Tuesday, January 22, 2019

ASBABUN NUZUL SURAH 2 – AL BAQARAH AYAT 221

0 Comments

ASBABUN NUZUL SURAH 2 – AL BAQARAH AYAT 221

TURUNNYA SURAH 2 – AL BAQARAH AYAT 221

Kisah Abdullah ibn Ruwahah yang tidak henti-hentinya mencari Allah hingga menikah dengan budak negro yang muslim.
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayatNya (perintah-perintahNya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”. ~ QS 2 – Al Baqarah : 221 ~
Adalah seorang penyair ulung yang tinggal di Yatsrib (Madinah Al Munawarah) bernama Abdullah ibn Ruwahah, semasa Islam belum masuk ke Madinah dia sering merenung menatap matahari, bulan, bintang yang beredar mengikuti pergantian dan malam. ‘Siapakah yang menciptakan semua ini...? Sedangkan berhala-berhala yang penduduk Madinah sembah adalah barang mati yang tidak bisa apa-apa’.
Begitu mendengar berita dari para kafilah bahwa di Mekkah ada seorang utusan Tuhan yang menyeru manusia untuk menyembah Allah. Tuhan Yang Maha Esa, maka ia bersama teman-temannya yang meyakini utusan ini berangkat ke Mekkah untuk menemuinya. Setelah bertemu dengan Rasulullah di Mekkah, mereka di bai’at di depan Aqobah untuk masuk Islam, berjanji akan melindungi Rasulullah dan ikut menyebarkan agama Islam.
Pada saat Rasulullah hijrah dari Mekkah ke Madinah, Abdullah ibn Ruwahah ikut menyambutnya, menemani Rasulullah menyelusuri jalan-jalan di Yatsrib. Dia juga ikut mendirikan masjid secara bergotong royong dan setelah selesai Bilal mengumandangkan adzan untuk pertama kalinya diimami oleh Rasulullah.
Suatu hari Abdullah ibn Ruwahah datang menghadap Rasulullah menyatakan bahwa dia sangat menyesal telah memaki bahkan meludahi budak hitam wanita miliknya, karena melakukan kesalahan. Sungguh Abdullah merasa menyesal telah melakukan itu dan berharap budaknya mau memaafkannya.
Rasulullah berkata: ‘Apakah agama budakmu itu...?’
Abdullah menjawab: ‘Dia telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Ia mendirikan shalat, berwudhu dengan baik dan berpuasa...’
Rasulullah ingin menegaskan bahwa dalam Islam, kedudukan seorang budak sebagai manusia sama dengan manusia yang lain: ‘Wahai Abdullah... budakmu itu seorang Mukmin...’
Allah membukakan hati Abdullah ibn Ruwahah sehingga dia menyadari bahwa sebenarnya dia mencintai, menyayangi budak negro itu yang disifati Rasulullah sebagai wanita mukmin yang harus dilindungi dan dimuliakan. Maka tanpa ragu-ragu lagi dia berkata: ‘Wahai Rasulullah, demi Dzat yang mengutusmu dengan hak sebagai Nabi, sungguh aku akan memerdekakan dan menikahinya...’. Dia lalu bergegas menemui budaknya untuk minta maaf, memerdekakannya dan menikahinya.
Kejadian ini tentu saja membuat heran dan mengejutkan para sahabatnya, bagaimana mungkin seorang pemimpin suku yang dipilih sebagai utusan pada hari Aqobah menikahi seorang budak negro... Sungguh tidak sepadan dengan kedudukannya yang mulia. Sebenarnya ia dapat saja menikahi seorang wanita mulia dari kaumnya, meskipun bukan seorang Muslimah.
Allah Subhanahu wa ta’ala berkehendak mengungkapkan kebenaran, sehingga Dia menurunkan ayat Al Qur’an kepada Rasulullah sebagai berikut:
“Wa laa tankihul musyrikaati hattaayu’minn. Wala amatummu’minatun khairum mimmusyrikatiw walau a’jabatkum. Ulaaika yad’uuna ilannaar. Wallaahu yad’uu ilaljannati walmaghfirati bi idznih. Wa yubayyinu aayaatihii linnaasi la’allahum yatadzakkaruu”.
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayatNya (perintah-perintahNya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”. ~ QS 2 – Al Baqarah : 221 ~
Komunitas Madinah semakin kokoh dan mulia berkat kemuliaan Islam, namun demikian gangguan dari kaum munafik dan Yahudi tetap saja terjadi. Untuk ketentraman komunitas Madinah, Rasulullah membuat perjanjian dengan kaum Yahudi untuk hidup berdampingan dengan kaum Muslim. Namun kaum Yahudi telah menghianati perjanjian ini bahkan menantang kaum Muslim. Mereka tidak suka Islam berkembang di Madinah maupun di jazirah Arab bahkan mereka bersekongkol dengan kaum Musyrikin Mekkah untuk bersama-sama menyerang kaum Muslim.
Allah SWT menyikapi sifat-sifat kaum Yahudi ini dengan turunnya ayat dalam Al Qur’an:
“Ulaaikalladziina la’anahumullaahu fa ashammahum wa a’maa abshaa rahum”
“Mereka itulah orang-orang yang dila’nati (dikutuk) Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka”. ~ QS 47 – Muhammad : 23 ~
Abdullah ibn Ruwahah dapat merasakan kesedihan saudara-saudaranya kaum Muhajirin yang ditindas, disiksa, dirampas hartanya oleh kaum Quraisy. Mereka berhak untuk membalasnya.
Pada suatu hari terjadilah pertengkaran antara 3 orang kafilah dagang Quraisy dengan kaum Muhajirin dan perkelahian inilah yang memicu terjadinya Perang Badar. Abdullah ibn Ruwahah merasa terpanggil dan berkewajiban untuk membantu membalaskan saudara-saudara kaum Muhajirin yang telah disakiti dan terusir dari Mekkah. Dengan dibantu 2 orang Anshar dia mengajak berduel ketiga kafilah Quraisy itu, namun mereka menolaknya dan hanya mau berduel dengan kaum Muhajirin.
‘Wahai Muhammad, perintahkanlah tiga orang kaum Muhajirin yang pantas menghadapi kami...!’.
Mendengar tantangan itu majulah Hamzah ibn Abdul Muthalib (paman Rasulullah), Ali ibn Abi Thalib dan Ubaidah ibn Harits. Dari duel itu ketiga kafilah mati namun Ubaidah terluka.
Merasa teman-temannya mati terbunuh dalam duel, berangkatlah pasukan kafir Quraisy, termasuk Abdurrahman putera dari Abu Bakar Ash Shiddiq untuk mengajak pasukan Muslim berperang, inilah Perang Badar terjadi dengan kemenangan di pihak kaum Muslim.
Abdullah ibn Ruwahah sangat mencintai Rasulullah, ta’at akan perintah Allah dan RasulNya serta dia adalah seorang pejuang Muslim yang berperang membela Islam dengan gagah berani. Ia benar-benar ikhlas berjihad di jalan Allah. Dia mati syahid bersama dengan Zaid ibn Haritsah dan Ja’far ibn Abi Thalib pada perang melawan tentara Romawi. Semoga Allah merahmatinya.
Bekasi, 22 Jumadil Awal 1436 Hijriyah atau 13 Maret 2015.
Edited and posted by: Rika Rakasih
Sumber : Kitab Asbabun Nuzul
Penulis : Fathi Fauzi Abd Al Mu’thi
Disarikan oleh : Idih Ruskanda
Thema : Al Baqarah (2) - Ayat 221 - Abdullah ibn Ruwahah tidak henti-hentinya mencari Allah hingga menikah dengan budak negro yang muslim

