Sunday, January 20, 2019

88. Asbabun Nuzul Surah 8 Al-Anfaal (1-6)

0 Comments

Asbabun Nuzul Surah Al-Anfaal (1)

28JAN
1. “Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: “Harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul*, oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman.”
(al-Anfaal: 1)
*Maksudnya: pembagian harta rampasan itu menurut ketentuan Allah dan RasulNya.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, an-Nasa-i, Ibnu Hibban, dan al-Hakim, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa Nabi saw. bersabda: “Barang siapa yang membunuh (musuh), ia akan mendapat sejumlah bagian tertentu, dan barang siapa yang menawan musuh, iapun akan mendapat bagian tertentu pula. Pada waktu itu para orang tua tinggal menjaga bendera, sedang para pemuda maju ke medan jihad menyerbu musuh dan mengangkut ghanimah. Berkatalah para orang tua kepada para pemuda: “Jadikanlah kami sekutu kalian, karena kamipun turut bertahan dan menjaga tempat kembali kalian.” Hal ini mereka adukan kepada Nabi saw.. Maka turunlah ayat ini (al-Anfaal: 1) yang menegaskan bahwa ghanimah itu merupakan ketetapan Allah dan jangan menjadi bahan pertengkaran.
Diriwayatkan oleh Ahmad yang bersumber dari Sa’d bin Abi Waqqash bahwa dalam Peperangan Badr ‘Umair terbunuh, dan Sa’d bin Abi Waqqash (saudaranya) dapat membunuh kembali pembunuhnya, yaitu Sa’id bin al-‘Ash. Bahkan Sa’d dapat mengambil pedangnya, serta dibawanya pedang itu kepada Nabi saw.. Nabi saw. bersabda: “Simpanlah pedang itu di tempat barang rampasan yang belum dibagikan.” Sa’d pun pulang dengan perasaan sedih karena saudaranya terbunuh dan rampasannya diambil. Tiada lama kemudian turunlah ayat ini (al-Anfaal: 1) yang menegaskan tentang kedudukan ghanimah. Nabi bersabda kepada Sa’d bin Abi Waqqash: “Ambillah pedangmu itu.”
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan an-Nasa-i, yang bersumber dari Sa’d bahwa dalam Perang Badr, Sa’d menghadap Rasulullah saw. dan membawa sebilah pedang. Ia berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah telah menyembuhkan sakit hatiku terhadap kaum musyrikin (membunuh pembunuh saudaraku dan merampas pedangnya). Karenanya berikanlah pedang ini padaku.” Rasulullah menjawab: “Pedang ini bukan kepunyaanku, juga bukan kepunyaanmu.” Sa’d berkata: “Mudah-mudahan pedang ini diberikan kepada orang yang tidak mendapat cobaan sebagaimana cobaan yang kuderita.” Beberapa lama kemudian, Rasulullah datang kepada Sa’d dan bersabda: “Engkau telah meminta pedang ini dariku di saat belum menjadi milikku, dan sekarang telah menjadi milikku. Ambillah pedang itu.” Dan turunlah ayat ini (al-Anfaal: 1) berkenaan dengan peristiwa tersebut, sebagai larangan mengambil ganimah sebelum ada ketetapan Allah dan Rasul-Nya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid bahwa orang-orang menuntut yang seperlima lagi dari ghanimah setelah mereka terima yang empat perlimanya. Maka turunlah ayat ini (al-Anfaal: 1) yang menegaskan bahwa bagian itu diperuntukkan bagi Allah dan Rasul-Nya.
5. “Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dan rumahmu dengan kebenaran*, padahal Sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya,”
(al-Anfaal: 5)
*Maksudnya: menurut Al Maraghi: Allah mengatur pembagian harta rampasan perang dengan kebenaran, sebagaimana Allah menyuruhnya pergi dari rumah (di Madinah) untuk berperang ke Badar dengan kebenaran pula. menurut Ath-Thabari: keluar dari rumah dengan maksud berperang.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Marduwaih, yang bersumber dari Abu Ayyub al-Anshari. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, bahwa ketika Rasulullah mendengar bahwa kafilah yang dipimpin Abu Sufyan telah mendekati Madinah dalam perjalanan pulang menuju Mekah, beliau bersabda: “Bagaimana pendapat kalian tentang kafilah itu, mudah-mudahan Allah menjadikan kafilah ini ghanimah bagi kita dan menyelamatkan kita.” Maka berangkatlah mereka keluar kota Madinah menyongsong kafilah tersebut. Setelah sehari atau dua hari dalam perjalanan, beliau bertanya lagi: “Bagaimana pendapat kalian tentang mereka?” Sebagian kaum Muslimin menjawab: “Kita tidak akan kuat melawan mereka, karena kita tidak akan menyongsong kafilah Abu Sufyan saja.” Berkatalah al-Miqdad: “Janganlah kalian berkata seperti kaum Nabi Musa (maksudnya: berangkatlah kamu dengan Tuhanmu dan berperanglah, kami di sini akan duduk menunggu).” Ayat ini (al-Anfaal: 5) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, sebagai sindiran kepada sebagian kaum Mukminin yang tidak suka mengikuti jejak Rasulullah.
9. “(ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut”.
(al-Anfaal: 9)
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi yang bersumber dari ‘Umar bin al-Kaththab bahwa Nabi saw. melihat kaum musyrikin berjumlah seribu orang, sedang shahabat-shahabatnya hanya berjumlah tiga ratus dan beberapa belas kuda saja. Beliaupun menghadap kiblat dan mengangkat tangannya seraya memohon kepada Allah dengan perasaan sedih: “Ya Rabbana, kabulkanlah apa yang telah dijanjikan kepadaku. Ya Rabbana, sekiranya Engkau membinasakan golongan Muslimin, tidak akan ada lagi yang menyembah-Mu di bumi ini.” Tiada henti-hentinya beliau memohon dengan perasaan sedih, dengan mengangkat tangan sambil menghadap kiblat, sehingga selendangnya pun jatuh. Datanglah Abu Bakr mengambil selendang tadi seraya meletakkannya di pundak beliau. Kemudian Abu Bakr merangkul beliau dari belakang sambil berkata: “Wahai Nabiyullah, cukuplah jeritan hatimu itu. Sesungguhnya Rabb-mu akan meluluskan permintaanmu dan menepati janji-Nya.” Ayat ini (al-Anfaal: 9) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, sebagai janji Allah untuk mengabulkan doa orang yang meminta dengan sungguh-sungguh. Dalam peristiwa tersebut, Allah menurunkan malaikat yang berbondong-bondong.

asbabun Nuzul Surah Al-Anfaal (2)

17. “Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”
(al-Anfaal: 17)
Diriwayatkan oleh al-Hakim dari Sa’id bin al-Musayyab yang bersumber dari bapaknya. Isnad hadits ini shahih, hanya saja gharib. Bahwa pada waktu peperangan Uhud, Ubay bin Khalaf bermaksud menyerang Nabi saw. –dan dibiarkan oleh kawan-kawannya yang pada waktu itu menyongsong pasukan Rasulullah- akan tetapi dihadang oleh Mush’ab bin ‘Umair. Rasulullah saw. melihat bagian dada Ubay yang terbuka antara baju dan topinya, lalu ditikam oleh Rasulullah saw dengan tombaknya. Ubay jatuh rebah dari kudanya serta salah satu tulang rusuknya patah, akan tetapi tiada mengeluarkan darah. Teman-teman Ubay datang mengerumuninya saat ia meraung-raung kesakitan. Mereka berkata: “Alangkah pengecutnya engkau, bukankah itu hanya goresan sedikit saja?” Ubay mengatakan bahwa Rasulullah telah menikamnya, seraya mengingatkan sabda Rasulullah yang bersumpah: “Seandainya yang terkena kepada Ubay itu terkena pula pada sekampung Dzilmajaz (nama suatu daerah), pasti mereka akan mati semuanya.”
Ubay bin Khalaf mati sebelum sampai ke Mekah. Turunnya ayat ini (al-Anfal: 17) berkenaan dengan peristiwa tersebut, sebagai penegasan bahwa sebenarnya Allah-lah yang membunuhnya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Abdurrahman bin Jubair. Hadits ini mursal, sanadnya jayyid (baik), akan tetapi gharib. Bahwa pada peperangan Khaibar, Rasulullah saw. meminta panah, dan memanahkannya ke benteng. Anak panah tersebut mengenai Ibnu Abil Haqiq hingga iapun terbunuh di tempat tidurnya. Allah menurunkan ayat ini (al-Anfaal: 17) berkenaan dengan peristiwa tersebut, sebagai penegasan bahwa yang melempar panah itu adalah Allah swt.
Keterangan: Hadits yang masyur berkenaan dengan turunnya ayat ini (al-Anfaal: 17) adalah peristiwa yang terjadi dalam perang Badr, di waktu Rasulullah saw. melemparkan segenggam batu-batu kecil hingga menyebabkan banyak yang mati di kalangan musuh.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, dan ath-Thabarani, yang bersumber dari Hakim bin Hizam. Diriwayatkan pula oleh Abusy Syaikh yang bersumber dari Jabir dan Ibnu ‘Abbas. Dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dari sumber lain, tapi mursal. Bahwa di waktu perang Badr, para shahabat mendengar suara gemuruh dari langit ke bumi, seperti suara batu-batu kecil jatuh ke dalam bejana. Rasulullah saw. melempari lawannya dengan batu-batu kecil tadi sehingga kaum Muslimin pun menang. Ayat ini (al-Anfaal: 17) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang menegaskan bahwa sesungguhnya yang melemparkan batu-batu itu adalah Allah di saat Nabi melemparkannya.
19. “Jika kamu (orang-orang musyrikin) mencari keputusan, Maka Telah datang Keputusan kepadamu; dan jika kamu berhenti*; Maka Itulah yang lehih baik bagimu; dan jika kamu kembali**, niscaya kami kembali (pula)***; dan angkatan perangmu sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sesuatu bahayapun, biarpun dia banyak dan Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang beriman.”
(al-Anfaal: 19)
*Maksudnya: berhenti dari memusuhi dan memerangi rasul.
**Maksudnya: kembali memusuhi dan memerangi rasul.
***Maksudnya: Allah memberi pertolongan kepada rasul.
Diriwayatkan oleh al-Hakim yang bersumber dari ‘Abdullah bin Tsa’labah bin Sha’ir. Bahwa Abu Jahl pernah meminta kemenangan kepada Allah ketika pasukannya bertemu dengan pasukan kaum Muslimin. Ia berdoa: “Ya Allah, siapa sebenarnya yang memutuskan silaturahim dan datang membawa ajaran yang tidak dikenal. Buktikanlah kemusnahannya besok.” Itulah permintaan kemenangan yang disebut Allah dalam ayat ini (al-Anfaal: 19).
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari ‘Athiyyah bahwa Abu Jahl pernah berdoa: “Ya Allah, tolonglah yang paling mulia diantara dua golongan ini, yang paling terhormat diantara dua pasukan ini.” Maka turunlah ayat ini (al-Anfaal: 19) sebagai penegasan bahwa kemenangan ada di pihak kaum Muslimin yang paling mulia dan terhormat.
27. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu Mengetahui.”
(al-Anfaal: 27)
Diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur dan lain-lain, yang bersumber dari ‘Abdullah bin Abi Qatadah bahwa turunnya ayat ini (al-Anfaal: 27) berkenaan dengan Abu Lubabah bin ‘Abdil Mundzir (seorang Muslim) yang ditanya oleh Bani Quraizhah (yang memusuhi kaum Muslimin), waktu perang Quraizhah, tentang rencana kaum Muslimin terhadap mereka. Abu Lubabah memberi isyarat dengan tangan pada lehernya (maksudnya akan dibunuh). Setelah turun ayat ini (al-Anfaal: 27), Abu Lubabah menyesali perbuatannya karena membocorkan rahasia kaum Muslimin. Ia berkata: “Teriris hatiku hingga kedua kakiku tidak dapat digerakkan, karena aku merasa telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan lain-lain yang bersumber dari Jabir bin ‘Abdillah. Sanad hadits ini sangat gharib, dan susunan bahasanya pun perlu diteliti kembali. Bahwa Abu Sufyan meninggalkan Mekah (untuk memata-matai kegiatan kaum Muslimin). Hal ini disampaikan Jibril kepada Nabi saw.. Bersabdalah Rasulullah saw. kepada para shahabat: “Abu Sufyan sekarang berada di suatu tempat. Tangkaplah dan tahanlah dia.” Seorang dari kaum munafikin yang mendengar perintah Rasul itu memberitahukannya dengan surat kepada Abu Sufyan agar ia berhati-hati karena Nabi Muhammad telah mengetahui maksudnya. Maka turunlah ayat ini (al-Anfaal: 27) sebagai peringatan untuk tidak berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari as-Suddi bahwa kaum Muslimin mendengarkan perintah Nabi saw. (yang perlu dirahasiakan), tetapi disebarkan di antara kawan-kawannya sehingga sampai pula kepada kaum musyrikin. Maka turunlah ayat ini (al-Anfaal: 27) yang menegaskan bahwa penyebaran perintah seperti itu berarti berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Asbabun Nuzul Surah Al-Anfaal (3)

