Sunday, January 20, 2019

Asbabun Nuzul Surah Al-Baqarah (19-24)

0 Comments

Asbabun Nuzul Surah Al-Baqarah (19)

11FEB
tulisan arab surat albaqarah ayat 221“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (al-Baqarah: 221)
Diriwayatkan oleh Ibnul Mudzir, Ibnu Abi Hatim, dan al-Wahidi, yang bersumber dari Muqatil. Bahwa turunnya ayat, wa laa tangkihul musyrikaati hattaa yu’minn..(dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman..) (al-Baqarah: 221) sebagai petunjuk atas permohonan Ibnu Abi Murtsid al-Ghanawi yang meminta izin kepada Nabi saw. untuk menikah dengan seorang wanita musyrik yang cantik dan terpandang.
Diriwayatkan oleh al-Wahidi dari as-Suddi, dari Abu Malik, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari as-Suddi, hadits ini munqathi’. Bahwa kelanjutan ayat tersebut di atas, mulai dari… wa laa amatum mu’minatun khair…(…sesungguhnya wanita budak yang Mukmin lebih baik…) sampai akhir ayat (al-Baqarah: 221), berkenaan dengan ‘Abdullah bin Rawahah yang mempunyai hamba sahaya wanita yang hitam. Pada suatu waktu ia marah kepadanya, sampai menamparnya. Ia menyesali kejadian itu, lalu menghadap Nabi saw. ia menceritakan hal itu seraya berkata: “Saya akan memerdekakan dia dan mengawininya.” Kemudian iapun melaksanakannya. Pada waktu itu orang-orang mencela dan mengejeknya atas perbuatannya itu. Ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 221) menegaskan bahwa kawin dengan seorang hamba sahaya Muslimah, lebih baik daripada kawin dengan wanita musyrik.
tulisan arab surat albaqarah ayat 222-223“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: ‘Haidh itu adalah suatu kotoran’. oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri[137] dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci[138]. apabila mereka Telah suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (Al-Baqarah: 222)
[137] maksudnya menyetubuhi wanita di waktu haidh.
[138] ialah sesudah mandi. Adapula yang menafsirkan sesudah berhenti darah keluar.
Diriwayatkan oleh Muslim dan at-Tirmidzi, yang bersumber dari Anas. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Barudi yang bersumber dari Ibnu Ishaq, dari Muhammad bin Abi Muhammad, dari ‘Ikrimah atau Sa’id, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, dikatakan bahwa yang bertanya itu ialah Tsabit bin ad-Dahdah. Dan Ibnu Jarir meriwayatkan pula hadits seperti itu, yang bersumber dari as-Suddi. Bahwa orang-orang Yahudi tidak mau makan bersama-sama ataupun mencampuri istrinya yang sedang haid, bahkan mengasingkannya dari rumah. Para shahabat bertanya kepada Nabi saw. tentang hal itu. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 222). Bersabdalah Nabi saw.: “Berbuatlah apa yang pantas dilakukan dalam pergaulan suami-istri, kecuali jimak.”
“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.” (al-Baqarah: 223)
Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi, yang bersumber dari Jabir. Bahwa orang-orang Yahudi beranggapan bahwa apabila menggauli istrinya dari belakang ke farjinya, maka anaknya akan lahir bermata juling. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 223) yang membantah anggapan tersebut.
Diriwayatkan oleh Ahmad dan at-Tirmidzi yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, bahwa ‘Umar datang menghadap Rasulullah saw. dan berkata: “Ya Rasulullah, celakalah saya.” Nabi bertanya: “Apa yang menyebabkan kamu celaka?” Ia menjawab: “Aku pindahkan ‘sudutku’ (berjimak dengan istri dari belakang) tadi malam.” Nabi saw. terdiam, dan turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 223) yang kemudian beliau lanjutkan: “Berbuatlah dari depan atau dari belakang, tetapi hindari dubur (anus) dan bilamana istri sedang haid.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Abu Ya’la, dan Ibnu Marduwaih, yang bersumber dari Zaid bin Aslam, dari ‘Atha’ bin Yasar, yang bersumber dari Sa’id al-Khudri. Hadits seperti ini diriwayatkan juga oleh al-Bukhari, yang bersumber dari Ibnu ‘Umar. Bahwa orang-orang pada waktu itu menganggap mungkar orang yang menggauli istrinya dari belakang. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 223) yang menyalahkan sikap dan anggapan tersebut.
Diriwayatkan oleh ath-Thabarani, di dalam kitab al-Ausath dengan sanad yang kuat, yang bersumber dari Ibnu ‘Umar. Bahwa turunnya ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 223) sebagai pemberian kelonggaran menggauli istrinya dari belakang.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan al-Hakim, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa penghuni kampung di sekitar Yatsrib (Madinah), -tadinya menyembah berhala- tinggal berdampingan dengan kaum Yahudi ahli kitab. Mereka menganggap bahwa kaum Yahudi terhormat dan berilmu, sehingga mereka banyak meniru dan menganggap baik segala perbuatannya. Salah satu perbuatan kaum Yahudi yang dianggap baik oleh mereka ialah tidak menggauli istri dari belakang.
Adapun penduduk kampung sekitar Quraisy (Mekah) menggauli istrinya dengan segala keleluasannya. Ketika kaum Muhajirin (orang Mekah) tiba di Madinah, salah seorang dari mereka kawin dengan seorang wanita Anshar (orang Madinah). Ia berbuat seperti kebiasaannya, tetapi ditolak oleh istrinya dengan berkata: “Kebiasaan orang sini, hanya menggauli istri dari muka.” Kejadian ini akhirnya sampai kepada Nabi saw., sehingga turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 223) yang membolehkan menggauli istri dari depan, belakang, atau telentang, tetapi di tempat yang lazim.
Keterangan: menurut al-Hafizh Ibu Hajar dalam syarah al-Bukhari, sebab turunnya ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 223) yang dikemukakan oleh Abu Sa’id, mungkin tidak sampai ke Ibnu ‘Abbas, sehingga ia meragukannya. Sedang yang dikemukakan oleh Ibnu ‘Umar, sanadnya sampai kepada Ibnu ‘Abbas dan masyur (terkenal sanadnya).

Asbabun Nuzul Surah Al-Baqarah (20)

