Sunday, January 20, 2019

90. Asbabun Nuzul Surah 90 Al-Ahzab (1-7)

0 Comments

Asbabun Nuzul Surah Al-Ahzab (1)

17JAN
1. Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana,
(al-Ahzab: 1)
Diriwayatkan oleh Juwaibir dari adl-Dlahhak yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa orang-orang Mekah, di antaranya al-Walid bin al-Mughirah dan Syaibah bin Rabi’ah, mengajak Nabi saw. untuk meninggalkan dakwahnya dengan perjanjian akan diberikan setengah harta benda mereka. Sementara itu, kaum munafikin dan Yahudi Madinah menakut-nakuti Rasulullah dengan ancaman akan membunuhnya jika tidak meninggalkan dakwahnya. Maka turunlah ayat ini (al-Ahzab: 1) yang memperingatkan Nabi agar tidak mengikuti orang-orang kafir dan munafik.
4. Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar* itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).
(al-Ahzab: 4)
* Zhihar ialah Perkataan seorang suami kepada istrinya: punggungmu Haram bagiku seperti punggung ibuku atau Perkataan lain yang sama maksudnya. adalah menjadi adat kebiasaan bagi orang Arab Jahiliyah bahwa bila Dia berkata demikian kepada Istrinya Maka Istrinya itu haramnya baginya untuk selama-lamanya. tetapi setelah Islam datang, Maka yang Haram untuk selama-lamanya itu dihapuskan dan istri-istri itu kembali halal baginya dengan membayar kaffarat (denda).
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi –menurutnya, hadits tersebut hasan- yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa pada suatu hari saat Nabi saw. shalat, terlinta di dalam hati beliau ucapan-ucapan kaum munafikin yang shalat bersama beliau, bahwa mereka mempunyai dua hat: satu hati bersama orang kafir dan satu lagi bersamanya (iman). Maka Allah menurunkan ayat ini (al-Ahzab: 4) yang menegaskan bahwa Allah tidak menciptakan dua hati bagi manusia.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Khashif yang bersumber dari Sa’id bin Jubair, Mujahid, dan ‘Ikrimah. Bahwa seorang laki-laki didesas-desuskan mempunyai dua hati. Maka turunlah ayat ini (al-Ahzab: 4) sebagai bantahan atas desas-desus itu. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dari Qatadah yang bersumber dari al-Hasan; dengan tambahan bahwa orang-orang itu berkata: “Aku ini mempunyai hati yang dapat menyuruhku dan hati yang dapat melarangku.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Abi Najih, yang bersumber dari Mujahid bahwa ayat ini (al-Ahzab: 4) turun berkenaan dengan seorang laki-laki bani Fahm yang berkata: “Sesungguhnya di dalam rongga dadaku terdapat dua hati yang keduanya lebih cemerlang daripada hati Muhammad.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari as-Suddi bahwa ayat ini (al-Ahzab: 4) turun berkenaan dengan seorang Quraisy dari bani Jamh yang bernama Jamil bin Ma’mar (yang mengaku berhati dua, yang lebih cemerlang daripada hati Nabi Muhammad saw.).
5. Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu**, dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(al-Ahzab: 5)
** Maula-maula ialah seorang hamba sahaya yang sudah dimerdekakan atau seorang yang telah dijadikan anak angkat, seperti Salim anak angkat Huzaifah, dipanggil maula Huzaifah.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Ibnu ‘Umar bahwa para shahabat biasa memanggil Zaid bin Haritsah (anak angkat Nabi saw.) dengan sebutan Zaid bin Muhammad.” Ayat ini (al-Ahzab: 5) turun sebagai petunjuk agar memanggil anak angkat itu dengan memakai nama bapak kandungnya.