28JAN
tulisan arab alquran surat al anfaal ayat 30“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (al-Anfaal: 30)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ketika segolongan kaum Quraisy dan pembesar dari suku-suku lainnya akan memasuki Darun Nadwah (balai pertemuan), iblis, yang menyeru (menyamar) sebagai orang yang patut dipertuankan dan dihormati, menghadang mereka. Ketika melihatnya, mereka bertanya: “Siapakah tuan?” Iblis menjawab: “Saya seorang syekh dari Najd yang ingin mendengar apa yang akan dimusyawarahkan oleh kalian (tentang Muhammad), dan ingin menyaksikan permusyawaratan itu. Mudah-mudahan aku dapat menyumbangkan fikiran dan nasehat.” Merekapun menyetujuinya. Lalu iblis pun masuk bersama mereka.
Syekh Najd (iblis) berkata: “Bagaimana pendapat kalian tentang (hukuman yang pantas bagi) Muhammad?” Salah seorang dari mereka berkat: “Masukkan saja ke dalam penjara dan ikatlah kaki dan tangannya sampai mati, sebagaimana matinya dua orang penyair, Zuhair dan an-Nabighah, karena perbuatannya pun sama seperti salah seorang diantara mereka.” ‘Aduwwullah (si musuh Allah) Syekh Najd berkata: “Demi Allah, pendapat seperti itu tidak baik, karena nanti akan ada orang yang simpati kepadanya, lalu memberitahukan tempat tahanannya kepada shahabat-shahabatnya. Mereka akan segera menyerbu, mengambil dari tangan kalian dan menjaganya. Dengan demikian kalian tidak akan aman dari gangguan mereka yang akan mengusir kalian dari negeri ini. Cobalah keluarkan pendapat yang lain.”
Salah seorang lainnya berkata: “Usir saja dia dari negeri kita, agar kita dapat terbebas dari gangguan dan ucapannya.” Berkatalah Syekh Najd: “Demi Allah pendapat inipun tidak baik. Apakah tuan-tuan tidak mengenal omongannya yang begitu menarik, lisannya yang begitu lincah, dan perkataannya yang begitu manis? Demi Allah jika kalian berbuat demikian, orang Arab dan segala suku akan mengikutinya dan menurut kepadanya. Akhirnya mereka akan bersatu padu mengusir kalian dari tanah tumpah darah kalian dan akan membunuh kalian.” Mereka berkata: “Benar, demi Allah, cobalah kemukakan pendapat yang lainnya.” Abu Jahl berkata: “Demi Allah, aku akan memberikan pendapat yang tidak ada taranya.”
Mereka berkata: “Bagaimana pendapatmu itu?” Abu Jahl berkata: “Kamu ambil dari setiap kabilah, seorang pemuda yang kuat dan gagah berani. Masing-masing dibekali pedang yang tajam dan ditugasi mencincang Muhammad bersama-sama, sehingga pertanggungjawabannya terbagi ke seluruh kabilah. Aku yakin, Bani Hasyim tidak akan mampu melawan seluruh suku Quraisy.”
Pendapat ini diterima dan diputuskan secara aklamasi karena menurut mereka masuk akal. Maka berkatalah Syekh Najd: “Demi Allah, itu buah pikiran yang sangat baik. Aku tidak mendapat yang lainnya.” Merekapun bubar dari tempat pertemuan itu untuk melaksanakan keputusannya.
Maka datanglah Jibril kepada Nabi saw. memerintahkan agar beliau tidak tidur di tempat yang biasa, dan menyampaikan keputusan pertemuan mereka. Maka Rasulullah pada malam itu tidak bermalam di rumahnya. Allah memberi izin kepada beliau untuk meninggalkan kota Mekah. Ayat ini (al-Anfaal: 30) turun setelah Rasulullah sampai ke Madinah, yang menerangkan Nikmat yang diberikan Allah kepada beliau (agar disyukuri).
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari ‘Ubaid bin ‘Umair yang bersumber dari al-Muththalib bin Abi Wada’ah, bahwa Abu Thalib bertanya kepada Nabi saw.: “Tahukah engkau apa yang dimusyawarahkan oleh kaum-mu (Quraisy)?” Nabi menjawab: “Mereka akan memenjarakanku, membunuhku, atau mengusirku.” Berkatalah Abu Thalib: “Siapa yang memberitahu hal itu kepadamu?” Nabi menjawab: “Raab-ku.” Abu Thalib berkata: “Rabb-mu adalah sebai-baik Rabb. Aku berwasiat agar engkau berbuat baik kepada-Nya.” Nabi bersabda: “Aku menerima perintah-Nya dengan sebaik-baiknya, dan Rabb-ku telah berbuat baik kepadaku.” Maka turunlah ayat ini (al-Anfaal: 30) berkenaan dengan peristiwa tersebut.
Ibnu Katsir berkata: “Hadits ini gharib bahkan munkar, karena menyebut Abu Thalib pada riwayat hijrah, padahal Abu Thalib sudah meninggal sebelumnya.”
31. “Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat kami, mereka berkata: “Sesungguhnya kami Telah mendengar (ayat-ayat yang seperti ini), kalau kami menhendaki niscaya kami dapat membacakan yang seperti ini, (Al Quran) Ini tidak lain hanyalah dongeng-dongengan orang-orang purbakala”.
(al-Anfaal: 31)
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Sa’id bin Jubair bahwa Rasulullah saw. menetapkan hukum bunuh bagi penjahat perang dalam perang Badr, yaitu bagi ‘Uqbah bin Abi Mu’aith, Tha’imah bin ‘Adi, dan an-Nadlr bin al-Harits. Akan tetapi al-Miqdad berkeberatan atas putusan hukum mati bagi an-Nadlr bin al-Harits dengan berkata: “Ini tawananku, ya Rasulullah.” Rasulullah saw. menegaskan bahwa dialah orangnya yang mengatakan bahwa dirinya dapat membuat ayat seperti ayat-ayat al-Qur’an. Orang inilah (an-Nadlr) yang dimaksudkan dalam ayat tersebut di atas (al-Anfaal: 31).