tulisan arab surah al baqarah ayat 224“Jangahlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan mengadakan ishlah di antara manusia[139]. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (al-Baqarah: 224)
[139] Maksudnya: melarang bersumpah dengan mempergunakan nama Allah untuk tidak mengerjakan yang baik, seperti: demi Allah, saya tidak akan membantu anak Yatim. tetapi apabila sumpah itu Telah terucapkan, haruslah dilanggar dengan membayar kafarat.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Juraij. Bahwa ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 224) diturunkan berkenaan dengan sumpah Abu Bakr untuk tidak memberi belanja lagi kepada Misthah, karena ia ikut memfitnah Siti ‘Aisyah. Ayat tersebut di ata sebagai teguran agar sumpah itu tidak menghalangi seseorang untuk berbuat kebaikan.
tulisan arab surat albaqarah ayat 228“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'[142]. tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya[143]. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (al-Baqarah: 228)
[142] Quru’ dapat diartikan Suci atau haidh.
[143] hal Ini disebabkan Karena suami bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan rumah tangga (lihat surat An Nisaa’ ayat 34).
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Abi Hatim, yang bersumber dari Asma’ binti Yazid bin as-Sakan. Bahwa Asma’ binti Yazid bin as-Sakan al-Anshariyyah berkata mengenai turunnya ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 228) sebagai berikut: “Pada zaman Rasulullah saw. aku ditalak oleh suamiku di saat belum ada hukum idah bagi wanita yang ditalak. Maka Allah menetapkan hukum idah bagi wanita, yaitu menunggu setelah bersuci dari tiga kali haid.”
Diriwayatkan oleh ats-Tsa’labi dan Hibatullah bin Salamah di dalam kitab an-Nasikh, yang bersumber dari al-Kalbi dan Muqatil. Bahwa Isma’il bin ‘Abdillah al-Ghifari mencerai istrinya, Qathilah, di zaman Rasulullah saw., ia sendiri tidak mengetahui bahwa istrinya itu hamil. Setelah ia mengetahuinya, iapun rujuk kepada istrinya. Istrinya melahirkan dan meninggal, demikian juga bayinya. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 228) yang menegaskan betapa pentingnya masa idah bagi wanita, untuk mengetahui hamil tidaknya seorang istri.
tulisan arab surat albaqarah ayat 229-230“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang Telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya[144]. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (al-Baqarah: 229)
[144] ayat inilah yang menjadi dasar hukum khulu’ dan penerimaan ‘iwadh. Kulu’ yaitu permintaan cerai kepada suami dengan pembayaran yang disebut ‘iwadh.
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, al-Hakim, dan lain-lain, yang bersumber dari ‘Aisyah. Bahwa seorang laki-laki menalak istrinya sekehendak hati. Menurut anggapannya, selama rujuk itu dilakukan dalam masa idah, wanita itu tetap istrinya, walaupun sudah seratus kali ditalak ataupun lebih. Laki-laki itu berkata kepada istrinya: “Demi Allah, aku tidak akan menalakmu, dan kamu tetap berdiri di sampingku sebagai istriku, dan aku tidak akan menggaulimu sama sekali.” Istrinya berkata: “Apa yang akan kamu lakukan?” Suaminya menjawab: “Aku menceraikanmu, kemudian apabila akan habis idahmu, aku akan rujuk lagi.” Maka menghadaplah wanita itu kepada Rasulullah saw. untuk menceritakan hal itu. Rasulullah terdiam, sehingga turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 229) sampai kata…bi ihsaan…(…dengan cara yang baik..).
Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam kitab an-Naasikh wal Mansuukh, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa seorang laki-laki memakan harta benda istrinya dan maskawin yang ia berikan sewaktu kawin, dan juga harta lainnya. Ia menganggap bahwa perbuatannya itu tidak berdosa. Maka turunlah ayat,….wa laa yahillu lakum ang ta’khudzuu…(… tidak halal bagi kamu mengambil kembali..) sampai akhir ayat (al-Baqarah: 229), yang melarang merampas hak istri.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Juraij. Bahwa turunnya ayat.. wa laa yahillu lakum..(…tidak halal bagi kamu..) sampai akhir ayat (al-Baqarah: 229), berkenaan dengan Habibah yang mengadu kepada Rasulullah saw. tentang suaminya yang bernama Tsabit bin Qais. Rasulullah saw. bersabda: “Apakah engkau sanggup memberikan kembali kebunnya (maskawinnya)?” Ia menjawab: “Ya.” Kemudian Rasulullah saw. memanggil Tsabit bin Qais seraya menerangkan pengaduan istrinya yang akan mengembalikan kebunnya. Maka berkatalah Tsabit bin Qais: “Apakah kebun itu halal bagiku?” Nabi menjawab: “Ya.” Ia berkta: “Saya terima.”
Kejadian ini membenarkan seorang suami menerima kembali maskawin yang dikembalikan istrinya sebagai tanda sahnya si istri memutus hubungan perkawinan.
“Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) Mengetahui.” (al-Baqarah: 230)
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Muqatil bin Hibban. Bahwa turunnya ayat ini (al-Baqarah: 230) berkenaan dengan pengaduan ‘Aisyah binti ‘Abdirrahman bin ‘Atik kepada Rasulullah saw. bahwa ia telah ditalak oleh suaminya yang kedua (‘Abdurrahman bin Zubair al-Qurazhi) dan akan kembali kepada suaminya yang pertama (Rifa’ah bin Wahb bin ‘Atik) yang telah menalak baa’in (talak yang tidak bisa dirujuk karena sudah 3 kali, kecuali kalau si istri telah kawin dulu dengan yang lain). ‘Aisyah berkata: “Abdurrahman bin Zubair telah menalak saya sebelum menggauli. Apakah saya boleh kembali kepada suami yang pertama?” Nabi menjawab: “Tidak, kecuali kamu sudah digauli oleh suami kedua.”
Kejadian ini membenarkan seorang suami yang telah menalak baa’in istrinya untuk mengawini kembali istrinya, setelah istrinya itu digauli dan diceraikan oleh suaminya yang kedua.

Asbabun Nuzul Surah Al-Baqarah (21)

tulisan arab surat albaqarah ayat 231“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan cara yang ma’ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma’ruf (pula). janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, Karena dengan demikian kamu menganiaya mereka[145]. barangsiapa berbuat demikian, Maka sungguh ia Telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang Telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al Kitab dan Al hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. dan bertakwalah kepada Allah serta Ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (al-Baqarah: 231)
[145] Umpamanya: memaksa mereka minta cerai dengan cara khulu’ atau membiarkan mereka hidup terkatung-katung.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari al-‘Aufi yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa ada seorang laki-laki yang menceraikan istrinya, kemudian merujuknya sebelum habis idahnya, terus menceraikannya lagi dengan maksud menyusahkan dan mengikat istrinya agar tidak bisa kawin dengan yang lain. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 231)
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari as-Suddi. Bahwa turunnya ayat ini (al-Baqarah: 231) berkenaan dengan Tsabit bin Yasar al-Anshari yang menalak istrinya. Tetapi setelah hampir habis idahnya, ia merujuknya kembali, lalu menceraikannya lagi, dengan maksud menyakiti istrinya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Umar di dalam Musnad-nya dan Ibnu Marduwaih, yang bersumber dari Abud Darda’. Diriwayatkan pula oleh Ibnul Mundzir yang besumber dari ‘Ubadah bin ash-Shamit. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari al-Hasan, yang haditsnya mursal. Bahwa seorang laki-laki menalak istrinya, kemudian berkata: “Sebenarnya aku hanya main-main saja.” Kemudian ia memerdekakan hambanya, tetapi tidak lama kemudian ia berkata: “Aku hanya main-main saja.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 231) sebagai teguran atas perbuatan seperti itu.
tulisan arab surat albaqarah ayat 232“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya[146], apabila Telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma’ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”  (al-Baqarah: 232)
[146] kawin lagi dengan bekas suami atau dengan laki-laki yang lain.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan lain-lain, yang bersumber dari Ma’qil bin Yasar. Dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Marduwaih dari beberap sumber. Bahwa Ma’qil bin Yasar mengawinkan saudaranya kepada seorang laki-laki Muslim. Beberapa lama kemudian, dicerainya dengan satu talak. Setelah habis idahnya, mereka berdua ingin kembali lagi. Maka datanglah laki-laki tadi bersama ‘Umar bin al-Khaththab untuk meminangnya. Ma’qil menjawab: “Hai orang celaka. Aku memuliakan kamu, dan aku kawinkan kamu dengan saudaraku, tapi kamu ceraikan dia. Demi Allah dia tidak akan aku kembalikan kepadamu.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 232) yang melarang wali menghalangi hasrat perkawinan kedua orang itu.
Ketika Ma’qil mendengar ayat itu, ia berkata: “Aku dengar, dan kutaati Rabb-ku.” Ia memanggil orang itu dan berkata: “Aku kawinkan kamu kepadanya dan aku muliakan kamu.”
Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi, yang bersumber dari as-Suddi. Riwayat yang bersumber dari Ma’qil lebih shahih dan lebih kuat. Bahwa turunnya ayat ini (al-Baqarah: 232) berkenaan dengan Jabir bin ‘Abdillah al-Anshari yang mempunyai saudara misan, yang telah dicerai oleh suaminya dengan satu talak. Setelah habis idahnya, bekas suaminya datang kembali. Akan tetapi Jabir tidak mau meluluskan pinangannyaa, padahal si wanita itu ingin kembali kepada bekas suaminya. Ayat ini melarang wali menghalangi hasrat perkawinan kedua orang itu.
tulisan arab surah al baqarah ayat 238“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa[152]. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.” (al-Baqarah: 238)
[152] Shalat wusthaa ialah shalat yang di tengah-tengah dan yang paling utama. ada yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan Shalat wusthaa ialah shalat Ashar. menurut kebanyakan ahli hadits, ayat Ini menekankan agar semua shalat itu dikerjakan dengan sebaik-baiknya.
Diriwayatkan oleh Ahmad, al-Bukhari di dalam Tarikh-nya, Abu Dawud, al-Baihaqi, dan Ibnu Jabir, yang bersumber dari Zaid binTsabit. Bahwa Nabi saw. shalat dzuhur di waktu hari sangat panas. Shalat seperti itu sangat berat dirasakan oleh shahabat-shahabatnya. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 238) yang menyuruh melaksanakan shalat bagaimanapun beratnya.
Diriwayatkan oleh Ahmad, an-Nasa-i, dan Ibnu Jarir, yang bersumber dari Zaid bin Tsabit. Bahwa Nabi saw. shalat dzuhur di waktu hari sangat panas. Di belakang Rasulullah tidak lebih dari satu atau dua shaf saja yang mengikutinya. Kebanyakan di antara mereka sedang tidur siang, ada pula yang sedang sibuk berdagang. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 238)
Diriwayatkan oleh Imam yang enam dan yang lainnya, yang bersumber dari Zaid bin Arqam. Bahwa pada zaman Rasulullah saw. ada orang-orang yang suka bercakap-cakap dengan kawan yang ada di sampingnya saat mereka shalat. Maka turunlah ayat,…wa quumuu lillaahi qaanitiin (berdirilah karena Allah [dalam shalatmu] dengan khusuk) (al-Baqarah: 238) yang memerintahkan supaya diam pada waktu sedang shalat, dan melarang bercakap-cakap.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid. Bahwa ada orang-orang yang bercakap-cakap di waktu shalat, dan ada pula yang menyuruh temannya menyelesaikan dulu keperluannya (di waktu sedang shalat). Maka turunlah ayat, ….wa quumuu lillaahi qaanitiin (berdirilah karena Allah [dalam shalatmu] dengan khusuk) (al-Baqarah: 238), yang memerintahkan supaya khusuk manakala shalat.

