Sunday, January 20, 2019

89. Asbabun Nuzul Surah Ali ‘Imran (1-9)

0 Comments

Asbabun Nuzul Surah Ali ‘Imran (1)

5FEB
1. “ Alif laam miim.
2. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya[181].
3. Dia menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepadamu dengan Sebenarnya; membenarkan Kitab yang Telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil,”
(Ali ‘Imraan: 1-3)
[181] Maksudnya: Allah mengatur langit dan bumi serta seisinya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari ar-Rabi’ bahwa turunnya beberapa ayat dari surah Ali ‘Imran, antara ayat 1 sampai 80-an, sebagai penjelasan yang diberikan kepada Nabi saw. atas kedatangan kaum Nasrani yang mempersoalkan Nabi ‘Isa a.s.*
*kaum Nasrani menganggap Nabi ‘Isa a.s. lebih mulia daripada Nabi Muhammad saw. karenannya mereka tidak mempercayai Nabi Muhammad saw. sebagai rasul.
Keterangan: Menurut Ibnu Ishaq yang bersumber dari Muhammad bin Sahl bin Abi Umamah, yang datang menghadap Rasul saw. itu ialah kaum Nasrani Najran. Demikian juga menurut riwayat al-Baihaqi di dalam kitab ad-Dalaa-il.
12. Katakanlah kepada orang-orang yang kafir: “Kamu pasti akan dikalahkan (di dunia ini) dan akan digiring ke dalam neraka jahannam. dan Itulah tempat yang seburuk-buruknya”.
(Ali ‘Imraan: 12)
13. “Sesungguhnya Telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang Telah bertemu (bertempur)[185]. segolongan berperang di jalan Allah dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Allah menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati.”
(Ali ‘Imraan: 13)
[185] pertemuan dua golongan itu – antara kaum muslimin dengan kaum musyrikin – terjadi dalam perang Badar. Badar nama suatu tempat yang terletak antara Mekah dengan Madinah dimana terdapat mata air.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam Sunan-nya, al-Baihaqi di dalam ad-Dalaa-il, dari Ibnu Ishaq, dari Muhammad bin Abi Muhammad, dari Sa’id atau ‘Ikrimah, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ketika kaum Mukminin mengalahkan orang-orang Quraisy pada perang Badr, dan pulang ke Madinah, Rasulullah mengumpulkan orang-orang Yahudi di pasar Bani Qainuqa’ dan bersabda: “Wahai kaum Yahudi. Masuk Islam-lah kalian sebelum Allah menimpakan kepada kalian apa yang dialami kaum Quraisy.” Mereka menjawab: “Hai Muhammad, janganlah engkau tertipu oleh dirimu sendiri atas kemenangan terhadap golongan Quraisy yang bodoh dan tidak mengetahui strategi perang. Demi Allah, sekiranya engkau memerangi kami, engkau akan tahu bahwa kami ini jantan tiada taranya.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 12-13) sebagai penegasan atas kemampuan umat Islam mengalahkan mereka atas pertolongan Allah swt.
Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir yang bersumber dari ‘Ikrimah bahwa orang Yahudi yang bernama Fanhash berkata di waktu perang Badr: “Janganlah Muhammad tertipu oleh kemenangannya atas kaum Quraisy, karena kaum Quraisy memang tidak pandai berperang.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imran: 12-13) sebagai penegasan bahwa umat Islam akan mendapat kemenganan atas pertolongan Allah swt.
23. “Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang Telah diberi bahagian yaitu Al Kitab (Taurat), mereka diseru kepada Kitab Allah supaya Kitab itu menetapkan hukum diantara mereka; Kemudian sebahagian dari mereka berpaling, dan mereka selalu membelakangi (kebenaran).”
(Ali ‘Imraan: 23)
24. “Hal itu adalah Karena mereka mengaku: “Kami tidak akan disentuh oleh api neraka kecuali beberapa hari yang dapat dihitung”. mereka diperdayakan dalam agama mereka oleh apa yang selalu mereka ada-adakan.”
(Ali ‘Imraan: 24)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mundzir, dari ‘Ikrimah, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa Rasulullah saw. datang ke tempat pendidikan Taurat kaum Yahudi untuk mengajak mereka kembali kepada Allah. Berkatalah Nu’aim bin ‘Amr dan al-Harits bin Zaid: “Engkau ini pemeluk agama apa, hai Muhammad?” Beliau menjawab: “Aku pengikut agama Ibrahim.” Mereka berkata: “Ibrahim adalah Yahudi.” Maka Rasulullah saw. menjawab lagi: “ Kalau begitu mari kita kembali ke Taurat, pemersatu kita.” Kedua orang itu menolak kembali ke Taurat. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 23-24) yang menegaskan bahwa mereka tidak akan mau diajak kembali ke Taurat, karena tertipu oleh pemimpin-pemimpin mereka.
26. Katakanlah: “Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
(Ali ‘Imraan: 26)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Qatadah bahwa Rasulullah saw. memohon kepada Allah swt. agar Raja Romawi dan Persia menjadi umatnya. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 26) sebagai tuntunan dalam berdoa mengenai hal itu.

Asbabun Nuzul Surah Ali ‘Imraan (2)

5FEB
28. “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali[192] dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali Karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan Hanya kepada Allah kembali (mu).”
(Ali ‘Imraan: 28)
[192] Wali jamaknya auliyaa: berarti teman yang akrab, juga berarti pemimpin, pelindung atau penolong.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Sa’id atau ‘Ikrimah, yang bresumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa Al-Hajjaj bin ‘Amr yang mewakili Ka’b bin al-Asyraf, Ibnu Abil Haqiq, serta Qais bin Zaid (tokoh-tokoh Yahudi) telah memikat segolongan kaum Anshar untuk memalingkan mereka dari agamanya. Rifa’ah bin al-Mundzir, ‘Abdullah bin Jubair serta Sa’d bin Hatsamah memperingatkan orang-orang Anshar tersebut dengan berkata: “Hati-hatilah kalian dari pikatan mereka, dan janganlah terpaling dari agama kalian.” Mereka menolak peringatan tersebut. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 28) sebagai peringatan agar tidak mmenjadikan orang-orang kafir sebagai pelindung kaum Mukminin.
31. Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(Ali ‘Imraan: 31)
Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir yang bersumber dari al-Hasan. Bahwa ada suatu kaum di zaman Nabi saw. yang berkata: “Demi Allah, hai Muhammad, sesungguhnya kami benar-benar yakin cinta kepada Rabb kami.” Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 31) sebagi tuntunan bagaimana seharusnya mencintai Allah.
58. “Demikianlah (kisah ‘Isa), kami membacakannya kepada kamu sebagian dari bukti-bukti (kerasulannya) dan (membacakan) Al Quran yang penuh hikmah.”
(Ali ‘Imraan: 58)
59. “Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, Kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah” (seorang manusia), Maka jadilah Dia.”
(Ali ‘Imraan: 59)
60. “(apa yang Telah kami ceritakan itu), Itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu, Karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu.”
(Ali ‘Imraan: 60)
61. “Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), Maka Katakanlah (kepadanya): “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; Kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la’nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta[197].”
(Ali ‘Imraan: 61)
[197] Mubahalah ialah masing-masing pihak diantara orang-orang yang berbeda pendapat mendoa kepada Allah dengan bersungguh-sungguh, agar Allah menjatuhkan la’nat kepada pihak yang berdusta. nabi mengajak utusan Nasrani Najran bermubahalah tetapi mereka tidak berani dan Ini menjadi bukti kebenaran nabi Muhammad s.a.w.
62. “Sesungguhnya Ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah; dan Sesungguhnya Allah, dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
(Ali ‘Imraan: 62)
Driiwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari al-Hasan, bahwa ada dua orang rahib (pastur) dari Najran menghadap Rasulullah saw. dan berkata: “Siapa bapak ‘Isa?” Rasulullah tidak cepat-cepat menjawab sebelum mendapat petunjuk Allah. Maka turunlah ayat tersebut (Ali ‘Imraan: 58-60) kepadanya yang menjelaskan tentang siapa ‘Isa.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Al-‘Aufi, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa segolongan kaum Nasrani Najran yang dipimpin langsung oleh kepala dan wakilnya, menghadap Rasulullah saw. dan berkata: “Mengapa tuan menyebut sahabat kami?” Nabi saw. menjawab: “Siapakah dia ?” Mereka berkat: “’Isa, yang tuan anggap sebagai hamba Allah.” Maka Nabi menjawab: “Benar.” Mereka berkata: “Apakah tuan tahu yang seperti ‘Isa, atau diberitahu tentang dia?” Kemudian mereka keluar dari Rasulullah saw.. Dan tiada lama kemudian datanglah Jibril menyampaikan ayat tersebut di atas (Ali ‘Imran: 59-60) yang menegaskan adanya orang yang seperti ‘Isa.
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi di dalam kitab ad-Dalaa-il, dari Salamah bin Abi Yasyu’, dari bapaknya, yang bersumber dari datuknya. Bahwa sebelum turun surah an-Naml ayat 31, Rasulullah saw. menulis surat kepada orang Najran seperti berikut: “Dengan Nama Rabb Ibrahim, Ishaq, dan Ya’qub, dari Muhammad, Nabi Allah,” sampai akhir hadits. Selanjutnya dalam hadits itu dikemukakan bahwa kaum Najran mengutus Syurahbil bin Wada’ah al-Hamdani, ‘Abdullah bin Syuhrabil al-Ashbahi, dan Jabbar al-Haritsi untuk menghadap Rasulullah saw.. Kemudian terjadi dialog, akan tetapi masih tertunda satu masalah, yaitu pertanyaan mereka: “Bagaimana pendapat tuan tentang ‘Isa.” Nabi menjawab: “Belum ada isyarat padaku tentang itu. Tapi cobalah kalian bermalam sampai besok, agar aku dapat menerangkan hal itu.” Keesokan harinya turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 59-62) yang menegaskan siapa ‘Isa.
Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d di dalam Kitab ath-Thabaqaat, yang bersumber dari al-Azraq bin Qais. Bahwa ketika Uskup Najran dan wakilnya menghadap Rasulullah saw., beliau menjelaskan kepada keduanya tentang Islam. Mereka berkata: “Kami telah lebih dahulu masuk Islam sebelum tuan.” Nabi saw. bersabda: “Kalian berdusta, karena ada tiga hal yang menghalangi kalian masuk Islam, yaitu 1. Kalian mengatakan bahwa Allah mempunyai anak. 2. Kalian memakan daging babi. 3. Kalian bersujud kepada patung.” Kedua orang itu bertanya: ”Kalau begitu siapakah bapak ‘Isa?” Pada waktu itu Rasulullah tidak mengetahui bagaimana harus menjawabnya. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali-‘Imraan: 59-62) sebagai tuntunan kepada Rasulullah saw. untuk menjawabnya. Kemudian Rasulullah saw. mengajak mengadakan mulaa’anah*, akan tetapi mereka menolak dan memilih membayar jiyah (upeti), maka pulanglah mereka.
*Mulaa’anah artinya saling bersumpah untuk dilaknat oleh Allah swt, apabila ucapannya tidak benar.

Asbabun Nuzul Surah Ali ‘Imran (3)

5FEB
65. “Hai ahli kitab, Mengapa kamu bantah membantah[198] tentang hal Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. apakah kamu tidak berpikir?”
(Ali ‘Imraan: 65)
[198] orang Yahudi dan Nasrani masing-masing menganggap Ibrahim a.s. itu dari golongannya. lalu Allah membantah mereka dengan alasan bahwa Ibrahim a.s. itu datang sebelum mereka.
Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dengan sanad yang berulang-ulang, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa k
aum Nasrani Najran dan paderi-paderi kaum Yahudi berkumpul, berselisih, dan bertengkar di hadapan Rasulullah saw.. Berkatalah paderi-paderi Yahudi: “Sesungguhnya Ibrahim itu Yahudi.” Kaum Nasrani berkata: “Ibrahim itu tidak lain adalah Nasrani.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 65) sebagai teguran berkenaan dengan hal yang dipertengkarkan itu.
71. “Hai ahli kitab, Mengapa kamu mencampur adukkan yang Haq dengan yang bathil[203], dan menyembunyikan kebenaran[204], padahal kamu mengetahuinya?”
(Ali ‘Imraan: 71)
[203] yaitu: menutupi firman-firman Allah yang termaktub dalam Taurat dan Injil dengan perkataan-perkataan yang dibuat-buat mereka (ahli Kitab) sendiri.
[204] Maksudnya: kebenaran tentang kenabian Muhammad s.a.w. yang tersebut dalam Taurat dan Injil.
72. “Segolongan (lain) dari ahli Kitab Berkata (kepada sesamanya): “Perlihatkanlah (seolah-olah) kamu beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhirnya, supaya mereka (orang-orang mukmin) kembali (kepada kekafiran).”
(Ali ‘Imraan: 72)
73. “Dan janganlah kamu percaya melainkan kepada orang yang mengikuti agamamu[205]. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) ialah petunjuk Allah, dan (janganlah kamu percaya) bahwa akan diberikan kepada seseorang seperti apa yang diberikan kepadamu, dan (jangan pula kamu percaya) bahwa mereka akan mengalahkan hujjahmu di sisi Tuhanmu”. Katakanlah: “Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah, Allah memberikan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha luas karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”;
(Ali ‘Imraan: 73)
[205] Kepada orang-orang yang mengikuti agamamu Maksudnya: kepada orang yang seagama dengan kamu (Yahudi/Nasrani) agar mereka tak jadi masuk Islam atau kepada orang-orang Islam yang berasal dari agamamu agar goncang iman mereka dan kembali kepada kekafiran.
Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ‘Abdullah bin ash-Shaif, ‘Adi bin Zaid, dan al-Harits bin ‘Auf mengadakan pembicaraan untuk beriman pada pagi hari dan kufur pada sore hari, kepada apa yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad dan diikuti shahabat-shahabatnya. Mereka berkata: “Dengan cara itu kita dapat mengaburkan agama mereka, sampai akhirnya merekapun mencontoh perbuatan kita dan keluar dari agama mereka.” Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 71-73), yang memperingatkan umat Islam agar jangan mengaburkan yang hak dengan yang batil.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari as-Suddi yang bersumber dari Abu Malik, bahwa pendeta-pendeta Yahudi melarang anak buahnya untuk percaya kepada orang yang tidak menuruti agamanya. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 73) yang menegaskan bahwa petunjuk Allah adalah petunjuk yang sebenarnya.
77. “Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. bagi mereka azab yang pedih.”
(Ali ‘Imraan: 77)
Diriwayatkan oleh asy-Syaikhaan (al-Bukhari dan Muslim) dan yang lainnya, yang bersumber dari al-Asy’ats bahwa al-Asy’ats mengadu kepada Rasulullah saw. karena tanah miliknya direbut oleh orang Yahudi. Nabi bersabda kepada al-Asy’ats: “Apakah engkau mempunyai bukti?” Al-Asy’ats menjawab: “Tidak.” Bersabdalah Nabi saw. kepada Yahudi: “Bersumpahlah engkau.” Al-Asy’ats berkata: “Kalau begitu, dia berani bersumpah, dan akan hilang hartaku.” Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 77) sebagai peringatan kepada orang yang mau bersumpah palsu.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari ‘Abdullah bin Abi Aufa bahwa ada seseorang yang berdagang di pasar. Ia menjual barang dagangannya, kemudian bersumpah atas nama Allah bahwa barangnya telah diserahkan, padahal ia belum memberikannya. Perbuatan itu dilakukannya kepada orang-orang Islam. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 77) sebagai peringatan kepada orang yang mau bersumpah palsu.
Keterangan: menurut al-Hafizh Ibnu Hajar dalam syarah al-Bukhari, kedua hadits tersebut tidaklah bertentangan, bahkan bisa jadi turunnya ayat ini (Ali ‘Imraan: 77) berkenaan dengan kedua peristiwa tersebut.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Ikrimah bahwa ayat ini (Ali ‘Imraan: 77) turun berkenaan dengan kaum Yahudi yang bernama Hayy bin Akhthab, Ka’b bin al-Asyraf, dan lain-lain, yang menyembunyikan apa yang diturunkan Allah di dalam Taurat dan menggantinya, kemudian bersumpah bahwa apa yang mereka kemukakan itu dari Allah.
Keterangan: menurut al-Hafizh Ibnu Hajar, ayat ini (Ali ‘Imraan: 77) mungkin diturunkan karena beberapa sebab. Akan tetapi yang sebaiknya diikuti, ialah apa yang tercantum di dalam kitab Shahih.

