Saturday, January 19, 2019

55. Asbabun Nuzul Surah 6 Al-An’am

0 Comments

Asbabun Nuzul Surah Al-An’am (1)

28JAN
19. Katakanlah: “Siapakah yang lebih Kuat persaksiannya?” Katakanlah: “Allah”. dia menjadi saksi antara Aku dan kamu. dan Al Quran Ini diwahyukan kepadaku supaya dengan dia Aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Quran (kepadanya). apakah Sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain di samping Allah?” Katakanlah: “Aku tidak mengakui.” Katakanlah: “Sesungguhnya dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan Sesungguhnya Aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah)”.
(al-An’am: 19)
20. “Orang-orang yang Telah kami berikan Kitab kepadanya, mereka mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. orang-orang yang merugikan dirinya, mereka itu tidak beriman (kepada Allah).”
(al-An’am: 20)
Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dan Ibnu Jarir, dari Sa’id atau ‘Ikrimah yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa an-Nahham bin Zaid, Qarum bin Ka’b, dan Bahri bin ‘Amr menghadap Rasulullah saw. dan berkata: “Hai Muhammad. Engkau tidak mengetahui ada tuhan selain Allah.” Bersabdalah Rasulullah saw.: “Tiada tuhan melainkan Allah. Dengan (membawa penjelasan) itu aku diutus, dan kepada (kepercayaan) itu aku mengajak (berdakwah).” Maka Allah menurunkan ayat ini (al-An’am: 19-20) sebagai penegasan bahwa Allah Maha Esa, sebagai mana mereka ketahui dalam kitab Taurat.
26. “Dan mereka melarang (orang lain) mendengarkan Al-Quran dan mereka sendiri menjauhkan diri daripadanya, dan mereka hanyalah membinasakan diri mereka sendiri, sedang mereka tidak menyadari.”
(al-An’am: 26)
Diriwayatkan oleh al-Hakim dan lain-lain, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa turunnya ayat ini (al-An’am: 26) berkenaan dengan Abu Thalib yang melarang kaum musyrikin menyakiti Nabi saw., padahal dia sendiri menjauhkan diri dari ajaran Nabi. Ayat ini (al-An’am: 26) menegaskan bahwa perbuatan seperti itu hanya akan mencelakakan diri sendiri tanpa disadari.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Sa’id bin Abi Hilal bahwa ayat ini (al-An’am: 26 turun berkenaan dengan paman-paman Nabi saw. yang berjumlah sepuluh orang. Secara terang-terangan mereka sangat dekat kepada Nabi, tapi secara diam-diam mereka merupakan perintang utamanya. Ayat tersebut menegaskan bahwa perbuatan seperti itu hanya akan mencelakakan diri sendiri tanpa disadari.
33. “Sesungguhnya kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), Karena mereka Sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah*”
(al-An’am: 33)
*dalam ayat Ini Allah menghibur nabi Muhammad s.a.w. dengan menyatakan bahwa orang-orang musyrikin yang mendustakan nabi, pada hakekatnya adalah mendustakan Allah sendiri, Karena nabi itu diutus untuk menyampaikan ayat-ayat Allah.
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan al-Hakim, yang bersumber dari ‘Ali bin Abi Thalib bahwa Abu Jahl berkata kepada Nabi saw.: “Kami bukan tidak mempercayaimu, akan tetapi kami tidak percaya kepada apa yang kamu bawa.” Maka Allah menurunkan ayat ini (al-An’am: 33) sebagai penjelasan bahwa orang-orang seperti itu tidak perlu disesali, karena hanya orang yang dzalim yang menentang ayat-ayat Allah.

Asbabun Nuzul Surah Al-An’am (2)