Asbabun Nuzul Surah Al-Baqarah (22)

tulisan arab surah al baqarah ayat 240“Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), Maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma’ruf terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
(al-Baqarah: 240)
Diriwayatkan oleh Ishaq bin Rahawaih di dalam Tafsir-nya yang bersumber dari Muqatil bin Hibban. Bahwa seorang laki-laki dari Thaif datang ke Madinah bersama anak-istri dan kedua orang tuanya, yang kemudian meninggal dunia di sana. Hal ini disampaikan kepada Nabi saw.. Beliau membagikan harta peninggalannya kepada anak-anak dan ibu-bapaknya, sedang istrinya tidak diberi bagian. Hanya saja mereka yang diberi bagian diperintahkan untuk memberi belanja kepadanya dari tirkah (peninggalan) suaminya itu selam satu tahun. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 240) yang membenarkan tindakan Rasulullah saw. untuk memberikan nafkah selama setahun kepada istri yang ditinggal mati oleh suaminya.
tulisan arab surah al baqarah ayat 241“Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut’ah[153] menurut yang ma’ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.” (al-Baqarah: 241)
[153] mut’ah (pemberian) ialah sesuatu yang diberikan oleh suami kepada isteri yang diceraikannya sebagai penghibur, selain nafkah sesuai dengan kemampuannya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Zaid. Bahwa ketika turun ayat,…wa matti’uuhunna ‘alal muusi’i qadaruhuu wa ‘alal muqtiri qadaruh…(…dan hendaklah kamu berikan suatu mut’ah [pemberian] kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya [pula]..) (al-Baqarah: 236), berkatalah seorang laki-laki: “Jika keadaanku sedang baik, akan aku lakukan, tapi jika aku tidak mau, aku tidak akan melakukannya.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 241), yang menegaskan kewajiban suami untuk memberi bekal kepada istrinya yang telah diceraikan.
tulisan arab surah al baqarah ayat 245“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (al-Baqarah: 245)
Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban di dalam Kitab Shahih-nya, Ibnu Abi Hatim, dan Ibnu Marduwaih, yang bersumber dari Ibnu ‘Umar. Bahwa ketika turun ayat, matsalul ladziina yungfiquuna amwaalahum fi sabiilillaahi ka matsali habbah…(perumpamaan [nafkah yang dikeluarkan oleh] orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih..) sampai akhir ayat (al-Baqarah: 261), berdoalah Rasulullah saw.: “Ya Rabb. Semoga Engkau melipatgandakan untuk umatku.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 245) yang menjanjikan akan melipatgandakan tanpa batas.
tulisan arab surat albaqarah ayat 256“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (al-Baqarah: 256)
[162] Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, an-Nasa-i, dan Ibnu Hibban, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa sebelum Islam datang, ada seorang wanita yang selalu kematian anaknya. Ia berjanji kepada dirinya, apabila mempunyai anak dan hidup, ia akan menjadikannya Yahudi. Ketika Islam datang dan kaum Yahudi Banin Nadlir diusir dari Madinah (karena pengkhianatannya), ternyata anak tersebut dan beberapa anak lainnya yang sudah termasuk keluarga Anshar, terdapat bersama-sama kaum Yahudi. Berkatalah kaum Anshar: “Jangan kita biarkan anak-anak itu bersama mereka.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 256) sebagai teguran bahwa tidak ada paksaan dalam Islam.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Sa’id atau ‘Ikrimah, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa turunnya ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 256) berkenaan dengan al-Hushain dari golongan Anshar, suku Bani Salim bin ‘Auf yang mempunyai dua orang anak yang beragama Nasrani, sedang ia sendiri seorang Muslim. Ia bertanya kepada Nabi saw.: “Bolehkah saya paksa kedua anak itu, karena mereka tidak taat kepadaku, dan tetap ingin beragama Nasrani?” Allah menjelaskan jawabannya dengan ayat tersebut bahwa tidak ada paksaan dalam Islam.

Asbabun Nuzul Surah Al-Baqarah (23)

11FEB
tulisan arab surat albaqarah ayat 257“Allah pelindung orang-orang yang beriman; dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (al-Baqarah: 257)
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Abdah bin Abi Lubabah. Bahwa awal ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 257) sampai dengan…ilan nuur…(…kepada cahaya [iman]..), ditujukan kepada mereka yang beriman kepada ‘Isa. Kemudian setelah Nabi Muhammad saw. diutus, merekapun beriman kepadanya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid. Bahwa ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 257) ditujukan kepada kaum yang beriman kepada ‘Isa dan tidak beriman kepadanya. Setelah Nabi Muhammad saw. diutus, yang beriman kepada ‘Isa kufur kepada Nabi Muhammad saw, dan yang kufur kepada ‘Isa beriman kepada Nabi Muhammad.
tulisan arab surah al baqarah ayat 267“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (al-Baqarah: 267)
Diriwayatkan oleh al-Hakim, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan lain-lain, yang bersumber dari al-Barra’. Bahwa turunnya ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 267) berkenaan dengan kaum Anshar yang mempunyai kebun kurma. Ada yang mengeluarkan zakatnya sesuai dengan penghasilannya, tetapi ada juga yang tidak suka berbuat baik. Mereka (yang tidak suka berbuat baik) ini menyerahkan kurma yang berkualitas rendah dan busuk. Ayat tersebut di atas sebagai teguran atas perbuatan mereka.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, an-Nasa-i, dan al-Hakim, yang bersumber dari Sahl bin Hanif. Bahwa ada orang-orang yang memilih kurma yang jelek untuk dizakatkan. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 267) sebagai teguran atas perbuatan mereka.
Diriwayatkan oleh al-Hakim yang bersumber dari Jabir. Bahwa Nabi saw. memerintahkan berzakat dengan satu sha’ kurma. Pada waktu itu datanglah seorang laki-laki membawa kurma yang sangat rendah kualitasnya. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 267) sebagai petunjuk supaya mengeluarkan yang baik dari hasil kasabnya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa para shahabat Nabi saw. ada yang membeli makanan yang murah untuk disedekahkan. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 267) sebagai petunjuk kepada mereka.
tulisan arab surah al baqarah ayat 272“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan Karena mencari keridhaan Allah. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan).” (al-Baqarah: 272)
Diriwayatkan oleh an-Nasa-i, al-Hakim, al-Bazzar, ath-Thabarani, dan lain-lain yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa ada orang-orang yang tidak rela memberi sedikitpun dari hartanya kepada keluarga yang musyrik. Ketika mereka bertanya kepada Rasulullah saw., beliau membenarkannya. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 272) yang membolehkan memberi sedekah kepada kaum musyrikin.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa Nabi saw. melarang umatnya bersedekah, kecuali bersedekah kepada kaum Muslimin. Setelah turun ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 272), beliau memerintahkan memberi sedekah kepada orang yang beragama apapun, dan datang meminta kepadanya.
tulisan arab surah al baqarah ayat 274“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, Maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (al-Baqarah: 274)
Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dan Ibnu Abi Hatim, dari Yazid bin ‘Abdillah bin Gharib, dari bapaknya, yang bersumber dari datuknya. Yazid dan bapaknya (‘Abdullah) adalah perawi yang majhuul (tidak dikenal). Bahwa turunnya ayat ini (al-Baqarah: 274) berkenaan dengan orang-orang yang menginfakkan kudanya (untuk perang fisabilillah).
Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq, Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, dan ath-Thabarani, dengan sanad yang daif, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa turunnya ayat ini (al-Baqarah: 274) berkenaan dengan ‘Ali bin Abi Thalib yang mempunyai empat dirham. Ia mendermakan satu dirham pada malam hari, satu dirham pada siang hari, satu dirham sercara diam-diam, dan satu dirham lagi secara terang-terangan.
Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir yang bersumber dari Ibnul Musayyab. Bahwa ayat ini (al-Baqarah: 274) turun berkenaan dengan ‘Abdurrahman bin ‘Auf dan ‘Utsman bin ‘Affan yang memberi derma kepada Jaisyul ‘Usrah (pasukan yang dibentuk pada musim paceklik), untuk perang Tabuk.