Asbabun Nuzul Surah Ali ‘Imraan (4)

5FEB
79. “Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia Berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” akan tetapi (Dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani[208], Karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.”
(Ali ‘Imraan: 79)
[208] Rabbani ialah orang yang Sempurna ilmu dan takwanya kepada Allah s.w.t.
80. “Dan (Tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai Tuhan. apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam?”
Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dan al-Baihaqi, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ketika pendeta-pendeta kaum Yahudi dan kaum Nasrani Najran berkumpul di hadapan Rasulullah saw. dan diajak masuk Islam, berkatalah Abu Rafi’ al-Qurazhi: “Apakah tuan menginginkan agar kami menyembah tuan seperti Nasrani menyembah ‘Isa?” Rasulullah menjawab: “Ma’aadzallaah (aku berlindung kepada Allah dari hal itu).” Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 79-80) sebagai sanggahan bahwa tiada seorang nabi pun yang mengajak umatnya untuk menyembah dirinya sendiri.
Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq di dalam Tafsir-nya, yang bersumber dari al-Hasan bahwa seorang laki-laki menghadap Rasulullah saw. dan berkata: “Ya Rasulallah, apakah mengucapkan salam kepada tuan itu sebagaimana memberi salam kepada teman kami? Apakah tidak perlu sujud kepada tuan?” Nabi menjawab: “Jangan, cukup kamu menghormati Nabi-mu, dan beritahukan yang hak kepada yang layak engkau beritahu, karena sesungguhnya tidak dibenarkan seseorang bersujud kepada selain Allah.” Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 79-80) sebagai penegasan atas ucapan Rasulullah.
85. “ Barangsiapa mencari agama selain agama islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”
(Ali ‘Imraan: 85)
86. “Bagaimana Allah akan menunjuki suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman, serta mereka Telah mengakui bahwa Rasul itu (Muhammad) benar-benar rasul, dan keterangan-keteranganpun Telah datang kepada mereka? Allah tidak menunjuki orang-orang yang zalim.”
(Ali ‘Imraan: 86)
87. “Mereka itu, balasannya ialah: bahwasanya la’nat Allah ditimpakan kepada mereka, (demikian pula) la’nat para malaikat dan manusia seluruhnya,”
(Ali ‘Imraan: 87)
88. “Mereka kekal di dalamnya, tidak diringankan siksa dari mereka, dan tidak (pula) mereka diberi tangguh,”
(Ali ‘Imraan: 88)
89. “Kecuali orang-orang yang taubat, sesudah (kafir) itu dan mengadakan perbaikan[211]. Karena Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(Ali ‘Imraan: 89)
[211] Mengadakan perbaikan berarti berbuat pekerjaan-pekerjaan yang baik untuk menghilangkan akibat-akibat yang jelek dan kesalahan-kesalahan yang dilakukan.
Diriwayatkan oleh an-Nasaa-i, Ibnu Hiban, dan al Hakim, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa seorang laki-laki dari kaum Anshar murtad dari Islam. Ia menyesal atas kemurtadannya. Ia minta pada kaumnya agar mengutus seseorang menghadap Rasulullah saw. untuk menanyakan apakah tobatnya diteriman. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 85-89), disampaikan utusan itu kepadanya, sehingga iapun kembali memeluk Islam.
Diriwayatkan oleh Musaddad di dalam Musnad-nya dan ‘Abdurrazzaq, yang bersumber dari Mujahid bahwa al-Harits bin Suwaid menghadap Nabi saw. dan masuk Islam. Kemudian pulang kepada kaumnya dan kufur lagi. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 85-89). Ayat itu dibacakan kepadanya oleh salah seorang kaumnya. Maka al-Harits berkata: “Sesungguhnya engkau benar, dan Rasulullah lebih benar daripada engkau, dan sesungguhnya Allah Yang Paling Benar di antara ketiganya.” Kemudian ia kembali masuk Islam dan menjadi seorang Muslim yang patuh.
97. “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim[215]; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah Dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah[216]. barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
(Ali ‘Imraan: 97)
[215] ialah: tempat nabi Ibrahim a.s. berdiri membangun Ka’bah.
[216] yaitu: orang yang sanggup mendapatkan perbekalan dan alat-alat pengangkutan serta sehat jasmani dan perjalananpun aman.
Diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur yang bersumber dari ‘Ikrimah bahwa ketika turun surah Ali ‘Imran ayat 85, berkatalah kaum Yahudi: “Sebenarnya kami ini muslim.” Bersabdalah Nabi saw. kepada mereka: “Allah telah mewajibkan atas kaum Muslimin naik haji ke Baitullah.” Mereka berkata: “(ibadah haji) tidak diwajibkan kepada kami.” Mereka menolak menjalankan ibadah haji. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 97) yang menegaskan kewajiban haji bagi seorang Muslim, sedang yang menolak melaksanakannya adalah kafir.

Asbabun Nuzul Surah Ali ‘Imraan (5)

99. “Katakanlah: ‘Hai ahli kitab, Mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang Telah beriman, kamu menghendakinya menjadi bengkok, padahal kamu menyaksikan?’. Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.”
(Ali ‘Imraan: 99)
100. “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman.”
(Ali ‘Imraan: 100)
101. “Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”
(Ali ‘Imraan: 101)
102. “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama ‘Islam.”
(Ali ‘Imraan: 102)
103. “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
(Ali ‘Imraan: 103)
Diriwayatkan oleh Al-Faryabi dan Ibnu Abi Hatim, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ketikau kaum Aus dan Khajraj duduk-duduk, berceritalah mereka tentang permusuhannya di jaman jahiliyah, sehingga bangkitlah amarah kedua kaum tersebut. Masing-masing bangkit memgang senjatanya, saling berhadapan. Maka turunlah ayat tersebut (Ali ‘Imraan: 101-103) yang melerai mereka.
Diriwayatkan oleh Ibu Ishaq dan Abusy Syaikh, yang bersumber dari Zaid bin Aslam bahwa seorang Yahudi yang bernama Syas bin Qais lewat di hadapan kaum Aus dan Khajraj yang sedang bercakap-cakap dengan riang gembira. Ia merasa benci dengan keintiman mereka, padahal asalnya bermusuhan. Ia menyuruh seorang anak mudah anak buahnya untuk ikut serta bercakap-cakap dengan mereka. Mulailah kaum Aus dan Khajraj berselisih dan menyombongkan kegagahan masing-masing, sehingga tampillah Aus bin Qaizhi dari golongan Aus dan Jabbar bin Shakhr dari golongan Khajraj saling mencaci sehingga menimbulkan amarah kedua belah pihak. Berloncatanlah kedua kelompok itu untuk berperang. Hal inni sampai kepada Rasulullah saw. sehingga beliau segera datang dan memberi nasehat serta mendamaikan mereka. Mereka pun tunduk dan taat. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 100) berkenaan denga Aus dan Jabbar serta orang-orang yang menjadi pengikutnya, sedangkan (Ali ‘Imraan: 99) berkenaan dengan Syas bin Qais yang mengadu domba kaum Muslimin.
113. “Mereka itu tidak sama; di antara ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus[221], mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang).”
(Ali Imraan: 113)
[221] Yakni: golongan ahli Kitab yang Telah memeluk agama Islam.
114. “Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh.”
(Ali ‘Imraan: 114)
115. “Dan apa saja kebajikan yang mereka kerjakan, Maka sekali-kali mereka tidak dihalangi (menenerima pahala) nya; dan Allah Maha mengetahui orang-orang yang bertakwa.”
(Ali ‘Imraan: 115)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, ath-Thabarani, dan Ibnu Mandah, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ketika ‘Abdullah bin Salam, Tsa’labah bin Sa’yah, Usaid bin Sa’yah, As’ad bin ‘Abd, dan beberapa kaum Yahudi masuk Islam, beriman membenarkan Muhammad dan mencintai Islam, berkatalah pendeta-pendeta Yahudi dan orang-orang kufur di antara mereka: “Tiada akan beriman kepada Muhammad dan mengikutinya kecuali orang-orang yang paling jahat di antara kami. Sekiranya mereka itu orang-orang yang paling baik di antara kami, tentulah mereka tidak akan meninggalkan agama nenek moyang mereka dan berpindah ke agama lain.” Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (ali ‘Imran: 113) yang menegaskan adanya perbedaan antara orang Yahudi yang jujur karena beriman kepada Muhammad dan orang Yahudi yang kufur kepada beliau.
Diriwayatkan oleh Ahmad dan lain-lain, yang bersumber dari Ibnu Mas’ud bahwa ketika Rasulullah saw. mengakhirkan shalat isya, didapatinya di dalam masjid orang-orang sedang menunggu shalat. Maka bersabdalah beliau: “Ketahuilah, selain kalian tak ada seorangpun dari penganut agama lain yang ingat kepada Allah (shalat) di saat malam begini.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali Imraan: 113-115) yang melukiskan sifat-sifat kaum Mukminin.

Asbabun Nuzul Surah Ali ‘Imran (6)

6FEB
118. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. sungguh Telah kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.”
(Ali ‘Imraan: 118)
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Ishaq, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa sebagian kaum Muslimin ada yang mengadakah hubungan dengan segolongan kaum Yahudi, karena di zaman jahiliyah pernah menjadi tetangga dan bersekutu dalam peperangan. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imran: 118) yang melarang mereka mengadakan hubungan yang intim, untuk menghindari fitnah.
121. “Dan (ingatlah), ketika kamu berangkat pada pagi hari dari (rumah) keluargamu akan menempatkan para mukmin pada beberapa tempat untuk berperang[222]. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui,”
(Ali ‘Imraan: 121)
[222] peristiwa Ini terjadi pada perang Uhud yang menurut ahli sejarah terjadi pada tahun ke 3 H.
122. “Ketika dua golongan dari padamu[223] ingin (mundur) Karena takut, padahal Allah adalah penolong bagi kedua golongan itu. Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal.”
(Ali ‘Imraan: 122)
[223] Yakni: Banu Salamah dari suku Khazraj dan Banu Haritsah dari suku Aus, keduanya dari barisan kaum muslimin.
124. “(ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang mukmin: “Apakah tidak cukup bagi kamu Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?”
(Ali ‘Imraan: 124)
125. “Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bersiap-siaga, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda.”
(Ali ‘Imraan: 125)
128. “Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu[227] atau Allah menerima Taubat mereka, atau mengazab mereka Karena Sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim.”
(Ali ‘Imraan: 128)
[227] menurut riwayat Bukhari mengenai Turunnya ayat ini, Karena nabi Muhammad s.a.w. berdoa kepada Allah agar menyelamatkan sebagian pemuka-pemuka musyrikin dan membinasakan sebagian lainnya.
140. “Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, Maka Sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada'[231]. dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim,”
(Ali ‘Imraan: 140)
[231] Syuhada’ di sini ialah orang-orang Islam yang gugur di dalam peperangan untuk menegakkan agama Allah. sebagian ahli tafsir ada yang mengartikannya dengan menjadi saksi atas manusia sebagai tersebut dalam ayat 143 surat Al Baqarah.
143. “Sesungguhnya kamu mengharapkan mati (syahid) sebelum kamu menghadapinya; (sekarang) sungguh kamu Telah melihatnya dan kamu menyaksikannya[233].”
(Ali ‘Imraan: 143)
[233] Maksudnya: sebelum perang Uhud banyak para sahabat terutama yang tidak turut perang Badar menganjurkan agar nabi Muhammad s.a.w. keluar dari kota Madinah memerangi orang-orang kafir.
144. “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh Telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul[234]. apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? barangsiapa yang berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”
(Ali ‘Imraan: 144)
[234] Maksudnya: nabi Muhammad s.a.w. ialah seorang manusia yang diangkat Allah menjadi rasul. rasul-rasul sebelumnya Telah wafat. ada yang wafat Karena terbunuh ada pula yang Karena sakit biasa. Karena itu nabi Muhammad s.a.w. juga akan wafat seperti halnya rasul-rasul yang terdahulu itu. di waktu berkecamuknya perang Uhud tersiarlah berita bahwa nabi Muhammad s.a.w. mati terbunuh. berita Ini mengacaukan kaum muslimin, sehingga ada yang bermaksud meminta perlindungan kepada abu Sufyan (pemimpin kaum Quraisy). sementara itu orang-orang munafik mengatakan bahwa kalau nabi Muhammad itu seorang nabi tentulah dia tidak akan mati terbunuh. Maka Allah menurunkan ayat Ini untuk menenteramkan hati kaum muslimin dan membantah kata-kata orang-orang munafik itu. (Sahih Bukhari bab Jihad). abu bakar r.a. mengemukakan ayat Ini di mana terjadi pula kegelisahan di kalangan para sahabat di hari wafatnya nabi Muhammad s.a.w. untuk menenteramkan Umar Ibnul Khaththab r.a. dan sahabat-sahabat yang tidak percaya tentang kewafatan nabi itu. (Sahih Bukhari bab ketakwaan Sahabat).
154. “Kemudian setelah kamu berdukacita, Allah menurunkan kepada kamu keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari pada kamu[241], sedang segolongan lagi[242] Telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah[243]. mereka berkata: “Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?”. Katakanlah: “Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah”. mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu; mereka berkata: “Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini”. Katakanlah: “Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang Telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh”. dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha mengetahui isi hati.”
(Ali ‘Imraan: 154)
[241] yaitu: orang-orang Islam yang Kuat keyakinannya.
[242] yaitu: orang-orang Islam yang masih ragu-ragu.
[243] ialah: sangkaan bahwa kalau Muhammad s.a.w. itu benar-benar nabi dan Rasul Allah, tentu dia tidak akan dapat dikalahkan dalam peperangan.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Abu Ya’la, yang bersumber dari al-Miswar bin Mikhramah, bahwa al-Miswar bin Mikhramah berkata kepada ‘Abdurrahman bin ‘Auf: “Coba ceritakan kepadaku kisah peperangan Uhud.” Ia menjawab: “Bacalah surah Ali ‘Imraan setelah ayat 120, di sana akan saudara dapatkan kisah kami.” Selanjutnya Abdurrahman menjelaskan yang dimaksud denga,…thaa-ifataan….(…dua golonga…) dalam surah Ali ‘Imran ayat 122 itu ialah mereka yang segan menghadapi musuh, bahkan ingin mengadakan gencatan senjata dengan kaum musyrikin. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa surah Ali ‘Imran ayat 143 menerangkan peringatan Allah kepada kaum Mukminin yang ingin bertemu dengan musuh, yang pada waktu itu sudah dihadapinya. Sedangkan surah Ali ‘Imran ayat 144 menerangkan bahwa Allah menentramkan kaum Mukminin, ketika tersiar berita yang bersumber dari teriakan setan bahwa Rasulullah telah terbunuh. ‘Abdurrahman bin Auf selanjutnya menjelaskan bahwa penggalan….amanatan nu’aasaa…(…keamanan [berupa] kantuk…) dalam surah Ali ‘Imran ayat 154 merupakan pertolongan Allah kepada kaum Mukminin dengan menjadikan mereka mengantuk dan tertidur.
Diriwayatkan oleh asy-Syaikhaan (al-Bukhari dan Muslim) yang bersumber dari Jabir bin ‘Abdillah bahwa yang dimaksud dengan ….thaa-ifataani mingkum…(…dua golongan daripadamu…) dalam surah Ali ‘Imran ayat 122 adalah bani Salamah dan bani Haritsah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah di dalam kitab al-Mushannaf dan Ibnu Abi Hatim, yang bersumber dari asy-Syu’bi bahwa pada perang Badr kaum Muslimin mendengar kabar bahwa Karz bin Jabir al-Muharibi memberikan bantuan kepada kaum musyrikin, sehingga membimbangkan mereka. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (Ali ‘Imran: 124-125) sebagai penjelasan bahwa Allah memberikan bantuan berupa para malaikat. Ketika Karz mendengar berita kekalahan kaum musyrikin, ia membatalkan bantuannya. Demikian pula Allah membatalkan bantuan dengan lima ribu malaikat.
Diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim yang bersumber dari Anas bahwa pada perang Uhud gigi Nabi saw. yang keempat patah dan berlumuran darah karena luka di mukanya. Beliau bersabda: “Bagaimana bisa bahagia suatu kaum yang berbuat demikian kepada Nabinya, yang mengajak mereka kepada Rabb-nya.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imran: 128).
Diriwayatkan oleh Ahmad dan al-Bukhari, yang bersumber dari Ibnu ‘Umar. Diriwayatkan pula oleh al-Bukhari yang bersumber dari Abu Hurairah. Bahwa Ibnu ‘Umar mendengar Rasulullah saw. berdoa: “Ya Allah, semoga Engkau melaknat si fulan; ya Allah semoga Engkau melaknat al-Harits bin Hisyam; ya Allah, semoga Engkau melaknat Suhail bin ‘Amr; ya Allah, semoga Engkau melaknat Shafwan bin Umayyah.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 128) sebagai teguran kepada Rasulullah saw. atas doanya itu. Kemudian mereka semua dimaafkan.
Keterangan:
Menurut al-Hafizh Ibnu Hajar, berdasarkan kedua hadits tersebut, atas dasar thariiqatul jam’i (jalan tengah) dapat disimpulkan bahwa:
1. Nabi saw. mendoakan kecelakaan di dalam shalatnya bagi orang-orang itu setelah peristiwa yang disebut dalam Hadits pertama dalam perang Uhud.
2. Turunnya ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 128) berkenaan dengan peristiwa yang disebut dalam hadits pertama dan yang timbul akibat peristiwa itu (yang disebut dalam hadits kedua).
Akan tetapi setelah meneliti hadits yang diriwayatkan oleh Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah, timbullah kesulitan dalam menetapkan sebab turunnya ayat tersebut di atas. Hadits itu mengemukakan, pada suatu waktu Rasulullah saw. berdoa setiap kali shalat shubuh: “Ya Allah, semoga Engkau melaknat kaum Ri’i, Dzakwan, dan ‘Ushayyah”, sampai Allah menurunkan ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 128).
Adapun kesulitan dalam menetapkan sebab turunnya ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 128) ialah, dua hadits pertama mengemukakan ayat itu (Ali ‘Imraan: 128) turun pada peristiwa perang Uhud. Sedang peristiwa Ri’i dan Dzakwan yang disebut dalam hadits Muslim terjadi sesudahnya.
Selanjutnya Ibnu Hajar mengemukakan bahwa hadits riwayat Muslim ini ma’luul (hadits yang ada cacatnya yang tersembunyi setelah diperiksa dengan teliti), dan dalam pemberitahuannya mudraj (hadits yang diberi sisipan, baik pada matan maupun sanadnya).
Dan kata-kata, “sampai Allah menurunkan ayat” adalah munqathi’, karena dalam hadits Muslim tersebut, rawi yang menyampaikan dari az-Zuhri kepada Muslim, ada yang tidak disebut namanya. Riwayat seperti ini tidak sah. Akan tetapi dapat saja terjadi ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 128) lambat turunnya, sehingga mencakup keseluruhan peristiwa yang disebut dalam ketiga hadits di atas.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam Tarikh-nya dan Ibnu Ishaq, yang bersumber dari Salim bin ‘Abdillah bin ‘Umar. Hadits ini gharib. Bahwa seorang laki-laki Quraisy datang kepada Nabi saw., dan dengan sinis berkata: “Engkau melarang mencaci-maki?” sambil membalik dan menungging hingga terlihat kemaluannya. Nabi saw. mengutuk dan mendoakan buruk kepadanya. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 128) yang menegaskan bahwa orang itu zalim. Beberapa lama kemudian orang itu masuk Islam, dan menjadi shaleh.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari ‘Ikrimah, bahwa ketika terlambat berita dari medan jihad, wanita-wanita berusaha mencari berita. Tiba-tiba datanlah dua orang laki-laki naik unta. Seorang wanita bertanya kepadanya tentang keadaan Rasulullah. Laki-laki itu menjawab: “Beliau dalam keadaan sehat wal afiat.” Si wanita berkata: “Kami tidak berduka cita kalau Allah menjadi hamba-hamba-Nya sebagai syuhada.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 140) berkenaan dengan wanita tersebut.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari al-‘Aufi, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa beberapa orang shahabat berkata: “Alangkah baiknya kalau kita mati syahid seperti orang-orang yang berjuang di perang Badr, atau mendapat kesempatan seperti pada perang Badr mengalahkan kaum musyrikin, tabah dalam ujian, mati syahid dengan memperoleh surga, atau hidup mendapat rizky.” Maka Allah memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengikuti perang Uhud. Tetapi ternyata mereka tidak tabah dan bertahan dalam peperangan itu, kecuali sebagian kecil di antara mereka yang dikehendaki Allah. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 143) sebagai peringatan atas ucapan mereka.
Diriwayatkan oleh Ibnul Mudzir yang bersumber dari ‘Umar. Bahwa ketika para shahabat terpisah dari Rasulullah saw. pada perang Uhud, ‘Umar naik gunung dan mendengar Yahudi berteriak: “Muhammad telah terbunuh!” ‘Umar berkata: “Tidak akan kubiarkan orang mengatakan Muhammad telah terbunuh. Pasti akan aku penggal lehernya.” Dan pada saat itu ‘Umar melihat Rasulullah saw. dan orang-orang kembali ke posnya masing-masing. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 144) yang menegaskan bahwa kematian seorang nabi adalah hal yang biasa.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari ar-Rabi’ bahwa ketika kaum Mukminin mendapat musibah dalam perang Uhud dengan luka-luka parah, ada yang menyebut-nyebut bahwa Nabiyullah telah terbunuh. Yang lain berkata: “Kalau dia benar-benar seorang nabi, tentu tidak akan terbunuh.” Berkatalah yang lainnya: “Berperanglah mengikuti jejak Rasulullah sehingga dapat kemenangan atau mati syahid besertanya.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 144) berkenaan dengan peristiwa tersebut.
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi di dalam Kitab ad-Dalaa-il, yang bersumber dari Abu Najih bahwa salah seorang Muhajirin berpapasan dengan seorang Anshar yang berlumuran darah, dan berkata: “Apakah engkau tahu bahwa Muhammad telah terbunuh?” Ia menjawab: “Jikalau Muhammad terbunuh, ia telah menunaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Berjuanglah kamu untuk membela agamamu.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 144) yang menegaskan bahwa kematian seorang pemimpin tidaklah berarti pengikutnya boleh meninggalkan perjuangan.
Diriwayatkan oleh Ibnu Rahawaih di dalam Musnad-nya, yang bersumber dari az-Zuhri, bahwa pada waktu perang Uhud setan berteriak: “Muhammad telah terbunuh.” Ka’b bin Malik menyatakan bahwa dialah yang paling dahulu mengenal Rasulullah dari balik topi besinya. Iapun berteriak sekuat tenaga: “Ini dia Rasulullah!!” maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 144) yang menegaskan bahwa Nabi Muhammad saw. sama halnya dengan nabi-nabi sebelumnya yang mungkin saja terbunuh.
Diriwayatkan oleh Ibnu Rahawaih yang bersumber dari Zubair. Bahwa Zubair berkata: “Aku yakin benar bahwa pada hari perang Uhud kami merasakan ketakutan yang luar biasa. Kemudian Allah mengirimkan rasa kantuk, sehingga kami semua terlelap (kepala terkulai di dada). Demi Allah, aku mendengar, seakan-akan dalam mimpi, ucapan Mu’tib bin Qusyair: “Sekiranya kita punya hak campur tangan dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan terkalahkan di tempat ini.” Aku hafalkan kata-kata itu. Kemudian Allah menurunkan ayat tentang kejadian tersebut (Ali ‘Imraan: 154).