Asbabun Nuzul Surah Al Anfaal (4)

32. “Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata: “Ya Allah, jika betul (Al Quran) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, Maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih”.
(al-Anfaal: 32)
33. “Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun*”
(al-Anfaal: 33)
*di antara Mufassirin mengartikan yastagfiruuna dengan bertaubat dan ada pula yang mengartikan bahwa di antara orang-orang kafir itu ada orang muslim yang minta ampun kepada Allah.
34. “Kenapa Allah tidak mengazab mereka padahal mereka menghalangi orang untuk (mendatangi) Masjidilharam, dan mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya? orang-orang yang berhak menguasai(nya) hanyalah orang-orang yang bertakwa. tetapi kebanyakan mereka tidak Mengetahui.”
(al-Anfaal: 34)
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Sa’id bin Jubair bahwa yang dimaksud dengan wa idz qaalallaahumma ing kaana haadzaa huwal haqq…(dan [ingatlah], ketika mereka [orang-orang musyrik] berkata: “Ya Allah, jika betul [al-Qur’an] ini, dialah yang benar….”) hingga akhir ayat (al-Anfaal: 32) ialah ucapan an-Nadlr bin al-Harits.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Anas bahwa Abu Jahl berkata: “Ya Allah, sekiranya al-Qur’an ini benar-benar dari-Mu, maka turunkanlah hujan batu dari langit atau timpakanlah kepada kami siksa yang pedih.” Maka turunlah ayat ini (al-Anfaal: 33) yang menjamin bahwa Allah tidak akan menimpakan siksaan dari langit selagi Nabi Muhammad masih ada dan selagi mereka bertobat.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa kaum musyrikin sedang tawaf di Baitullah dan berdoa: “Ghufraanaka, ghufraanaka (kami memohon ampunan-Mu, kami memohon ampunan-Mu)”. Maka Allah menurunkan ayat ini (al-Anfaal: 33) yang menegaskan bahwa Allah tidak akan menyiksa mereka selama mereka bertobat.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Yazid bin Ruman dan Muhammad bin Qais bahwa kaum Quraisy sedang berbicara di antara mereka: “Muhammad telah dimuliakan oleh Allah lebih daripada kita.” Maka mereka berdoa: “Ya Allah sekiranya Muhammad itu benar utusan-Mu, timpakanlah batu dari langit kepada kami.” Pada sore harinya mereka menyesali ucapannya itu, dan bertobat dengan ucapan ghufraanakallaahumma (kami memohon ampunan-Mu ya Allah). Maka Allah menurunkan ayat ini (al-Anfaal: 33-34) yang menjamin keselamatan mereka dari siksaan Allah selama mereka bertobat.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Abazi bahwa pada waktu Rasulullah berada di Mekah, Allah menurunkan, wa maa kaanallaahu li yu’adzdzlibahum wa angta fiihim… (dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka…) (al-Anfaal: 33); ketika Rasulullah saw. pindah ke Madinah, Allah menurunkan.. wamaa kanallaahu mu’adzdzibahum wa hum yastaghfiruun…( dan tidaklah [pula] Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun) (akhir al-Anfaal: 33), karena di Mekah masih tertinggal kaum Muslimin yang selalu bertobat. Setelah semuanya hijrah dari Mekah ke Madinah, Allah menurunkan, wa maa lahum al laa yu’adzdzibahumullah…(kenapa Allah tidak mengazab mereka..) (awal al-Anfaal: 34). Setelah itu Allah mengizinkan mereka membebaskan kota Mekah sebagai siksaan yang telah disebutkan dalam al-Qur’an.
35. “Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu.”
(al-Anfaal: 35)
Diriwayatkan oleh al-Wahidi yang bersumber dari Ibnu ‘Umar bahwa sebelum masuk Islam, apabila kaum Quraisy tawaf di Baitullah, mereka suka bertepuk tangan dan bersiul. Maka turunlah ayat ini (al-Anfaal: 35) sebagai ancaman terhadap perbuatan seperti itu.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Sa’id bahwa kaum Quraisy mengganggu Nabi saw. yang sedang tawaf dengan bertepuk tangan dan bersiul. Maka turunlah ayat ini (al-Anfaal: 35) sebagai ancaman kepada orang-orang yang suka mengganggu kaum Muslimin yang sedang ibadah.
36. “Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. mereka akan menafkahkan harta itu, Kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. dan ke dalam Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan,”
(al-Anfaal: 36)
Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq yang bersumber dari az-Zuhri, Muhammad bin Yahya bin Hibban, ‘Ashim bin ‘Umair bin Qatadah, dan al-Hushain bin ‘Abdirrahman. Hadits ini bersesuaian pula dengan hadits yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ketika orang-orang Quraisy ditimpa kekalahan dalam perang Badr dan pulang ke Mekah, ‘Abdullah bin Abi Rabi’ah, ‘Ikrimah bin Abi Jahl, dan Shafwan bin Umayyah, tokoh-tokoh Quraisy yang bapak-bapak dan anak-anaknya terbunuh dalam perang Badr, mengadakan pembicaraan denga Abu Sufyan dan rombongannya. Rombongan Abu Sufyan itu terdiri atas kaum saudagar yang selamat dari malapetaka perang Badr. Mereka berkata: “Hai golongan Quraisy. Sesungguhnya Muhammad telah menggentarkan kalian dan membunuh orang-orang yang paling baik diantara kalian. Bantulah kami dengan harta benda kalian untuk memeranginya. Mudah-mudahan kita bisa menebus kekalahan kita dan membalas dendam.” Merekapun menyetujui permintaan ini. Ayat ini (al-Anfaal: 36) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut. Yang menjanjikan bahwa Allah akan mengalahkan orang-orang yang menghambat jalan Allah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari al-Hakam bin ‘Utaibah bahwa turunnya ayat ini (al-Anfaal: 36) berkenaan dengan Abu Sufyan yang membiayai perang kaum musyrikin, sebanyak empat puluh uuqiyyah (ons) emas.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Abazi dan Sa’id bin Jubair, bahwa turunnya ayat ini (al-Anfaal: 36) berkenaan dengan Abu Sufyan yang mengongkosi dua ribu orang tentara Habasyah dalam Perang Uhud untuk memerangi Rasulullah saw.

Asbabun Nuzul Surah Al-Anfaal (5)

28JAN
47. “Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan.”
(al-Anfaal: 47)
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Muhammad bin Ka’b al-Qurazhi, bahwa ketika kaum Quraisy keluar dari Mekah menuju Perang Badr, mereka berpakaian indah-indah dan dibarengi barisan musik. Maka Allah menurunkan ayat ini (al-Anfaal: 47) yang melarang kaum Muslimin berbuat seperti mereka: sombong dan ria’.
48. “Dan ketika syaitan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan: “Tidak ada seorang manusiapun yang dapat menang terhadapmu pada hari ini, dan Sesungguhnya saya Ini adalah pelindungmu”. Maka tatkala kedua pasukan itu Telah dapat saling lihat melihat (berhadapan), syaitan itu balik ke belakang seraya berkata: “Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu, Sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat; Sesungguhnya saya takut kepada Allah”. dan Allah sangat keras siksa-Nya.”
(al-Anfaal: 48)
49. “(ingatlah), ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya berkata: “mereka itu (orang-orang mukmin) ditipu oleh agamanya”. (Allah berfirman): “Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, Maka Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
(al-Anfaal: 49)
Diriwayatkan oleh ath-Thabarani di dalam kitab al-Ausath, dengan sanad yang lemah, yang bersumber dari Abu Hurairah, bahwa pada waktu di Mekah Allah menurunkan kepada Nabi-Nya ayat, sayuhzamul jam’u wa yuwalluunad dubur (golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang) (al-Qamar: 45), bertanyalah ‘Umar bin al-Kaththab: “Persekutuan yang mana, ya Rasulullah?” pertanyaan tersebut diajukan sebelum terjadi perang Badr. Pada waktu kaum Quraisy dihancurkan dalam perang Badr, ‘Umar melirik kepada Rasulullah sambil melihat, dengan pedang terhunus di tangan, kepada bekas-bekas pertempuran yang bergelimangan mayat. Bersabdalah Rasulullah saw.: “Ayat, sayuhzamul jam’u wa yuwalluunad dubur (golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang) (al-Qamar: 45) itu berkenaan dengan peristiwa ini.” Dalam peristiwa Badr itu turun pula surah al-Mu’minuun ayat 64 berkenaan dengan mereka yang merintih-rintih minta tolong karena mendapat azab dari Allah swt.; dan surat Ibrahim ayat 28 berkenaan dengan mereka yang menukarkan nikmat Allah dengan kekufuran.
Dalam perang Badr ini Rasulullah melempari mereka dengan batu dan pasir, sehingga musuh-musuh itu mati karena mata dan mulutnya penuh dengan pasir dan batu. Maka turunlah surat al-Anfaal ayat 17 yang menegaskan bahwa kematian mereka bukan karena lemparan Muhammad, tapi karena lemparan Allah. Dalam peristiwa Badr ini pula turun surah al-Anfaal ayat 48 yang menegaskan bahwa iblis membakar semangat kaum musyrikin, tapi kemudian berlepas diri karena ia melihat kaum Muslimin mendapat bantuan pasukan malaikat yang tidak terlihat oleh kaum musyrikin. Dalam peristiwa itu pula ‘Utbah bin Rabi’ah dan orang-orang musyrikin lainnya berkata bahwa kaum Muslimin telah tertipu oleh agamanya. Maka Allah menurunkan surah al-Anfaal ayat 49 sebagai peringatan kepada kaum Mukminin untuk tetap bertawakal kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha Bijaksana.
55. “Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir, Karena mereka itu tidak beriman.”
(al-Anfaal: 55)
Diriwayatkan oleh Abusy Syaikh yang bersumber dari Sa’id bin Jubair bahwa turunnya ayat ini (al-Anfaal: 55) berkenaan dengan enam suku kaum Yahudi yang sangat kufur, di antaranya Ibnut Tabut.
58. “Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, Maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.”
(al-Anfaal: 58)
Diriwayatkan oleh Abusy Syaikh yang bersumber dari Ibnu Syihab bahwa Jibril datang kepada Rasulullah saw. dan berkata: “Engkau telah meletakkan senjata dan tetap berusaha mengajak mereka melaksanakan perdamaian. Allah telah mengizinkan kamu untuk menggempur Bani Quraizhah yang telah mengkhianatimu. Berangkatlah dan gempurlah mereka.” Turunnya ayat ini (al-Anfaal: 58) sebagai izin kepada Rasulullah saw. untuk menggempur orang-orang yang mengkhianati perjanjian.
64. “Hai nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu.”
(al-Anfaal: 64)
Diriwayatkan oleh al-Bazzar dengan sanad yang dhaif, dari ‘Ikrimah yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Hadits ini mempunyai beberapa syaahid (penguat) bahwa ketika ‘Umar masuk Islam, kaum musyrikin berkata: “Sekarang kekuatan kita telah seimbang dengan kekuatan kaum Muslimin.” Maka turunlah ayat ini (Al-Anfaal: 64) sebagai penambah semangat bagi Rasulullah dalam menghadapi kaum musyrikin.
Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dan lain-lain, dari Sa’id bin Jubair yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ketika kaum Muslimin telah mencapai jumlah 39 orang (laki-laki dan perempuan), dan menjadi 40 orang dengan masuknya ‘Umar, maka turunlah ayat ini (al-Anfaal: 64) yang menegaskan bahwa Allah dan orang-orang yang telah beriman cukup bagi Rasulullah untuk melawan kaum musyrikin.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dengan sanad yang sahih, yang bersumber dari Sa’id bin Jubair bahwa setelah 33 orang laki-laki dan 6 orang wanita masuk Islam (bergabung) bersama Nabi saw., serta ditambah dengan masuknya ‘Umar, turunlah ayat ini (al-Anfaal: 64) berkenaan dengan peristiwa tersebut.
Diriwayatkan oleh Abusy Syaikh dari Sa’id bin al-Musayyab bahwa turunnya ayat ini (al-Anfaal: 64) berkenaan dengan masuknya Islamnya ‘Umar bin al-Khaththab.