Asbabun Nuzul Surah Al-Ahzab (2)

17JAN
9. Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikurniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya*. dan adalah Allah Maha melihat akan apa yang kamu kerjakan.
(al-Ahzab: 5)
*Ayat ini menerangkan kisah AHZAB Yaitu golongan-golongan yang dihancurkan pada peperangan Khandaq karena menentang Allah dan Rasul-Nya. yang dimaksud dengan tentara yang tidak dapat kamu Lihat adalah Para Malaikat yang sengaja didatangkan Tuhan untuk menghancurkan musuh-musuh Allah itu.
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi di dalam kitab ad-Dalaa-il, yang bersumber dari Hudzaifah bahwapada waktu peperangan Ahzab, pada malam yang sangat gelap gulita, para shahabat Rasulullah bersiap-siap menantikan kedatangan pasukan musuh. Terlihat pasukan yang dipinpin Abu Sufyan berada di atas pasukan kaum Muslimin (di atas bukit), sedang orang-orang Yahudi Bani Quraidzah (sekutu Abu Sufyan) berada di bagian bawah (di lembah-lembah). Dikhawatirkan mereka akan mengganggu keluarga dan anak-anak kaum Muslimin. Pada malam itu terasa angin berhembus sangat kencang. Kaum munafikin meminta izin kepada Nabi untuk meninggalkan tempat itu dengan alas an rumah mereka kosong, padahal sebenarnya mereka akan melarikan diri. Setiap orang yang meminta izin kepada Nabi saw. pasti beliau izinkan. Namun, mereka terus lari dan bersembunyi.
Ketika Nabi saw. memeriksa pasukan kaum Muslimin seorang demi seorang, sampailah beliau kepada Hudzaifah seraya bersabda: “Cobalah selidiki keadaan musuh.” Hudzaifah pun berangkat. Dia melihat angin menghantam perkemahan musuh, sehingga tiada sejengkal pun perkemahan yang luput dari serangan angin itu. Dia juga mendengar kemah-kemah dan barang-barang terlempar batu yang dibawa angin, dan mereka berteriak mengajak kawan-kawannya mundur. Kemudian Hudzaifah menghadap Rasulullah saw dan melaporkan hal ihwal musuh. Maka turunlah ayat ini (al-Ahzab: 9) sebagai perintah untuk selalu ingat akan nikmat yang diberikan Allah swt.
12. dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata :”Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada Kami melainkan tipu daya”.
(al-Ahzab: 12)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan al-Baihaqi di dalam kitab ad-Dalaa-I, dari Katsir bin ‘Abdillah bin ‘Amr al-Muzani, dari bapaknya, yang bersumber dari datuknya bahwa ketika Rasulullah saw. membuat parit (khandaq) di waktu Perang Ahzab, beliau menemukan sebuah batu besar yang bundar dan berwarna putih (sebagai salah satu isyarat dari Allah swt.). Rasululah saw. mengambil cangkul dan memukul batu tersebut hingga retak dan berkilat menerangi seluruh kota Madinah. Beliau bertakbir, diikuti oleh kaum Muslimin. Kemudian beliau memukulkan cangkul tersebut untuk kedua kalinya, sehingga retak dan berkilatlah batu tersebut menerangi tempat di sekitarnya. Nabi bertakbir diikuti oleh kaum Muslimin. Demikian diulanginya sekali lagi, sehingga batu itu pecah dan mengeluarkan cahaya yang menerangi tempat di sekelilingnya. Beliaupun bertakbir dan diikuti oleh kaum Muslimin. Ketika salah seorang sahabat bertanya tentang hal tersebut, Rasulullah menjawab: “Ketika aku memukul yang pertama kali, tampaklah olehku mahligai-mahligai Hirah dan kota-kota Kisra (kerajaan Persia). Dan ketika aku memukul yang kedua kalinya, tampaklah mahligai-mahligai merah dari tanah Romawi. Jibril memberitahukan bahwa umatku akan membebaskan Negara itu. Dan ketika aku memukul untuk ketiga kalinya, terlihat pula mahligai kota Shan’a. Jibril memberitahukan bahwa umatku akan membebaskan Negara itu.” Berkatalah kaum munafikin: “Tidakkah kalian heran, ia menceritakan dan memberikan harapan kosong serta menjanjikan kepada kalian sesuatu yang tidak benar. Ia bercerita bahwa dari Madinah ia melihat mahligai kota Hirah di kota-kota Kisra yang akan dibebaskan untuk kalian. Padahal kalian kini sedang menggali parit karena ketakutan dan tidak sanggup bertempur.” Ayat ini (al-Ahzab: 12) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut.
Diriwayatkan oleh Juwaibir yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ayat ini (al-Ahzab: 12) turun berkenaan dengan ucapan Mu’tib bin Qusyair al-Anshari dalam hadits tersebut di atas. Ucapannya ialah: Rasulullah hanyalah memberikan janji kosong.
Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dan al-Baihaqi, yang bersumber dari ‘Urwah bin Zubair, Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi, dan lain-lain, bahwa Mu’tib bin Qusyair berkata: “Terlintas pada diri Muhammad bahwa ia dapat memakan kekayaan-kekayaan Kisra (Persia) dan Kaisar (Romawi). Padahal tidak seorangpun dari kami yang berani keluar buang air (takut menghadapi dua kerajaan tersebut). Kemudian berkatalah Aus bin Qaizhi di hadapan orang banyak: “Izinkanlah kami pulang ke rumah istri dan keluarga kami, karena rumah kami jauh dari Madinah dan tidak ada yang menjaganya.” Allah menurunkan ayat ini untuk mengingatkan nikmat yang pernah diberikan Allah kepada mereka ketika Allah mencabut bencana yang menimpa mereka. Allah telah memberikan kecukupan kepada mereka, walaupun mereka berburuk sangka terhadap Allah dan mengucapkan ucapan kaum munafikin yang tidak pantas.
23. di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu* dan mereka tidak merobah (janjinya),
* Maksudnya menunggu apa yang telah Allah janjikan kepadanya.
Diriwayatkan oleh Muslim, at-Tirmidzi, dll yang bersumber dari Anas bahwa Anas bin an-Nadlr (paman Anas bin Malik) tidak turut serta dalam Perang Badr bersama Rasulullah. Ia merasa sangat berdosa karenanya, dan berkata: “Dalam peperangan bersama Rasulullah saw. yang pertama, aku tidak dapat ikut. Sekitanya Allah menakdirkan aku dapat menyaksikan peperangan bersama Rasulullah saw., Allah akan menyaksikan apa yang akan aku perbuat.” Ia pun turut berjihad dalam perang Uhud dan gugur sebagai syahid. Di badannya terdapat lebih dari delapan puluh luka bekas pukulan, tusukan tombak, dan bekas panah. Ayat ini (al-Ahzab: 23) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, sebagai pujian terhadap orang yang menunaikan janjinya.