Asbabun Nuzul Surah Ali ‘Imran (7)

130. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda[228]] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
(Ali ‘Imraan: 130)
[228] yang dimaksud riba di sini ialah riba nasi’ah. menurut sebagian besar ulama bahwa riba nasi’ah itu selamanya Haram, walaupun tidak berlipat ganda. Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya Karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. riba yang dimaksud dalam ayat Ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman Jahiliyah.
Diriwayatkan oleh al-Faryabi yang bersumber dari Mujahid, bahwa ada orang-orang yang berjual beli dengan kredit (dengan bayaran berjangka waktu). Apabila telah tiba waktu pembayaran, tetapi tidak membayar, bertambahlah bunganya, dan bertambah pula jangka waktu pembayarannya. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 130) sebagai larangan atas perbuatan seperti itu.
Diriwayatkan oleh al-Faryabi yang bersumber dari ‘Atha’. Bahwa di zaman jahiliyah, Tsaqif berhutang kepada bani Nadlir. Ketika tiba waktu membayara, Tsaqif berkata: “Kami bayar bunganya dan undurkan waktu pembayarannya.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 130) sebagai larangan atas perbuatan seperti itu.
161. “Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, Maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, Kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.”
(Ali ‘Imraan: 161)
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Menurut at-Tirmidzi, hadits ini hasan. Bahwa turunnya ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 161) berkenaan dengan hilangnya sehelai permadani merah (ghanimah yang belum dibagikan) di waktu Perang Badr. Berkatalah beberapa orang yang ada: “Barangkali Rasulullah yang mengambilnya.” Ayat ini (Ali ‘Imraan: 161) turun sebagai bantahan terhadap tuduhan tersebut.
Diriwayatkan oleh ath-Thabarani di dalam kitab al-Kabiir dengan sanad yang kuat, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa Rasulullah saw. berkali-kali mengutus pasukan ke medan jihad. Pada suatu waktu, ada pasukan yang kembali, dan di antaranya ada yang membawa ghuluul (mengambil bagian ghanimah sebelum dibagikan menurut haknya) berupa kepala uncal dari emas. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 161) sebagai larangan mengambil rampasan perang sebelum dibagikan oleh amir (pemimpin).
165. “Dan Mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu Telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: ‘Darimana datangnya (kekalahan) ini?’ Katakanlah: ‘Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri’. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
(Ali ‘Imraan: 165)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari ‘Umar bin al-Kaththab bahwa ‘Umar bin al-Khaththab berkata: “Menderitanya orang-orang dalam perang Uhud akibat perbuatan mereka mengambil fida’ (tebusan atas tawanan perang) dalam perang Badr. Pada waktu perang Uhud itu ada tujuh puluh shahabat yang mati syahid, sebagian lari pontang-panting, terdesak, bercerai-berai, bahkan gigi Rasulullah yang keempat patah, topi besinya pecah hingga berlumuran darah di mukanya.” Allah menurunkan ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 165) sebagai peringatan bahwa penderitaan tersebut akibat perbuatan mereka sendiri.
169. “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup[248] disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.”
(Ali ‘Imraan: 169)
[248] yaitu hidup dalam alam yang lain yang bukan alam kita ini, di mana mereka mendapat kenikmatan-kenikmatan di sisi Allah, dan Hanya Allah sajalah yang mengetahui bagaimana keadaan hidup itu.
Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan al Hakim, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Diriwayatkan pula oleh at-Tirmidzi yang bersumber dari Jabir. Bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Allah menjadikan arwah saudara-saudaramu yang gugur di perang Uhud sebagai burung-burung hijau yang mengunjungi sungai di syurga dan memakan buah-buahannya, sampai menghampiri lampu emas di bawah naungan Arsy. Ketika mereka mendapatkan makanan yang enak, minuman yang lezat, dan tempat tidur yang empuk, mereka berkata: “Alangkah baiknya jika teman-teman kita mengetahui apa yang Allah jadikan untuk kita, sehingga mereka tidak segan berjihad dan tidak mundur dari peperangan.” Allah berfirman kepada mereka: “Aku akan sampaikan hal kalian kepada mereka.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 169) yang menceritakan keadaan para syuhada.

Asbabun Nuzul Surah Ali ‘Imraan (8)

7FEB
172. “(yaitu) orang-orang yang mentaati perintah Allah dan rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud). bagi orang-orang yang berbuat kebaikan diantara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar.”
(Ali ‘Imraan: 172)
174. “Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. dan Allah mempunyai karunia yang besar[251].”
(Ali ‘Imraan: 174)
[251] ayat 172, 173, dan 174, di atas membicarakan tentang peristiwa perang Badar Shughra (Badar kecil) yang terjadi setahun sesudah perang Uhud. sewaktu meninggalkan perang Uhud itu, abu Sufyan pemimpin orang Quraisy menantang nabi dan sahabat-sahabat beliau bahwa dia bersedia bertemu kembali dengan kaum muslimin pada tahun berikutnya di Badar. tetapi Karena tahun itu (4 H) musim paceklik dan abu Sufyan sendiri waktu itu merasa takut, Maka dia beserta tentaranya tidak jadi meneruskan perjalanan ke Badar, lalu dia menyuruh Nu’aim ibnu Mas’ud dan kawan-kawan pergi ke Madinah untuk menakut-nakuti kaum muslimin dengan menyebarkan kabar bohong, seperti yang disebut dalam ayat 173. namun demikian nabi beserta sahabat-sahabat tetap maju ke Badar. oleh Karena tidak terjadi perang, dan pada waktu itu di Badar kebetulan musim pasar, Maka kaum muslimin melakukan perdagangan dan memperoleh laba yang besar. keuntungan Ini mereka bawa pulang ke Madinah seperti yang tersebut pada ayat 174.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari al-‘Aufi yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa Allah swt. menanamkan rasa takut di hati Abu Sufyan pada perang Uhud, setelah mampu mencerai-beraikan pasukan Islam. Kemudian ia pulang ke Mekah. Bersabdalah Rasulullah saw.: “Abu Sufyan terpukul mentalnya, ia pulang, dan Allah menanamkan rasa takut di dalam hatinya.”
Perang Uhud itu terjadi pada bulan syawal. Sebulan kemudian, yaitu pada bulan Zulkaidah, para pedagang Quraisy menuju ke Madinah dan berhenti di Badr Shugra. Di saat itu kaum Muslimin sedang menderita akibat luka-luka perang Uhud. Rasulullah saw. menyeru para shahabatnya untuk berangkat menuju ke tempat mereka. Maka datanglah setan menakut-nakuti kekasih Allah (para shahabat) dengan berkata: “Sesungguhnya musuh telah siap sedia dengan bala tentara dan bekalnya untuk memerangimu.” Sehingga para shahabat enggan mengikuti Rasul. Rasulullah saw. bersabda: “Aku akan berangkat walau tak ada seorangpun yang ikut denganku.” Maka berdirilah Abu Bakr yang diikuti ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Zubair, Sa’d, Thalhah, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, ‘Abdullah bin Mas’ud, Hudzaifah bin al-Yaman, dan Abu ‘Ubaidah bin al-Jarrah, sehingga mencapai jumlah tujuh puluh orang. Mereka berangkat mencari Abu Sufyan hingga sampai ke ash-Shafra’. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 172) sebagai pujian terhadap orang yang menyambut seruan Allah dan Rasulullah saw..
Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dengan sanad yang shahih, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ketika kaum musyrikin pulang dari perang Uhud, mereka berkata: “Mengapa kalian tidak bunuh Muhammad, dan merampas gadis Madinah? Alangkah buruknya perbuatan itu, pulanglah kalian kembali!” Hal itu terdengar oleh Rasulullah saw., sehingga beliaupun menyiapkan pasukan yang menyambut baik seruannya. Kemudian mereka mengejar kaum musyrikin hingga sampai ke Hamra-ul Asad atau Bi’ru Abi ‘Utbah. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 172) sebagai pujian atas sambutan para shahabat.
Dalam hadits itu pula dikemukakan bahwa Abu Sufyan pernah berkata kepada Nabi saw.: “Hidupmu akan berakhir di musim pasar di Badr, tempat kawan-kawanku dulu terbunuh (pada perang Badr yang lalu).” Di antara para shahabat itu ada yang lesu dan enggan, terus pulang, sedang yang bersemangat bersiap siaga untuk berperang dan berdagang. Ketika Rasul dan shahabat-shahabatnya sampai di Badr (di musim pasar), tak seorangpun pasukan Abu Sufyan yang ada di sana. Merekapun berdaganglah. Maka turunlah ayat di atas (Ali ‘Imraan: 174) yang menceritakan keadaan para shahabat yang mendapat nikmat dan karunia Allah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Abu Rafi’ bahwa Nabi saw. mengutus ‘Ali bin Abi Thalib untuk memimpin pasukan mencari Abu Sufyan. Bertemulah mereka dengan seorang Badui di Khuza’ah, yang berkata: “Sesungguhnya kaum (Quraisy) telah berkumpul dan bersiap siaga menggempur kalian.” Mereka berkata: “Cukuplah Allah yang akan membela kami, dan Dia-lah sebaik-baik Penolong dan Penjaga.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 174) yang memuji kaum Muslimin yang berjuang di jalan Allah.
181. “Sesungguhnya Allah Telah mendengar perkatan orang-orang yang mengatakan: “Sesunguhnya Allah miskin dan kami kaya”. kami akan mencatat perkataan mereka itu dan perbuatan mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar, dan kami akan mengatakan (kepada mereka): “Rasakanlah olehmu azab yang membakar”.
(Ali ‘Imraan: 181)
Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dan Ibnu Abi Hatimm, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa suatu ketika Abu Bakr masuk ke tempat pendidikan Taurat. Didapatinya orang-orang Yahudi sedang mengelilingi Fanhash. Ia berkata kepada Abu Bakr: “Demi Allah, hai Abu Bakr. Kami tidak butuh kepada Allah, tetapi Allah-lah yang butuh kepada kami. Sekiranya Dia kaya, tentu Dia tidak akan meminjam apa-apa dari kami sebagaimana yang dianggap oleh shahabatmu (Muhammad)” (lihat al-Baqarah: 245). Marahlah Abu Bakr kepadanya serta memukul mukanya. Fanhash berangkat menghadap Rasulullah saw. dan berkata: “Hai Muhammad. Lihat apa yang dilakukan shahabatmu terhadapku.” Nabi saw. bersabda: “Apa sebabnya engkau berbuat demikian wahai Abu Bakr?” Abu Bakr menjawab: “Ya Rasulallah. Ia telah berkata dengan perkataan yang sangat besar (dosanya): menganggap Allah itu miskin dan mereka kaya, tidak butuh kepada Allah.” Fanhash memungkiri dan mendustakan ucapan Abu Bakr. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 181) yang menegaskan sifat-sifat Yahudi yang keji.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa orang-orang Yahudi menghadap Nabi saw. ketika turun ayat , mang dzal ladzii yuqridlullaaha qardlan hasanaa…(siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik [menafkahkan hartanya di jalan Allah]…) (Al-Baqarah: 245). Mereka berkata: “Hai Muhammad. Rabb-mu itu miskin. Dia meminta kepada hamba-Nya.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 181) sebagai ancaman terhadap ucapan seperti ucapan Yahudi itu.