Asbabun Nuzul Surah Al-Anfaal (6)

65. “Hai nabi, Kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti*”
(al-Anfaal: 65)
*Maksudnya: mereka tidak mengerti bahwa perang itu haruslah untuk membela keyakinan dan mentaati perintah Allah. mereka berperang Hanya semata-mata mempertahankan tradisi Jahiliyah dan maksud-maksud duniawiyah lainnya.
66. “Sekarang Allah Telah meringankan kepadamu dan dia Telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar.”
(al-Anfaal: 66)
Diriwayatkan oleh Ishaq bin Rahawaih di dalam Musnad-nya, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ketika turun surah al-Anfaal ayat 65 yang mewajibkan perang satu lawan sepuluh, kaum Muslimin merasa keberatan sehingga Allah memberikan keringanan kepada mereka, yaitu setiap satu orang melawan dua orang, dengan menurunkan ayat berikutnya (al-Anfaal: 66)
67. “Tidak patut, bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
(al-Anfaal: 67)
68. “Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang Telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar Karena tebusan yang kamu ambil.”
(al-Anfaal: 68)
Diriwayatkan oleh Ahmad dan lain-lain, yang bersumber dari Anas bahwa Nabi saw. bermusyawarah dengan para shahabatnya memperbincangkan hal tawanan perang Badr. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah telah memenangkan kalian dan mengalahkan mereka. Bagaimana pendapat kalian tentang tawanan perang ini?” ‘Umar berkata: “Ya Rasulullah, penggallah batang leher mereka.” Rasulullah tidak menerima sarannya itu. Abu Bakr berkata: “Ampunilah mereka dan terimalah fidaa’ (tebusan) dari mereka.” Lalu Rasulullah mengampuni mereka dan menerima fidaa’. Kedua ayat ini (al-
Anfaal: 67-68) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut sebagai teguran kepada Nabi saw., dan pernyataan bahwa tindakannya itu dimaafkan, karena telah ada ketentuan Allah mengenai hal itu.
Diriwayatkan oleh Ahmad, at-Tirmidzi, dan al-Hakim, yang bersumber dari Ibnu Mas’ud bahwa setelah terjadi perang Badr dan tawanan telah dikumpulkan, Rasulullah saw. bersabda: “Bagaimana pendapat kalian tentang tawanan ini?” Kejadian selanjutnya sama dengan hadits di atas. Turunnya ayat ini (al-Anfaal: 67-68) sejalan dengan pendapat ‘Umar.
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi yang bersumber dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw. bersabda: “Tidak pernah dihalalkan ghanimah kepada siapapun, demikian pula kepada seorang pemimpin sebelum kalian. Di masa dahulu, api turun dari langit dan memusnahkan ghanimah.” Ketika Perang Badr, kaum Muslimin mengambil ghanimah sebelum dihalalkan kepada mereka. Maka Allah menurunkan ayat ini (al-Anfaal: 67) sebagai teguran terhadap perbuatan kaum Muslimin.
70. “Hai nabi, Katakanlah kepada tawanan-tawanan yang ada di tanganmu: “Jika Allah mengetahui ada kebaikan dalam hatimu, niscaya dia akan memberikan kepadamu yang lebih baik dari apa yang Telah diambil daripadamu dan dia akan mengampuni kamu”. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(al-Anfaal: 70)
Diriwayatkan oleh ath-Thabarani di dalam kitab al-Ausath, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa Ibnu ‘Abbas berkata: “Demi Allah, ayat ini (al-Anfaal: 70) turun berkenaan dengan diriku ketika aku mengingatkan Rasulullah saw. bahwa aku telah masuk Islam, dan meminta kembali hartaku sebanyak 20 uuqiyyah (ons) emas yang dirampas dalam peperangan dan mengharap ampunan dari Allah. Sebagai penggantinya Rasulullah memberikan kepadaku 20 orang ‘abid yang sekarang memperdagangkan hartaku dengan jujur, yang sangat menguntungkan.” Ayat ini (al-Anfaal: 70) menegaskan bahwa Allah akan memberikan yang lebih baik daripada apa yang telah dirampas dalam peperangan, kepada tawanan-tawanan yang masuk Islam, dan menjanjikan ampunan-Nya.
73. “Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang Telah diperintahkan Allah itu*, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.”
(al-Anfaal: 73)
*yang dimaksud dengan apa yang Telah diperintahkan Allah itu: keharusan adanya persaudaraan yang teguh antara kaum muslimin.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Abusy Syaikh, dari as-Suddi yang bersumber dari Abu Malik bahwa seorang Mukmin bertanya tentang pemberian harta waris kepada anggota keluarga yang termasuk kaum musyrikin. Maka turunlah ayat ini (al-Anfaal: 73) yang menegaskan bahwa kaum musyrikin selalu saling membantu dengan sesama musyrikin, dan kaum Muslimin pun harus saling membantu dengan sesama Muslimin. Oleh karena itu kaum Muslimin tidak dibenarkan menyerahkan harta waris kepada mereka.
75. “Dan orang-orang yang beriman sesudah itu Kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu Maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat)* di dalam Kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”
(al-Anfaal: 75)
*Maksudnya: yang jadi dasar waris mewarisi dalam Islam ialah hubungan kerabat, bukan hubungan persaudaraan keagamaan sebagaimana yang terjadi antara muhajirin dan anshar pada permulaan Islam.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnuz Zubair bahwa seorang Muslim telah membuat perjanjian dengan yang lainnya untuk saling mewarisi hartanya. Maka turunlah ayat ini (al-Anfaal: 75) yang menegaskan bahwa harta waris itu lebih utama diberikan kepada kaum keluarga yang sudah ada ketentuannya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dari Hisyam bin ‘Urwah yang bersumber dari bapaknya (‘Urwah) bahwa Rasulullah saw. menjadikan az-Zubair bin al-‘Awwam dan Ka’b bin Malik sebagai saudara. Az-Zubair berkata: “Ketika aku melihat Ka’b terluka parah dalam perang Uhud, aku berkata bahwa apabila ia gugur, maka terputuslah dengan dunia dan ahlinya, sehingga akupun jadi pewarisnya.” Maka turunlah ayat ini (al-Anfaal: 75) yang menegaskan bahwa harta waris itu diutamakan bagi keluarga, dan tidak bagi orang yang diangkat menjadi saudara.

x


Surah al Anfaal

"Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad) tentang harta rampasan perang. Katakanlah: "Harta rampasan perang itu (terserah) bagi Allah dan bagi RasulNya (untuk menentukan pembahagiannya). Oleh itu, bertakwalah kamu kepada Allah Subhanahu wa Taala dan perbaikilah keadaan perhubungan di antara kamu, serta taatlah kepada Allah dan RasulNya, jika betul kamu orang yang beriman." (Surah alAnfaal: 8:1)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Nabi s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang membunuh musuh dia aKan mendapat sejumlah bahagian tertentu dan barangsiapa yang menawan musuh dia pun aKan mendapat bahagian tertentu."
Pada ketika itu orang tua hanya tinggal menjaga bendera, sedangkan para pemuda maju kemedan jihad menyerang musuh dan mengangkut ghanimah. Berkatalah orang tua-tua kepada para pemuda: "Jadikanlah kami sebagai sekutu kalian semua kerana kami pun turut bertahan dan menjaga tempat kembali kalian semua." Kemudian mereka mengadukan perkara inl kepada Rasulullah s.a.w.
Maka turunlah ayat ini (Surah alAnfaal:1) sebagai penjelasan bahawa ghanimah itu merupakan ketetapan dari Allah dan janganlah ia dijadikan bahan pertengkaran. (Diriwayatkan oleh Abu Daud, an Nasai, Ibnu Hibban dan al Hakim dari Ibnu Abbas) 
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa dalam peperangan Badar Umair telah terbunuh dan saudaranya Saad bin Abi Waqas dapat membunuh kembali pembunuhnya iaitu Said bin al Ash. Di samping itu juga dia dapat mengambil pedang si pembunuh tersebut lalu dibawanya pedang itu kepada Rasulullah. Kemudian Rasulullah bersabda: "Simpanlah pedang itu di tempat barang rampasan yang belum dibahagikan. "Selepas itu Saad pun pulang dengan rasa sedih kerana saudaranya terbunuh serta harta rampasannya telah diambil.
Tidak lama selepas kejadian itu, turunlah ayat ini (Surah al Anfaal:1) yang menjelaskan tentang kedudukan ghanimah sehingga Nabi Muhammad s.a.w. bersabda kepada Saad bin Abi Waqas: "Ambillah pedangmu itu." (Diriwayatkan oleh Ahmad dari Saad bin Abi Waqas)
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa pada masa perang Badar Saad datang mengadap Rasulullah dengan membawa sebilah pedang lalu dia berkata: "Ya Rasulullah! Sesungguhnya Allah telah menyembuhkan sakit hatiku dengan kaum Musyrikin iaitu aku dapat membunuh pembunuh saudaraku dan merampas pedangnya. Oleh sebab itu, berikanlah pedang ini kepadaku." Rasulullah menjawab: "Pedang ini bukan kepunyaanku dan juga bukan kepunyaanmu." Kemudian Saad berkata: "Mudah-mudahan pedang ini diberikan kepada orang yang tidak mendapat cubaan sebagaimana cubaan yang kuderitai. "
Tidak berapa lama kemudian Rasulullah datang kepada Saad dan bersabda: "Engkau telah meminta pedang itu dariku ketika ia belum menjadi milikku dan sekarang ia telah menjadi milikku dan ambillah pedang itu. "
Maka turunlah ayat ini (Surah al Anfaal: 8:1) berhubung dengan peristiwa tersebut sebagai larangan mengambil ghanimah sebelum ada ketetapan dari Allah dan RasulNya. (Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmizi dan an Nasa'i dari Saad)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa terdapat orang-orang yang menuntut satu perlima lagi dari ghanimah setelah mereka menerima empat perlima dari ghanimah tersebut.
Maka turunlah ayat ini (Surah al Anfaal: 8:1) sebagai penjelasan bahawa bahagian itu diperuntukkan bagi Allah dan RasulNya. (K. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Mujahid)
"Sebagaimana (harta rampasan perang ditentukan pembahagiannya dengan kebenaran, maka) Tuhanmu (wahai Muhammad) mengeluarkanmu dari rumahmu (untuk pergi berperang) dengan kebenaran juga, sedang sebahagian dari orang yang beriman itu (sebenarnya) tidak suka (turut berjuang). " (Surah al Anfaal: 8: 5)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika Rasulullah mendapat tahu bahawa kafilah yang dipimpin oleh Abu Sufyan telah mendekati Madinah dan mereka dalam perjalanan pulang menuju ke Mekah lalu baginda bersabda: "Bagaimana pendapat kalian semua tentang kafilah itu, mudah-mudahan Allah menjadikan kafilah ini ghanimah bagi kita dan menyelamatkan kita."
Kemudian mereka berangkat mencari kafilah itu di luar kota Madinah. Setelah sehari atau dua hari dalam perjalanan baginda bertanya lagi [Rasulullah mendapat tahu bahawa pasukan Abu Sufyan telah mendapat bantuan dari pasukan bersenjata tentera Quraisy]: "Bagaimana pendapat kalian semua tentang mereka?" Sebahagian kaum Muslimin menjawab: "Kita tidakakan kuat untuk melawan mereka, kerana kita bukan hanya akan melawan kafilah Abu Sufyan sahaja." Berkatalah al Miqdad: "Janganlah kalian semua berkata seperti kaum Musa" (ertinya berangkatlah kamu dengan Tuhanmu dan berperanglah, kami di sini hanya akan duduk menunggu).