28JAN
51. “Dan berilah peringatan dengan apa yang diwahyukan itu kepada orang-orang yang takut akan dihimpunkan kepada Tuhannya (pada hari kiamat), sedang bagi mereka tidak ada seorang pelindung dan pemberi syafa’atpun selain daripada Allah, agar mereka bertakwa.”
(al-An’am: 51)
52. “Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaanNya. kamu tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka dan merekapun tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, (sehingga kamu termasuk orang-orang yang zalim)*”
(al-An’am: 52)
*ketika Rasulullah s.a.w. sedang duduk-duduk bersama orang mukmin yang dianggap rendah dan miskin oleh kaum Quraisy, datanglah beberapa pemuka Quraisy hendak bicara dengan Rasulullah, tetapi mereka enggan duduk bersama mukmin itu, dan mereka mengusulkan supaya orang-orang mukmin itu diusir saja, lalu turunlah ayat ini.
53. “Dan Demikianlah Telah kami uji sebahagian mereka (orang-orang kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang yang Kaya itu) berkata: “Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah Allah kepada mereka?” (Allah berfirman): “Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepadaNya)?”
(al-An’am: 53)
54. “Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami itu datang kepadamu, Maka Katakanlah: “Salaamun alaikum*. Tuhanmu Telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang*, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan***, Kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(al-An’am: 54)
*Salaamun ‘alikum artinya Mudah-mudahan Allah melimpahkan kesejahteraan atas kamu.
**Maksudnya: Allah Telah berjanji sebagai kemurahan-Nya akan melimpahkan rahmat kepada mahluk-Nya.
***maksudnya ialah: 1. orang yang berbuat maksiat dengan tidak mengetahui bahwa perbuatan itu adalah maksiat kecuali jika dipikirkan lebih dahulu. 2. orang yang durhaka kepada Allah baik dengan sengaja atau tidak. 3. orang yang melakukan kejahatan Karena kurang kesadaran lantaran sangat marah atau Karena dorongan hawa nafsu.
55. “Dan Demikianlah kami terangkan ayat-ayat Al-Quran (supaya jelas jalan orang-orang yang saleh, dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa.”
(al-An’am: 55)
Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan al-Hakim, yang bersumber dari Sa’d bin Abi Waqqash bahwa turunnya ayat ini (al-An’am: 52-53) berkenaan dengan enam orang, diantaranya Sa’d bin Abi Waqqash dan ‘Abdullah bin Mas’ud. Kaum kafir Quraisy berkata kepada Nabi saw.: “Usir mereka (keenam orang hina itu), karena kami malu menjadi pengikutmu setingkat dengan mereka.” Perkataan itu tidak menyenangkan Nabi. Maka Allah menurunkan ayat ini (al-An’am: 52-53) sebagai larangan kepada kaum Mukminin untuk membeda-bedakan martabat sesama manusia.
Diriwayatkan oleh Ahmad, ath-Thabarani, dan Ibnu Abii Hatim, yang bersumber dari Ibnu Mas’ud bahwa para pembesar Quraisy lewat di hadapan Rasulullah saw. yang sedang duduk bersama Khabbab bin al Arat, Shuhail, Bilal, dan ‘Ammar (para ‘abid yang sudah dimerdekakan). Mereka berkata: “Hai Muhammad, apakah engkau rela duduk setingkat dengan mereka. Adakah mereka itu telah diberi nikmat oleh Allah lebih dari kami? Sekiranya engkau mengusir mereka, kami akan menjadi pengikutmu.” Maka Allah menurunkan ayat ini (al-An’am: 51-55) yang melarang kaum Mukminin membeda-bedakan martabat seseorang, karena sesungguhnya Allah yang paling mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Ikrimah bahwa ‘Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Muth’im bin ‘Adi, dan al-Harits bin Naufal dari kalangan pembesar-pembesar kafir Bani ‘Abdi Manaf, datang kepada Abu Thalib dan berkata: “Jika anak saudaramu (Muhammad) mengusir budak-budak itu, kami akan merasa lebih bangga, dan kami akan lebih taat dan setia kepadanya.”
Adapun budak-budak tersebut adalah Bilal, ‘Ammar bin Yasir, Salim maulaa Abu Hudzaifah, Shalih maulaa Usaid, Ibnu Mas’ud, al-Miqdad bin ‘Abdillah, Waqid bin ‘Abdillah al-Hanzhali, dan teman-temannya. Lalu Abu Thalib menyampaikan hal itu kepada Nabi saw.. Maka berkatalah ‘Umar bin al-Khaththab: “Sekiranya tuan melaksanakan permintaan mereka, kita lihat nanti apa sebenarnya yang mereka inginkan.” Maka Allah menurunkan ayat ini (al-An’am: 51-53) yang memerintahkan Muhammad untuk menyampaikan wahyu yang melarang mengusir orang-orang yang beribadah kepada Allah swt., dan melarang menilai derajat seseorang. Sesungguhnya Allah lebih mengetahui orang-orang yang bersyukur kepada-Nya. Setelah itu ‘Umar meminta maaf atas ucapannya itu, dan turunlah ayat selanjutnya (al-An’am: 54) sebagai jaminan ampunan bagi orang-orang yang bertobat dari kesalahan, karena ketidaktahuannya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, yang bersumber dari Khabbab bahwa al-Aqra bin Habis dan ‘Uyainah bin Hishn datang menghadap Rasulullah saw, di saat beliau duduk dikelilingi Shuhaib, Bilal, ‘Ammar bin Yasir, dan Khabbab dari kalangan kaum Mukminin yang dianggap hina. Mereka meminta Nabi, dengan sikap meremehkan orang-orang yang hadir, untuk dapat berbicara di luar mereka. Dalam pembicaraan tersebut mereka menginginkan agar diadakan suatu majelis khusus untuk menerima delegasi-delegasi pembesar bangsa Arab, karena mereka merasa malu harus duduk bersama-sama dengan orang-orang yang dianggap hina oleh mereka. Mereka juga mengusulkan agar orang-orang yang dianggap hina itu diusir saja jika pembesar-pembesar itu datang, dan baru boleh duduk kembali bersama mereka apabila sudah selesai. Nabi saw. mengiyakannya. Maka turunlah ayat ini (al-An’am: 52). Ayat tersebut dibacakan pada al-Aqra dan temannya, kemudian dilanjutkan dengan ayat berikutnya (al-An’am: 53)
Pada waktu itu Rasulullah saw. duduk kembali beserta kaum Mukminin. Dan ketika Aqra akan pergi, Rasulullah berdiri meninggalkan kaum Mukminin. Maka turunlah ayat, washbir nafsaka ma’al ladziina yad’uuna rabbahum…(dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabb-nya…) sampai akhir ayat (al-Kahfi: 28), yang menyuruh Nabi untuk tetap duduk bersama kaum Mukminin yang dianggap hina oleh kaum zalim.
Keterangan: menurut Ibnu Katsir, hadits ini gharib, karena ayat ini Makkiyyah, sedang al-Aqra dan ‘Unaiyah masuk Islam beberapa lama setelah hijrah.
Diriwayatkan oleh al-Farabi dan Ibnu Abi Hatim, yang bersumber dari Mahan bahwa suatu waktu orang-orang datang menghadap Rasulullah saw. seraya berkata: “Kami mengerjakan dosa-dosa yang besar.” Rasulullah saw. tidak menjawab apa-apa, sampai turun ayat ini (al-An’am: 54) yang menjelaskan bahwa tobat orang-orang yang berbuat dosa tanda pengetahuan dan kemudian berbuat baik, akan diampuni Allah swt.

Asbabun Nuzul Surah Al-An’am (3)

28JAN
65. Katakanlah: ” dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu* atau dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah, betapa kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran kami silih berganti** agar mereka memahami(nya)”.
(al-An’am: 65)
*azab yang datang dari atas seperti hujan batu, petir dan lain lain. yang datang dari bawah seperti gempa bumi, banjir dan sebagainya.
**Maksudnya: Allah s.w.t. mendatangkan tanda-tanda kebesaranNya dalam berbagai rupa dengan cara yang berganti-ganti. Adapula para Mufassirin yang mengartikan ayat di sini dengan ayat-ayat Al-Quran yang berarti bahwa ayat Al-Quran itu diturunkan ada yang berupa berita gembira, ada yang berupa peringatan, cerita-cerita, hukum-hukum dan lain-lain.
66. “Dan kaummu mendustakannya (azab)* padahal azab itu benar adanya. Katakanlah: “Aku Ini bukanlah orang yang diserahi mengurus urusanmu”.
(al-An’am: 66)
*sebahagian Mufassirin mengatakan bahwa yang didustakan itu ialah Al-Quran.
67. “Untuk setiap berita (yang dibawa oleh rasul-rasul) ada (waktu) terjadinya dan kelak kamu akan Mengetahui.”
(al-An’am: 67)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Zaid bin Aslam bahwa ketika turun ayat, qul huwal qaadiru ‘alaa ay yab’atsa ‘alaikum ‘adzaabam ming fauqikum..(katakanlah: “Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu…) sampai akhir ayat (al-An’am: 65), Rasulullah saw. bersabda: “Sesudah aku tiada, janganlah kalian kembali menjadi kafir dengan menimbulkan pertumpahan darah di antara kalian.” Mereka menjawab: “Bagaimana mungkin terjadi, padahal kami bersaksi bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah dan sesungguhnya engkau Utusan-Nya?” Berkatalah yang lainnya: “Tidak mungkin hal itu akan terjadi selama-lamanya, karena kami tetap Muslimin.” Maka turunlah ayat selanjutnya (al-An’am: 65-67) yang memperingatkan bahwa bentrokan itu akan terjadi bila ada segolongan orang yang mengaku Mukmin tapi tidak melaksanakan hak (kebenaran).
82. “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(al-An’am: 82)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari ‘Ubaidullah bin Zuhr yang bersumber dari Bakr bin Sawadah bahwa ada seorang musyrik yang menyerang seorang Muslim dan membunuhnya, kemudian menyerang seorang Muslim lainnya dan membunuhnya pula, lalu menyerang yang lainnya lagi serta membunuhnya pula. Sesudah itu ia bertanya kepada Nabi saw., apakah akan diterima Islamnya setelah ia melakukan perbuatan tadi. Rasulullah saw. menjawab: “Ya.” Kemudian ia memukul kudanya dan menyerbu musuh Islam serta membunuh beberapa orang. Akhirnya ia sendiri terbunuh.
Menurut Bakr bin Sawadah, para sahabat menganggap ayat ini (an-An’am: 82) turun berkenaan dengan peristiwa orang itu, yang menegaskan bahwa iman seseorang yang tidak dicampuri syirik dijamin keamanannya oleh Allah swt.
91. “Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata: “Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia”. Katakanlah: “Siapakah yang menurunkan Kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan Kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebahagiannya) dan kamu sembunyikan sebahagian besarnya, padahal Telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui(nya) ?” Katakanlah: “Allah-lah (yang menurunkannya)”, Kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al Quran kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya*”
(al-An’am: 91)
*perkataan biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya adalah sebagai sindiran kepada mereka, seakan-akan mereka dipandang sebagai kanak-kanak yang belum berakal.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Sa’id bin Jubair (hadits ini mursal). Hadits seperti ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Ikrimah. Hadits seperti ini telah dikemukakan ketika menerangkan asbabun nuzul surah an-Nisaa’ ayat 163. Bahwa seorang pendeta gemuk dari kaum Yahudi, bernama Malik bin ash-Shaif, mengajak bertengkar kepada Nabi saw. bersabdalah Nabi kepadanya: “Terangkanlah kepada kami dengan sungguh-sungguh, Demi Allah yang telah menurunkan kitab Taurat kepada Musa, apakah kamu dapatkan di dalam Taurat bahwa Allah benci pendeta yang gemuk ?” Maka marahlah ia dan berkata: “Tidak, Allah tidak menurunkan apa-apa kepada manusia.” Teman-temannya berkata: “Celakalah engkau. Apakah Ia juga tidak menurunkan apa-apa kepada Musa?” Maka turunlah ayat ini (al-An’am: 91) sebagai teguran kepada orang-orang yang menyembunyikan sebagian dari apa yang diturunkan Allah kepada Nabi dan Rasul.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Abi Thalhah yang bersumber dari Ibu ‘Abbas bahwa seorang Yahudi berkata: “Demi Allah, Allah tidak menurunkan kitab dari langit.” Maka turunlah ayat ini (al-An’am: 91) sebagai bantahan terhadap orang-orang yang mengingkari diturunkannya kitab suci.