Asbabun Nuzul Surah Ali ‘Imraan (9)

7FEB
186. “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. jika kamu bersabar dan bertakwa, Maka Sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.”
(Ali ‘Imraan: 186)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnul Mundzir dengan sanad yang hasan, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ayat ini (Ali ‘Imraan: 186) turun berkenaan dengan peristiwa Abu Bakr dengan Fanhash, tentang ucapannya: “Allah itu miskin dan kami kaya”.
Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq dari Ma’mar, dari az-Zuhri, yang bersumber dari ‘Abdurrahman bin Ka’b bin Malik. Bahwa turunnya ayat ini (Ali ‘Imraan: 186) berkenaan dengan Ka’b bin al-Asyraf yang mencaci maki Nabi Saw. dan shahabat-shahabat beliau dengan syair.
188. “Janganlah sekali-kali kamu menyangka, hahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang Telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih.”
(Ali ‘Imraan: 188)
Diriwayatkan oleh asy-Syaikhaan dan lain-lain, yang bersumber dari Hamid bin ‘Abdirrahman bin ‘Auf. Bahwa Marwan berkata kepada juru pintunya: “Hai Rafi’, berangkatlah menemui Ibnu ‘Abbas, dan katakan kepadanya bahwa sekiranya orang akan disiksa karena merasa gembira dengan apa yang telah diperolehnya dan ingin dipuji atas perbuatan yang tidak mereka kerjakan, pasti kita semua akan disiksa.” Maka berkatalah Ibnu ‘Abbas: “Apa yang menjadi masalah kalian tentang ayat ini (Ali ‘Imraan: 188)? Turunnya ayat ini berkenaan dengan ahli kitab. Ketika Nabi saw. bertanya kepada mereka tentang sesuatu, mereka menutupinya dengan memberikan jawaban yang tidak ada sangkut pautnya dengan pertanyaan itu. Kemudian mereka keluar dan memberitahukan kepada teman-temannya dengan gembira bahwa mereka telah dapat menjawab pertanyaan Rasul dengan jawaban yang tidak ada sangkut pautnya dengan pertanyaan beliau. Dengan cara itu mereka berharap mendapat pujian atas perbuatannya.”
Diriwayatkan oleh asy-Syaikhaan (al-Bukhari dan Muslim) yang bersumber dari Abu Sa’id al Khudri bahwa apabila Rasulullah saw. pergi berjihad, beberapa orang munafik meninggalkan diri dan bergembira karena bisa tetap melaksanakan kesibukan sehari-hari, tanpa ikut jihad bersama Rasulullah. Akan tetapi apabila Rasulullah saw. telah tiba kembali dari jihad dengan membawa kemenangan, mereka meminta maaf dengan mengemukakan berbagai alasan sambil bersumpah dengan harapan perbuatan itu terpuji tanpa ikut serta berjihad. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 188).
Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq di dalam Tafsir-nya, yang bersumber dari Zaid bin Aslam. Hadits seperti ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim dari beberapa tabiin. Bahwa ketika Rafi’ bin Khadij dan Zaid bin Tsabit sedang duduk-duduk bersama Marwan, berkatalah Marwan: “Tentang apakah turunnya ayat ini (Ali ‘Imraan: 188)?” Rafi’ menjawab:”Turunnya ayat ini bekenaan dengan sebagian orang-orang munafik. Apabila Rasul saw. akan berangkat berjihad, mereka meminta izin karena berhalangan, dengan mengemukakan bahwa mereka sesungguhnya ingin ikut serta berjihad bersama Rasul, akan tetapi kesibukan sehari-hari tak dapat ditinggalkan. Maka turunlah ayat tersebut berkenaandengan mereka.” Marwan seolah-olah tidak percaya kepada Rafi’ sehingga Rafi’ pun merasa kaget dan gelisah. Maka berkatalah Rafi’ kepada Zaid bin Tsabit: “Demi Allah, saya bertanya kepada engkau, apakah engkau mengetahui kejadian yang aku katakan tadi?” Zaid menjawab: “Ya.”
Keterangan: menurut al-Hafizh Ibnu Hajar, berdasarkan kedua hadits tersebut di atas, atas dasar tariiqatul jam’i, dapat disimpulkan bahwa turunnya ayat di atas (Ali ‘Imraan: 188) berkenaan dengan kedua peristiwa yang hampir bersamaan kejadiannya.
Selanjutnya Ibnu Hajar mengemukakan bahwa al-Farra’ menceritakan tentang turunnya ayat ini berkenaan dengan kaum Yahudi yang tidak mengakui Muhammad sebagai Rasul, dengan berkata: “Kami ahli kitab yang pertama, bersembahyang dan taat.”
Dijelaskan pula oleh Ibnu Jarir bahwa turunnya ayat ini (Ali ‘Imraan: 188) berkenaan dengan semua kejadian tersebut.
190. “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,”
(Ali ‘Imraan: 190)
Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dan Ibnu Abi Hatim, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa orang Quraisy datang kepada Yahudi untuk bertanya: “Mukjizat apa yang dibawa Musa kepada kalian?” Mereka menjawab: “Tongkat dan tangannya terlihat putih bercahaya.” Kemudian mereka bertanya kepada kaum Nasrani: “Mukjizat apa yang dibawa ‘Isa pada kalian?” Mereka menjawab: “Ia dapat menyembuhkan orang buta sejak lahir hingga dapat melihat, menyembuhkan orang berpenyakit sopak, dan menghidupkan orang mati.” Kemudian mereka menghadap Nabi saw. dan berkata: “Hai Muhammad, coba berdoalah engkau kepada Rabb-mu agar gunung Shafa ini dijadikan emas.” Lalu Rasulullah saw. berdoa. Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 190), sebagai petunjuk untuk memperhatikan apa yang telah ada, yang akan lebih besar manfaatnya bagi orang yang menggunakan akal.
195. “Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain[259]. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, Pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan Pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.”
(Ali ‘Imraan: 195)
[259] maksudnya sebagaimana laki-laki berasal dari laki-laki dan perempuan, Maka demikian pula halnya perempuan berasal dari laki-laki dan perempuan. kedua-duanya sama-sama manusia, tak ada kelebihan yang satu dari yang lain tentang penilaian iman dan amalnya.
Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq, Sa’id bin Manshur, at-Tirmidzi, al-Hakim, dan Ibnu Abi Hatim, yang bersumber dari Ummu Salamah, bahwa Ummu Salamah berkata: “Wahai Rasulallah. Saya tidak mendengar Allah menyebut khusus tentang wanita di dalam al-Qur’an mengenai peristiwa hijrah.” Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 195) sebagai penegasan atas pertanyaannya.
199. “Dan Sesungguhnya diantara ahli Kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya.”
(Ali ‘Imraan: 199)
Diriwayatkan oleh an-Nasa-i yang bersumber dari Anas. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Jabir. Bahwa ketika datang berita kematian an-Najasi (Raja Habasyah), bersabdalah Rasulullah saw.: “Mari kita shalatkan.” Para shahabat bertanya: “Apakah kita menyalatkan hamba Habasyi?” Maka turunlah ayat tersebut di atas (Ali ‘Imraan: 199), sebagai penegasan bahwa orang yang meninggal itu adalah seorang Mukmin.
Diriwayatkan oleh al-Hakim di dalam kitab al-Mustadrak, yang bersumber dari ‘Abdullah bin Zubair, bahwa turunnya ayat ini (Ali ‘Imraan: 199) berkenaan dengan an-Najasyi.