Asbabun Nuzul Surah Al-Baqarah (24)

tulisan arab surah al baqarah ayat 278-279“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” (al-Baqarah: 278) “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (al-Baqarah: 279)
Diriwayatkan oleh Abu Ya’la di dalam Musnad-nya dan Ibnu Mandah, dari al-Kalbi, dari Abu Shalih, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa turunnya ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 278-279) berkenaan dengan pengaduan Banil Mughirah kepada gubernur Mekah, ‘Attab bin As-yad, setelah fathu Makkah, tentang hutang-hutangnya yang beriba sebelum ada hukum penghapusan riba, kepada Bani ‘Amr bin As-yad: “Kami adalah orang yang paling menderita akibat dihapusnya riba. Kami ditagih membayar riba oleh orang lain, sedang kami tidak mau menerima riba karena menaati hukum penghapusan riba.” Maka berkata Bani ‘Amr: “Kami minta penyelesaian atas tagihan riba kami.” Maka Gubernur ‘Attab menulis surat kepada Rasulullah saw., yang dijawab oleh beliau sesuai dengan ayat di atas (al-Baqarah: 278-279).
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Ikrimah. Bahwa Bani Tsaqif ini antara lain: Mas’ud, Habib, Rabi’ah, dan ‘Abdu Yalail. Mereka ini termasuk Bani ‘Amr dan Bani ‘Umair.
tulisan arab surat albaqarah ayat 284tulisan arab surat albaqarah ayat 285-286“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (al-Baqarah: 284) “Rasul Telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): ‘Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya’, dan mereka mengatakan: ‘Kami dengar dan kami taat.’ (mereka berdoa): ‘Ampunilah kami Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.’” (al-Baqarah: 285) “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): ‘Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. beri ma’aflah Kami; ampunilah Kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, Maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.’” (al-Baqarah: 286)
Diriwayatkan oleh Muslim dan lain-lain, yang bersumber dari Abu Hurairah. Dan diriwayatkan pula oleh Muslim dan lain-lain, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa ketika turun ayat,….wa ing tubduu maa fii angfusikum au tukhfuuhu yuhasbikum bihillaah…(..dan jika kamu melahirkan apa yang ada dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu…) (al-Baqarah: 284), para shahabat merasa keberatan, sehingga datang kepada Rasulullah sambil berlutut memohon keringanan, dengan berkata: “Kami tidak mampu mengikuti ayat ini (al-Baqarah: 284).” Nabi saw. bersabda: “Apakah kalian akan berkata ‘sami’naa wa ‘ashainaa’ (kami mendengar, akan tetapi tidak mau menurut) seperti yang diucapkan oleh ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) sebelum kalian? Ucapkanlah, sami’naa wa atha’naa ghufraanaka rabbanaa wa ilaikal mashiir (kami mendengar dan taat; ampunilah kami ya Rabbanaa, hanya kepada-Mu lah tempat kembali).” Setelah dibacakan kepada para shahabat dan lidah merekapun sudah terbiasa, turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 285). Kemudian mereka melaksanakan ayat tersebut (al-Baqarah: 285). Lalu turunlah ayat selanjutnya (al-Baqarah: 286).
x