Asbabun Nuzul Surah Al-An’am (4)

28JAN
93. “Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: “Telah diwahyukan kepada saya”, padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: “Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.” alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu” di hari Ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, Karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (Perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya.”
(al-An’am: 93)
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Ikrimah bahwa ayat, wa man azlamu mim maniftaraa ‘alallaahi kadziban au qaala uuhiya ilayya walam yuuha ilaihi syaii’..( dan siapakah yang lebih dzalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: “Telah diwahyukan kepada saya.” Padahal tidak ada diwahyukan sesuatu pun kepadanya…) (al-An’am: 93) turun berkenaan dengan Musailamah al-Kadzdzab.
Sedangkan ayat,… wa mang qaala sa ungzilu mitsla maa angzalallaah…(..dan orang yang berkata: “Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah”…) (kelanjutan al-An’am: 93), turun berkenaan dengan ‘Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarh yang pernah menulis kata yang berbeda dari apa yang didiktekan oleh Nabi kepadanya. Nabi mendiktekan ‘aziizun hakiimun (Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana), ia menulis ghafuurur rahiimun (Yang Maha Pengampun lagi Maha penyayang). Kemudian Nabi mengulang kembali, tapi ia membantah dengan mengatakan sama saja. Kemudian iapun murtad dari Islam dan mengikuti kaum kafir Quraisy. Ayat ini memberikan peringatan kepada orang-orang yang memalsukan Wahyu Allah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dario as-Suddi bahwa seperti hadits di atas, dengan tambahan bahwa Musailamah berkata: “Jika Muhammad diberi wahyu, maka sayapun diberi wahyu; dan jika Allah menurunkan kepadanya, maka diapun menurunkan pula kepadaku.” Sementara ‘Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarh berkata: “Jika Muhammad berkata, samii’an ‘aliiman (Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui), maka saya pun bisa bisa berkata, ‘aliiman hakiiman (Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana).”
94. “Dan Sesungguhnya kamu datang kepada kami sendiri-sendiri sebagaimana kamu kami ciptakan pada mulanya, dan kamu tinggalkan di belakangmu (di dunia) apa yang Telah kami karuniakan kepadamu; dan kami tiada melihat besertamu pemberi syafa’at yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu Tuhan di antara kamu. sungguh Telah terputuslah (pertalian) antara kamu dan Telah lenyap daripada kamu apa yang dahulu kamu anggap (sebagai sekutu Allah).”
(al-An’am: 94)
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan lain-lain, yang bersumber dari ‘Ikrimah bahwa an-Nadlr bin al-Harits berkata: “Al-Latta dan al-‘Uzza yang akan memeberi syafaat kepadaku.” Maka turunlah ayat ini (al-An’am: 94 sampai … syurakaa’…[sekutu-sekutu]), sebagai keterangan bahwa di hari akhir manusia akan datang kepada Allah tanpa mendapat bantuan siapapun, termasuk apa-apa yang mereka banggakan sebagai tuhan.
108. “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, Karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” (al-An’am: 108)
Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq dari Ma’mar yang bersumber dari Qatadah bahwa kaum Muslimin pada waktu itu suka mencaci maki berhala kaum kafir, sehingga kaum kafir mencaci maki Allah. Maka Allah menurunkan ayat ini (al-An’am: 108) sebagai larangan mencaci maki apa-apa yang disembah oleh kaum kafir.
109. “Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan segala kesungguhan, bahwa sungguh jika datang kepada mereka sesuatu mu jizat, Pastilah mereka beriman kepada-Nya. Katakanlah: “Sesungguhnya mukjizat-mukjizat itu Hanya berada di sisi Allah”. dan apakah yang memberitahukan kepadamu bahwa apabila mukjizat datang mereka tidak akan beriman*”
(al-An’am: 109)
*Maksudnya: orang-orang musyrikin bersumpah bahwa kalau datang mukjizat, mereka akan beriman, Karena itu orang-orang muslimin berharap kepada nabi agar Allah menurunkan mukjizat yang dimaksud. Allah menolak pengharapan kaum mukminin dengan ayat ini.
110. “Dan (begitu pula) kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al Quran) pada permulaannya, dan kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat.”
(al-An’am: 110)
111. “Kalau sekiranya kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang Telah mati berbicara dengan mereka dan kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka*, niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak Mengetahui.”
(al-An’am: 111)
*maksudnya untuk menjadi saksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Muhammad bin Ka’b al-Qurazhi bahwa orang-orang Quraisy berkata kepada Rasulullah saw.: “Hai Muhammad. Engkau telah menceritakan kepada kami mukjizat para Rasul, bahwa Musa mempunyai tongkat dan dengan tongkat itu ia memukul batu (hingga keluarlah air); ‘Isa dapat menghidupkan yang mati; dan Shalih diberi unta untuk menguji kaum Tsamud. Maka datangkanlah mukjizatmu kepada kami agar kami percaya kepadamu.” Rasulullah saw. bersabda: “Apa yang kalian inginkan?” Mereka menjawab: “Cobalah gunung Shafa itu dijadikan emas.” Nabi saw. bersabda: “Jika aku telah melaksanakan permintaan kalian, apakah kalian akan percaya kepadaku?” Mereka menjawab: “Demi Allah, kami akan taat.” Maka berdirilah Rasulullah seraya berdoa kepada Allah, sehingga datanglah Jibril dan berkata: “Jika engkau menghendakinya, pasti gunung Shafa itu akan menjadi emas. Tapi jika mereka tidak juga percaya , pasti Allah akan menyiksa mereka. Karenanya lebih baik engkau membiarkan mereka, sehingga bertobat orang-orang yang ingin bertobat.” Kemudian Allah menurunkan ayat ini (al-An’am: 111) sebagai penegasan bahwa mukjizat apapun yang diidatangkan kepada mereka, mereka tidak akan beriman.