Monday, April 6, 2015

ASBABUN NUZUL SURAH 33 – AL AHZAB AYAT 36, 37, 53

TURUNNYA SURAH 33 – AL AHZAB AYAT 36, 37, 53

Kisah Pernikahan Rasulullah dengan Zainab yang diatur oleh Allah Subhanahu wa ta’ala
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan ni’mat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi ni’mat kepadanya: ‘Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah’, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mu’min untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi”. ~ QS 33 – Al Ahzab : 37 ~
Zaid ibn Haritsah adalah budak milik Siti Khadijah yang dihibahkan kepada Rasulullah dan selanjutnya diangkat anak angkat oleh Rasulullah. Ia sangat disayangi dan dipenuhi segala kebutuhannya. Saat diangkat menjadi anak angkat Rasulullah, namanya diganti menjadi Zaid ibn Muhammad, namun dengan turunnya Surah Al Ahzab ayat 4, 5 dan 40, namanya dikembalikan menjadi Zaid ibn Haritsah.
Karena kecintaannya kepada Zaid, Rasulullah berniat menikahkannya dengan puteri bibi beliau yaitu Zainab bint Jahsy dengan maksud untuk menghapus sekat pembeda kasta maupun status sosial. Rasulullah ingin menegaskan bahwa didalam Islam tidak membedakan sesama muslim, kecuali tingkat ketakwaan dan amal shalehnya.
Zainab dikenal seorang puteri yang cantik, memiliki garis keturunan bangsawan, cucu Abdul Muthalib pemuka Quraisy dan saudagar, disamping itu dia sangat dermawan. Mendengar dirinya akan dinikahkan dengan Zaid yang bekas budak, Zainab sangat kaget dan memandang dirinya tidak pantas untuk bersanding dengan seorang bekas budak serta akan disejajarkan dengan isteri pertama Zaid, yaitu Ummu Aiman yang sama-sama budak belian. Apa yang akan dikatakan orang...? Seorang puteri bangsawan bersanding dengan seorang bekas budak belian. Menurutnya belum pernah ada sejarah kaum ningrat menikah dengan budak atau pembantu. Pantasnya dia dinikahkan dengan laki-laki yang sederajat. Karena itu dia menolak tawaran Rasulullah.
Sebenarnya apa yang diinginkan Zainab bisa saja terjadi, tetapi kehendak Allah tidaklah sama. Allah berfirman:
“Wa maa kaana limu’minati idzaaqadallaahu wa rasuuluhuu amran ayyakuuna lahumulkhiyaratu min amrihim. wa mayya’shillaaha wa rasuulahuu faqad dhalla dhalaalammubiinaa”.
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”.
~ QS 33 – Al Ahzab : 36 ~
Akhirnya untuk menyenangkan Rasulullah dan takut di cap durhaka, maka Zainab mau dinikahkan dengan Zaid meskipun hatinya tidak sepenuhnya bisa menerima kenyataan itu.
Zaid sudah berusaha sekuat mungkin untuk membahagiakan Zainab, tetapi hati isterinya tetap congkak dan sombong pada suaminya serta masih menganggap suaminya adalah budak. Konflik rumah tangga makin meruncing dan keutuhan rumah tangga mulai tercabik-cabik dengan sering terlontarnya kata-kata yang tidak pantas dari Zainab untuk melukai kelelakian dan menyakiti perasaan Zaid.
Rasulullah sudah berusaha keras mendamaikan mereka. Beliau minta Zaid untuk bersabar juga menasihati Zainab agar tunduk pada suami dan tidak sombong.
Jurang perselisihan antara Zaid dan Zainab semakin menganga lebar, mengeruhkan samudera hati berdua. Kepada Rasulullah Zaid mengemukakan keinginannya untuk menceraikan isterinya, tapi beliau meminta Zaid untuk bersabar mempertahankannya. Akhirnya rumah tangga mereka sulit dipertahankan dan Zaid menceraikan Zainab.
Karena merasa bertanggung jawab atas anak pamannya itu yang dulu dipaksa untuk menikah dengan Zaid, Rasulullah berfikir untuk menikahi Zainab, tapi hal ini bisa menjadi desas desus yang tidak mengenakkan. Apa kata orang jika beliau diketahui menikahi mantan isteri anak angkatnya...? Maka keinginan beliau itu disimpan dihati yang dalam, sampai Allah Subhanahu wa ta’ala menurunkan ayat:
“Wa idztaquulu lilladzii an’amallaahu ‘alaihi wa an’amta ‘alaihi amsik ‘alaika zaujaka wattaqillaaha watukhfii fii nafsika mallaahu mubdiihi watakhsyannaasa. Wallaahu ahaqqu an takhsyaahu. Falammaa qadhaa zaidumminhaa watharaa. Zawwajnaakahaa likai laa yakuuna ‘alalmu’miniina harajun fii azwaaji ad’ibaa ihim idzaa qadau minhunna watharaa. Wa kaana amrullaahi maf’uulaa”.
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan ni’mat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi ni’mat kepadanya: ‘Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah’, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mu’min untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi”. ~ QS 33 – Al Ahzab : 37 ~
Akhirnya Rasulullah menikahi Zainab yang dirayakan dengan menggelar pesta meriah. Pernikahan Rasulullah dengan Zainab ini bukanlah semata-mata karena dorongan biologis pada diri Rasulullah, atau hasrat merajut cinta diantara mereka. Tapi Allah Subhanahu wa ta’ala sengaja menginginkan pernikahan tersebut untuk mengajarkan sebuah Kaidah Fiqih dalam Islam, yaitu seseorang diperbolehkan menikahi mantan isteri anak angkatnya.
Kedudukan anak angkat dalam Islam tidak sama dengan anak kandung yang terkait dengan garis keturunan dan aturan waris. Anak angkat tidak lebih dari orang lain yang dipelihara, disayangi dan dipenuhi kebutuhannya seperti kepada anaknya sendiri.
Zainab hidup bersama Rasulullah, sebagaimana isteri-isteri Rasulullah yang lain, namun bagi Zainab pernikahan ini merupakan kebanggaan, karena dia dinikahkan oleh ketentuan Allah Subhanahu wa ta’ala, sebagaimana Rasulullah sabdakan: ‘Semoga Allah merahmati Zainab bint Jahsy. Di dunia ini telah menerima kehormatan yang tiada duanya, yaitu bahwa Allah menikahkanku dengannya’.
Ditengah kemeriahan pesta, sesuatu terjadi... Karena begitu banyak orang yang bersuka cita, otomatis mereka hilir mudik di rumah Rasulullah. Suasana seperti ini tentu saja membuat Rasulullah dan isterinya tidak nyaman dan sulit bagi Rasulullah untuk mencegahnya. Akhirnya beliau sendiri yang mengungsi.
Pada saat itu Allah Subhanahu wa ta’ala menurunkan ayat:
“Yaa ayyuhalladziina aamanuu laa tadkhuluu buyuutannabiyyi illaa ayyu’dzanalakum ilaa tha’aamin ghairanaadhiriina inaahu walaakin idzaadu’iitum fadkhuluu faidzaa tha’imtum fantasyiruu wa laa musta’nisiina lihidiits. Innadzaalikum kaanayu’dzinnabiyya fayastahyii minkum. Wallaahu laa yastahyii minalhaq. Waidzaasa altumuu hunna mataa’an fas aluuhunna miwwaraa i hijaab. Dzaalikum athharu liquluubikum wa quluu bihinn. Wa maa kaana lakum an tu’dzuu rasuulallaahi wa laa an tankihuu azwaajahuu mim ba’dihii abadaa. Inna dzaalikum kaana ‘indallaahi ‘adhiimaa.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik  memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan  mengganggu Nabi sehingga dia (Nabi) malu kepadamu (untuk menyuruhmu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. (Cara) yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak boleh (pula) menikahi isteri-isterinya selama-lamanya setelah (Nabi wafat). Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) disisi Allah”. ~ QS 33 – Al Ahzab : 53 ~
Ayat ini pula mengharuskan isteri-isteri Rasulullah untuk mengenakan hijab dan melarang menikahi mantan isteri Rasulullah kelak setelah beliau wafat.
Zainab mendampingi Rasulullah dan para isteri lainnya juga ikut perang Khandaq dan Haji Wada. Zainab-lah isteri yang pertama menyusul Rasulullah ...

No comments:

Post a Comment

 
back to top