"Dan janganlah kamu berkahwin dengan perempuan-perempuan kafir musyrik sebelum mereka beriman (memeluk agama Islam); dan sesungguhnya seorang hamba perempuan yang beriman itu lebih baik daripada perempuan kafir musyrik, sekalipun keadaannya menarik hati kamu. Dan janganlah kamu (kahwinkan perempuan-perempuan Islam) dengan lelaki kafir musyrik sebelum mereka beriman (memeluk agama Islam). Dan sesungguhnya seseorang hamba lelaki yang beriman lebih baik daripada seorang lelaki musyrik, sekalipun keadaannya menarik hati kamu. (Yang demikian ialah kerana) orang kafir itu mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke Syurga dan memberi keampunan dengan izinNya. Dan Allah menjelaskan ayat-ayatNya (keterangan-keterangan hukumNya) kepada umat manusia, supaya mereka dapat mengambil pelajaran (daripadanya)." (Surah al Baqarah: 2: 221)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa turunnya ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 221) "wala tankihul musyrikati hatta yukmin" adalah sebagai petunjuk ke atas permohonan Ibnu Abi Murtsid al Ghanawi yang meminta izin kepada Nabi s.a.w. untuk bernikah dengan seorang wanita musyrik yang cantik lagi terkenal. (Diriwayatkan oleh Ibnu Munzir, Ibnu Abi Hatim dan al Wahidi dari Muqatil)
Dalam riwayat lain pula, ada dikemukakan bahawa sambungan dari ayat tersebut mulai dari "wala amatun mukminatun khairun hingga akhirnya (Surah al Baqarah: 2: 221) adalah berhubung dengan peristiwa Abdullah bin Rawahah. Dia mempunyai seorang hamba sahaya wanita yang amat hitam. Pada suatu hari dia telah memarahi hamba sahaya berikut sehingga menamparnya.
Selepas itu dia menyesali akan kejadian tersebut dan datang mengadap Rasulullah untuk menceritakan perkara tersebut lalu berkata: "Saya akan memerdekakan dia serta mengahwininya." Maka dia melaksanakan apa yang telah diperkatakan olehnya. Akan tetapi orang-orang pada waktu itu telah mencela dan mengejek di atas perbuatannya itu.
Penurunan ayat ini adalah untuk menjelaskan bahawa berkahwin dengan hamba sahaya Muslimah adalah lebih baik daripada berkahwin dengan wanita musyrik. (Diriwayatkan oleh al Wahidi dari as Suddi dari Abi Malik dari Ibnu Abbas) (Dalam riwayat lain yang dikeluarkan oleh Ibnu Jarir dari as Suddi, Hadisnya munqathi) [Hadis dikatakan Munqathi apabila seorang daripada perawinya tidak disebut namanya (Bulughul Maram I c.v. Diponegoro Bandung 1972hal.15).]
"Dan mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad), mengenai (hukum) haid. Katakanlah: "Darah haid itu satu benda yang (menjijikkan dan) mendatangkan mudarat." Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari perempuan (jangan bersetubuh dengan isterikamu) dalam masa datang darah haid itu, dan janganlah kamu hampiri mereka (untuk bersetubuh) sebelum mereka suci. Kemudian apabila mereka sudah bersuci maka datangilah mereka menurut jalan yang diperintahkan oleh Allah kepada kamu. Sesungguhnya Allah mengasihi orang yang banyak bertaubat, dan mengasihi orang yang sentiasa mensucikan diri." (Surah al Baqarah: 2: 222)
Di dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa orang-orang Yahudi tidak akan makan bersama atau mencampuri isterinya ketika Isterinya dalam haid. Malahan mereka akan mengasingkan diri daripada rumahnya. Oleh itu, para sahabat bertanya kepada Nabi mengenai perkara ini. Maka turunlah ayat di ini (Surah al Baqarah: 2: 222) untuk menjawab pertanyaan mereka. Selepas itu Nabi bersabda: "Berbuatlah apa yang boleh dilakukan dalam pergaulan suami isteri kecuali jimak." (Diriwayatkan oleh Muslim dan Tirmizi dari Anas) (Akan tetapi dalam hadis yang diriwayatkan oleh al Barudi dari Ibnu Ishaq dari Muhammad bin Abi Muhammad dari Ikrimah atau Said dari Ibnu Abbas dikatakan bahawa orang yang bertanya adalah Tsabit bin ad Dahdah. Begitu juga menurut riwayat Ibnu Jarir dari as Suddi)
"Isteri-isteri kamu adalah sebagai kebun tanam-tanaman kamu, oleh itu datangilah kebun tanaman kamu menurut cara yang kamu sukai, dan sediakanlah (amal-amal yang baik) untuk diri kamu; dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah sesungguhnya kamu akan menemuiNya (pada hari akhirat kelak). Dan berilah khabar gembira (wahai Muhammad) kepada orang yang beriman." (Surah al Baqarah: 2: 223)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa orang-orang Yahudi beranggapan bahawa apabila mencampuri isteri dari belakang farajnya, maka anak yang dilahirkan akan bermata juling. Maka turunlah ini (Surah al Baqarah: 2: 223) di atas untuk membantah anggapan mereka. (Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Tarmizi dari Jabir)
Dalam riwayat lain pula, ada dikemukakan bahawa Umar datang mengadap Rasulullah dan berkata: "Ya Rasulullah celakalah saya." Nabi bertanya: Apakah yang menyebabkan kamu menjadi celaka?" Umar menjawab: "Aku telah berjimak dengan isteriku dari belakang malam tadi."
Kemudian Nabi s.a.w. terdiam dan turunlah ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 223). Selepas itu, baginda menyambung dengan bersabda: "Berbuatlah dari hadapan atau pun dari belakang tetapi hindarlah dubur dan yang sedang haid."
(Diriwayatkan oleh Ahmad dan Tarmizi dari Ibnu Abbas)
Dalam riwayat selainnya, ada dikemukakan bahawa orang-orang pada waktu itu menganggap sesuatu perkara yang munkar apabila seseorang menggauli isterinya dari belakang.
Maka turunlah ayat ini (Surah al Baqarah: 2:223) yang menyalahkan sikap dan anggapan tersebut. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Abu Yala dan Ibnu Marduwaih dari Zaid bin Aslam dari Atha bin Yasar dari Abi Said al Khudri) (Diriwayatkan oleh al Bukhari dari Ibnu Umar)
Terdapat juga riwayat lain yang mengemukakan bahawa penurunan ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 223) adalah sebagai pemberian kelonggaran untuk menggauli isteri dari belakang. (Diriwayatkan oleh at Thabarani dalam kitab alAusath dengan sanad yang kuatdari Ibnu Umar)
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa penghuni kampung yang terletak di sekitar Yathrib (Madinah) menyembah berhala dan berdampingan dengan kaum Yahudi ahli kitab. Mereka menganggap bahawa kaum Yahudi adalah kaum yang terhormat dan berilmu.
Oleh sebab itu mereka selalu meniru dan menganggap baik di atas segala perbuatan yang dilakukan oleh kaum Yahudi. Di antara perbuatan yang dianggap baik oleh mereka ialah tidak menggauli literi dari belakang.
Sementara itu, penduduk kampung di sekitar Mekah pada kebiasaannya menggauli isteri mereka dengan pelbagai cara. Ketika kaum Muhajirin (orang Mekah) tiba di Madinah, salah seorang daripada mereka berkahwin dengan seorang wanita Ansar (orang Madinah). Maka dia melakukan seperti kebiasaannya, tetapi telah ditolak oleh isterinya dengan berkata: "Kebiasaan orang di sini adalah menggauli isterinya dari hadapan."
Akhirnya kejadian ini sampai kepada pengetahuan Nabi s.a.w dan turunlah ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 223) yang membolehkan untuk menggauli isteri dari hadapan, belakang atau terlentang tetapi pada tempat yang lazim sahaja. (Diriwayatkan oleh Abu Daud dan al Hakim dari Ibnu Abbas)
KETERANGAN
Menurut.al Hafiz Ibnu Hajar di dalam syarah Bukhari, sebab penurunan ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 223) yang dikemukakan oleh Abi Said mungkin tidak sampai kepada Ibnu Abbas sehingga boleh diragui. Sedangkan apa yang dikemukakan oleh Ibnu Umar, sanadnya sampai kepada Ibnu Abbas dan sanadnya menjadi masyhur(terkenal).
"Dan janganlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpah kamu sebagai benteng yang menghalangi kamu daripada berbuat balk, dan bertakwa, serta mendamaikan perbalahan antara sesama manusia.
Dan (ingatlah), Allah sentiasa mendengar lagi sentiasa mengetahui." (Surah al Baqarah: 2: 224)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ayat ini turun disebabkan oleh sumpah Abu Bakar untuk tidak memberi belanja lagi kepada Misthah. [Misthah bin Utsatsah adalah seorang fakir miskin yang kehidupannya dibiayai oleh Abu Bakar.] Ini kerana dia turut serta di dalam memfitnah Siti Aisyah.