x


Surah Ali 'Imran


ALI 'IMRAN
Alif, Laam, Miim. " (SurahAli'lmran:3:
"Allah, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang Tetap Hidup, Yang Kekal selama-lamanya mentadbirkan sekalian makhlukNya. " (Surah Ali 'Imran: 3: 2)
"la menurunkan kepadamu (wahai Muhammad) Kitab Suci (al Quran) dengan mengandungi kebenaran, yang mengesahkan isi Kitab-kitab Suci yang telah diturunkan dahulu daripadanya, dan la juga yang menurunkan Kitab-kitab Taurat dan Injil. " (Surah Ali 'Imran: 3: 3)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa penurunan beberapa ayat dari surah Ali 'Imran iaitu di antara ayat 1 hingga ayat 80 adalah sebagai penjelasan yang diberikan kepada Nabi Muhammad s.a.w. di atas kedatangan kaum Nasara yang mempersoalkan tentang Nabi Isa. [Kaum Nasara menganggap bahawa Nabi Isa adalah lebih mulia daripada Nabi Muhammad s.a.w. Oleh itu mereka tidak mempercayai Muhammad adalah sebagai Rasul.] (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari ar Rabi)
KETERANGAN
Menurut riwayat Ibnu Ishaq dari Muhammad bin Sahl bin Abi Umamah, sesungguhnya kaum yang datang mengadap Rasulullah s.a.w. itu adalah kaum Nasara Najran. Demikian juga menurut riwayat al Baihaqi di dalam kitab ad Dalail.
"Katakanlah (Wahai Muhammad) kepada orang kafir itu: "Kamu akan dikalahkan (di dunia ini) dan akan dihimpunkan (pada hari Kiamat) ke dalam Neraka Jahanam, dan itulah seburuk-buruk tempat yang disediakan. " (SurahAli'lmran:3:12)
"Sesungguhnya telah ada satu tanda (bukti) kamu pada (peristiwa) dua pasukan yang telah bertemu (di medan perang); satu pasukan (orang Islam) berperang pada jalan Allah (kerana mempertahankan agama Allah), dan yang satu lagi dari golongan kafir musyrik. Mereka (yang kafir itu) melihat orang Islam dengan pandangan mata biasa - dua kali ramainya berbanding dengan mereka sendiri. Dan Allah sentiasa menguatkan sesiapa yang dikehendakiNya, dengan memberikan pertolonganNya. Sesungguhnya pada peristiwa itu terdapat satu pengajaran yang memberi insaf bagi orang yang berfikiran (yang celik mata hatinya)." (SurahAli'lmran:3:13)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika kaum Muslimin berjaya mengalahkan kaum Quraisy dalam perang Badar, mereka kembali ke Madinah dan Nabi mengumpulkan orang-orang Yahudi di pasar Bani Qainuqa lalu bersabda: "Wahaikaum Yahudi! Masuklah Islam sebelum Allah menimpakan ke atas kalian apa yang telah dialami oleh kaum Quraisy." Mereka menjawab: "Hai Muhammad! Janganlah engkau tertipu oleh dirimu sendiri di atas kemenangan terhadap kaum Quraisy yang bodoh dan tidak mengetahui strategi. Demi Allah, sekiranya engkau berperang dengan kami, engkau akan tahu bahawa kami adalah pahlawan yang hebat."
Maka turunlah kedua ayat di atas sebagai penjelasan bahawa kemampuan umat Islam dalam mengalahkan mereka adalah dengan pertolongan Allah s.w.t. (Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam sunannya, al Baihaqi dalam ad Dalail dari Ibnu Ishaq dari Muhammad bin Abi Muhammad dari Said atau Ikrimah dari Ibnu Abbas)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa seorang Yahudi yang bernama Fanhas telah berkata pada masa perang Badar: "Muhammad tidak akan tertipu oleh kemenangannya terhadap kaum Quraisy kerana Kaum Quraisy memang tidak pandai berperang."
Maka turunlah kedua ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3: 12-13) sebagai penerangan bahawa umat Islam akan mendapat kemenangan dengan pertolongan Allah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Munzirdari Ikrimah)
"Tidakkah engkau pelik memikirkan (wahai Muhammad ) terhadap sikap orang (Yahudi ) yang telah diberikan sebahagian dari Kitab Taurat, mereka diseru kepada Kitab Allah supaya Kitab itu dijadikan hakim (mengenai perkara-perkara yang timbul ) diantara mereka. Alih-alih satu puak dari mereka berpaling ingkar sambil menolak (seruan dan hukum Kitab Allah itu)." (Surah Ali 'Imran: 3: 23)
"Yang demikian disebabkan mereka (mendakwa dengan) berkata: "Kami tidak sekali-kali akan disentuh oleh api neraka melainkan beberapa hari sahaja yang boleh dihitung. " Mereka (sebenarnya) telah diperdayakan dalam agama mereka, oleh dakwaan dusta yang mereka telah ada-adakan. " (Surah Ali 'Imran: 3: 24)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Rasulullah s.a.w. datang ke tempat pengajian kitab Taurat kaum Yahudi untuk mengajak mereka kembali kepada Allah. Berkatalah Nuaim bin Amr dan al Harts bin Zaid: "Apakah agama yang kau anuti, hai Muhammad?" Baginda menjawab: "Aku pengikut agama Ibrahim." Mereka berkata lagi: "Ibrahim itu adalah Yahudi." Maka Rasulullah menjawab lagi: "Kalau begitu marilah kita bersatu dan kembali kepada Taurat yang sebenarnya." Akan tetapi kedua orang itu menolak untuk kembali kepada Taurat.
Oleh itu, penurunan kedua ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3: 23-24) adalah sebagai penjelasan bahawa mereka tidak akan kembali kepada Taurat walaupun diajak kerana tertipu oleh pemimpin-pemimpin mereka. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Munzir dari Ikrimah dari Ibnu Abbas)
"Katakanlah (Wahai Muhammad): "Wahai Tuhan yang mempunyai kuasa pemerintahan! Engkaulah yang memberi kuasa pemerintahan kepada sesiapa yang Engkau kehendaki, dan Engkaulah yang mencabut kuasa pemerintahan dari sesiapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah juga yang memuliakan sesiapa yang Engkau kehendaki, dan Engkaulah yang menghina sesiapa yang Engkau kehendaki. Dalam kekuasaan Engkaulah sahaja adanya segala kebaikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu." (SurahAli'lmran:3:26)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Rasulullah s.a.w. memohon kepada Allah s.w.t. agar Raja Rom dan Persia menjadi umatnya. Maka turunlah ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3: 26) sebagai tuntutan dalam berdoa mengenai perkara ini. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Qatadah)
"Janganlah orang yang beriman mengambil orang kafir menjadi teman rapat dengan meninggalkan orang yang beriman. Dan sesiapa yang melakukan (larangan) yang demikian maka tiadalah ia (mendapat perlindungan) dari Allah dalam sesuatu apapun, kecuali kamu hendak menjaga diri daripada sesuatu bahaya yang ditakuti dari pihak mereka (yang kafir itu). Dan Allah perintahkan supaya kamu beringat-ingat terhadap kekuasaan diriNya (menyeksa kamu). Dan kepada Allah jualah tempat kembali. " (Surah Ali 'Imran: 3: 28)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa al Hajjaj bin Amr yang mewakili pemimpin-pemimpin Yahudi iaitu Kaab bin al Asyraf dan Ibnu Abil Haqiq serta Qais bin Zaid telah memikat segolongan kaum Ansar untuk memalingkan mereka dari agama Islam. Oleh itu, Rifa'ah bin al Munzir, Abdullah bin Jubairdan Saad bin Hathamah telah memberi peringatan kepada orang-orang Ansar tersebut dengan berkata: "Berhati-hatilah kalian dengan pujukan mereka dan janganlah berpaling dari agama kalian. " Akan tetapi mereka menolak peringatan tersebut. Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3: 28) sebagai peringatan untuk tidak menjadikan orang-orang kafir sebagai pelindung kepada orang Mukminin. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarirdari Said atau Ikrimah dari Ibnu Abbas)
"Katakanlah (wahai Muhammad): "Jika benar kamu mengasihi Allah maka ikutilah daku, nescaya Allah mengasihi kamu serta mengampunkan dosa-dosa kamu. Dan (ingatlah), Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani. " (Surah Ali 'Imran: 3: 31)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa terdapat suatu kaum pada zaman Nabi s.a.w. yang berkata: "Demi Allah hai Muhammad! Sesungguhnya kami benar-benar yakin dan cinta kepada Tuhan kami." Maka Allah menurunkan ayat di atas sebagai tuntutan bagaimana seharusnya mencintai Allah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Munzir dari al Hasan)
"Demikianlah (perihal Nabi Isa), yang Kami membacakannya kepadamu (Wahai Muhammad, adalah ia) sebahagian dari hujah-hujah keterangan (yang membuktikan kebenarannya), dari al Quran yang penuh dengan hikmat-hikmat (pengetahuan yang tepat, lagi sentiasa terpelihara)" (Surah Ali 'Imran: 3: 58)
"Sesungguhnya perbandingan (kejadian) Nabi 'Isa di sisi Allah adalah sama seperti (kejadian) Nabi Adam. Allah telah menciptakan Adam dari tanah lalu berfirman kepadanya: "Jadilah engkau!" maka menjadilah ia. " (Surah Ali 'Imran: 3: 59)
"Perkara yang benar ialah yang datang dari Tuhanmu. Makajangan sekali-kali engkau menjadi dari orang yang ragu-ragu. " (Surah Ali 'Imran: 3: 60)
"Kemudian sesiapa yang membantahmu (wahai Muhammad) mengenainya, sesudah engkau beroleh pengetahuan yang benar, maka katakanlah kepada mereka: "Marilah kita menyeru anak-anak kami serta anak-anak kamu, dan perempuan-perempuan kami serta perempuan-perempuan kamu, dan diri kami serta diri kamu, kemudian kita memohon kepada Allah dengan bersungguh-sungguh, serta kita meminta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang yang berdusta." (Surah Ali'Imran: 3: 61)
"Sesungguhnya ini ialah kisah-kisah yang benar, dan tiadalah Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Allah; dan (ingatlah), Sesungguhnya Allah Dialah jua Yang Maha Kuasa, lagi Maha Bijaksana."(Surah Ali'Imran: 3: 62)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa terdapat dua orang rahib (Pastur) dari Naj'ran datang mengadap Rasulullah s.a.w. dan berkata: "Siapakah bapa Isa? Akan tetapi Rasulullah s.a.w. tidak segera menjawab pertanyaan tersebut sebelum mendapat petunjuk dari Allah.
Maka penurunan ayat di atas (Surah Ali 'Imran: 3: 58-60) adalah sebagai penjelasan tentang siapakah Nabi Isa yang sebenarnya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari al Hasan)
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa sekumpulan Kaum Nasara Najran yang diketuai oleh pemimpin dan wakilnya datang mengadap Rasulullah dan berkata: "Mengapa tuan menyebut sahabat kami?" Nabi menjawab: "Siapakah dia?" Mereka berkata lagi: "Isa yang tuan anggap sebagai hamba Allah." Maka Nabi menjawab: "Benar." Mereka berkata lagi: "Apakah tuan tahu mengenai Isa atau diberitahu tentang dia?"
Kemudian mereka keluar dan tidak lama selepas itu datanglah Jibril menyampaikan ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3: 59-60) yang menerangkan tentang adanya manusia seperti Isa. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari al Ufi dari Ibnu Abbas)
Dalam riwayat lain juga ada dikemukakan bahawa sebelum turunnya ayat ini (Surah an Naml: 27: 31), Rasulullah s.a.w. menulis surat kepada orang Najran seperti berikut: "Dengan nama Tuhan Ibrahim, Ishaq dan Yaakub dari Muhammad Nabi Allah" sehingga ke pengakhiran hadis. Seterusnya dalam hadis itu ada dikemukakan bahawa kaum Najran telah mengutus Syarahbil bin Wada'ah al Hamdani dan Abdullah bin Syarahbil al Ashbani serta Jabbar al Hartsi untuk mengadap Rasulullah s.a.w.
Maka terjadilah dialog di antara mereka. Akan tetapi ada satu masalah yang masih tertunda iaitu pertanyaan mereka yang berbunyi: "Bagaimana pendapat tuan tentang Isa?" Nabi menjawab: "Belum ada isyarat kepadaku tentang perkara ini, tetapi cubalah kalian bermalam di sini sampai keesokan hari agar aku dapat terangkan mengenai perkara ini. Pada keesokan harinya turunlah ayat di atas (Surah Ali 'Imran: 3:59-62) yang menerangkan siapakah Isa yang sebenarnya. (K. Diriwayatkan oleh al Baihaqi di dalam kitab ad Dalail dari Salamah bin Abi Yasyu dari bapanya dari datuknya)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa ketika pendeta Najran dan wakilnya datang mengadap Nabi s.a.w, baginda menjelaskan kepada kaduanya tentang Islam. Mereka berkata: "Kami sudah terlebih dahulu masuk Islam sebelum tuan." Kemudian Nabi bersabda: "Sesungguhnya kalian telah berdusta kerana ada tiga perkara yang menghalangi kalian daripada masuk Islam iaitu:
1. Kalian mengatakan bahawa Tuhan mempunyai anak.
2. Kalian makan daging babi.
3. Kalian tunduk sujud kepada patung."
Selepas itu kedua orang tersebut bertanya: "Kalau begitu siapakah bapa Isa." Pada waktu itu Rasulullah tidak mengetahui bagaimana harus menjawab soalan tersebut. Maka turunlah ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3: 59-62) sebagai jawapan kepada pertanyaan tersebut.
Kemudian Rasulullah s.a.w. mengajak mereka mengadakan mula'anah iaitu bersumpah akan dilaknat oleh Allah apabila ucapannya tidak benar. Akan tetapi mereka menolak dan memilih untuk membayar jizyah. Selepas itu mereka kembali semula ke tempat mereka. (Diriwayatkan oleh Ibnu Saad dalam kitab at Thabaqat dari al Azraq bin Qais)
"Wahai Ahli Kitab! Mengapa kamu berani mempertengkarkan tentang (agama) Nabi Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan kemudian daripada (zaman) Ibrahim; patutkah (kamu berdegil sehingga) kamu tidak mahu menggunakan akal?" (Surah Ali'Imran: 3: 65)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa kaum Nasara Najran dan paderi-paderi kaum Yahudi berkumpul, berbincang dan bertengkar di hadapan Rasulullah. Berkatalah paderi-paderi Yahudi: "Sesungguhnya Ibrahim itu Yahudi." Sebaliknya kaum Nasara berkata: "Ibrahim itu adalah Nasara."
Maka turunlah ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3: 65) sebagai teguran di atas perkara yang mereka pertengkarkan itu. (Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dengan sanadnya yang berulang-ulang dari Ibnu Abbas)
"Wahai Ahli Kitab! Mengapa kamu campuradukkan yang benar dengan yang salah, dan kamu pula menyembunyikan kebenaran padahal kamu mengetahuinya?" (Surah Ali'Imran: 3: 71)
"Dan berkatalah segolongan dari Ahli Kitab (sesama sendiri): "Berimanlah kamu kepada al Quran yang diturunkan kepada orang yang beriman itu: pada sebelah pagi, dan kufurlah (ingkarlah) pada petangnya, supaya mereka (merasa ragu-ragu, lalu) kembali menjadi kafir semula." (Surah Ali 'Imran: 3: 72)
"Dan (Mereka berkata lagi): "Janganlah kamu percaya melainkan kepada orang yang mengikut agama kamu." Katakanlah (wahai Muhammad): "Sesungguhnya petunjuk yang sebenar-benarnya ialah petunjuk Allah." (Mereka berkata pula: "Janganlah kamu percaya) bahawa akan diberi kepada sesiapa seperti apa yang telah diberikan kepada kamu, atau mereka akan dapat mengalahkan hujjah kamu disisi Tuhan kamu. "Katakanlah (wahai Muhammad): "Sesungguhnya limpah kurnia itu adalah ditangan Allah, diberikanNya kepada sesiapa yang dikehendakiNya dan Allah Maha Luas limpah kurniaNya, lagi Meliputi pengetahuannya." (Surah Ali 'Imran: 3: 73)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Abdullah bin as Shaif, Adi bin Zaid dan al Harts bin Auf mengadakan perjanjian untuk beriman pada pagi hari dan kufur pada petang hari dengan apa yang telah diwahyukan kepada Nabi Muhammad dan kemudian diikuti oleh sahabat-sahabatnya. Perbuatan ini dilakukan dengan harapan semoga orang Islam dapat mencontohi mereka sehinggalah mereka menjadi murtad.
Maka Allah menurunkan ketiga-tiga ayat ini untuk memberi peringatan kepada umat Islam agarjangan mencampur adukkan di antara perkara hak dengan yang batil. (Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari Ibnu Abbas)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa pendeta-pendeta Yahudi melarang pangikutnya untuk percaya kepada orang yang tidak menurut agamanya. Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3: 73) untuk menerangkan bahawa petunjuk Allah adalah petunjuk yang sebenarnya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari as Suddi dari Abi Malik)
"Sesungguhnya orang yang mengutamakan keuntungan dunia yang sedikit dengan menolak janji kepada Allah dan mencabuli sumpah mereka, mereka tidak akan mendapat bahagian yang baik pada hari akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan memandang kepada mereka pada hari Kiamat, dan tidak akan membersihkan mereka (dari dosa) dan mereka pula akan beroleh azab seksa yang tidak terperi sakitnya. "(Surah Ali 'Imran: 3: 77)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa al Asy'ats mengadu kepada Rasulullah kerana tanah miliknya direbut oleh seorang Yahudi. Nabi bersabda kepada ai Asy'ats: "Apakah engkau mempunyai bukti?" Asy'ats menjawab: Tidak." Kemudian Nabi bersabda: "Bersumpalah engkau!"AI Asy'ats berkata: "Kalau begitu aku berani bersumpah, dan akan hilang hartaku."
Maka turunlah ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3: 77) sebagai peringatan kepada orang yang hendak melakukan sumpah palsu. (Diriwayatkan oleh as Syaikhani dan yang lainnya dari al Asy'ats)
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa ada seorang yang berdagang di pasar dan menjual barang dagangannya. Kemudian dia bersumpah dengan nama Allah bahawa barangnya telah diserahkan kepada si pembeli, padahal dia belum memberikannya lagi. Perbuatan ini dilakukan kepada orang-orang Islam.
Maka turunlah ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3: 77) sebagai peringatan kepada orang yang melakukan sumpah palsu. (Diriwayatkan oleh al Bukhari dari Abduilah bin Abi Aufa)
KETERANGAN
Menurut pendapat al Hafiz Ibnu Hajar dalam syarah Bukhari, kedua hadis yang disebutkan di atas adalah tidak bertentangan. Oleh itu penurunan ayat di atas (Surah Ali 'Imran: 3: 77) boleh dikatakan berkenaan dengan kedua peristiwa tersebut.
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3:77) turun adalah berkenaan dengan kisah kaum Yahudi di antaranya ialah Hay bin Akhtab dan Kaab bin al Asyraf dan selainnya yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah di dalam taurat dan menggantikannya. Kemudian mereka bersumpah bahawa apa yang mereka kemukakan itu adalah dari Allah Subhanahu wa Taala. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarirdari Ikrimah)