Al Anfal:5. sebagaimana (harta rampasan perang ditentukan pembahagiannya Dengan kebenaran, maka) Tuhanmu (Wahai Muhammad) mengeluarkanmu dari rumahmu (untuk pergi berperang) Dengan kebenaran juga, sedang sebahagian dari orang-orang Yang beriman itu (sebenarnya) tidak suka (turut berjuang).

Ayat ini (Surah al Anfaal: 8:5) turun berhubung dengan peristiwa di atas sebagai sindiran kepada sebahagian kaum Mukminin yang tidak suka mengikut jejak Rasulullah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Marduwaih dari Abi Ayub al Ansari) (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarirdari Ibnu Abbas) "(Ingatlah) ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhan kamu, lalu la perkenankan permohonan kamu surah al anfaal (dengan firmanNya): "Sesungguhnya Aku akan membantu kamu dengan seribu (bala tentera) dari malaikatyang datang berturut-turut." (Surah al Anfaal: 8:9) 
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Nabi s.a.w. melihat kaum musyrikin berjumlah 1000 orang sedangkan para sahabat hanya berjumlah 300 dan beberapa belas orang sahaja. Baginda pun mengadap kiblat lalu mengangkat tangannya memohon kepada Allah dengan perasaan yang sedih: "Wahai Tuhan kami, kabulkanlah apa yang telah dijanjikan kepadaku. Wahai Tuhan kami, sekiranya engkau membinasakan kaum Muslimin, tidak akan ada yang menyembahMu lagi di bumi ini." Baginda berdoa tanpa henti dengan perasaan yang sedih sambil mengangkat tangannya dan mengadap kiblat sehingga terjatuh selendangnya.
Kemudian datanglah Abu Bakar dan mengambil selendang tersebut lalu diletakkan kembali ke tempatnya dan dirangkulnya Nabi dari belakang dan berkata: "Wahai Nabiyullah, cukuplah jeritan hatimu Itu, sesungguhnya Allah akan mengabulkan permintaanmu itu dan menepati janjiNya."
Maka penurunan ayat ini (Surah al Anfaal: 8: 9) adalah sebagai janji Allah untuk mengabulkan doa orang yang meminta dengan bersungguh-sungguh. Dalam peristiwa di atas Allah menurunkan Malaikat yang begitu ramai. (Diriwayatkan oleh at Tirmizi dari Umar bin Khattab) 
"Maka bukanlah kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah jualah yang menyebabkan pembunuhan mereka. Dan bukanlah engkau (wahai Muhammad) yang melempar ketika engkau melempar akan tetapi Allah jualah yang melempar (untuk membinasakan orang kafir), dan untuk mengurniakan orang yang beriman dengan pengumiaan yang baik (kemenangan) daripadaNya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, lagi Maha Mengetahui." (Surah al Anfaal:8:17)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika perang Uhud, Ubay bin Khalaf berniat untuk menyerang Nabi s.a.w. lalu dibiarkan sahaja oleh kawan-kawannya yang pada waktu itu sedang bertempur dengan pasukan Rasulullah. Kemudian Rasulullah melihat bahagian dada Ubay yang terbuka di antara baju dengan topinya, lalu ditikam oleh Rasulullah dengan tombaknya sehingga dia jatuh rebah dari kudanya, tiada mengeluarkan darah akan tetapi putus salah satu dari tulang rusuknya. Teman-temannya datang mengerumuninya pada saat dia meraung kesakitan. Mereka berkata: "Alangkah pengecutnya engkau ini, bukankah itu hanya terguris sedikit sahaja." Ubay mengatakan bahawa Rasulullah yang menikamnya dan mengingatkan akan sabda Rasulullah yang bersumpah: "Seandainya apa yang terkena pada Ubay itu terkena pula pada penduduk kampung Zilmajaz (nama satu daerah) nescaya mereka akan mati kesemuanya."
Ubay bin Khalaf mati sebelum sampai ke Mekah. Maka penurunan ayat ini (Surah al Anfaal: 8:17) berhubung dengan peristiwa di atas sebagai penjelasan bahawa sebenarnya Allah yang telah membunuhnya. (Diriwayatkan oleh al Hakim dari Said bin al Musayyab dari bapanya. Isnadnya sahih tetapi hanya gharib)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa dalam perang Khaibar Rasulullah meminta anak panah dan memanahkannya ke arah benteng. Anak panah tersebut terkena Ibnu Abil Haqiq lalu terbunuh di tempat tidurnya. Allah menurunkan ayat ini (Surah al Anfaal: 8:17) adalah berhubung dengan peristiwa di atas sebagai penerangan bahawa Allah yang telah melempar anak panah itu. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Abdur Rahman bin Jubair) (Hadis ini mursal, sanadnyay'ayy/d (baik) akan tetapi gharib) 
KETERANGAN
Adapun hadis yang masyhur berkenaan dengan penurunan ayat ini (Surah al Anfaal: 8:17) adalah peristiwa di dalam peperangan Badar iaitu pada waktu Rasulullah melemparkan segenggam batu kecil yang menyebabkan banyak kematian di kalangan musuh.
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika peperangan Badar para sahabat mendengar suaru gemuruh dari langit seperti suara batu-batu kecil jatuh ke dalam bekas. Kemudian Rasulullah melempari musuhnya dengan batu-batu kecil tadi sehingga kaum Muslimin mendapat kemenangan.
Maka penurunan ayat ini (Surah al Anfaal: 8:17) sebagai penjelasan bahawa sesungguhnya Allah yang melemparkan batu-batu tersebut ketika Nabi melemparkannya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim dari Hakim bin Hizam) (Diriwayatkan pula oleh Abu Syaikh dari Jabir dan Ibnu Abbas) (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dari sumber lain tetapi mursal)
"Jika kamu (hai orang musyrik) memohon supaya diberi kemenangan (bagi pihak yang benar) maka sesungguhnya kemenangan (yang kamu pohonkan) itu telah datang (dan disaksikan oleh) kamu; dan jika kamu berhenti (daripada memusuhi Nabi Muhammad, s.a.w.) maka yang demikian amat baik bagi kamu, dan jika kamu kembali (memusuhinya), Kami juga kembali (menolongnya mengalahkan kamu); dan golongan (angkatan perang) kamu tidak sekali-kali akan dapat menyelamatkan kamu sedikit pun, sekali pun ia lebih ramai; dan (yang demikian itu adalah kerana) sesungguhnya Allah beserta orang yang beriman." (Surah al Anfaal: 8:19)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Abu Jahal pernah meminta kemenangan kepada Allah ketika pasukannya bertemu dengan pasukan kaum Muslimin. Dia berdoa: "Ya Allah siapakah yang sebenarnya yang memutuskan silaturrahim dan datang membawa ajaran yang tidak dikenali. Buktikanlah kemusnahannya esok." ltulah permintaan kemenangan yang disebut Allah di dalam ayat ini (Surah al Anfaal: 8:19). (Diriwayatkan oleh al Hakim dari Abdullah bin Tha'labah bin Shair) 
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa Abu Jahal berdoa: "Ya Allah berilah pertolongan kepada yang paling mulia di antara dua golongan ini, yang paling terhormat di antara dua pasukan ini. " Maka turunlah ayat ini (Surah al Anfaal: 8:19) sebagai penjelasan bahawa kemenangan adalah di pihak kaum Muslimin yang paling mulia dan terhormat. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Athiyah) 
"Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati (amanah) Allah dan RasulNya, dan (janganlah) kamu mengkhianati amanah-amanah kamu, sedang kamu mengetahui (salahnya)." (Surah al Anfaal: 8:27)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ayat ini turun berkenaan dengan seorang Muslim yang bernama Abu Lubabah bin Abdil Munzir yang telah ditanya oleh Bani Quraizah iaitu kaum yang memusuhi Islam ketika Perang Quraizah tentang pandangan kaum Muslimin terhadap mereka. Abu Lubabah memberi isyarat dengan tangan dan lehernya yang bermaksud akan dibunuh.
Setelah turunnya ayat ini (Surah al Anfaal: 8:27) Abu Lubabah menyesali di atas perbuatannya kerana membocorkan rahsia kaum Muslimin. Kemudian dia berkata: "Terhiris hatiku sehingga hatiku tidak dapat ku gerakkan kerana aku merasa telah berkhianat kepada Allah dan RasulNya." (Diriwayatkan oleh Said bin Mansur dan yang lainnya dari Abdullah bin Abi Qatadah) 
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa Abu Sufyan meninggalkan Mekah sambil mengintai kegiatan kaum Muslimin. Kemudian Jibril menyampaikan kepada Nabi Muhammad akan perkara tersebut dan memberitahu bahawa Abu Sufyan berada di suatu tempat. Bersabdalah Rasulullah kepada para sahabat: "Abu Sufyan sekarang berada di suatu tempat, tangkaplah dan tahanlah dia."
Akan tetapi salah seorang dari kaum munafik yang mendengar perintah Rasul itu memberitahu kepada Abu Sufyan melalui surat agar berhati-hati kerana Nabi telah mengetahui maksudnya. Maka turunlah ayat ini (Surah al Anfaal: 8:27) sebagai peringatan supaya jangan melakukan pengkhianatan kepada Allah dan Rasulnya. (K. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan yang lainnya dari Jabir bin Abdillah) (Hadis ini sangat gharib di dalam sanadnya dan susunan bahasanya perlu diteliti kembali)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa kaum Muslimin telah mendengar perintah Nabi s.a.w. yang perlu dirahsiakan. Akan tetapi terdapat di kalangan mereka yang menyebarkannya sehingga sampai kepada kaum musyrikin.
Maka turunlah ayat ini (Surah al Anfaal: 8:27) sebagai penerangan bahawa penyebaran perintah seperti ini adalah perbuatan khianat kepada Allah dan RasulNya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari as Suddi) 
"Dan ingatlah. (Wahai Muhammad), ketika orang kafir musyrik (Mekah) menjalankan tipu daya terhadapmu untuk menahanmu, atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka menjalankan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya (mereka), kerana Allah sebaik-baik yang menggagalkan tipu daya." (Surah al Anfaal: 8: 30) 
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika segolongan kaum Quraisy dan pembesar dari suku-suku lainnya hendak memasuki Darun Nadwah, mereka telah dihalangi oleh Iblis yang menyeru sebagai orang yang patut dihormati. Ketika melihatnya, mereka bertanya: "Siapakah tuan?" Dia menjawab: "Saya seorang Syaikh dari Nadj ingin mendengar apa yang akan dibincangkan oleh kalian semua tentang Muhammad dan ingin menyaksikan majlis tersebut. Mudah-mudahan aku dapat menyumbangkan buah fikiran dan nasihat." Kemudian mereka menyetujuinya dan masuklah dia bersama mereka. Lalu dia berkata: "Bagaimana pendapat kalian semua tentang Muhammad?" Salah seorang dari mereka berkata: "Masukkan sahaja dia ke dalam penjara dan ikatlah kaki tangannya sampai mati sebagaimana matinya seorang penyair yang bernama Zuhair dan Nabighah kerana perbuatannya itu seperti salah seorang di antara mereka."
Kemudian Aduwwullah Syaikh an Najd berkata: "Demi Allah pendapat seperti itu tidak baik kerana nanti akan ada orang yang bersimpati kepadanya dan menyampaikan berita tempat tahanannya kepada sahabat-sahabatnya dan mereka akan menyerang lalu mengambilnya dari tangan kalian semua serta menjaganya. Dengan demikian kalian semua tidak akan aman dari gangguan mereka yang akan mengusir kalian semua dari negeri ini. Keluarkanlah pendapat yang lain." Salah seorang yang lain berkata: "Usir sahaja dia dari tanah kita, supaya kita dapat bebas dari gangguan dan ucapannya."
Kemudian berkatalah Syaikh an Najd: "Demi Allah, sesungguhnya pendapat ini pun tidak baik. Apakah tuan-tuan tidak mengetahui percakapannya yang begitu menarik, lisannya yang begitu lincah serta percakapannya yang manis. Demi Allah jika kalian semua berbuat demikian, orang Arab dari segala suku akan mengikutnya dan menurut kepadanya. Akhirnya mereka akan bersatu padu mengusir kalian semua dari tanah tumpah darah kalian semua. Mereka berkata: "Benar, demi Allah kemukakanlah pendapat yang lain pula."
Akhirnya Abu Jahal berkata: "Demi Allah, aku akan memberi pendapat yang paling bernas." Mereka bertanya: "Bagaimanakah pendapatmu itu?" Abu Jahal menjawab: "Kamu ambil dari setiap kabilah seorang pemuda yang kuat, gagah dan berani. Kemudian masing-masing dibekalkan dengan pedang yang tajam dan ditugaskan untuk membunuh Muhammad bersama-sama. Oleh itu tanggungjawab tersebut dipikul oleh setiap kabilah. Aku yakin bahawa Bani Hasyim tidak akan mampu untuk melawan suku." Pendapat ini diterima dan diputuskan secara sebulat suara kerana boleh diterima oleh akal fikiran mereka. Berkatalah Syaikh al Najd: "Demi Allah, ini adalah buah fikiran yang sangat baik kerana aku tidak dapat selain daripadanya." Kemudian mereka bersurai untuk melaksanakan keputusan yang telah dipersetujui.
Maka datanglah Jibril kepada Rasulullah membawa perintah kepada baginda supaya tidak tidur di tempat tidurnya yang biasa dan menyampaikan keputusan dari pertemuan mereka. Oleh itu, pada malam itu Rasulullah tidak bermalam di rumahnya dan Allah memberi keizinan kepadanya untuk meninggalkan kota Mekah. Ayat ini (Surah al Anfaal: 8:30) turun setelah Rasulullah sampai di Madinah yang menerangkan nikmat yang diberikan Allah kepadanya untuk disyukuri. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas) 
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa Abu Talib bertanya kepada Nabi: "Tahukah engkau apa yang telah dimesyuaratkan oleh kaummu?" Nabi menjawab: "Mereka akan memenjarakanku, membunuhku atau mengusirku." Kemudian Abu Talib bertanya: "Siapakah yang memberitahumu mengenai perkara ini?" Nabi menjawab: "Tuhanku." Abu Talib berkata: "Tuhanmu adalah sebaik-baik Tuhan. Aku berwasiat agar engkau berbuat baik kepadaNya." Nabi bersabda: "Saya menerima perintahNya dengan sebaik-baiknya dan Tuhan telah berbuat baik kepadaku." Maka turunlah ayat ini (Surah al Anfaal: 8:30) berhubung dengan peristiwa tersebut. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarirdari Ubaid bin Umair dari Muthalib bin Abi Wadaah) KETERANGAN
Ibnu Katsir berkata: "Hadis ini gharib bahkan munkar kerana menyebut nama Abu Talib pada riwayat hijrah, padahal Abu Talib sudah meninggal sebelumnya."
"Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami, mereka berkata: "Sesungguhnya kami telah mendengarnya. Kalaulah kami mahu, nescaya kami dapat mengatakan (kata-kata) seperti (al Quran) ini. (Al Quran) ini tidak lain hanyalah cerita-cerita dongeng orang-orang dahulu kala." (Surah al Anfaal: 8: 31) 