Asbabun Nuzul Surah Al-An’am (5)

28JAN
118. “Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayatNya.”
(al-An’am: 118)
119. “Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal Sesungguhnya Allah Telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. dan Sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.”
(al-An’am: 119)
120. “Dan tinggalkanlah dosa yang nampak dan yang tersembunyi. Sesungguhnya orang yang mengerjakan dosa, kelak akan diberi pembalasan (pada hari kiamat), disebabkan apa yang mereka Telah kerjakan.”
(al-An’am: 12)
121. “Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya*. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.”
(al-An’am: 121)
*yaitu dengan menyebut nama selain Allah.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa orang-orang datang menghadap Rasulullah saw. dan berkata: “Ya Rasulallah. Mengapa kita boleh makan yang kita sembelih dan dilarang makan yang dimatikan oleh Allah?” Maka Allah menurunkan ayat ini (al-An’am: 118-121) yang menegaskan bahwa yang halal dimakan adalah sembelihan yang disaat menyembelihnya dibaca bismillah (dengan nama Allah).
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, al-Hakim, dan lain-lain, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa firman Allah,…. wa innasy syayaathiina la yuuhuuna ilaa auliyaa-ihim li yujaadiluukum…(… sesungguhnya setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu…) (al-An’am: 121), turun berkenaan dengan ucapan kaum musyrikin yang bertanya: “Mengapa kalian tidak makan apa yang dimatikan oleh Allah dan kalian makan apa yang kalian sembelih?” Ayat ini (al-An’am: 121) memberi peringatan kepada kaum Mukminin supaya tidak mengikuti ajakan setan.
Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dan lain-lain, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ketika turun ayat, wa laa ta’kuluu mimmaa lam udzkararismullaahi ‘alaih…(dan janganlah kamu memakan binatang yang tidak disebut Nama Allah ketika menyembelihnya..) (al-An’am: 121), seorang pengendara kuda diutus untuk menghasut kaum Quraisy agar menentang Muhammad tentang sembelihan henwan (dengan mengatakan): “Mengapa yang disembelih dengan pisau oleh manusia itu halal, sedang yang dimatikan oleh Allah itu haram?” Maka turunlah kelanjutan ayat tersebut.
Dalam hadits ini dikemukakan pula bahwa yang dimaksud dengan asy-syayaathiin..(..setan..) dalam ayat itu (al-An’am: 121) ialah pengendara kuda, sedang …auliyaa-uhum..(…kawan-kawannya…) ialah kaum Quraisy.
122. “Dan apakah orang yang sudah mati* Kemudian dia kami hidupkan dan kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang Telah mereka kerjakan.”
(al-An’am: 122)
*maksudnya ialah orang yang Telah mati hatinya yakni orang-orang kafir dan sebagainya.
Diriwayatkan oleh Abusy Syaikh yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari adl-Dlahhak bahwa turunnya ayat ini (al-An’am: 122) berkenaan dengan ‘Umar dan Abu Jahl.
Keterangan: dalam tarikh dikemukakan bahwa Rasulullah saw. pernah berdoa: “Ya Rabbanaa, semoga Islam jaya dengan sebab salah seorang dari dua ‘Umar (‘Umar bin al-Khaththab atau ‘Amr bin Hisyam /Abu Jahal).” Ternyata ‘Umar bin al-Khaththab-lah yang masuk Islam. Dialah yang dimaksud dengan ‘orang yang tadinya mati kemudian dihidupkan’ dan ‘Amr bin Hisyam yang dimaksud dengan ‘orang yang tetap dalam kegelapan.’
141. “Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”
(al-An’am: 141)
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Abul ‘Aliyah bahwa orang-orang menghambur-hamburkan hasil panen serta hidup berfoya-foya, tetapi tidak mengeluarkan zakatnya. Maka turunlah ayat ini (al-An’am: 141) sebagai perintah untuk mengeluarkan zakat pada hari panennya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Juraij bahwa ayat ini (al-An’am: 141) turun berkenaan dengan Tsabit bin Qais bin Syammas yang menuai buah kurma, kemudian berpesta pora, sehingga pada petang harinya tak sebiji kurmapun tersisa di rumahnya.

x


Surah al An'aam

Surah al An’aam:19. Bertanyalah (Wahai Muhammad): "Apakah sesuatu Yang lebih besar persaksiannya?" (bagi menjawabnya) katakanlah: "Allah menjadi saksi antaraku Dengan kamu, dan diwahyukan kepadaKu Al-Quran ini, supaya Aku memberi amaran dengannya kepada kamu dan juga (kepada) sesiapa Yang telah sampai kepadanya seruan Al-Quran itu. Adakah kamu sungguh-sungguh mengakui Bahawa ada beberapa Tuhan Yang lain bersama-sama Allah?" katakanlah: "Aku tidak mengakuinya". Katakanlah lagi: "Hanyasanya Dia lah sahaja Tuhan Yang Maha Esa, dan Sesungguhnya Aku adalah berlepas diri apa Yang kamu sekutukan (dengan Allah Azza Wa Jalla)".

Surah al An’aam:20. orang-orang (Yahudi dan Nasrani) Yang telah Kami berikan Kitab kepada mereka, mereka mengenalinya (Nabi Muhammad), sebagaimana mereka mengenali anak-anak mereka sendiri. orang-orang Yang merugikan diri sendiri (dengan mensia-siakan pengurniaan Allah), maka mereka (dengan sebab Yang tersebut) tidak beriman.

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa an Nahham bin Zaid, Qardum bin Kaab dan Bahri bin Umair datang mengadap Rasulullah dan berkata: "Hai Muhammad! Engkau tidak mengetahui bahawa ada Tuhan selain Allah." Kemudian Rasulullah bersabda: "Tidak ada Tuhan melainkan Allah. Dengan membawa penjelasan itu, maka aku diutuskan dan kepada kepercayaan itu aku berdakwah." Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al An'aam: 6: 19-20) sebagai penjelasan bahawa Allah Tuhan Yang Maha Esa, sebagaimana yang mereka ketahui dari kitab Taurat. (Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dan Ibnu Jarirdari Said atau Ikrimah dari Ibnu Abbas) 

Surah al An'aam: 26. dan mereka pula melarang orang ramai dari mendengar Al-Quran dan mereka juga menjauhkan diri daripadanya, padahal mereka (dengan perbuatan Yang demikian) hanyalah membinasakan diri sendiri (dengan bala bencana dan azab Yang disediakan untuk mereka di dunia dan di akhirat kelak), sedang mereka tidak menyedarinya.