KETERANGAN
Menurut pendapat al Hafiz Ibnu Hajar, ayat di atas (Surah Ali 'Imran: 3: 77) diturunkan mungkin kerana beberapa sebab. Akan tetapi yang sebaiknya diikuti adalah berpandukan apa yang terkandung di dalam kitab Sahih.
"Tidaklah patut bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Kitab agama dan hikmat serta pangkat Nabi, kemudian la tergamak mengatakan kepada orang ramai: "Hendaklah kamu menjadi orang yang menyembahku dengan meninggalkan perbuatan menyembah Allah." Tetapi (sepatutnya ia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang Rabbaniyin (yang hanya menyembah Allah Taala dengan ilmu dan amal yang sempurna), kerana kamu sentiasa mengajarkan isi Kitab Allah itu, dan kerana kamu selalu mempelajarinya." (Surah Ali 'Imran: 3: 79) [79. tidaklah patut bagi seseorang manusia Yang Allah berikan kepadanya Kitab ugama dan hikmat serta pangkat Nabi, kemudian ia tergamak mengatakan kepada orang ramai: "Hendaklah kamu menjadi orang-orang Yang menyembahku Dengan meninggalkan perbuatan menyembah Allah". tetapi (sepatutnya ia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang Rabbaniyin (yang hanya menyembah Allah Taala - Dengan ilmu dan amal Yang sempurna), kerana kamu sentiasa mengajarkan isi Kitab Allah itu, dan kerana kamu selalu mempelajarinya.]
"Dan ia tidak pula patut menyuruh kamu menjadikan malaikat dan Nabi-nabi sebagai tuhan-tuhan. Patutkah ia menyuruh kamu dengan kekufuran sesudah kamu menjadi orang Islam?" (Surah Ali 'Imran: 3: 80)[80. dan ia tidak pula patut menyuruh kamu menjadikan malaikat dan Nabi-nabi sebagai tuhan-tuhan. Patutkah ia menyuruh kamu Dengan kekufuran sesudah kamu menjadi orang Islam?]
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika pendeta-pendeta kaum Yahudi dan Nasara Najran berkumpul di hadapan Nabi, baginda telah mengajak mereka untuk memeluk Islam. Berkatalah Abu Rafi' al Quradzi: "Apakah tuan menginginkan agar kami menyembah tuan seperti Nasara menyembah Isa?" Rasulullah menjawab: "Ma'adzallah" (Aku berlindung kepada Allah daripada itu).
Maka Allah menurunkan ayat di atas (Surah Ali 'Imran: 3: 79-80) sebagai sanggahan bahawa tidak ada seorang Nabi pun yang mengajak umatnya untuk menyembah dirinya sendiri. (Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dan Baihaqi dari Ibnu Abbas)
Dalam suatu riwayat lain ada dikemukakan bahawa seorang lelaki telah datang mengadap Rasulullah dan berkata: "Ya Rasulullah, apakah kami harus memberi salam kepada tuan sebagaimana kami memberl salam kepada teman kami dan apakah kami perlu sujud kepada tuan." Nabi menjawab: "Jangan, cukuplah kamu menghormati Nabimu dan memberitahu perkara yang hak kepada yang layak diberitahu kerana sesungguhnya tidak dibenarkan kepada seseorang itu untuk sujud selain daripada Allah."
Maka turunlah ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3:79-80) sebagai sokongan di atas ucapan Rasulullah.(Diriwayatkan oleh Abdul Razak di dalam tafsirnya dari al Hasan)
"Dan sesiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka tidak akan diterima daripadanya, dan ia pada hari Akhirat kelak dari orang yang rugi. " (Surah Ali 'Imran: 3: 85)
"Bagaimana Allah akan memberI petunjuk hidayat kepada sesuatu kaum yang kufur ingkar sesudah mereka beriman, dan juga sesudah mereka menyaksikan bahawa Rasulullah Nabi (Muhammad) itu adalah benar, dan telah datang pula kepada mereka keterangan-keterangan yang jelas nyata. Dan (ingatlah), Allah tidak akan memberikan petunjuk hidayatnya kepada kaum yang zalim." (Surah Ali 'Imran: 3: 86)
"Mereka itu, balasannya ialah bahawa mereka ditimpa laknat Allah dan malaikatNya serta sekalian orang (yang beriman)." (Surah Ali 'Imran: 3: 87)
"Mereka kekal di dalamnya, tidak diringankan azab seksa daripada mereka dan mereka pula tidak diberi tempoh atau perhatian." (Surah Ali 'Imran: 3: 88)
"Kecuali orang yang bertaubat sesudah (ingkar) itu, serta memperbaiki keburukan mereka, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani." (Surah Ali 'Imran: 3: 89)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa seorang lelaki dari kaum Ansar telah murtad dan selepas itu dia merasa menyesal di atas perbuatannya itu. Kemudian dia meminta seorang utusan daripada kaumnya untuk mengadap Rasulullah dan bertanya kepada baginda, apakah taubatnya akan diterima oleh Allah Subha nahu wa Taala.
Maka turunlah ayat di atas (Surah Ali 'Imran: 3: 85-89), lalu utusan itu menyampaikan kepadanya sehingga dia kembali Islam. (Diriwayatkan oleh an Nasai, Ibnu Hibban dan al Hakim dari Ibnu Abbas)
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa al Harts bin Suwaid datang berjumpa Nabi dan kemudian memeluk Islam. Akan tetapi apabila kembali kepada kaumnya dia kembali kufur. Maka turunlah ayat di atas (Surah Ali 'Imran: 3: 85-89).
Kemudian salah seorang daripada kaumnya telah membacakan ayat ini kepadanya. Berkatalah al Harts: "Sesungguhnya engkau adalah benar dan Rasulullah lebih benar daripadamu dan sesungguhnya Allah adalah yang paling benar di antara tiga."
Selepas itu dia kembali kepada Islam dan menjadi seorang Muslim yang patuh dan taat. (Diriwayatkan o!eh Musaddad di dalam musnadnya dan Abdul Razak dari Mujahid)
"Disitu ada tanda-tanda keterangan yang nyata (yang menunjukkan kemuliaannya; diantaranya ialah) Makam Nabi Ibrahim. Dan sesiapa yang masuk ke dalamnya, aman tenteramlah dia. Dan Allah mewajibkan manusia mengerjakan ibadat Haji dengan mengunjungi Baitullah, iaitu sesiapa yang mampu sampai kepadanya. Dan sesiapa yang kufur (ingkarkan kewajipan ibadat haji itu), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak berhajatkan sesuatu pun) dari sekalian makhluk." (Surah Ali 'Imran: 3: 97)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika turun ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3: 85) berkatalah kaum Yahudi: "Sebenarnya kami ini Muslimin." Bersabdalah Nabi kepada mereka: "Allah telah mewajibkan kepada kaum Muslimin untuk menunaikan Haji di Baitullah." Kemudian mereka berkata: "Tidak diwajibkan kepada kami. "Pernyataan ini menunjukkan bahawa mereka menolak untuk menunaikan ibadah haji.
Maka turunlah ayat di atas (Surah Ali 'Imran: 3: 97) yang menerangkan tentang kewajipan seorang Muslim dan barangsiapa yang menolak dari melaksanakan suruhan itu adalah kafir. (Diriwayatkan oleh Said bin Mansurdari Ikrimah)
"Katakanlah: "Wahai Ahli Kitab! Mengapa kamu menghalangi orang yang beriman daripada menurut jalan Allah (agama Islam), kamu hendak menjadikan jalan Allah itu bengkok terpesong, padahal kamu menyaksikan (kebenarannya)?" Dan (ingatlah), Allah tidak sekali-kali lalai akan apa yang kamu lakukan. " (Surah Ali 'Imran: 3:99)
"Wahai orang yang beriman! Jika kamu taat akan sesuatu puak dari orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberikan Kitab itu, nescaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. " (Surah Ali 'Imran: 3: 100)
"Dan bagaimana kamu akan menjadi kafir padahal kepada kamu dibacakan ayat-ayat Allah (al Quran), dan dalam kalangan kamu ada RasulNya (Muhammad s.a.w.)? Dan sesiapa berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah beroleh petunjuk hidayat kejalan yang betul (lurus)." (Surah AN 'Imran: 3:101)
"Wahai orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dan jangan sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan Islam." (Surah AN'Imran: 3:102)
"Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali Allah (agama Islam), dan janganlah kamu bercerai-berai; dan kenanglah nikmat Allah kepada kamu ketika kamu bermusuh-musuhan (semasa Jahiliyah dahulu), lalu Allah menyatukan di antara hati kamu (sehingga kamu bersatu-padu dengan nikmat Islam), maka menjadilah kamu dengan nikmat Allah itu orang Islam yang bersaudara. Dan kamu dahulu telah berada di tepi jurang neraka (disebabkan kekufuran kamu semasa Jahiliah), lalu Allah selamatkan kamu dari neraka itu (disebabkan nikmat Islam juga). Demikianlah Allah menjelaskan kepada kamu ayat-ayat keteranganNya, supaya kamu mendapat petunjuk hidayatNya." (Surah Ali'Imran: 3:103)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa, ketika kaum Aus dan Khazraj sedang duduk berehat, mereka bercerita tentang permusuhan mereka pada zaman jahiliyah. Tiba-tiba bangkitlah kemarahan mereka sehingga masing-masing memegang senjata. Maka turunlah ayat di atas (Surah Ali 'Imran: 3: 101-103) yang meleraikan pergaduhan mereka. (Diriwayatkan oleh al Faryabi dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa seorang Yahudi yang bernama Syash bin Qais lalu di hadapan kaum Aus dan Khazraj yang sedang bercakap-cakap dengan gembiranya. Sesungguhnya dia merasa benci dengan keintiman mereka kerana pada asalnya mereka saling bermusuhan di antara satu sama lain.
Kemudian dia menyuruh seorang pemuda anak buahnya untuk ikut serta bersama mereka dan membangkitkan cerita mereka di zaman jahiliyah pada masa perang Bu'ats. Maka kedua kaum tersebut mula menceritakan kegagahan masing-masing dan berselisih faham sehingga tampillah Aus bin Qaizhi dari golongan Aus dan Jabbar bin Sakhr dari golongan Khazraj caci mencaci di antara satu sama lain dan menimbulkan kemarahan kedua belah pihak. Akhirnya hampir tercetus peperangan di antara mereka. Akan tetapi perkara ini telah sampai kepada pengetahuan Rasulullah sehingga baginda datang dengan segera memberi nasihat serta mendamaikannya Mereka tunduk dan taat.
Maka turunlah ayat di atas (Surah Ali 'Imran: 3: 100) berhubung dengan kisah Aus dan Jabbar serta orang-orang yang menjadi pengikutnya. Manakala ayat 99 daripada surah ini turun berkenaan Syash bin Qais yang telah menjadi batu api kepada orang muslimin. (Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dab Abu Syaikh dari Zaid bin Aslam)
"Ahli-ahli Kitab itu tidaklah sama. Di antaranya ada golongan yang (telah memeluk Islam dan) tetap (berpegang kepada agama Allah yang benar)-mereka membaca ayat-ayat Allah (al Quran) pada waktu malam, semasa mereka sujud (mengeriakan sembahyang). " (Surah Ali 'Imran: 3: 113)
"Mereka beriman kepada Allah dan hari Akhirat, dan menyuruh berbuat segala perkara yang baik, dan melarang daripada segala perkara yang salah (buruk dan keji), dan mereka pula segera pada mengerjakan berbagai-bagai kebajikan. Mereka (yang demikian sifatnya), adaIah dari orang yang soleh. (Surah Ali'Imran: 3: 114)
"Dan apa sahaja kebajikan mereka kerjakan, maka mereka tidak sekali-kali akan dingkari (atau disekat dari mendapat pahalanya). Dan (ingatlah), Allah sentiasa mengetahui akan keadaan orang yang bertakwa." (Surah Ali'Imran: 3:115)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika Abdullah bin Salam, Tsa'labah bin Sa'yah, Usaid bin Sa'yah, As'ad bin Abd dan beberapa orang lagi dari kaum Yahudi memeluk Islam dengan beriman kepada Nabi Muhammad dan mencintai Islam, berkatalah pendeta-pendeta Yahudi dan orang-orang yang kufur di antara mereka: "Sesungguhnya tiada yang beriman kepada Muhammad dan pengikutnya kecuali orang-orang yang paling jahat di antara kami. Ini kerana sekiranya mereka itu adalah orang-orang yang paling baik di antara kami, mereka tidak akan meninggalkan agama nenek moyang mereka dan pergi kepada agama lain."
Maka Allah menurunkan ayat di atas (Surah Ali 'Imran: 3:113) untuk menjelaskan bahawa terdapat perbezaan di antara orang Yahudi yang jujur kerana beriman kepada Nabi Muhammad dan yang kufur kepadanya.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, at Thabarani dan Ibnu Mandah dari Ibnu Abbas)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa ketika Rasulullah s.a.w. telah selesai menunaikan sembahyang Isyak, baginda mendapati bahawa masih ada orang yang menunggu untuk menunaikan sembahyang di dalam masjid. Maka baginda bersabda: "Ketahuilah, sesungguhnya tidak ada seorang pun dari penganut agama lain yang ingat kepada Allah dengan bersembahyang pada saat malam begini selain daripada kalian semua. "
Maka turunlah ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3: 113-115) yang menceritakan sifat-sifat kaum Mukminin sebenar. (Diriwayatkan oleh Ahmad dan yang lainnya dari Ibnu Mas'ud)
"Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang yang bukan dari kalangan kamu menjadi "orang dalam" (yang dipercayai). Mereka tidak akan berhenti-henti berusaha mendatangkan bencana kepada kamu. Mereka sukakan apa yang menyusahkan kamu. Telah pun nyata (tanda) kebencian mereka pada pertuturan mulutnya, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sesungguhnya telah kami jelaskan kepada kamu keterangan-keterangan itujika kamu (mahu) memahaminya." (Surah Ali'Imran: 3:118)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa terdapat sebahagian daripada kaum Muslimin yang mengadakan hubungan dengan segolongan kaum Yahudi. Ini kerana pada zaman jahiliyah mereka itu pernah menjadi jiran tetangga dan bersekutu dalam peperangan. Maka penurunan ayat di atas adalah sebagai larangan kepada orang Islam daripada mengadakan hubungan yang rapat dengan bukan Islam untuk menghindari fitnah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Ishaq dari Ibnu Abbas)
"(Ingatlah) ketika dua puak dari kamu (pada hari peperangan Uhud itu) terasa lemah semangat (untuk meneruskan perjuangan) kerana takut, padahal Allah Penolong dan Pelindung mereka; dan (jika sudah demikian) kepada Allah sahajalah hendaknya orang yang beriman bertawakkal." (Surah Ali 'Imran: 3: 122)
"(Ingatlah Wahai Muhammad) ketika engkau berkata kepada orang yang bermain (untuk menguatkan semangat mereka):" Tidakkah cukup bagi kamu, bahawa Allah membantu kamu dengan tiga ribu tentera dari malaikat yang diturunkan." (Surah Ali'Imran: 3:124)
"Bahkan mencukupi. (Dalam pada itu) jika kamu bersabar dan bertakwa, dan mereka (musuh) datang menyerang kamu dengan serta-merta, nescaya Allah membantu kamu dengan lima ribu malaikat yang bertanda masing-masing. " (Surah Ali' lmran: 3 : 125)
"Engkau tidak berhak sedikit pun (wahai Muhammad) dalam urusan (orang yang ingkar) itu, (kerana urusan mereka tertentu bagi Allah), samada la menerima taubat mereka ataupun la menyeksa mereka; kerana sesungguhnya mereka itu orang yang zalim. " (SurahAli'lmran:3: 128)
"Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu makan atau mengambil riba dengan berlipat-lipat ganda, dan hendaklah kamu bertakwa kepada Allah supaya kamu berjaya. " (Surah AN 'Imran: 3: 130)
"Jika kamu (dalam peperangan Uhud) mendapat luka (tercedera), maka sesungguhnya kaum (musyrik yang mencerobohi kamu) itu telah (tercedera juga dan) mendapat luka yang sama (dalam peperangan Badar). Dan demikian itulah keadaan hari-hari (dunia ini dengan peristiwa-peristiwa kemenangan atau kekalahan), Kami gilirkan dia antara sesama manusia, (supaya menjadi pengajaran) dan supaya nyata apa yang diketahui Allah tentang orang yang tetap beriman (dan yang sebaliknya), dan juga supaya Allah menjadikan sebahagian di antara kamu orang yang mati Syahid. Dan (ingatlah), Allah tidak suka kepada orang yang zalim." (Surah Ali'Imran: 3:140)
"Dan sesungguhnya kamu telah mengharap-harapkan mati syahid (dalam perang Sabil) sebelum kamu menghadapinya. Maka sesungguhnya kamu (sekarang) telahpun menyaksikannya dan kamu sedang melihatnya (dengan mata kepala sendiri)." (Surah Ali'Imran: 3:143)
144. dan Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul Yang sudahpun didahului oleh beberapa orang Rasul (yang telah mati atau terbunuh). jika demikian, kalau ia pula mati atau terbunuh, (patutkah) kamu berbalik (berpaling tadah menjadi kafir)? dan (ingatlah), sesiapa Yang berbalik (menjadi kafir) maka ia tidak akan mendatangkan mudarat kepada Allah sedikitpun; dan (sebaliknya) Allah akan memberi balasan pahala kepada orang-orang Yang bersyukur (akan nikmat Islam Yang tidak ada bandingannya itu). (3:144)
154. kemudian sesudah (kamu mengalami kejadian) Yang mendukacitakan itu, Allah menurunkan kepada kamu perasaan aman tenteram, Iaitu rasa mengantuk Yang meliputi segolongan dari kamu (yang teguh imannya lagi ikhlas), sedang segolongan Yang lain Yang hanya mementingkan diri sendiri, menyangka terhadap Allah Dengan sangkaan Yang tidak benar, seperti sangkaan orang-orang jahiliyah. mereka berkata: "Adakah bagi kita sesuatu bahagian dari pertolongan kemenangan Yang dijanjikan itu?" Katakanlah (Wahai Muhammad): "Sesungguhnya perkara (yang telah dijanjikan) itu semuanya tertentu bagi Allah, (Dia lah sahaja Yang berkuasa melakukannya menurut peraturan Yang ditetapkanNya)". mereka sembunyikan Dalam hati mereka apa Yang mereka tidak nyatakan kepadamu. mereka berkata (sesama sendiri): "Kalaulah ada sedikit bahagian kita dari pertolongan Yang dijanjikan itu, tentulah (orang-orang) kita tidak terbunuh di tempat ini?" Katakanlah (Wahai Muhammad): "Kalau kamu berada di Rumah kamu sekalipun nescaya keluarlah juga orang-orang Yang telah ditakdirkan (oleh Allah) akan terbunuh itu ke tempat mati masing-masing". dan (Apa Yang berlaku di medan perang Uhud itu) dijadikan oleh Allah untuk menguji apa Yang ada Dalam dada kamu, dan untuk membersihkan apa Yang ada Dalam hati kamu. dan (ingatlah), Allah sentiasa mengetahui akan Segala (isi hati) Yang ada di Dalam dada. (3:154)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa al Mis war bin Mikhramah berkata kepada Abdur Rahman bin Auf: "Ceritakan kepadaku kisah peperangan Uhud." Abdur Rahman menjawab: "Bacalah surah All 'Imran selepas ayat 120, saudara akan mengetahui kisahnya."
Seterusnya dia menjelaskan apakah yang dimaksudkan dengan "thaifatani"dalam ayat 122 dari surah Ali 'Imran. Maksudnya ialah mereka yang takut untuk menghadapi musuh bahkan ingin mengadakan genjatan senjata dengan kaum Musyrikin. Selanjutnya dia menjelaskan bahawa ayat 143 dari surah ini menerangkan tentang peringatan Tuhan kepada kaum Mukminin yang ingin bertemu dengan musuh yang pada waktu itu sudah dihadapinya.
Sementara ayat 144 dari surah ini menjelaskan bahawa Allah memberi ketenangan kepada kaum Muslimin setelah mereka mendengar berita tentang pembunuhan Rasulullah s.a.w. Kemudian dia menjelaskan bahawa ayat "amanatan nu'asan"dalam ayat 154 dari surah ini adalah sebagai pertolongan dari Tuhan kepada kaum Mukminin dengan menjadikan mereka mengantuk dan tertidur. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Abu Ya'la dari al Miswar bin Mikhramah)
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa maksud "thaifatani minkum" dalam (Surah Ali 'Imran: 3:122) ialah Bani Salamah dan Bani Haritsah. (Diriwayatkan oleh as Syaikhani dari Jabir bin Abdillah)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa kaum Muslimin mendengar berita bahawa Karz bin Jabir al Muharibi telah memberi bantuan kepada kaum Musyrikin ketika perang Badar. Oleh itu mereka merasa bimbang disebabkan perkara ini. Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3: 124-125) sebagai penjelasan bahawa Dia memberi bantuan kepada kaum Muslimin dengan menghantar sebanyak 3000 Malaikat.
Oleh itu, ketika Karz mendengar berita kekalahan kaum Musyrikin, dia telah membatalkan segala bantuan yang telah diberikan kepada mereka. Demikian juga keadaannya Allah telah membatalkan penghantaran Malaikat. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam kitab al Mushannafdan Ibnu Abi Hatim dari as Syu'bi)
Dalam suatu riwayat lain ada dikemukakan bahawa gigi yang keempat Nabi Muhammad telah patah pada masa perang Uhud serta mukanya berlumuran darah akibat terluka. Kemudian baginda bersabda: "Bagaimanakah sesuatu kaum itu boleh bahagia sekiranya mereka melakukan sedemikian terhadap Nabi mereka yang mengajak mereka kepada Tuhannya."
Maka turunlah ayat di atas (Surah Ali 'Imran: 3:128). (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim dari Anas)
Dalam riwayat lain juga ada dikemukakan bahawa Ibnu Umar mendengar Rasulullah s.a.w. berdoa: "Ya Allah, semoga Allah melaknat si Fulan, semoga Allah melaknat al Harts bin Hisyam, ya Allah semoga Allah melaknat Suhail bin Amr, ya Allah semoga Allah melaknat Shafwan bin Umayyah."
Maka turunlah ayat di atas (Surah Ali 'Imran: 3:128) sebagai teguran kepada Rasulullah s.a.w. di atas doanya. Kemudian mereka semua dimaafkan. (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Bukhari dari Ibnu Umar) (Diriwayatkan pula oleh Bukhari dari Abi Hurairah)
128. Engkau tidak berhak sedikitpun (Wahai Muhammad) Dalam urusan (orang-orang Yang ingkar) itu, (kerana urusan mereka tertentu bagi Allah), sama ada Dia menerima taubat mereka ataupun ia menyeksa mereka; kerana Sesungguhnya mereka itu orang-orang Yang zalim. (3:128)
Menurut pendapat al Hafiz Ibnu Hajar, berdasarkan kepada kedua hadis di atas dengan menggunakan cara thariqatul jam'i (jalan tengah) dapatlah dibuat kesimpulan bahawa:
1.   Nabi s.a.w mendoakan kecelakaan ketika dalam sembahyang untuk orang-orang itu setelah peristiwa yang tersebut pada hadis pertama pada perang Uhud.
2.   Penurunan ayat di atas (Surah Ali 'Imran: 3: 128) adalah berkenaan dengan peristiwa yang tersebut dalam hadis pertama dan yang timbul akibat dari peristiwa itu (yang tersebut dalam hadis kedua).
Akan tetapi setelah diteliti hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Hurairah, timbullah suatu kesulitan di dalam menetapkan sebab penurunan ayat di atas (Surah Ali 'Imran: 3:126).
Hadis itu ada mengemukakan bahawa pada suatu waktu Rasulullah s.a.w. berdoa pada setiap kali selepas sembahyang subuh dengan doa: "Ya Allah, semoga Allah melaknat kaum Ril, Zakwan dan Ushayyah sehinggalah Allah menurunkan ayat ini (Surah Ali'Imran: 3: 128).