"Dan (ingatlah) ketika mereka (kaum musyrik Mekah) berkata: "Wahai Tuhan kami! Jika betul (al Quran) itu ialah yang benar dari sisimu, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab seksa yang tidak terperi sakitnya." (Surah al Anfaal: 8: 32)

dan Allah tidak sekali-kali akan menyeksa mereka, sedang Engkau (Wahai Muhammad) ada di antara mereka; dan Allah tidak akan menyeksa mereka sedang mereka beristighfar (meminta ampun). (Surah al Anfaal: 8: 33)

"Dan mengapa mereka tidak patut diseksa oleh Allah, sedang mereka menyekat (orang Islam) dari masjid AI-Haram, padahal mereka bukanlah orang yang berhak menguasainya (kerana mereka kafir musyrik)? Sebenarnya orang yang berhak menguasainya hanyalah orang yang bertakwa, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui." (Surah al Anfaal: 8: 34)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Rasulullah menetapkan hukuman bunuh kepada tawanan dalan perang Badar. Mereka itu termasuk: Uqbah bin Abi Muaith, Thaimah bin Adi dan Nadir bin al Harts. Akan tetapi Miqdad merasa keberatan untuk melaksanakan perintah tersebut kepada Nadir bin al Harts lalu berkata: "Ini tawananku ya Rasulullah." Kemudian Rasulullah bersabda dengan menegaskan bahawa itulah orang yang berkata bahawa dirinya dapat membuat ayat seperti ayat-ayat al Quran. Sesungguhnya orang inilah (an Nadir) yang dimaksudkan dalam ayat ini (Surah al Anfaal: 8: 31). (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Said bin Jubair) Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa yang dimaksudkan dengan firman Allah di dalam ayat ini (Surah al Anfaal: 8: 32) ialah ucapan an Nadir bin al Harts. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Said bin Jubair) 
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa Abu Jahal berkata: "Sekiranya al Quran ini benar dariMu, turunkanlah hujan batu dari langit atau timpakan kepada kami seksaan yang pedih." Maka turunlah ayat ini (Surah al Anfaal: 8: 33) sebagai jaminan bahawa Allah tidak akan menimpakan seksaan dari langit selagi Nabi Muhammad masih ada dan selagi mereka bertaubat kepadaNya. (Diriwayatkan oleh al Bukhari dari Anas) 
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa kaum musyrikin sedang bertawaf di Baitullah sambil berdoa: "Ghufranaka, ghufranaka (kami minta ampun, kami minta ampun)."
Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al Anfaal: 8: 33) sebagai penjelasan bahawa mereka tidak akan diseksa selagi mereka bertaubat kepadaNya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas) 
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa kaum Quraisy telah berbicara sesama mereka dengan berkata: "Muhammad telah dimuliakan oleh Allah lebih daripada kita." Kemudian mereka berdoa: "Sekiranya Muhammad itu benar utusan Allah, timpakanlah kepada kami batu dari langit. Pada petang hari mereka menyesali dengan apa yang telah diucapkan itu lalu bertaubat dengan ucapan "ghufranaka Allahhumma."
Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al Anfaal: 8:33-34) sebagai jaminan keselamatan bagi mereka dari seksaan Allah selama mereka bertaubat. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarirdari Yazid bin Ruman dan Muhammad bin Qais)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa ketika Rasulullah berada di Mekah Allah telah menurunkan "Wa ma kanallahu liyu 'adzdzibahum wa anta fihim" permulaan ayat ini (Surah al Anfaal: 8: 33).
Kemudian apabila baginda berhijrah ke Madinah Allah menurunkan sambungan ayat ini (Surah al Anfaal: 8:33) hingga ke akhirnya kerana di Mekah masih tertinggal kaum Muslimin yang selalu bertaubat.
Setelah kesemua kaum Muslimin berhijrah ke Madinah Allah menurunkan ayat "wa ma lahum alia yu'adzdzibahumullahu" iaitu permulaan ayat ini (Surah al Anfaal: 8: 34).
Setelah itu Allah telah membenarkan mereka untuk membebaskan kota Mekah dari seksaan yang telah disebutkan dalam al Quran. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarirdari Ibnu Abbazi)
"Dan tiadalah sembahyang mereka di sisi Baitullah itu melainkan bersiul-siul dan bertepuk tangan. Oleh itu rasalah Kamu (wahai orang kafir) akan azab seksa dengan sebab kekufuran kamu." (Surah al Anfaal: 8: 35) 
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa sebelum kedatangan Islam, kaum Quraisy bertawaf di Baitullah sambil bertepuk tangan dan bersiul. Berikutan dengan perbuatan mereka, maka turunlah ayat ini (Surah al Anfaal: 8: 35) sebagai ancaman terhadap perbuatan seperti itu. (Diriwayatkan oleh al Wahidi dari Ibnu Umar) 
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa kaum Quraisy telah menganggu Nabi yang sedang bertawaf dengan tepukan tangan dan siulan.
Maka turunlah ayat ini (Surah al Anfaal: 8: 35) sebagai ancaman kepada orang-orang yang suka mengganggu kaum Muslimin yang sedang beribadat. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Said)
"Sesungguhnya orang kafir yang selalu membelanjakan harta mereka untuk menghalangi (manusia) dari sisi jalan Allah, maka mereka tetap membelanjakannya kemudian (harta yang dibelanjakan) itu menyebabkan penyesalan kepada mereka, tambahan pula mereka dikalahkan. Dan (ingatlah) orang kafir itu (akhimya) dihimpunkan dalam neraka jahanam." (Surah al Anfaal: 8: 36)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika orang-orang Quraisy ditimpa kekalahan di dalam peperangan Badar dan pulang ke Mekah, Abdullah bin Abi Rabi'ah, Ikrimah bin Abi Jahal, Shafwan bin Umayyah dan tokoh-tokoh Quraisy yang bapa-bapa dan anak-anak mereka telah terbunuh dalam peperangan tersebut telah mengadakan perbincangan dengan Abu Sufyan dan rombongannya.
Rombongan Abu sufyan terdiri dari kaum saudagar yang diselamatkan kerana terjadinya perang Badar. Mereka berkata: "Hai golongan Quraisy! Sesungguhnya Muhammad telah menakutkan kalian semua dan membunuh orang-orang yang paling baik di antara kalian semua. Bantulah kami dengan harta benda kalian semua untuk memeranginya dan mudah-mudahan kita boleh menebus kekalahan kita dan membalas dendam. Akhirnya kaum Quraisy bersetuju dengan permintaan itu.
Oleh itu, penurunan ayat ini (Surah al Anfaal: 8: 36) adalah berhubung dengan peristiwa di atas. Di dalam ayat ini Allah Taala telah menjanjikan untuk mengalahkan orang-orang yang memerangi jalan Allah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari az Zuhri, Muhammad bin Yahya, Ibnu Hibban, Ashim bin Umair, Ibnu Qatadah dan Husin bin Abdur Rahman serta bersesuaian dengan hadis dari Ibnu Abbas) 
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa turunnya ayat ini (Surah al Anfaal: 8: 36) berkenaan dengan Abu Sufyan yang membiayai perang kaum musyrikin sebanyak 40 uqiyat (kg) emas. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari al Hakam bin Uthaibah) 
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa penurunan ayat ini (Surah al Anfaal: 8: 36) adalah berkenaan dengan Abu Sufyan yang telah membiayai 2000 orang tentera Habsyah dalam peperangan Uhud untuk memerangi Rasulullah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Abbazi dan Said bin Jubair) 
"Dan janganlah kamu menjadi seperti orang yang keluar dari negerinya dengan berlagak sombong dan menunjuk-nunjuk (kekuatan mereka) kepada orang ramai (kerana hendak meminta dipuji), serta mereka pula menghalang manusia dari jalan Allah. Dan (ingatlah) Allah Maha Meliputi pengetahuanNya akan apa yang mereka kerjakan." (Surah al Anfaal: 8: 47)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika perang Badar kaum Quraisy keluar dari Mekah menuju ke tempat peperangan tersebut dengan berpakaian cantik-cantik serta diiringi oleh barisan pancaragam.
Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al Anfaal: 8: 47) sebagai larangan kepada kaum Muslimin dari melakukan perbuatan seperti mereka iaitu riak dan sombong. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Muhammad bin Kaab al Qurazhi) 

dan (ingatlah) ketika Syaitan memperhiaskan kepada mereka perbuatan mereka (yang salah itu, untuk dipandang elok dan diteruskan), serta menghasut mereka Dengan berkata: "Pada hari ini tidak ada sesiapa pun dari umat manusia Yang dapat mengalahkan kamu, dan Sesungguhnya Aku adalah Pelindung dan Penolong kamu". maka apabila kedua-dua puak (angkatan tentera Islam dan kafir musyrik) masing-masing kelihatan (berhadapan), Syaitan itu berundur ke belakang sambil berkata: "Aku berlepas diri dari kamu, kerana Aku dapat melihat apa Yang kamu tidak dapat melihatnya; Sesungguhnya Aku takut kepada Allah, dan Allah sangat berat azab seksaNya". Surah al Anfaal : 8 : 48)

(ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang Yang ada penyakit (syak) Dalam hatinya berkata: "Orang-orang (Islam) itu telah diperdayakan oleh ugama mereka (sehingga mereka berani menentang Kami Yang lebih besar bilangannya)". dan (yang sebenarnya) sesiapa Yang bertawakal kepada Allah (dengan sepenuh-penuh yakin, maka Allah akan menolongnya untuk mengalahkan musuh Yang lebih besar bilangannya), kerana Allah Maha Kuasa, lagi Maha Bijaksana. (Surah al Anfaal: 8: 49)

kumpulan mereka Yang bersatu itu tetap akan dikalahkan dan mereka pula akan berpaling lari. (al Qamar:45)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Allah telah menurunkan ayat ini (Surah al Qamar: 54: 45) kepada NabiNya ketika di Mekah. Kemudian bertanyalah Umar bin Khattab: "Persekutuan mana ya Rasulullah?" Pertanyaan ini diajukan sebelum terjadi perang Badar. Pada masa peperangan Badar kaum Quraisy dapat dihancurkan dan Umar melirik kepada Rasulullah sambil melihat-melihat kepada kesan-kesan pertempuran dengan mayat bergelimpangan dan pedang terhunus di tangannya.
Kemudian Nabi bersabda: "Sesungguhnya ayat ini (Surah al Qamar: 54: 45) turun berkenaan dengan peristiwa ini." Dalam peristiwa Badar ini juga turun ayat ini (Surah al Mukminuun: 23:64) berhubung dengan kisah mereka yang merintih-rintih meminta tolong kerana mendapat azab dari Allah serta turun juga ayat ini (Surah Ibrahim: 14: 28) berkenaan mereka yang menukar nikmat Allah dengan kekufuran.
Dalam perang Badar ini juga Rasulullah melempari mereka dengan batu dan pasir sehingga musuh-musuh itu mati kerana mata dan mulut mereka dipenuhi dengan pasir dan batu. Maka turunlah ayat ini (Surah al Anfaal: 8: 17) yang menjelaskan bahawa kematian mereka bukan kerana lemparan batu Muhammad tetapi kerana lemparan Allah.
Pada peristiwa Badar ini juga turunlah ayat ini (Surah al Anfaal: 8:48) sebagai penjelasan bahawa Iblis membakar semangat kaum musyrikin tetapi kemudian dia berlepas diri kerana melihat kaum Muslimin mendapat bantuan dari para Malaikat yang tidak terlihat oleh kaum musyrikin.
Pada peristiwa itu pula Uthbah bin Rabi'ah dan orang-orang musyrikin lainnya berkata bahawa kaum Muslimin telah tertipu oleh Agamanya. Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al Anfaal: 8:49) sebagai peringatan kepada kaum Mukminin untuk tetap bertawakal kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha Bijaksana. (Diriwayatkan oleh at Thabarani di dalam kitab alAusath dengan sanad yang lemah dari Abi Hurairah) 
"Sesungguhnya sejahat-jahat (makhluk) yang melata disisi (hukum dan ketetapan) Allah ialah orang yang kafir (yang degil dengan kekufurannya), sebab itu mereka tidak (mahu) beriman. " (Surah al Anfaal: 8: 55)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa penurunan ayat di atas adalah berkenaan dengan enam suku kaum Yahudi yang sangat kufur di antaranya ialah Ibnu Tabut. (K. Diriwayatkan oleh Abu Syaikh dari Said bin Jubair) 

dan jika Engkau mengetahui adanya perbuatan khianat dari sesuatu kaum (yang mengikat perjanjian setia denganmu) maka campakkanlah (perjanjian itu) kepada mereka Dengan cara terus terang dan adil. Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang Yang khianat. Surah al Anfaal: 8: 58)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Jibril datang kepada Rasulullah dan berkata: "Engkau telah meletakkan senjata dan tetap berusaha mengajak mereka melaksanakan perdamaian. Allah telah mengizinkan kamu untuk memerangi Bani Quraizah yang telah mengkhianatimu, berangkatlah dan perangilah mereka."
Penurunan ayat di atas adalah sebagai keizinan kepada Rasulullah untuk mengggempur orang-orang yang mengkhianati perdamaian. (Diriwayatkan oleh Abu Syaikh dari Ibnu Syihab) 