Maka penurunan ayat di atas adalah sebagai teguran agar sumpah tidak menghalangi seseorang itu daripada melakukan kebaikan. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarirdari Ibnu Juraij)
"Dan isteri-isteri yang diceraikan itu hendaklah menunggu dengan menahan diri mereka (dari berkahwin) selama tiga kali suci (dari haid). Dan tidaklah halal bagi mereka menyembunyikan (tidak memberitahu tentang) anakyang dijadikan oleh Allah dalam kandungan rahim mereka, jika betul mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suami mereka berhak mengambil kembali (rujuk akan) isteri-isteri itu dalam masa iddah mereka jika suami-suami bertujuan hendak berdamai. Dan isteri-isteri itu mempunyai hak yang sama seperti kewajiban yang ditanggung oleh mereka (terhadap suami) dengan cara yang sepatutnya (dan tidak dilarang oleh syarak), dalam pada itu orang lelaki (suami-suami itu) mempunyai satu darjat kelebihan atas orang perempuan (isterinya). Dan (ingatlah), Allah Maha Kuasa, lagi Maha Bijaksana." (Surah al Baqarah: 2: 228)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Asma bin Yazid bin as Sakam al Anshariyyah berkata selepas turunnya ayat ini sebagai berikut: "Aku telah diceraikan oleh suamiku di zaman Rasulullah s.a. w., tetapi pada waktu itu belum ada lagi hukum iddah bagi wanita yang telah diceraikan. Maka dengan turunnya ayat ini Allah telah menetapkan hukum iddah bagi wanita iaitu menunggu selama tiga kalihaid." (Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Abi Hatim dari Asma binti Yazid bin as Sakan)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa Ismail bin Abdillah al Ghifari telah menceraikan isterinya Qathilah pada zaman Rasulullah. Akan tetapi dia tidak mengetahui bahawa isterinya sedang hamil. Setelah mengetahuinya, dia rujuk kembali dengan isterinya. Malangnya isterinya meninggal ketika melahirkan, begitu juga bayinya. Maka turunlah ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 228) untuk menerangkan betapa pentingnya masa iddah bagi wanita untuk mengetahui sama ada seseorang isteri itu hamil atau tidak. (Diriwayatkan oleh at Tsa'labi dan Hibatullah bin Salamah dalam kitab an Nasikh dari al Kalbi dan Muqatil)
"Talak (yang boleh rujuk kembali itu hanya) dua kali. Sesudah itu bolehlah la (rujuk dan) memegang terus isterinya itu dengan cara yang sepatutnya atau melepas (menceraikannya) dengan cara yang baik. Dan tidaklah halal bagi kamu mengambil balik sesuatu dari apa yang telah kamu berikan kepada mereka (isteri-isteri yang diceraikan itu), kecuali jika keduanya (suami isteri) takut tidak dapat menegakkan aturan-aturan hukum Allah. Oleh itu kalau kamu khuatir bahawa kedua-duanya tidak dapat menegakkan aturan-aturan hukum Allah, maka tidaklah mereka berdosa mengenai bayaran (tebus talak) yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya (dan mengenai pengambilan suami akan bayaran itu). Itulah aturan-aturan hukum Allah maka janganlah kamu melanggarnya; dan sesiapa yang melanggar aturan-aturan hukum Allah, maka mereka itulah orang yang zalim." (Surah al Baqarah: 2: 229)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa seorang lelaki telah menceraikan isterinya mengikut kehendak hatinya. Dia beranggapan bahawa selama rujuk itu boleh dilakukan dalam waktu iddah, wanita Itu tetap menjadi isterinya walaupun sudah seratus kali atau lebih dia telah menceraikan isterinya. Lelaki itu berkata kepada isterinya: "Demi Allah, aku tidak akan menceraikanmu dan engkau akan tetap berdiri di sampingku sebagai isteriku serta aku tidak akan menggauli dirimu sama sekali."Isterinya berkata: "Apakah yang akan engkau lakukan?" Suaminya menjawab: "Aku menceraimu, kemudian apabila hampir habis iddahmu aku akan rujuk kembali."
Maka wanita itu datang mengadap Rasulullah untuk menceritakan perkara tersebut. Selepas mendengar Rasulullah terdiam sehingga turunlah ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 229) hingga perkataan "bi ihsan."(Diriwayatkan oleh at Tarmizi, al Hakim dan yang lainnya dari Aisyah)
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa seorang lelaki telah makan harta benda milik isterinya hasil daripada maskahwin yang telah diberikan pada waktu mereka berkahwin. Dia beranggapan bahawa perbuatannya itu tidak berdosa.
Maka turunlah ayat "walayahillu lakum an ta'khudzu" sampai akhirnya dari surah (Surah al Baqarah: 2: 229) yang melarang merampas hak isteri. (Diriwayatkan oleh Abu Daud di dalam Kitab Nasaikh-Mansukh dari Ibnu Abbas)
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa ayat ini "walayahillu lakum an ta'khudzu" hingga akhirnya (Surah al Baqarah: 2: 229) turun berkenaan dengan pengaduan yang telah dibuat oleh Habibah kepada Rasulullah tentang suaminya Thabit bin Qais. Rasulullah bersabda: "Apakah engkau sanggup memberi kembali kebunnya?" Dia menjawab: "Ya."
Kemudian Rasulullah memanggil Qais menerangkan pengaduan yang telah dibuat isterinya untuk mengembalikan semula kebun miliknya. Maka berkatalah Qais: "Apakah halal kebun itu bagiku?" Nabi menjawab: "Ya."Qais berkata: "Saya pun menerima."
Kejadian ini menunjukkan bahawa seorang suami boleh menerima kembali mas kahwin yang dikembalikan oleh isterinya sebagai tanda sahnya seorang isteri memutuskan ikatan perkahwinan. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Juraij)
"Sesudah (diceraikan dua kali) itu, jika diceraikan pula (bagi kali yang ketiga) maka perempuan itu tidak halal lagi baginya sesudah itu, sehingga ia berkahwin dengan suami yang lain. Setelah itu kalau ia diceraikan (oleh suami baharu itu dan habis iddahnya), maka mereka berdua (suami lama dan bekas isterinya) tidaklah berdosa untuk kembali (berkahwin semula), jika mereka kuat menyangka akan dapat menegakkan aturan-aturan hukum Allah. Dan itulah aturan-aturan hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mahu) mengetahui dan memahaminya." (Surah al Baqarah: 2: 230)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa penurunan ayat ini adalah berhubungan dengan pengaduan Aisyah binti Abdur Rahman bin Atik kepada Rasulullah s.a.w.. Dia mengadu kepada Rasulullah bahawa dia telah diceraikan oleh suaminya yang kedua iaitu Abdur Rahman bin Zubair al Quradzi dan akan rujuk kembali dengan suaminya yang pertama Rifa'ah bin Wahab bin Atik. Sesungguhnya suaminya yang pertama telah menceraikannya dengan talak bain. [Talak bain ialah talak yang tidak boleh dirujuk kembali iaitu selepas tiga kali talak kecuali jika si isteri telah berkahwin lain dan diceraikan oleh suaminya yang kedua.] Aisyah berkata: "Abdur Rahman bin Zubair telah menceraikan saya sebelum mencampuri. Apakah boleh saya kembali kepada suami yang pertama?" Nabi menjawab: "Tidak boleh kecuali kamu telah dicampuri oleh suamimu yang kedua."
Peristiwa ini menjelaskan kepada kita bahawa seorang suami yang menceraikan isterinya dengan talak bain boleh mengahwini isterinya semula tetapi dengan syarat bahawa isterinya telah dicampuri dan diceraikan oleh suaminya yang kedua. (Diriwayatkan oleh Ibnu Munzirdari Muqatil bin Hibban)
"Dan apabila kamu menceraikan isteri-isteri (kamu) kemudian mereka (hampir) habis tempoh iddahnya, maka bolehlah kamu pegang mereka (rujuk) dengan cara yang baik, atau lepaskan mereka dengan cara yang baik. Dan janganlah kamu pegang mereka (rujuk semula) dengan maksud memberi mudarat, kerana kamu hendak melakukan kezaliman (terhadap mereka); dan sesiapa yang melakukan demikian maka sesungguhnya dia menganiaya dirinya sendiri. Dan janganlah kamu menjadikan ayat-ayat hukum Allah itu sebagai ejek-ejekan (dan permainan). Dan kenanglah nikmat Allah yang diberikan kepada kamu, (dan kenanglah) apa yang diturunkan kepada kamu iaitu Kitab (al Qur'an) dan ilmu hikmat, untuk memberi pengajaran kepada kamu dengannya. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah: sesungguhnya Allah Maha Mengetahui akan tiap-tiap sesuatu." (Surah al Baqarah: 2: 231)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa terdapat seorang lelaki yang telah menceraikan isterinya kemudian merujuknya kembali sebelum habis iddahnya dan selepas itu menceraikan semula dengan maksud untuk menyusahkan dan mengikat isterinya supaya tidak boleh berkahwin dengan orang lain. Maka turunlah ayat di atas. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari al Ufi dari Ibnu Abbas)