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa turunnya ayat ini [Penulis tafsir Jalalain mengemukakan bahawa pengertian ayat ini (Surah al An'aam: 6:26) adalah: "Mereka melarang menyakiti Nabi tetapi mereka sendiri menjauhkan diri dari ajarannya." (Tafsir Jalalain, juz1,hal.114)] (Surah al An'aam: 6: 26) adalah berkenaan dengan Abu Talib yang melarang kaum musyrikin menyakiti Nabi s.a.w. padahal dia sendiri menjauhkan diri dari ajaran Nabi. Maka penurunan ayat ini adalah sebagai penjelasan bahawa perbuatan seperti itu hanya akan memberi kecelakaan kepada dirinya sendiri tanpa disedarinya. (Diriwayatkan oleh al Hakim dan yang lainnya dari Ibnu Abbas) 
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa penurunan ayat ini (Surah al An'aam: 6: 26) adalah berkenaan dengan bapa saudara Nabi berjumlah sepuluh orang yang secara terang-terangan dekat kepada Nabi tetapi secara diam-diam mereka merupakan penghalang utamanya. Maka ayat ini menjelaskan bahawa perbuatan seperti ini hanya akan memberi kecelakaan kepada diri mereka sendiri tanpa disedari. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Said bin Abi Hilal) 

Surah al An'aam: 6: 33. Sesungguhnya Kami mengetahui Bahawa apa Yang mereka katakan itu akan menyebabkan Engkau (Wahai Muhammad) berdukacita; (maka janganlah Engkau berdukacita) kerana sebenarnya mereka bukan mendustakanmu, tetapi orang-orang Yang zalim itu mengingkari ayat-ayat keterangan Allah (disebabkan kedegilan mereka semata-mata).

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Abu Jahal berkata kepada Nabi: "Kami bukan tidak mempercayaimu, akan tetapi kami tidak percaya akan apa yang kau bawa." Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al An'aam: 6: 33) sebagai penjelasan bahawa orang-orang seperti itu tidak perlu disesali kerana orang yang zalim sahaja yang akan menentang ayat-ayat Allah. (Diriwayatkan oleh at Tirmizi dan al Hakim dari Ali bin Abi Talib) 

Surah al An'aam: 51. dan berilah amaran Dengan Al-Quran itu kepada orang-orang Yang merasa takut Bahawa mereka akan dihimpunkan kepada Tuhan mereka (pada hari kiamat), (padahal) tiadalah bagi mereka Pelindung dan tidak juga pemberi syafaat Yang lain dari Allah, supaya mereka bertaqwa.

Surah al An'aam: 52. dan janganlah Engkau usir orang-orang Yang beribadat dan berdoa kepada Tuhan mereka pagi dan petang, sedang mereka menghendaki keredaanNya semata-mata. tiadalah Engkau bertanggungjawab sesuatu pun mengenai hitungan amal mereka, dan mereka juga tidak bertanggungjawab sesuatu pun mengenai hitungan amalmu. maka (sekiranya) Engkau usir mereka, nescaya menjadilah Engkau dari orang-orang Yang zalim.

Surah al An'aam: 53. dan Demikianlah Kami uji sebahagian dari mereka (yang kaya raya) Dengan sebahagian Yang lain (yang fakir miskin); lalu orang-orang Yang kaya itu berkata (kepada orang-orang fakir miskin Yang beriman): "Inikah orang-orangnya Yang telah dikurniakan nikmat oleh Allah kepada mereka di antara Kami? " (Allah berfirman): "Bukankah Allah lebih mengetahui akan orang-orang Yang bersyukur?"

Surah al An'aam: 54. dan apabila orang-orang Yang beriman kepada ayat-ayat keterangan Kami itu datang kepadamu (dengan tujuan hendak bertaubat dari dosa-dosa mereka), maka katakanlah: "Mudah-mudahan kamu beroleh selamat! Tuhan kamu telah menetapkan bagi dirinya untuk memberi rahmat (yang melimpah-limpah): bahawasanya sesiapa di antara kamu Yang melakukan kejahatan Dengan sebab kejahilannya, kemudian ia bertaubat sesudah itu, dan berusaha memperbaiki (amalannya), maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani".

Surah al An'aam: 55. dan Demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Quran satu persatu (supaya jelas jalan Yang benar), dan supaya jelas pula jalan orang-orang Yang berdosa.

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa penurunan ayat ini (Surah al An'aam: 6:52-53) adalah berkenaan dengan enam orang, di antaranya termasuklah Saad bin Abi Waqas dan Abdullah bin Mas'ud. Kaum kafir Quraisy berkata kepada Nabi: "Usirlah mereka (enam orang yang hina itu) kerana kami malu menjadi pengikutmu disebabkan setaraf dengan mereka." Perkataan itu tidak menyenangkan Nabi. Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al An'aam: 6: 52-53) sebagai larangan kepada kaum Mukminin daripada mengadakan penilaian martabat di antara sesama manusia. (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan al Hakim dari Saad bin Abi Waqas) 
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa para pembesar Quraisy lalu di hadapan Nabi s.a.w. yang pada ketika itu Rasulullah sedang duduk bersama-sama dengan Khabab bin al Arat, Suhaib, Bilal dan Ammar. Mereka itu adalah hamba-hamba yang sudah dimerdekakan. Kemudian para pembesar tersebut berkata: "Hai Muhammad, apakah engkau rela duduk setaraf dengan mereka, adakah mereka itu telah diberi nikmat oleh Allah lebih daripada kami? Sekiranya engkau usir mereka, kami akan menjadi pengikutmu."Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al An'aam: 6: 51-55) yang melarang kaum Mukminin menilai martabat seseorang. Ini kerana sesungguhnya Allah yang paling mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur. (Diriwayatkan oleh Ahmad, atThabarani dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Mas'ud) 
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa Uthbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, Muthim bin Adi dan al Marts bin Naufal dari golongan para pembesar kafir Bani Abdi Manaf datang kepada Abu Talib dan berkata: "Jika anak saudaramu Muhammad mengusir hamba-hamba, kami akan merasa lebih bangga lagi serta kami akan lebih taat dan setia kepadanya."
Adapun hamba itu ialah Bilal dan Ammar bin Yasir, Salim maula kepada Abi Huzaifah, Salleh maula kepada Usaid, Ibnu Mas'ud, al Miqdad bin Abdillah, Waqid bin Abdillah al Hanzhali dan teman-temannya. Kemudian Abu Talib menyampaikan perkara tersebut kepada Nabi. Maka berkatalah Umar bin Khattab: "Sekiranya tuan melaksanakan permintaan mereka, kita lihat nanti apa yang mereka inginkan." Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al An'aam: 6: 51-53) sebagai perintah kepada Nabi Muhammad untuk menyampaikan wahyu yang melarang mengusir orang-orang yang beribadat kepada Allah dan melarang menilai darjat seseorang manusia kerana sesungguhnya Allah lebih mengetahui orang-orang yang bersyukur kepadaNya.
Setelah itu, Umar meminta maaf di atas ucapannya itu dan turunlah ayat seterusnya (Surah al An'aam: 6:54) sebagai jaminan mendapat keampunan dari Allah kepada orang-orang yang bertaubat akibat melakukan kesalahan kerana kejahilannya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ikrimah) 
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa al Aqra bin Habis dan Umaiyah bin Hishnin datang mengadap Rasulullah yang pada ketika itu di kelilingi oleh Shuhaib, Bilal, Ammar bin Yasir dan Khabab dari golongan kaum Mukminin yang dianggap hina. Mereka meminta kepada Nabi dengan sikap penghinaan agar dapat berbicara tanpa mereka semua. Dalam perbicaraan tersebut mereka menginginkan agar diadakan satu majlis khusus untuk menerima delegasi-delegasi pembesar bangsa Arab kerana mereka merasa malu apabila harus duduk bersama-sama orang yang dianggap hina oleh mereka.
Di samping itu juga, mereka mengusulkan agar diusir orang-orang yang hina itu jika pembesar-pembesar mereka datang dan membolehkan mereka kembali apabila majlis telah selesai. Kemudian Nabi membenarkannya.
Maka turunlah ayat ini (Surah al An'aam: 6:52). Ayat ini kemudiannya dibacakan kepada al Aqra dan temannya dengan disambung ayat yang berikutnya (Surah al An'aam: 6: 53).
Pada waktu itu Rasulullah s.a.w. duduk kembali bersama kaum Mukminin dan ketika al Aqra hendak pergi Rasulullah berdiri lalu meninggalkan kaum Mukminin. Maka turunlah ayat "washbirnaf saka ma'aaladzina yad'una rabbahum" hingga akhir ayat (Surah al Kahfi: 18: 28) yang menyuruh Nabi untuk tetap duduk bersama dengan kaum Mukminin yang dianggap hina oleh kaum zalim. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarirdan Ibnu Abi Hatim serta yang lainnya dari Khabbab)
Al Kahfi:28. dan Jadikanlah dirimu sentiasa berdamping rapat Dengan orang-orang Yang beribadat kepada Tuhan mereka pada waktu pagi dan petang, Yang mengharapkan keredaan Allah semata-mata; dan janganlah Engkau memalingkan pandanganmu daripada mereka hanya kerana Engkau mahukan kesenangan hidup di dunia; dan janganlah Engkau mematuhi orang Yang Kami ketahui hatinya lalai daripada mengingati dan mematuhi pengajaran Kami di Dalam Al-Quran, serta ia menurut hawa nafsunya, dan tingkah-lakunya pula adalah melampaui kebenaran.