"Wahai Nabi, cukuplah Allah menjadi penolongmu, dan juga pengikut-pengikutmu dari orang yang beriman."(Surah al Anfaal: 8: 64)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika Umar memeluk Islam kaum musyrikin berkata: "Kekuatan kita dengan kekuatan kaum Muslimin telah seimbang sekarang. "Maka turunlah ayat di atas sebagai penambah semangat kepada Rasulullah dalam menghadapi kaum musyrikin. (K. Diriwayatkan oleh al Bazzar dengan sanad yang daif dari Ikrimah dari Ibnu Abbas. Hadis ini mempunyai beberapa syahid) 
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika bilangan kaum Muslimin telah mencapai jumlah 39 orang termasuk lelaki dan perempuan dan kemudian mencapai bilangan 40 orang dengan Umar memeluk Islam, maka turunlah ayat ini (Surah al Anfaal:8:64).
Di dalam ayat ini Allah Taala hendak menjelaskan bahawa cukuplah bagi Allah dan orang-orang yang telah beriman untuk melawan kaum musyrikin. (K. Diriwayatkan oleh at Thabarani dan yang lainnya dari Said bin Jubairdari Ibnu Abbas) 
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa setelah kaum muslimin mencapai jumlah 33 orang lelaki termasuk Nabi s.a.w. dan 6 orang wanita serta ditambah dengan kelslaman Umar, maka turunlah ayat ini (Surah al Anfaal: 8:64) berkenaan dengan peristiwa tersebut. (K. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dengan sanad yang sahih dari Said bin Jubair)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa penurunan ayat ini (Surah al Anfaal: 8: 64) adalah berhubung dengan Umar bin khattab yang memeluk Islam. (Diriwayatkan oleh Abu Syaikh dari Said bin al Musayyab) 

Wahai Nabi, peransangkanlah orang-orang Yang beriman itu untuk berperang. jika ada di antara kamu dua puluh Yang sabar, nescaya mereka dapat menewaskan dua ratus orang (dari pihak musuh Yang kafir itu); dan jika ada di antara kamu seratus orang, nescaya mereka dapat menewaskan seribu orang dari golongan Yang kafir, disebabkan mereka (yang kafir itu) orang-orang Yang tidak mengerti. (Surah al Anfaal: 8: 65) 

sekarang Allah telah meringankan daripada kamu (Apa Yang telah Diwajibkan dahulu) kerana ia mengetahui Bahawa pada kamu ada kelemahan; oleh itu jika ada di antara kamu seratus orang Yang sabar, nescaya mereka akan dapat menewaskan dua ratus orang; dan jika ada di antara kamu seribu orang, nescaya mereka dapat menewaskan dua ribu orang Dengan izin Allah. dan (ingatlah) Allah beserta orang-orang Yang sabar. (Surah al Anfaal: 8: 66)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ayat ini (Surah al Anfaal: 8: 65) turun dengan mewajibkan perang dengan seorang melawan sepuluh orang. Oleh yang demikian kaum Muslimin merasa keberatan sehingga Allah memberi keringanan bagi mereka dengan setiap orang melawan dua orang, dengan penurunan ayat yang berikutnya (Surah al Anfaal: 8: 66). [Lihat tafsir at Thabari 1954, juz 10, hal 38.] (Diriwayatkan oleh Ishaq bin Rahawaih di dalam musnadnya dari Ibnu Abbas) 

"Tidaklah patut bagi seseorang Nabi mempunyai orang tawanan sebelum ia dapat membunuh sebanyak-banyaknya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda dunia (yang tidak kekal), sedang Allah menghendaki (untuk kamu pahala) akhirat. Dan (ingatlah), Allah MahaKuasa, lagiMaha Bijaksana." (Surah al Anfaal: 8: 67) Kalaulah tidak (kerana) adanya ketetapan dari Allah yang telah terdahulu, tentulah kamu ditimpa azab seksa yang besar disebabkan (penebus diri) yang kamu ambil (dari orang tawanan) itu. (Surah al Anfaal: 8: 68)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Nabi s.a.w bermesyuarat dengan para sahabatnya mengenai tawanan perang Badar. Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya Allah telah memberi kemenangan kepada kalian semua dan mengalahkan mereka.
Bagaimanakah pendapat kalian semua tentang tawanan ini?" Umar berkata: "Ya Rasulullah! Penggallah batang leher mereka." Akan tetapi Rasulullah tidak menerima saranannya itu.
Kemudian Abu Bakar berkata: "Ampunilah mereka dan terimalah dari mereka fida (tebusan)."Lalu Rasulullah memberi keampunan kepada mereka dan menerima fida (tebusan).
Maka kedua ayat ini (Surah al Anfaal: 8: 67-68) turun berhubung dengan peristiwa di atas. Ayat ini turun adalah sebagai teguran kepada Nabi s.a.w. dan pernyataan bahawa tindakannya itu dimaafkan kerana telah ada ketentuan dari Allah mengenai perkara itu. (Diriwayatkan oleh Ahmad dan yang lainnya dari Anas) 
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa setelah terjadi peperangan Badar dan tawanan telah dikumpulkan, Rasulullah bersabda: "Bagaimanakah pendapat kalian semua tentang tawanan ini?"
Kejadian seterusnya adalah sama dengan hadis yang telah disebutkan di atas dan penurunan ayat ini (Surah al Anfaal: 8:67-68) adalah sependapat dengan Umar. (Diriwayatkan oleh Ahmad, Tirmizi dan al Hakim dari Ibnu Mas'ud) 
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa Nabi bersabda: "Tidak pemah dihalalkan ghanimah kepada sesiapa pun dan demikian juga kepada seorang pemimpin sebelum kalian semua. Sesungguhnya pada masa dahulu turun api dari langit yang memusnahkan ghanimah tadi." Lihat (Surah al Anfaal: 8:1 dan 41).
Ketika perang Badar kaum Muslimin mengambil ghanimah sebelum dihalalkan kepada mereka.
Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al Anfaal: 8:67) sebagai teguran terhadap perbuatan kaum Muslimin. (Diriwayatkan oleh at Tirmizi dari Abu Hurairah)

Wahai Nabi, Katakanlah kepada orang-orang tawanan Yang ada Dalam tangan kamu: "Jika Allah mengetahui ada kebaikan (iman) Dalam hati kamu, nescaya ia akan memberi kepada kamu (balasan) Yang lebih baik daripada (harta benda penebus diri) Yang telah diambil dari kamu, dan ia akan mengampunkan dosa kamu; kerana Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani. (Surah al Anfaal: 8: 70)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa al Abbas berkata: "Demi Allah, sesungguhnya ayat ini (Surah al Anfaal: 8: 70) turun berkenaan dengan diriku ketika aku mengingatkan kepada Rasulullah bahawa aku telah masuk Islam dan meminta kembali hartaku sebanyak 20 uqiyah emas yang telah dirampas dalam peperangan dan mengharapkan keampunan dari Allah. Oleh itu sebagai gantinya Rasulullah memberikan kepadaku 20 orang abid yang sekarang ini memperdagangkan hartaku dengan jujur serta sangat menguntungkan."
Ayat ini menjelaskan bahawa Allah akan memberikan sesuatu yang lebih baik daripada apa yang telah dirampas dalam peperangan kepada tawanan-tawanannya yang masuk Islam serta menjanjikan keampunanNya. (Diriwayatkan oleh at Thabarani di dalam kitab alAusath dari Ibnu Abbas)
"Dan orang yang kafir, setengahnya menjadi penyokong dan pembela bagi setengahnya yang lain. Jika kamu (wahai umat Islam) tidak menjalankan (dasar bantu-membantu sesama sendiri yang diperintah oleh Allah) itu, nescaya akan berlakulah fitnah (kekacauan) di muka bumi dan kerosakkan yang besar." (Surah al Anfaal: 8: 73) 
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa seorang Mukmin telah bertanya mengenai pemberian harta pusaka kepada anggota keluarga termasuk kaum musyrikin.
Maka turunlah ayat ini (Surah al Anfaal: 8: 73) sebagai penjelasan bahawa kaum musyrikin selalu saling bantu menbantu sesamanya dan kaum Muslimin pun harus saling bantu membantu sesamanya. Oleh kerana itu, kaum Muslimin tidak dibenarkan untuk menyerahkan harta pusaka kepada mereka. (K. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Abu Syaikh dari as Suddi dari Abu Malik) 
"Dan orang yang beriman sesudah itu, kemudian mereka berhijrah dan berjihad bersama-sama kamu, maka adalah mereka dari golongan kamu. Dalam pada itu, orang yang mempunyai pertalian kerabat, setengahnya lebih berhak atas setengahnya yang (lain menurut (hukum) Kitab Allah; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui akan tiap-tiap sesuatu. " (Surah al Anfaal: 8: 75)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa seorang Muslim telah membuat perjanjian dengan yang lainnya untuk saling waris-mewarisi hartanya.
Maka turunlah ayat ini (Surah al Anfaal: 8: 75) yang menjelaskan bahawa harta pusaka itu keutamaannya diberikan kepada kaum keluarga yang sudah ada ketentuannya. [Lihat Surah an Nisaa1: 4: 11-12] (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Zubair) Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa Rasulullah telah mempersaudarakan Zubair bin Awwam dengan Kaab bin Malik. Kemudian Zubair berkata: "Ketika aku melihat Kaab luka parah dalam peperangan Uhud, lalu aku berkata apabila dia syahid terputuslah dia dengan dunia dan ahlinya sehingga aku menjadi pewarisnya."
Maka turunlah ayat ini (Surah al Anfaal: 8: 75) sebagai penjelasan bahawa harta pusaka diberi keutamaan kepada ahli keluarganya dan tidak kepada orang yang diangkat menjadi saudara. (Diriwayatkan oleh Ibnu Saad dari Hisyam bin Urwah dari bapanya) 

No comments:

Post a Comment

 
back to top