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa penurunan ayat di atas adalah berkenaan dengan kisah Thabit bin Yasar al Anshari yang telah menceraikan isterinya. Setelah hampir habis iddah Isterinya, dia merujuk kembali dan kemudian menceraikan semula dengan maksud untuk menyakiti hati isterinya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari as Suddi)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa seorang lelaki telah menceraikan isterinya dan kemudian berkata: "Sebenarnya aku hanya main-main sahaja." Kemudian dia memerdekakan hambanya, tetapi tidak lama kemudian dia berkata: "Aku hanya main-main sahaja."
Maka turunlah ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 231) sebagai teguran dengan apa yang telah dilakukan. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Umardalam musnadnya dan Ibnu Marduwaih dari Abi Darda) (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Munzir dari Ubadah bin Shamit) (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Marduwaih dari Ibnu Abbas) (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dari al Hasan dan hadisnya adalah mursal)
"Dan apabila kamu menceraikan isteri-isteri (kamu), lalu habis masa iddah mereka, maka janganlah kamu (wahai wali-wali nikah) menahan mereka daripada berkahwin semula dengan (bekas) suami mereka, apabila mereka (lelaki dan perempuan itu) bersetuju sesama sendiri dengan cara yang baik (yang dibenarkan oleh Syarak). Demikianlah diberi ingatan dan pengajaran dengan itu kepada sesiapa diantara kamu yang beriman kepada Allah dan hari akhirat Yang demikian adalah lebih baik bagi kamu dan lebih suci. Dan (ingatlah), Allah mengetahui (akan apajua yang baik untuk kamu) sedang kamu tidak mengetahuinya." (Surah al Baqarah: 2: 232)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Ma'qil bin Yasar telah mengahwinkan saudaranya dengan seorang lelaki Muslim. Tidak lama kemudian lelaki tersebut telah menceraikan saudaranya dengan talak satu. Apabila telah habis iddahnya, mereka berdua ingin kembali lagi.
Maka lelaki tersebut datang bersama Umar bin Khattab untuk meminangnya semula. Maqil berkata: "Hai orang celaka! Aku memuliakan engkau dan aku kahwinkan engkau dengan saudaraku, tetapi engkau telah menceraikan dia. Demi Allah, dia tidak akan kukembalikan semula kepadamu."
Maka turunlah ayat ini yang menghalang wali daripada menghalangi hasrat perkahwinan kedua orang itu.
Ketika Ma'qil mendengar ayat di atas dia berkata: "Aku dengar dan aku taati Tuhanku."Kemudian dia memanggil semula orang itu dan berkata: "Aku kahwinkan engkau dengannya dan aku memuliakan engkau." (Diriwayatkan oleh al Bukhari, Abu Daud, Tirmizi dan yang lainnya dari Ma'qil bin Yasar) (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Marduwaih dari beberapa sumber)
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa penurunan ayat di atas adalah berhubung dengan kisah Jabir bin Abdillah al Anshari. Dia mempunyai saudara sepupu yang telah diceraikan oleh suaminya dengan talak satu. Setelah habis iddah, suaminya datang semula. Akan tetapi Jabir tidak menerima pinangan tersebut.
Maka penurunan ayat ini adalah sebagai larangan kepada wali daripada menghalangi hasrat perkahwinan kedua orang itu. (Diriwayatkan oleh al Bukhari, Abu Daud dan Tirmizi dari as Suddi.) (Riwayat dari Ma'qil adalah lebih sahih dan lebih kuat)
"Peliharalah kamu (kerjakanlah dengan tetap dan sempurna pada waktunya) segala sembahyang fardu, khasnya sembahyang Wusta (sembahyang Asar), dan berdirilah kerana Allah (dalam sembahyang kamu) dengan taat dan khusyuk." (Surah al Baqarah: 2: 238)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Nabi s.a.w. bersembahyang zohor pada waktu hari yang panas terik. [Pada waktu itu, sembahyang dilakukan di tempat terbuka yang beg itu terasa teriknya panas matahari.] Sesungguhnya sembahyang pada waktu ini dirasakan berat oleh sahabat-sahabatnya. Maka turunlah ayatdi atas yang menyuruh untuk melaksanakan sembahyang walau sebagaimana pun beratnya. (Diriwayatkan oleh Ahmad, al Bukhari di dalam sejarahnya, Abu Daud, Baihaqi dan Ibnu Jarir dari Zaid bin Thabit)
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa Nabi s.a.w. sembahyang pada waktu hari panas terik. Akan tetapi terdapat lebih kurang satu atau dua saf sahaja yang mengikutinya dari belakang. Ini kerana kebanyakan di antara mereka sedang tidur siang dan ada pula yang sedang sibuk berdagang. Maka turunlah ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 238) (Diriwayatkan oleh Ahmad, an Nasai dan Ibnu Jarir dari Zaid bin Thabit)
Dalam suatu riwayat lain ada dikemukakan bahawa pada zaman Rasulullah s.a.w. terdapat orang-orang yang suka bersembang dengan kawan yang ada di sebelahnya pada waktu sedang menunaikan sembahyang.
Maka turunlah ayat "waqumu lillahi qanitin" yang memerintahkan supaya diam dan melarang daripada bercakap-cakap pada waktu sembahyang. (Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Tirmizi Abu Daud, Nasai dan Ibnu Majah serta yang lainnya dari Zaid bin Arqam)
Dalam suatu riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa ada orang-orang yang suka bercakap-cakap pada waktu sedang menunaikan sembahyang. Di samping itu ada pula yang menyuruh kawannya untuk menyelesaikan keperluannya pada waktu tersebut.
Maka penurunan ayat "waqumu lillahi qanitin" adalah sebagai perintah supaya khusyuk di dalam sembahyang. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Mujahid)
"Dan orang yang (hampir) mati di antara kamu serta meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isteri mereka, iaitu diberi nafkah saguhati (makan, pakaian dan tempat tinggal) hingga setahun lamanya, dengan tidak disuruh pindah dari tempat tinggalnya. Kemudian jika mereka keluar (dari tempat tinggalnya dengan kehendaknya sendiri) maka tidaklah kamu bersalah (wahai wali waris si mati) mengenai apa yang mereka (isteri-isteri itu) lakukan pada diri mereka dari perkara yang patut (yang tidak dilarang Syarak) itu. Dan (ingatlah), Allah Maha Kuasa, lagi Maria Bijaksana."(Surah al Baqarah: 2: 240)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa seorang lelaki dari Thaif datang ke Madinah bersama anak dan isterinya serta kedua orang tuanya. Kemudian dia meninggal dunia di sana. Oleh itu perkara ini telah disampaikan kepada Rasulullah.
Kemudian baginda membahagikan harta peninggalannya kepada anak-anak dan kedua ibu bapanya, sedangkan isterinya tidak diberi bahagian daripada harta tersebut. Akan tetapi mereka yang diberi pembahagian daripada harta tersebut diperintahkan agar memberi belanja kepadanya selama satu tahun.
Maka turunlah ayat di atas yang membenarkan tindakan Rasulullah s.a.w. [Ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 240) turun sebelum turunnya ayat hukum tentang waris harta pusaka.] untuk memberi nafkah selama setahun kepada isteri yang ditinggalkan oleh suaminya. (Diriwayatkan oleh Ishaq bin Rahawaih dalam tafsirnya dari Muqatil Ibnu Hibban)
"Dan isteri-isteri yang diceraikan, berhak mendapat Mutaah (pemberian saguhati) dengan cara yang patut, sebagai satu tanggungan yang wajib atas orang yang takwa." (Surah al Baqarah: 2: 241)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika turun ayat (Surah al Baqarah: 2: 236) yang berbunyi "wa matti'uhunna ala musi'l qadaruhu wa 'alal muqtiri qadaruhu" berkatalah seorang lelaki: "jika keadaanku baik, aku akan lakukan, tetapi jika aku tidak mahu, aku tidak akan melakukannya."
Maka turunlah ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 241) yang menerangkan tentang kewajipan suami untuk memberi nafkah kepada isteri yang telah diceraikan. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Zaid)