Adapun kesulitan di dalam menetapkan sebab penurunan ayat di atas (Surah Ali 'Imran: 3:128) ialah, bahawa dua hadis yang pertama ada mengemukakan bahawa ayat ini turun pada peristiwa perang Uhud. Sedangkan peristiwa Ril dan Zakwan yang disebut dalam hadis Muslim terjadi selepas peristiwa itu.
Seterusnya Ibnu Hajar mengemukakan bahawa hadis riwayat Muslim ini adalah ma'Iul [Ma'lul ialah hadis yang ada kecacatan tersembunyi setelah dikaji dengan teliti. (Bulughul Maram I c.v. Diponegoro 1972 hal 17)] dan dalam pemberitahuannya adalah mudraj. [Mudraj ialah hadis yang diberi imbuhan pada matan atau perawinya. (Bulughul Maram I c.v. Diponegoro 1972 hal 16)]
Dalam kata-kata: "sehingga Allah menurunkan ayat" adalah Munqathi kerana dalam hadis Muslim di atas, perawi yang menyampaikan dari az Zukri kepada Muslim ada yang tidak disebutkan namanya. Riwayat seperti ini adalah tidak sah. Akan tetapi boleh jadi bahawa penurunan ayat di atas (Surah Ali 'Imran: 3:128) adalah lambat sehingga mencakupi keseluruhan peristiwa yang disebut dalam tiga hadis di atas.
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa seorang lelaki dari kaum Quraisy datang kepada Nabi s.a.w. dan dengan sinis berkata: "Engkau melarang mencaci maki?" sambil menonggeng sehingga terlihat kemaluannya. Nabi s.a.w mengutuknya.
Maka turunlah ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3:128) yang menerangkan bahawa orang itu adalah zalim. Tidak berapa lama kemudian orang itu masuk Islam dan menjadi seorang yang soleh. (Diriwayatkan oleh Bukhari di dalam tarikhnya dan Ibnu Ishaq dari Salim bin Abdillah bin Umar. Hadis ini adalah gharib)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa terdapat orang-orang yang berjual beli dengan berhutang. Apabila telah tiba waktu pembayaran dan mereka tidak melakukan pembayaran maka bertambahlah bunganya, di samping jangka waktu untuk melakukan pembayaran ditangguhkan lagi. Maka turunlah ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3:130) sebagai larangan di atas perbuatan seperti itu. (Diriwayatkan oleh al Faryabi dari Mujahid)
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa pada zaman jahiliyah Saqif berhutang dengan Bani Nadhir. Apabila telah tiba waktu pembayaran, Saqif berkata: "Kami bayar bunganya dan tangguhkan waktu pembayarannya." Maka turunlah ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3:130) sebagai larangan di atas perbuatan seperti itu. (Diriwayatkan oleh al Faryabi dari Atha)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika kaum wanita terlambat mengetahui berita dari medan peperangan, mereka berusaha mencari berita tersebut. Tiba-tiba datanglah dua orang lelaki dengan menaiki unta. Bertanyalah seorang wanita kepadanya tentang keadaan Rasulullah. Lelaki itu menjawab: "Baginda dalam keadaan sihat walafiat." Kemudian si wanita itu berkata lagi: "Kami tidak berdukacita kalau Allah menjadikan hamba-hambanya para syuhada." Maka turunlah ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3: 140) berkenaan dengan wanita tersebut. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ikrimah) Dalam suatu riwayat lain ada dikemukakan bahawa beberapa orang sahabat berkata: "Alangkah baiknya kalau kita mati syahid seperti orang-orang yang berjuang di perang Badar atau mendapat kesempatan seperti pada perang Badar dengan mengalahkan kaum musyrikin, tabah dalam ujian, mati syahid dengan memperolehi syurga atau hidup mendapat rezeki."
Maka Allah memberikan kepada mereka kesempatan untuk ikut serta dalam perang Uhud. Akan tetapi ternyata mereka tidak tabah dan bertahan di dalam peperangan itu kecuali sebahagian kecil di antara mereka yang dikehendaki Allah.
Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3: 143) adalah sebagai peringatan di atas ucapan mereka. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari al Ufi dari Ibnu Abbas)
Dalam suatu riwayat lain juga ada dikemukakan bahawa ketika para sahabat terpisah dari Rasulullah s.a.w. pada perang Uhud, Umar naik ke atas gunung dan mendengar orang Yahudi menjerit: "Muhammad telah terbunuh!" Kemudian Umar berkata: "Tidak akan kubiarkan orang yang mengatakan bahawa Muhammad terbunuh, pasti akan kupancung lehernya." Dan pada saat itu Umar melihat Rasulullah s.a.w. dan orang-orang Islam kembali ke khemah masing-masing. Maka turunlah ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3: 144) yang menjelaskan bahawa kematian seorang Nabi adalah perkara biasa. (Diriwayatkan oleh Ibnu Munzirdari Umar)
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa ketika kaum Mukminin ditimpa musibah di dalam perang Uhud dengan luka yang parah, ada di antara mereka menyebut bahawa Nabiyullah telah terbunuh. Berkatalah sebahagian di antara mereka: "Jikalau dia benar-benar seorang Nabi, tentu sekali tidak akan terbunuh."Sebahagian yang lain pula berkata: "Berperanglah mengikut jejak langkah Rasulullah sehingga mendapat kemenangan atau mati syahid bersamanya." Penurunan ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3: 144) adalah berkenaan dengan peristiwa di atas. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari ar Rabi)
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa seorang dari kaum Muhajirin telah terserempak dengan seorang Ansar yang berlumuran darah lalu berkata: "Apakah engkau tahu bahawa Nabi Muhammad telah terbunuh?" Dia menjawab: "Jikalau Nabi Muhammad terbunuh, sesungguhnya dia telah menunaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Berjuanglah kamu untuk membela agamamu."Maka turunlah ayat ini'Imran: 3:144) yang menjelaskan bahawa kematian seorang pemimpin itu tidaklah bererti pengikutnya boleh meninggalkan perjuangan. (Diriwayatkan oleh al Baihaqi di dalam kitab ad Dalail dari Abi Najih)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa syaitan melaungkan "Muhammad telah terbunuh" pada waktu perang Uhud. Kemudian Kaab bin Malik menyatakan bahawa dialah yang paling dahulu mengenali Rasulullah di sebalik topi besinya. Dia menjerit dengan sekuat tenaganya: "Ini dia Rasulullah."
Maka turunlah ayat dia atas (Surah Ali 'Imran: 3: 144) yang menjelaskan bahawa Nabi Muhammad s.a.w. adalah sama dengan Nabi-nabi sebelumnya yang mungkin sahaja terbunuh. (Diriwayatkan oleh Ibnu Rahawaih di dalam musnadnya dari az Zuhri)
Dalam suatu riwayat lain ada dikemukakan bahawa Zubair berkata: "Aku benar-benar yakin bahawa pada hari perang Uhud, kami merasakan ketakutan yang luarbiasa dan Allah mengirimkan rasa mengantuk sehingga kami terlelap dengan kepala terkulai di atas dada. Demi Allah aku mendengar dalam mimpi seakan-akan ucapan Mutib bin Qusyair: "Sekiranya kita mempunyai hak untuk campur tangan dalam urusan ini, nescaya kita tidak akan dikalahkan di tempat ini. " Sesungguhnya aku telah menghafal kata-kata yang telah diucapkan itu, kemudian Allah menurunkan ayat (Surah Ali 'Imran: 3: 154) tentang kejadian itu." (Diriwayatkan oleh Ibnu Rahawaih dari Zubair)
"Dan tiadalah patut bagi seseorang Nabi itu (disangkakan) berkhianat (menggelapkan harta rampasan perang), dan sesiapa yang berkhianat (menggelapkan sesuatu), ia akan bawa bersama pada hari Kiamat kelak apa yang dikhianatinya itu; kemudian tiap-tiap seorang akan disempurnakan (balasan bagi) apa yang telah dilakukannya, sedang mereka tidak akan dikurangkan sedikit pun (balasannya)." (Surah Ali'Imran: 3: 161)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa penurunan ayat di atas (Surah Ali 'Imran: 3:161) adalah disebabkan oleh kehilangan sehelai permaidani merah dari ghanimah yang belum dibahagikan pada waktu perang Badar. Berkatalah beberapa orang yang ada di situ: "Barangkali Rasulullah yang mengambilnya."
Maka penurunan ayat di atas adalah sebagai bantahan terhadap tuduhan tersebut. (Diriwayatkan oleh Abu Daud, Tirmizi dari Ibnu Abbas. Menurut Tirmizi hadis ini adalah hadis hasan) [Hadis hasan adalah hadis yang sama seperti hadis sahih, tetapi terdapat beberapa kekurangan kepada perawinya. (Bulughul Maram I, c.v. Diponegoro Band 177ung 1972, hal. 20)]
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa Rasulullah s.a.w. telah beberapa kali mengutus pasukan ke medan jihad. Akan tetapi pada suatu hari ada pasukan yang kembali dan di antaranya membawa ghulul (mengambil bahagian dari ghanimah sebelum dibahagikan menurut haknya) iaitu berupa kepala  uncal dari emas.
Maka turunlah ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3:161) sebagai larangan daripada mengambil harta rampasan perang sebelum dibahagikan oleh amir atau pemimpin. (Diriwayatkan oleh at Thabarani dalam kitab al Kabir dengan sanad yang kuat dari Ibnu Abbas)
"(Patutkah kamu melanggar perintah Rasulullah)? Dan (kemudiannya) apabila kamu ditimpa kemalangan (dalam peperangan Uhud), yang kamu telahpun memenangi seperti itu sebanyak dua kali ganda (dengan menimpakan kemalangan kepada musuh dalam peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kemalangan) ini?" Katakanlah (wahai Muhammad): "(Kemalangan) itu ialah dari kesalahan kamu sendiri (melanggar perintah Rasulullah). " Sesungguhnya Allah Maha Berkuasa atas tiap-tiap sesuatu. " (SurahAli'lmran:3: 165)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Umar bin Khattab berkata: "Telah menderita orang-orang di dalam perang Uhud akibat perbuatan mereka mengambil fida' (tebusan atas tawanan perang) pada perang Badar. Pada waktu perang Uhud seramai tujuh puluh orang sahabat yang mati syahid, sebahagian lagi lari lintang-pukang, bercerai-berai bahkan gigi Rasulullah yang keempatpatah dan topi besinya pecah sehingga berlumuran darah di mukanya. "
Allah Subha nahu wa Taala menurunkan ayat di atas sebagai peringatan bahawa penderitaan tersebut adalah diakibatkan oleh perbuatan mereka sendiri. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Umar bin Khattab)
"Dan jangan sekali-kali engkau menyangka orang yang terbunuh (yang gugur Syahid) pada jalan Allah itu mati, (mereka tidak mati) bahkan mereka adalah hidup (secara istimewa) di sisi Tuhan mereka dengan mendapat rezeki." (SurahAli'lmran:3: 169)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah menjadikan arwah saudara-saudaramu yang syahid pada perang Uhud sebagai burung-burung hijau yang mengunjungi sungai di syurga dan makan buah-buahannya sehingga menghampiri lampu emas di bawah naungan arsy. Ketika mereka dapat makanan yang enak, minuman yang lazat dan tempat tidur yang empuk, mereka berkata: "Alangkah baiknya jika teman-teman kita mengetahui apa yang Allah telah jadikan untuk kita, sehingga mereka tidak segan untuk berjihad dan tidak mundur dari medan peperangan." Allah berfirman kepada mereka: "Aku akan sampaikan keadaan kalian semua kepada mereka." Maka turunlah ayat di atas untuk menceritakan keadaan para syuhada. (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan al Hakim dari Ibnu Abbas. (Diriwayatkan oleh Tirmizi dari Jabir)
"laitu orang yang menjunjung perintah Allah dan RasulNya (supaya keluar menentang musuh yang menceroboh), sesudah mereka mendapat luka (tercedera di medan Uhud). Untuk orang yang telah berbuat baik di antara mereka dan yang bertaqwa, ada balasan yang amat besar. " (SurahAli'lmran:3:172)
"Setelah (pergi mengejar musuh), mereka kembali dengan mendapat nikmat dan limpah kurnia dari Allah, mereka tidak disentuh oleh sesuatu bencana pun, serta mereka pula menurut keredhaan Allah. Dan ingatlah), Allah mempunyai limpah kurnia yang amat besar. " (SurahAli'lmran:3:174)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Allah s.w.t. telah menanam perasaan takut dalam hati Abu Sufyan ketika perang Uhud setelah mampu mencerai-beraikan pasukan tentera Islam. Kemudian dia pulang ke Mekah. Bersabdalah Nabi s.a.w: "Abu Sufyan terpukul mentalnya, lalu dia pulang dan Allah menanamkan perasaan takut dalam hatinya. "
Peperangan Uhud itu berlaku pada bulan Syawal. Sebulan kemudian iaitu pada bulan Zulkaedah, pedagang Quraisy menuju ke Madinah dan berhenti di Badar as Sughra. Pada saat itu kaum Muslimin sedang menderita sakit akibat kecederaan yang dialami pada perang Uhud. Kemudian Rasulullah menyeru kepada para sahabat untuk berangkat menuju ke tempat mereka. Maka datanglah syaitan menakut-nakutkan para sahabat dengan berkata: "Sesungguhnya musuh telah bersiap sedia dengan balatentera dan bekalannya untuk memerangimu."Sehingga akhirnya para sahabat enggan mengikut Rasulullah. Bersabdalah Rasulullah: "Aku akan berangkat walaupun tidak ada seorang yang mengikutku." Maka berdirilah Abu Bakar diikuti oleh Umar, Uthman, Ali, Zubair, Saad, Thalhah, Abdur Rahman bin Auf, Abdullah bin Mas'ud, Huzaifah Ibnu Yaman dan Abu Ubaidah bin al Jarrah sehingga mencapai jumlah tujuh puluh orang.
Mereka berangkat menuju ke tempat Abu Sufyan sehingga sampai ke as Shafra. Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3: 172 dan 174) sebagai pujian kepada orang yang menyambut seruan Allah dan Rasulullah s.a.w. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari al Ufi dari Ibnu Abbas)
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa ketika kaum Musyrikin pulang dari perang Uhud, mereka berkata: "Mengapa kalian tidak membunuh Nabi Muhammad dan merampas gadis Madinah. Alangkah buruknya perbuatan itu dan pulanglah kalian kembali."
Perkara itu telah didengari oleh Rasulullah sehingga baginda menyiapkan pasukan yang menyambut baik seruannya untuk mengejar kaum Musyrikin hingga Hamra-ul Asad atau Bi'ru Abi Utbah. Maka turunlah ayat di atas (Surah Ali 'Imran: 3:172) sebagai pujian di atas sambutan para sahabat.
Dalam hadis itu ada juga dikemukakan bahawa Abu Sufyan pernah berkata kepada Nabi s.a.w.: "Hidupmu akan berakhir di musim pasar di Badar tempat kawan-kawanku terbunuh dahulu (pada masa perang Badar yang lalu)."
Di antara para sahabat Nabi ada yang sudah letih dan enggan, lalu mereka terus pulang. Sementara para sahabat yang bersemangat, mereka bersiap sedia untuk berperang dan berdagang. Ketika Nabi dan para sahabatnya sampai di Badar pada musim pasar, mereka mendapati tidak ada seorang pun dari pasukan Abu Sufyan di sana. Mereka pun berdagang.
Maka turunlah ayat ini (Surah AN 'Imran: 3: 1 74) yang menceritakan keadaan para sahabat yang mendapat nikmat dan kurniaan dari Allah Subha nahu wa Taala. (K. Diriwayatkan oleh at Thabarani dengan sanad yang sahih dari Ibnu Abbas)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa Nabi s.a.w. telah mengutus Ali bin Abi Talib untuk memimpin pasukan mencari Abu Sufyan. Pada pertengahan jalan mereka bertemu dengan seorang Badwi dari Khuzaah yang berkata: "Sesungguhnya kaum Quraisy telah berkumpul dan bersiap sedia untuk memerangi kalian. " Mereka berkata: "Cukuplah Allah yang akan membela kami dan Dia adalah sebaik-baik Penolong dan Penjaga. "
Maka turunlah ayat di atas (Surah Ali 'Imran: 3: 174) yang memuji kaum Muslimin yang berjuang di jalan Allah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dari Abi Rafi')
'Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan orang (Yahudi) yang mengatakan: "Bahawasanya Allah miskin dan kami ialah orang kaya. " Kami (Allah) akan menuliskan perkataan mereka membunuh Nabi-nabi dengan tidak ada alasan yang membenarkannya, dan Kami akan katakan kepada mereka: "Rasalah kamu akan azab seksa yang sentiasa membakar." (Surah Ali'Imran: 3:181)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa pada suatu ketika Abu Bakar masuk ke tempat pengajian kitab Taurat. Beliau mendapati bahawa orang-orang Yahudi sedang mengelilingi Fanhas. Mereka berkata kepada Abu Bakar: "Demi Allah, hai Abu Bakar! Kami tidak perlu kepada Allah dan Sesungguhnya Allah yang perlu kepada kami. Sekiranya Dia kaya, tidak akan meminjam apa-apa dari kami sebagaimana yang dianggap oleh sahabatmu Muhammad, lihat (Surah al Baqarah: 2: 245).
Lalu marahlah Abu Bakar kepadanya serta memukul mukanya. Fanhas berangkat mengadap Rasulullah s.a.w. dan dia berkata: "Hai Muhammad! Lihat apa yang dilakukan oleh sahabatmu kepadaku." Nabi s.a.w. bersabda: "Apa sebabnya engkau berbuat demikian wahai Abu Bakar?" Abu Bakar menjawab: "Ya Rasulullah! Dia telah berkata dengan perkataan yang sangat besar dosanya iaitu dengan menganggap bahawa Allah itu miskin dan mereka itu kaya dan tidak perlu kepada Allah." Fanhas memungkiri dan mendustakan ucapan Abu Bakar. Maka Allah menurunkan ayat di atas (Surah Ali 'Imran: 3:181) yang menceritakan sifat-sifat Yahudi yang keji. (Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa orang-orang Yahudi datang mengadap Rasulullah s.a.w. ketika turun ayat "Manzallazi yuqridlullaha qardhan hasanan"  [Ertinya: "Barangsiapa yang member! pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik."] dari surah ini (Surah al Baqarah: 2: 245). Kemudian mereka berkata: "Hai Muhammad! Tuhanmu ini miskin, Dia meminta kepada hambanya."
Maka turunlah ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3:181) sebagai ancaman terhadap ucapan seperti ucapan Yahudi itu. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas)
"Demi sesungguhnya, kamu akan diuji pada harta benda dan dirikamu. Dan demi sesungguhnya, kamu akan mendengar dari orang yang telah diberikan Kitab dahulu daripada kami dan orang yang musyrik banyak (tuduhan-tuduhan dan cacian) yang menyakitkan hati. Dalam pada itu, jika kamu bersabar dan bertaqwa maka sesungguhnya yang demikian itu adalah dari perkara-perkara yang dikehendaki diambil berat (melakukannya)." (Surah Ali'Imran: 3:186)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ayat di atas turun berkenaan dengan peristiwa Abu Bakar dengan Fanhas mengenai ucapannya: "Allah fakir dan kami kaya." (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Munzir dengan sanad hasan dari Ibnu Abbas)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa penurunan ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3: 186) adalah berkenaan dengan dengan Kaab bin al Asyraf yang mencaci Rasulullah dan sahabat-sahabatnya dengan penulisan syair. (Diriwayatkan oleh Abdul Razak dari Ma'mar dari az Zuhri dari Abdur Rahman bin Kaab bin Malik)
"Jangan sekali-kali engkau menyangka (wahai Muhammad, bahawa) orang yang bergembira dengan apa yang mereka telah lakukan, dan mereka pula suka di puji dengan apa yang mereka tidak lakukan, jangan sekali-kali engkau menyangka mereka akan terselamat dari seksa, dan mereka pula akan beroleh azab yang tidak terperi sakitnya. " (Surah Ali 'Imran: 3: 188)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Marwan berkata kepada juru pintunya: "Hai Rafi' berangkatlah kamu menuju ke tempat Ibnu Abbas dan katakanlah kepadanya bahawa sekiranya orang akan diseksa kerana merasa gembira dengan apa yang diperolehinya dan ingin dipuji di atas perbuatan yang mereka tidak kerjakan, pasti kita semua akan diseksa." Maka berkatalah Ibnu Abbas: "Apakah yang menjadi masalah bagi kalian semua tentang ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3: 188)."
Penurunan ayat ini adalah berkenaan dengan ahli kitab. Ketika Nabi s.a.w. bertanya kepada mereka tentang sesuatu, mereka menutupinya dengan memberikan jawapan yang tidak munasabah dengan pertanyaan tersebut. Kemudian mereka keluar dan memberitahu kepada kawan-kawan mereka bahawa mereka telah menjawab pertanyaan Rasulullah dengan jawapan yang tidak ada sangkut paut dengan pertanyaan tersebut, dengan harapan mendapat pujian di atas perbuatan tersebut. (Diriwayatkan oleh as Syaikani dan yang lainnya dari Hamid bin Abdur Rahman bin Auf)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa apabila Rasulullah s.a.w. pergi berjihad, tinggallah beberapa orang munafik yang tidak turut serta dalam jihad tersebut dan mereka gembira kerana dapat melakukan pekerjaan mereka seharian. Akan tetapi apabila Rasulullah telah kembali dari medan peperangan dengan membawa kemenangan mereka meminta maaf dengan memberikan pelbagai alasan sambil bersumpah dengan harapan perbuatan itu terpuji walaupun mereka tidak ikut serta di dalam jihad tersebut. Maka turunlah ayat di atas (Surah Ali 'Imran: 3:188). (Diriwayatkan oleh as Syaikani dari Abi Said al Khudri)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa ketika Rafi' bin Khudaij dan Zaid bin Thabit sedang duduk bersama dengan Marwan, berkatalah Marwan: "Apakah sebabnya penurunan ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3: 188)?"
Rafi’ menjawab: "Penurunan ayat ini adalah berkenaan dengan sebahagian daripada orang-orang munafik. Apabila Rasulullah s.a.w. akan pergi berjihad, mereka meminta izin untuk tidak turut serta dengan memberitahu bahawa mereka sesungguhnya ingin turut serta tetapi urusan seharian mereka yang menghalang untuk menyertainya. Maka turunlah ayat ini berkenaan dengan keadaan mereka."Marwan seolah-olah tidak percaya kepada Rafi’ sehingga Rafi' merasa gelisah.
Maka berkatalah Rafi’ kepada Zaid bin Sabit: "Demi Allah saya bertanya kepada engkau, apakah engkau mengetahui kejadian yang aku katakan tadi?" Zaid menjawab: "Ya." (Diriwayatkan oleh Abdu di dalam tafsirnya dari Zaid bin Aslam) (Diriwayatkan pula oleh Abi Hatim dari beberapa tabiin seperti itu juga)
KETERANGAN
Menurut pendapat Ibnu Hajar: Berdasarkan kepada kedua hadis di atas dengan menggunakan kaedah tariqatul jam'i dapatlah dibuat kesimpulan bahawa penurunan ayat di atas (Surah Ali'Imran: 3:188) adalah berkenaan dengan kedua peristiwa tersebut yang hampir sama kejadiannya.