KETERANGAN
Menurut pendapat Ibnu Katsir hadis ini adalah gharib kerana ayat ini adalah Makiyah, sedangkan al Aqra dan Uyaimah masuk Islam selepas hijrah.
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa pada suatu ketika terdapat orang-orang yang datang mengadap Nabi dengan berkata: "Kami telah melakukan dosa-dosa besar."
Kemudian Rasulullah tidak memberikan sebarang jawapan sehingga turunlah ayat ini (Surah al An'aam: 6: 54) sebagai penjelasan bahawa taubat orang yang melakukan dosa tanpa pengetahuan dan kemudian berbuat baik akan diampuni oleh Allah. (Diriwayatkan oleh al Faryabi dan Ibnu Abi Hatim dari Mahan) 

Surah al An'aam: 65. katakanlah: "Dia lah Yang berkuasa menghantar kepada kamu azab seksa (bala bencana), dari sebelah atas kamu, atau dari bawah kaki kamu, atau ia menjadikan kamu bertentangan dan berpecah-belah - berpuak-puak, dan ia merasakan sebahagian daripada kamu akan perbuatan ganas dan kejam sebahagian Yang lain". perhatikanlah Bagaimana Kami menjelaskan ayat-ayat keterangan (yang menunjukkan kebesaran kami) Dengan berbagai cara, supaya mereka memahaminya.

SurahalAn'aam: 66. dan kaum Engkau (Wahai Muhammad) mendustakannya (Al-Quran), padahal ia adalah benar. katakanlah: "Aku bukanlah orang Yang ditugaskan menjaga urusan kamu, (aku hanya seorang Rasul Yang menyampaikan perintah-perintah Allah kepada kamu)".

Al An’aam:67. tiap-tiap khabar berita mempunyai masa Yang menentukannya (yang membuktikan benarnya atau dustanya); dan kamu akan mengetahuinya.

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika turun ayat ini (Surah al An'aam: 6:65) Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah kalian semua kembali kafir sesudah ketiadaanku dengan menimbulkan pertumpahan darah di antara kalian semua." Mereka menjawab:" Bagaimana mungkin terjadi padahal kami bersaksi tidak ada Tuhan kecuali Allah dan sesungguhnya Engkau adalah utusanNya." Berkatalah sebahagian yang lain: "Tidak mungkin terjadi perkara ini selama-selamanya kerana kami tetap Muslimin."
Maka turunlah ayat yang berikutnya (Surah al An'aam: 6: 65-67) sebagai peringatan bahawa perselisihan itu akan terjadi apabila ada segolongan orang yang mengaku Mukmin tetapi tidak melaksanakan sesuatu yang hak. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Zaid bin Aslam) 

Surah al An'aam: 82. orang-orang Yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka Dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang Yang mendapat keamanan dan merekalah orang-orang Yang mendapat hidayah petunjuk.

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa seorang musyrik telah menyerang seorang Muslim lalu membunuhnya, kemudian menyerang Muslim lainnya dan membunuhnya pula, lalu menyerang yang lainnya lagi serta membunuhnya juga, kemudian dia bertanya kepada Nabi: "Apakah Islamnya diterima setelah melakukan perbuatan tadi?" Rasulullah menjawab: "Ya." Kemudian dia memukul kudanya dan menyerang pihak musuh Islam serta membunuh beberapa orang dan akhirnya dia sendiri yang terbunuh.
Menurut Bakar bin Sawadah, para sahabat menganggap bahawa ayat ini (Surah al An'aam: 6: 82) turun berkenaan dengan peristiwa orang tersebut dengan menjelaskan bahawa iman seseorang yang tidak dicampuri syirik dijamin keamanannya oleh Allah s.w.t. (K. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ubaidillah bin Zuhr dari Bakar bin Sawadah) 

Al An’am:91. dan tiadalah mereka (kaum Yahudi) menghormati Allah sesuai Dengan penghormatan Yang sebenarnya ketika mereka berkata: "Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia". Bertanyalah (kepada kaum Yahudi Yang ingkar itu): "Siapakah Yang menurunkan Kitab (Taurat) Yang dibawa oleh Nabi Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, Yang kamu jadikan Dia lembaran-lembaran kertas, sambil kamu perlihatkan (kepada orang ramai sebahagian kecil daripadanya) dan kamu sembunyikan kebanyakannya; sedang kamu pula diajarkan (dengan pengajaran-pengajaran Yang terkandung di dalamnya), Yang tidak diketahui oleh kamu (sebelum itu) dan tidak juga oleh datuk nenek kamu?" Katakanlah (kepada mereka): "Allah jualah (yang menurunkannya)", Kemudian, biarkanlah mereka leka bermain-main Dalam kesesatannya.