"Siapakah orangnya yang (mahu) memberikan pinjaman kepada Allah sebagai pinjaman yang baik (yang ikhlas) supaya Allah melipat gandakan balasannya? Dan (ingatlah), Allah jualah Yang menyempitkan dan Yang meluaskan (pemberian rezeki), dan kepadaNyalah kamu semua dikembalikan." (Surah al Baqarah: 2: 245)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika turun ayat di atas, maka berdoalah Rasulullah: "Ya Rabbi! Semoga Allah menggandakan balasan baik kepada umatku."maka turunlah ayat di atas yang menjanjikan akan gandaan balasan kebaikan kepada umat manusia. (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam kitab Sahihnya, Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Marduwaih dari Ibnu Umar)
Tidak ada paksaan dalam agama (Islam), kerana sesungguhnya telah nyata kebenaran (Islam) dari kesesatan (kufur). Oleh itu, sesiapa yang tidak percayakan Taghut, dan ia pula beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada simpulan (tali agama) yang teguh, yang tidak akan putus. Dan (ingatlah), Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Surah al Baqarah: 2: 256)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa sebelum kedatangan Islam terdapat seorang wanita yang selalu kematian anak. Oleh kerana itu, dia telah berjanji kepada dirinya jika dia mempunyai anak yang hidup, anak itu akan dijadikan Yahudi.
Akan tetapi setelah kedatangan Islam kaum Yahudi bani Nadhir telah diusir dari Madinah kerana pengkhinatan yang telah dilakukan. Anak perempuan itu dan kaum Ansar yang lain turut serta bersama-sama dengan kaum Yahudi tersebut. Berkatalah kaum Ansar: "Jangan biarkan anak-anak kita bersama mereka." Maka turunlah ayat di atas sebagai teguran bahawa tidak ada paksaan dalam Islam. (Diriwayatkan oleh Abu Daud, Nasai dan Ibnu Hibban dari Ibnu Abbas)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 256) turun berhubung dengan kisah Hushain dari golongan Ansar iaitu dari suku Bani Salim bin Auf. Dia mempunyai dua orang anak yang beragama nasrani, sedangkan dia adalah seorang Muslim. Dia bertanya kepada Nabi s.a.w: "Bolehkah saya paksa kedua anak itu kerana mereka tidak taat kepadaku dan tetap dengan agama nasrani."
Maka penurunan ayat ini (Surah al Baqarah: 2:256) adalah sebagai jawapan kepada pertanyaan tersebut bahawa tidak ada paksaan di dalam Islam. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Said atau Ikrimah dari Ibnu Abbas)
"Allah Pelindung (Yang mengawal dan menolong) orang yang beriman. la mengeluarkan mereka dari kegelapan (kufur) kepada cahaya (iman). Dan orang yang kafir, penolong-penolong mereka ialah Taghut, yang mengeluarkan mereka dari cahaya (iman)kepada kegelapan (kufur). Mereka itulah ahli neraka, mereka kekal di dalamnya. " (Surah al Baqarah: 2: 257)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa permulaan ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 257) sehingga "illanur" adalah ditujukan kepada mereka yang beriman kepada Nabi Isa dan setelah nabi Muhammad diutuskan mereka pun beriman kepadanya juga. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Abdah bin Abi Lubabah)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 257) ditujukan kepada kaum yang beriman kepada Nabi Isa dan yang tidak beriman kepadanya. Setelah Nabi Muhammad s.a.w. diutuskan, kaum yang beriman kepada Nabi Isa kufur kepada Nabi Muhammad dan kaum yang kufur kepada Isa beriman kepada Nabi Muhammad. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Mujahid)
'Wahai orang yang beriman! Belanjakanlah (pada jalan Allah) sebahagian dari hasil usaha kamu yang baik-baik, dan sebahagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu sengaja memilih yang buruk daripadanya (lalu kamu dermakan atau kamu jadikan pemberian zakat), padahal kamu sendiri tidak sekali-kali akan mengambil yang buruk itu (kalau diberikan kepada kamu), kecuali dengan memejamkan mata padanya. Dan ketahuilah, sesungguhnya Allah Maha Kaya, lagi sentiasa Terpuji." (Surah al Baqarah: 2: 267)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa penurunan ayat di atas adalah berkenaan dengan kaum Ansar yang mempunyai kebun kurma. Ada di antara mereka yang mengeluarkan zakat sesuai dengan penghasilannya, tetapi ada juga yang tidak berbuat demikian. Mereka mengeluarkan zakat dengan menyerahkan kurma yang berkualiti rendah dan busuk. Maka ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 267) merupakan teguran di atas perbuatan mereka. (Diriwayatkan oleh al Hakim, Tirmizi, Ibnu Majah dan yang lainnya dari al Barra)
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa ada orang-orang yang memilih kurma yang berkualiti rendah dan busuk untuk dikeluarkan sebagai pembayaran zakat. Maka turunlah ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 267) sebagai teguran di atas perbuatan mereka. (Diriwayatkan oleh Abu Daud, Nasai dan al Hakim dari Sahl bin Hanif)
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa Nabi s.a.w. memerintahkan kepada orang Islam untuk mengeluarkan zakat fitrah sebanyak satu sha kurma. Pada waktu itu, datanglah seorang lelaki dengan membawa kurma yang berkualiti rendah. Maka turunlah ayat ini (Surah al Baqarah: 2:267) sebagai petunjuk kepada orang Islam supaya mengeluarkan zakat dari hasil yang baik. (Diriwayatkan oleh al Hakim dari Jabir)
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa para sahabat Nabi s.a.w. ada yang membeli makanan yang murah untuk disedekahkan.
Maka turunlah ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 267) sebagai petuniuk kepada mereka.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas)
"Tidaklah engkau diwajibkan (wahai Muhammad) menjadikan mereka (yang kafir) mendapat petunjuk, (kerana kewajibanmu hanya menyampaikan petunjuk), akan tetapi Allah jualah yang memberi petunjuk (dengan memberi taufik) kepada sesiapa yang dikehendakiNya (menurut undang-undang peraturanNya). Dan apajua harta yang halal yang kamu belanjakan (padajalan Allah) maka (faedahnya dan pahalanya) adalah untuk diri kamu sendiri. Dan kamu pula tidaklah mendermakan sesuatu melainkan kerana menuntut keredhaan Allah. Dan apajua yang kamu dermakan dari harta yang halal, akan disempurnakan (balasan pahalanya) kepada kamu, dan (balasan baik) kamu (itupula) tidak dikurangkan. '" (Surah al Baqarah: 2: 272)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ada orang-orang yang tidak rela memberi hartanya walaupun sedikit kepada saudaranya yang musyrik. Ketika mereka bertanya kepada Rasulullah mengenai perkara ini, baginda membenarkannya.
Maka turunlah ayat di atas yang membenarkan untuk memberi sedekah kepada kaum musyrikin: (Diriwayatkan oleh an Nasai, al Hakim, al Bazzar, at Thabarani dan yang lainnya dari Ibnu Abbas)
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa Nabi s.a.w. melarang umatnya daripada bersedekah kecuali kepada orang Muslimin. Selepas turun ayat di atas baginda memerintahkan supaya memberi sedekah kepada sesiapa sahaja yang datang meminta dengan tidak mengira agama yang dianutinya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas)
"Orang yang membelanjakan (mendermakan) hartanya pada waktu malam dan siang, dengan cara sulit atau berterang-terang, maka mereka beroleh pahala di sisi Tuhan mereka, dan tidak ada kebimbangan (dari berlakunya kejadian yang tidak baik) kepada mereka, dan mereka pula tidak akan berdukacita. " (Surah al Baqarah: 2: 274)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa penurunan ayat di atas adalah berkenaan dengan orang-orang yang telah menginfakkan kudanya untuk perang fisabilillah. (Diriwayatkan oleh at Thabarani dan Ibnu Abi Hatim dari Yazid bin Abdullah bin Gharib dari bapanya dari datuknya.)  (Yazid dan bapanya Abdullah adalah majhul iaitu tidak dikenali)
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa turunnya ayat di atas adalah berhubung dengan kisah Ali bin Abi Talib yang mempunyai empat dirham. Dia telah mendermakan satu dirham pada malam hari, satu dirham pada siang hari, satu dirham secara diam-diam dan satu dirham lagi secara terang-terangan. (Diriwayatkan oleh Abdul Razak, Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim dan at Thabarani dengan sanad yang daif dari Ibnu Abbas)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 274) turun berkenaan dengan kisah Abdur Rahman bin Auf dan Uthman bin Affan yang telah memberi derma kepada pasukan Jaisyul Usrah iaitu pasukan yang dibentuk pada musim kemarau untuk perang Tabuk. (Diriwayatkan oleh Ibnu Munzirdari Ibnu Musayyab)
"Wahai orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan tinggalkanlah (jangan menuntut lagi) saki baki riba (yang masih ada pada orang yang berhutang) itu, jika benar-benarkamu orang yang beriman." (Surah al Baqarah: 2: 278)
"Oleh itu, kalau kamu tidak juga melakukan (perintah mengenai larangan riba itu), maka ketahuilah kamu: akan adanya peperangan dari Allah dan RasulNya, (akibatnya kamu tidak menemui selamat). Dan jika kamu bertaubat, maka hakkamu (yang sebenarnya) ialah pokok asal harta kamu. (Dengan yang demikian) kamu tidak berlaku zalim kepada sesiapa, dan kamu juga tidak dizalimi oleh sesiapa." (Surah al Baqarah: 2: 279)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa kedua ayat di atas turun adalah disebabkan peristiwa aduan yang telah dibuat oleh Bani Mughirah kepada gabenor Mekah yang bernama Attab bin Asyad setelah Fathu Mekah. Mereka mengadu tentang hutang-hutang mereka yang beriba sebelum turunnya hukum penghapusan riba kepada Banu Amr bin Auf dari suku Thaqif. Bani Mughirah berkata kepada Attab bin Asyad: "Kami adalah manusia yang paling menderita akibat daripada penghapusan riba. Ini kerana kami dipaksa membayar riba oleh orang lain, sedangkan kami tidak mahu melakukan perkara tersebut kerana mentaati hukum yang telah ditetapkan oleh Allah mengenai penghapusan riba."
Maka berkata Banu Amr: "Kami meminta agar diselesaikan segala hutang kami yang beriba." Maka gabenor Attab menulis surat kepada Rasulullah s.a.w. dan baginda menjawab dengan berpandukan ayat di atas. (Diriwayatkan oleh Abu Yala di dalam musnadnya dan Ibnu Mandah dari al Kalbi dari Abi Salleh dari Ibnu Abbas)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa Banu Thaqif ini terdiri daripada: Mas'ud, Habib, Rabiah dan Abdu Yalail. Mereka ini termasuk di dalam Banu Amr dan Banu Umair. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ikrimah)
"Segala yang ada di langit dan yang ada di bumi adalah kepunyaan Allah. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hati kamu atau kamu menyembunyikannya, nescaya Allah akan menghitung dan menyatakannya kepada kamu. Kemudian la mengampunkan bagi sesiapa yang dikehendakiNya dan menyeksa sesiapa yang dikehendakiNya (menurut undang-undang peraturanNya). Dan (ingatlah), Allah Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu." (Surah al Baqarah: 2: 284)
"Rasulullah telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, danjuga orang yang beriman; semuanya beriman kepada Allah, dan Malaikat-malaikatNya, dan Kitab-kitabNya, dan Rasul-rasulNya. (Mereka berkata): "Kami tidak membezakan antara seorang dengan yang lain dari Rasul-rasulnya." Mereka berkata lagi: "Kami dengar dan kami taat. (Kami pohonkan) keampunanMu wahai Tuhan kami, dan kepadaMu jualah tempat kembali." (Surah al Baqarah: 2: 285)
"Allah tidak memberati seseorang melainkan apa yang terdaya olehnya. la mendapat pahala kebaikan yang diusahakannya, dan iajuga menanggung dosa kejahatan yang diusahakannya. (Mereka berdo'a dengan berkata): "Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau mengirakan kami salah jika kami lupa atau kami tersalah. Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau bebankan kepada kami bebanan yang berat sebagaimana yang telah engkau bebankan kepada orang yang terdahulu daripada kami. Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang kami tidak terdaya memikulnya. Dan maafkanlah kesalahan kami, serta ampunkanlah dosa kami, dan berilah rahmat kepada kami. Engkaulah Penolong kami; oleh itu, tolonglah kami untuk mencapai kemenangan terhadap kaum-kaum yang kafir." (Surah al Baqarah: 2: 286)
Selepas turun ayat ini "Wa in tubdu ma fi anfusikum au tukhfuhu yuhasibkum bihillah" (Surah al Baqarah: 2: 284) para sahabat merasa keberatan sehingga mereka datang berjumpa Rasulullah s.a.w sambil berlutut memohon keringanan dengan berkata: "Kami tidak mampu untuk mengikuti ayat ini." Nabi s.a.w. bersabda: "Apakah kalian akan berkata "Sami'na wa 'ashaina [Ertinya: Kami mendengar tetapi tidak akan menurut.] seperti apa yang diucapkan oleh ahli kitab Yahudi dan Nasrani sebelum kamu? Maka ucapkanlah "Sami'na wa atha'na ghufranaka rabbana wa ilaikal masir" [Ertinya: Kami mendengar dan taat, dan ampunilah kami wahai Tuhan kami kerana kepadaMulah tempat kembali.]
Setelah dibacakan kepada para sahabat dan menjadi kebiasaan lidah mereka menyebutnya, turunlah ayat yang berikutnya (Surah al Baqarah: 2: 285). Kemudian mereka melaksanakan perintah tersebut dan turunlah ayat seterusnya (Surah al Baqarah: 2: 286). (Diriwayatkan oleh Muslim dan perawi lain dari Abi Hurairah) (Diriwayatkan juga oleh Muslim dan perawi lain dari Ibnu Abbas)

No comments:

Post a Comment

 
back to top