188. jangan sekali-kali Engkau menyangka (Wahai Muhammad, bahawa) orang-orang Yang bergembira Dengan apa Yang mereka telah lakukan, dan mereka pula suka dipuji Dengan apa Yang mereka tidak lakukan - jangan sekali-kali Engkau menyangka mereka akan terselamat dari seksa, dan mereka pula akan beroleh azab Yang tidak terperi sakitnya. (3:188)


Seterusnya Ibnu Hajar ada mengemukakan bahawa al Farra menceritakan bahawa sebab penurunan ayat ini adalah berkenaan dengan kaum Yahudi yang tidak mengakui Muhammad sebagai Rasul dengan berkata: "Kami ahli kitab yang pertama, bersembahyang dan taat."
Dijelaskan pula oleh Ibnu Jarir bahawa penurunan ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3:188) adalah berkenaan dengan semua kejadian yang telah disebutkan di atas.
"Sesungguhnya pada kejadian langit dan bumi, dan pada pertukaran malam dan siang, ada tanda-tanda (kekuasaan, kebijaksanaan, dan keluasan rahmat Allah) bagi orang-oang yang berakal." (Surah Ali'Imran: 3:190)
Dalam suatu riwayatada dikemukakan bahawa orang Quraisy telah datang kepada orang Yahudi untuk bertanya: "Apakah mukjizat yang dibawa Musa kepada kalian semua?" Mereka menjawab: "Tongkat dan tangannya dilihat putih bercahaya." Kemudian mereka bertanya kepada kaum Nasara: "Apakah mukjizat yang dibawa Isa kepada kalian semua?" Mereka menjawab: "Dia dapat menyembuhkan orang buta sejak lahir sehingga dapat melihat, menyembuhkan orang yang berpenyakit sopak dan menghidupkan orang yang mati."
Kemudian mereka datang mengadap Nabi s.a.w. dan berkata: "Hai Muhammad, berdoalah kepada Tuhanmu agar gunung Sofa ini menjadi gunung Emas."Lalu Rasulullah s.a.w. berdoa.
Maka turunlah ayat ini (Surah Ali 'Imran: 3:190) sebagai petunjuk untuk memerhatikan apa yang telah ada yang mana akan lebih besar manfaatnya bagi orang yang menggunakan akal fikiran. (Diriwayatkan oleh at Thabarani dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas)
"Maka Tuhan mereka perkenankan doa mereka (dengan firmanNya): "Sesungguhnya Aku tidak akan sia-siakan amal orang yang beramal dari kalangan kamu, sama ada lelaki atau perempuan (kerana) setengah kamu (adalah keturunan) dari setangahnya yang lain; maka orang yang berhijrah (kerana menyelamatkan agamanya), dan diusir keluar dari tempat tinggalnya, dan juga yang disakiti (dengan berbagai-bagai gangguan) kerana menjalankan AgamaKu, dan yang berperang (untuk mempertahankan Islam),  dan yang terbunuh   (gugur Syahid dalam perang Sabil) sesungguhnya Aku akan hapuskan kesalahan-kesalahan mereka, dan sesungguhnya Aku akan masukkan mereka ke dalam Syurga yang mengalir di bawahnya beberapa sungai, sebagai pahala di sisi Allah. Dan di sisi Allah jualah pahala yang sebaik-baiknya (bagi mereka yang beramal soleh)." (Surah Ali'Imran: 3: 195)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Ummu Salamah berkata: "Wahai Rasulullah! Saya tidak mendengar Allah menyebut secara khusus tentang wanita di dalam al Quran mengenai peristiwa hijrah."
Maka Allah menurunkan ayat di atas sebagai penerangan di atas pertanyaannya. (Diriwayatkan oleh Abdul Razak, Said bin Mansur, Tirmizi al Hakim dan Ibnu Abi Hatim dari Ummu Salamah)
"Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab, ada orang yang beriman kepada Allah dan (kepada) apa yang diturunkan kepada kamu (al Quran) dan juga (kepada apa yang diturunkan kepada mereka, sedang mereka khusyuk kepada Allah, dengan tidak menukarkan ayat-ayat Allah untuk mengambil keuntungan dunia yang sedikit. Mereka itu beroleh pahalanya disisi Tuhan mereka. Sesungguhnya Allah amat segera hitungan hisabNya. " (SurahAli'lmran:3: 199)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika datang berita tentang kematian an Najasyi (Raja Habshah), bersabdalah Rasulullah: "Mari kita sembahyangkan?" para sahabat bertanya: "Apakah kita sembahyangkan seorang hamba Habsyi?" Maka turunlah ayat di atas sebagai penjelasan bahawa orang yang meninggal itu adalah mukmin. (Diriwayatkan oleh an Nasai dari Anas) (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dari Jabir)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa penurunan ayat ini (Surah AN 'Imran: 3: 199) adalah berkenaan dengan an Najasyi. (Diriwayatkan oleh al Hakim dalam Mustadrak dari Abdullah bin Zubair)

AN NISAA'
"Dan berikanlah kepada perempuan-perempuan itu maskahwin-maskahwin mereka sebagai pemberian yang wajib. Kemudian jika mereka dengan suka hatinya memberikan kepada kamu sebahagian dari maskahwinnya maka makanlah (gunakanlah) pemberian (yang halal) itu sebagai nikmatyang lazat, lagi baik kesudahannya." (Surah an Nisaa': 4:4)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa pada kebiasaannya kaum bapa menerima dan menggunakan maskahwin tanpa keizinan dari anak perempuannya.
Maka turunlah ayat di atas sebagai larangan terhadap perbuatan seperti ini. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Abi Salleh)

No comments:

Post a Comment

 
back to top