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa seorang pendeta gemuk dari kaum Yahudi yang bernama Malik bin as Shaif mengajak Nabi bertengkar. Kemudian Nabi bersabda kepadanya: "Terangkanlah kepada kami dengan sungguh-sungguh demi Allah yang telah menurunkan kitab Taurat kepada Musa, apakah kamu dapati di dalam Taurat bahawa Allah benci kepada pendeta yang gemuk?" Maka marahlah dia lalu berkata: "Tidak, Allah tidak menurunkan apa-apa kepada manusia." Kemudian kawan-kawannya berkata: "Celaka kamu! Apakah Allah tidak menurunkan apa-apa kepada Musa?"
Maka turunlah ayat ini (Surah al An'aam: 6: 91) sebagai teguran kepada orang-orang yang menyembunyikan sebahagian dari apa yang diturunkan Allah kepada para Nabi dan Rasul. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Saad bin Jubair. Hadis ini mursal)  surah al an'aam (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarirdari Ikrimah) (Hadis seperti peristiwa ini juga telah dikemukakan dalam menerangkan sebab turunnya ayat ini {Surah an Nisaa': 4:163})
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa seorang Yahudi berkata: "Demi Allah, Allah tidak menurunkan kitab dari langit." Maka turunlah ayat ini (Surah al An'aam: 6:91) sebagai bantahan terhadap orang-orang yang mengingkari turunnya Kitab Suci. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Abi Thalhah dari Ibnu Abbas 

Al An’am:93. dan siapakah Yang lebih zalim daripada orang Yang mereka-reka perkara Yang dusta terhadap Allah, atau orang Yang berkata: "Telah diberi wahyu kepadaku", padahal tidak diberikan sesuatu wahyu pun kepadanya; dan orang Yang berkata: "Aku akan menurunkan seperti apa Yang diturunkan Allah". dan (sungguh ngeri) sekiranya Engkau melihat ketika orang-orang Yang zalim itu Dalam penderitaan "sakratul-maut" (ketika hendak putus nyawa), sedang malaikat-malaikat pula menghulurkan tangan mereka (memukul dan menyeksa orang-orang itu) sambil berkata (dengan menengking dan mengejek): "Keluarkanlah nyawa kamu (dari tubuh kamu sendiri); pada hari ini kamu dibalas Dengan azab seksa Yang menghina (kamu) sehina-hinanya, disebabkan apa Yang telah kamu katakan terhadap Allah Dengan tidak benar, dan kamu pula (Menolak dengan) sombong takbur akan ayat-ayat keteranganNya".

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ayat "waman adhlamu mim maniftara 'alallahi kadziban, au qala uhiya ilayya walam yuha ilaihi syaiun (Surah al An'aam: 6:93) turun berkenaan dengan Musailamatul Kazzab iaitu dia mengaku dirinya seorang nabi dan menerima wahyu.
Ayat yang berikutnya "wa man qala sa unzilu mitsla ma anzalallah" turun berkenaan dengan Abdullah bin Saad bin Abi Sarh yang pernah menulis perkataan yang berbeza dengan apa yang telah dibaca Nabi kepadanya. Nabi membaca "azizun hakim" dia menulis "ghafurur rahim."
Kemudian Nabi mengulang kembali membaca perkataan tersebut tetapi dia membantah dengan mengatakan sama sahaja. Akhirnya dia menjadi murtad dari agama Islam dan mengikut kaum kafir Quraisy.
Penurunan ayat ini adalah untuk memberi peringatan kepada orang-orang yang memalsukan wahyu Allah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarirdari Ikrimah) 
Dalam riwayat lain ada dikemukakan penambahan bagi hadis di atas, dengan Musailamah berkata: "Jika Muhammad diberi wahyu, maka saya pun telah diberi wahyu, dan jika Allah menurunkan kepadanya maka kepada aku pun diturunkan juga." Manakala Abdullah bin Said bin Abi Sarh pun berkata: "Jika Muhammad berkata "Samian 'Alima, maka saya pun boleh berkata: "Aliman hakima. " (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dari as Suddi)

Surah al An'aam: 94. dan Demi sesungguhnya, kamu tetap datang kepada Kami (pada hari kiamat) Dengan bersendirian, sebagaimana Kami jadikan kamu pada mulanya; dan kamu tinggalkan di belakang kamu apa Yang telah Kami kurniakan kepada kamu; dan Kami tidak melihat beserta kamu penolong-penolong Yang kamu anggap dan sifatkan Bahawa mereka ialah sekutu-sekutu Allah Dalam kalangan kamu. Demi sesungguhnya, telah putuslah perhubungan antara kamu (dengan mereka), dan hilang lenyaplah daripada kamu apa Yang dahulu kamu anggap dan sifatkan (memberi faedah dan manfaat).

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Nadhr bin al Harts berkata: "Lata dan Uzza yang akan memberi syafaat kepadaku. "
Maka turunlah ayat ini (Surah al An'aam: 6: 94) sehingga "syuraka" sebagai keterangan bahawa di hari akhirat manusia akan menemui Tuhan tanpa mendapat bantuan dari sesiapa pun termasuk apa-apa yang mereka banggakan sebagai Tuhan. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarirdan yang lainnya dari Ikrimah) 
"Dan janganlah kamu cerca benda-benda yang mereka semban yang lain dari Allah, kerana mereka kelak, akan mencerca Allah secara melampaui batas dengan ketiadaan pengetahuan. Demikianlah Kami memperelokkan pada pandangan tiap-tiap umat akan amal perbuatan mereka, kemudian kepada Tuhan merekalah tempat kembali mereka, lalu la menerangkan kepada mereka apa yang mereka telah lakukan." (SurahalAn'aam:6:108) 
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa kaum Muslimin pada waktu itu suka mencaci berhala kaum Kafir sehingga kaum Kafir itu mencaci Allah.
Maka Allah menurunkan ayat di atas sebagai larangan kepada kaum Muslimin mencaci apa yang disembah oleh kaum kafir. (Diriwayatkan oleh Abdul Razak dari Ma'mar dari Qatadah) 

Surah al An'aam: 109. dan mereka pula bersumpah Dengan nama Allah, Dengan menegaskan sumpah mereka bersungguh-sungguh, Bahawa Sesungguhnya jika datang kepada mereka sesuatu mukjizat (sebagaimana Yang mereka minta itu), tentulah mereka akan beriman kepadaNya. Katakanlah (Wahai Muhammad): "Bahawa soal mendatangkan mukjizat-mukjizat itu hanyalah Allah Yang menentukannya, dan kamu tidak menyedari (Wahai orang-orang Islam), Bahawa apabila mukjizat-mukjizat (yang mereka minta) itu datang, mereka juga tidak akan beriman.

Surah al An'aam: 110. dan Kami palingkan hati mereka dan pemandangan mereka sebagaimana mereka telah tidak (mahu) beriman kepada (ayat-ayat Kami ketika datang kepada mereka) pada awal mulanya, dan Kami biarkan mereka meraba-raba di Dalam kesesatannya Dengan bingung.

SurahalAn'aam:6: 111)111. dan jika Kami turunkan malaikat pun kepada mereka, dan orang-orang Yang mati (hidup semula lalu) berkata-kata Dengan mereka, dan Kami himpunkan pula tiap-tiap sesuatu di hadapan mereka (untuk menjadi saksi tentang kebenaran Nabi Muhammad), nescaya mereka tidak juga akan beriman, kecuali jika dikehendaki Allah; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui (hakikat Yang sebenar).

