kaum musyrikin. (Diriwayatkan pula oleh al Hakim dan al Baihaqi di dalam kitab ad Dalail dan yang lain-lainnya dari Ibnu Mas'ud) 

Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa ketika Nabi bersama Buraidah berhenti di Asfan, teringatlah Nabi akan kubur ibunya. Baginda berwuduk dan sembahyang kemudian menangis lalu bersabda: "Aku meminta izin kepada Tuhanku agaraku dapat memohon keampunan untuk ibuku, akan tetapi aku dilarangnya." Ayat ini (Surah at Taubah: 9:113) turun berkenaan dengan larangan yang disebut di atas. (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Marduwaih dari Buraidah) (Hadis ini adalah mengikut lafaz Ibnu Marduwaih) 

KETERANGAN
Menurut at Thabarani dan Ibnu Marduwaih dari Ibnu Abbas, lafaznya adalah seperti di atas tetapi dengan penambahan bahawa kejadian ini berlaku setelah Nabi pulang dari perang Tabuk iaitu ketika baginda berangkat ke Mekah untuk mengejarkan Umrah dan berhenti di Asfan.

Menurut Ibnu Hajar pula ayat ini turun dengan beberapa sebab, mungkin berkenaan dengan Abu Talib, mungkin juga berkenaan dengan Aminah ibu Nabi atau berkenaan dengan kisah Ali atau kesemuanya menjadi sebab penurunan ayat yang disebutkan (Surah at Taubah: 9:113).

"Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi dan orang Muhajirin dan Ansar yang mengikutnya (berjuang) dalam masa kesukaran, sesudah hampir-hampir terpesong hati segolongan dari mereka (daripada menurut Nabi untuk berjuang); kemudian Allah menerima taubat mereka; sesungguhnya Allah Amat Betas, lagi Maha Mengasihani terhadap mereka." (Surah at Taubah: 9: 117) 

"Dan (Allah menerima pula taubat) tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat mereka) hingga apabila bumi yang luas ini (terasa) sempit kepada mereka (kerana mereka dipulaukan), dan hati mereka pula menjadi sempit (kerana menanggung dukacita), serta mereka pula yakin bahawa tidak ada tempat untuk mereka lari dari (kemurkaan) Allah melainkan (kembali bertaubat) kepadaNya; kemudian Allah (memberi taufik serta) menerima taubat mereka supaya mereka kekal bertaubat Sesungguhnya Allah Dialah Penerima taubat, lagi Maha Mengasihani. " (Surah at Taubah: 9: 118) 

"Wahai orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah, dan hendaklah kamu berada bersama-sama orang yang benar. " (Surah at Taubah: 9: 119) 

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahwa Kaab bin Malik belum pernah ketinggalan mengikut Nabi berperang sebelum terjadi perang Tabuk kecuali dalam perang Badar. Pada waktu perang Tabuk Nabi mengadakan pengerahan tenaga umum untuk berangkat ke Tabuk. Perkara ini diterangkan dalam hadis yang panjang.[Sahih Bukhari III Isa Bab al Halabi, hal.'85-90.] Ayat-ayat pengampunan ini (Surah at Taubah: 9: 117-119) turun berkenaan dengan Kaab yang antara lainnya dikemukakan bahawa Kaab bin Malik tidak mengikut Nabi dalam perang Tabuk sehingga dia diboikot oleh kaum Mukminin pada ketika itu. Dengan penurunan ayat ini (Surah at Taubah: 9: 117-119) dia dan kaum Muslimin lainnya mendapat keampunan dari Allah dan boikot ke atas mereka pun berakhir. (Diriwayatkan oleh al Bukhari dari Kaab bin Malik) 

"Dan tidaklah (betul dan elok) orang yang beriman keluar semuanya (pergi berperang); oleh itu, hendaklah keluar sebahagian sahaja dari tiap-tiap puak di antara mereka, supaya orang (yang tinggal) itu mempelajari secara mendalam ilmu yang dituntut di dalam agama, dan supaya mereka dapat mengajar kaumnya (yang keluar berjuang) apabila orang itu kembali kepada mereka; mudah-mudahan mereka dapat berjaga-jaga (dari melakukan larangan Allah). " (Surah at Taubah: 9: 122)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika turun ayat (Surah at Taubah: 9: 39) terdapat beberapa orang yang jauh dari kota tidak ikut berperang. Ini kerana mereka mengajar kaumnya. Berkatalah kaum munafik: "Celakalah orang-orang di kampung itu kerana ada orang-orang yang tidak ikut serta berjihad bersama Rasulullah. "Maka turunlah ayat ini (Surah at Taubah: 9: 122) sebagai kebenaran kepada orang-orang yang tidak ikut serta berperang untuk mendalami ilmu pengetahuan dan kemudian menyebarkan kepada kaumnya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ikrimah) 

Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa kaum Mukminin mempunyai kesungguhan untuk berjihad. Oleh itu apabila Rasulullah menyeru untuk berjihad mereka dengan serta merta berangkat meninggalkan Nabi s.a.w. bersama orang-orang yang lemah.

Maka ayat ini (Surah at Taubah: 9: 122) turun sebagai larangan kepada kaum Mukminin untuk segera berangkat seluruhnya, tetapi harus ada yang menetap untuk mendalami pengetahuan agama. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Abdullah bin Ubaid bin Umar) 

No comments:

Post a Comment

 
back to top