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa orang-orang Quraisy berkata kepada Rasulullah: "Hai Muhammad! Engkau telah menceritakan kepada kami mukjizat para Rasul, bahawa Musa mempunyai tongkat dan dengan tongkat itu dia memukul batu sehingga keluar air dan Isa dapat menghidupkan yang mati serta Salleh diberi unta untuk menguji kaum Thamud. Oleh itu datangkanlah kepada kami mukjizatmu agar kami percaya kepadamu. "
Kemudian Rasulullah bersabda: "Apakah yang kalian semua inginkan?" Mereka menjawab: "Jadikanlah gunung Safa itu sebagai emas." Kemudian Nabi bersabda: "Jika aku telah laksanakan permintaan itu apakah kalian semua akan percaya kepadaku?" Mereka menjawab: "Demi Allah, kami akan taat."
Berdirilah Rasulullah berdoa kepada Allah sehingga datang Jibril berkata: "Jika engkau menghendakinya pasti akan menjadi emas, tetapi jika mereka tidak percaya pasti Allah akan menyeksa mereka. Oleh itu lebih baik kau biarkan sahaja mereka sehingga bertaubat orang yang ingin bertaubat. "
Kemudian Allah menurunkan ayat ini (Surah al An'aam: 109-111 ) sebagai penjelasan bahawa walau apapun mukjizat yang didatangkan Allah kepada mereka, mereka tetap tidak akan beriman. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarirdari Muhammad bin Kaab ad Qurazhi) 

Surah al An'aam: 118. maka makanlah dari (sembelihan binatang-binatang halal) Yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika betul kamu beriman kepada ayat-ayatNya.

Al An’am:119. dan tidak ada sebab bagi kamu, (yang menjadikan) kamu tidak mahu makan dari (sembelihan binatang-binatang halal) Yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal Allah telah menerangkan satu persatu kepada kamu apa Yang diharamkanNya atas kamu, kecuali apa Yang kamu terpaksa memakannya? dan Sesungguhnya kebanyakan manusia hendak menyesatkan Dengan hawa nafsu mereka Dengan tidak berdasarkan pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia lah Yang lebih mengetahui akan orang-orang Yang melampaui batas.

Al An’am:120. dan tinggalkanlah kamu dosa Yang nyata dan Yang tersembunyi. kerana Sesungguhnya orang-orang Yang berusaha melakukan dosa, mereka akan dibalas Dengan apa Yang mereka telah lakukan.

Al An’am:121. dan janganlah kamu makan dari (sembelihan binatang-binatang halal) Yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya, kerana Sesungguhnya Yang sedemikian itu adalah perbuatan fasik (berdosa); dan Sesungguhnya syaitan-syaitan itu membisikkan kepada pengikut-pengikutnya, supaya mereka membantah (menghasut) kamu; dan jika kamu menurut hasutan mereka (untuk menghalalkan Yang haram itu), Sesungguhnya kamu tetap menjadi orang-orang musyrik.

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa terdapat orang-orang yang datang mengadap Rasulullah dan berkata: "Ya Rasulullah! Mengapa kita boleh makan sesuatu yang kita sembelih dan dilarang makan sesuatu yang dimatikan oleh Allah?" Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al An'aam: 6: 118-121) sebagai penjelasan bahawa sesuatu yang halal dimakan ialah sembelihan yang pada ketika menyembelihnya dibaca "Bismillah." (Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmizi dari Ibnu Abbas) 
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa firman Allah "Wainnasy syayathina layuhuna ila auliya ihim liyujadilukum"da\am ayat ini (Surah al An'aam: 6:121) turun berkenaan dengan ucapan kaum musyrikin yang bertanya: "Mengapa kalian semua tidak makan apa yang dimatikan oleh Allah dan kalian semua hanya makan apa yang kalian semua sembelih sahaja." Maka penurunan ayat ini adalah sebagai peringatan kepada kaum Mukminin supaya tidak mengikut ajakan syaitan. (Diriwayatkan oleh Abu Daud, al Hakim dan yang lainnya dari Ibnu Abbas) 
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa ketika turun firman Allah "wala takkulu mimma lam yudzkarismullah alaihi" (Surah al An'aam: 6: 121) seorang penunggang kuda telah diutuskan untuk menghasut kaum Quraisy supaya menentang Muhammad tentang sembelihan haiwan. Mereka mempersoalkan mengapa sesuatu yang disembelih dengan pisau oleh manusia halal dimakan sedangkan yang dimatikan Allah itu haram dimakan. Maka turunlah ayat yang seterusnya. Hadis ini menerangkan bahawa maksud as "Syayatin" dalam ayat ini ialah penunggang kuda sedangkan maksud "auliyauhum" itu ialah kaum Quraisy. (Diriwayatkan oleh at Thabarani dan yang lainnya dari Ibnu Abbas) 

Surahal An'aam: 122. dan Adakah orang Yang mati (hatinya Dengan kufur), kemudian Kami hidupkan Dia semula (dengan hidayah petunjuk), dan Kami jadikan baginya cahaya (iman) Yang menerangi (sehingga dapatlah ia membezakan antara Yang benar Dengan Yang salah, dan dapatlah) ia berjalan Dengan suluhan cahaya itu Dalam masyarakat manusia, (adakah orang Yang demikian keadaannya) sama seperti Yang tinggal tetap di Dalam gelap-gelita (kufur), Yang tidak dapat keluar sama sekali daripadanya? Demikianlah (sebagaimana iman itu diperlihatkan keelokannya kepada orang-orang Yang beriman), diperlihatkan pula pada pandangan orang-orang Yang kafir itu akan keelokan apa Yang mereka telah lakukan (dari perbuatan kufur dan Segala jenis maksiat).

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa penurunan ayat ini (Surah al An'aam: 6: 122) adalah berkenaan dengan Umar dan Abu Jahal. [Dalam sejarah ada dikemukakan bahawa Rasulullah s.a.w. pernah berdoa: "Wahai Tuhan kami, semoga Islam berjaya dengan sebab salah seorang di antara dua Umar iaitu Umar bin Khattab atau Amr bin Hisyam {Abu Jahal}." Ternyata Umar bin Khattab yang masuk Is¬lam dan dialah yang dimaksudkan dengan "orang yang tadinya mati kemudian dihidupkan" dan Amr bin Hisyam yang dimaksudkan dengan "orang yang tetap berada dalam kegelapan."] surah al an'aam (Diriwayatkan oleh Abu Syaikh dari Ibnu Abbas) (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarirdari ad Dlahhaq) 

Surah al An'aam: 141. dan Dia lah (Allah) Yang menjadikan (untuk kamu) kebun-kebun Yang menjalar tanamannya dan Yang tidak menjalar; dan pohon-pohon tamar (kurma) dan tanaman-tanaman Yang berlainan (bentuk, rupa dan) rasanya; dan buah zaiton dan delima, Yang bersamaan (warnanya atau daunnya) dan tidak bersamaan (rasanya). makanlah dari buahnya ketika ia berbuah, dan keluarkanlah haknya (zakatnya) pada hari memetik atau menuainya; dan janganlah kamu melampau (pada apa-apa jua Yang kamu makan atau belanjakan); Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang Yang melampau.

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa terdapat orang-orang yang mendapat hasil penuaian yang banyak tetapi tidak mengeluarkan zakat dan hidup berfoya-foya. Maka turunlah ayat di atas sebagai perintah untuk mengeluarkan zakatdari hasil penuaian. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Abi Aliah) 
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa ayat ini turun berkenaan dengan Thabit bin Qais bin Syammas yang menuai buah kurma, kemudian mereka berpesta-pesta sehingga pada petang harinya tidak ada sebiji buah kurma pun yang tinggal di rumahnya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Juraij)

No comments:

Post a Comment

 
back to top