Asbabun Nuzul Surah Al-Ahzab (3)

17JAN
28. Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu: “Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, Maka Marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah* dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik.
29. dan jika kamu sekalian menghendaki (keredhaan) Allah dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, Maka Sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang besar.
(al-Ahzab: 28-29)
* Mut’ah Yaitu: suatu pemberian yang diberikan kepada perempuan yang telah diceraikan menurut kesanggupan suami.
Diriwayatkan oleh Muslim, Ahmad, dan an-Nasa-I, dari Abuz Zubair, yang bersumber dari Jabir bahwa Abu Bakr meminta izin untuk berbicara kepada Rasulullah saw. akan tetapi beliau tidak mengizinkannya. Demikian juga ‘Umar, tidak diizinkan oleh beliau. Namun tidak lama kemudian, keduanya diizinkan masuk di saat Rasulullah saw. duduk terdiam dikelilingi istri-istrinya (yang menuntut nafkah dan perhiasan).’Umar bermaksud menggoda Rasulullah agar tertawa dengan berkata: “Ya Rasulullah, sekiranya putrid Zaid (istri ‘Umar) minta belanja, akan kupenggal lehernya.” Maka tertawa lebarlah Rasulullah saw. dan bersabda: “Mereka yang ada di sekelilingku ini meminta nafkah kepadaku.” Maka berdirilah Abu Bakr menghampiri ‘Aisyah untuk memukulnya, demikian pula ‘Umar menghampiri Hafshah sambil (keduanya) berkata: “Kalian meminta sesuatu yang tidak ada pada Rasulullah?” Maka Allah menurunkan ayat ini (al-Ahzab: 28) sebagai petunjuk kepada Rasulullah saw. agar istri-istrinya menentukan sikap (memilih Rasul atau harta benda). Beliau memulai bertanya kepada ‘Aisyah tentang pilihannya dan menyuruhnya bermusyawarah lebih dahulu dengan ibu-bapaknya. ‘Aisyah menjawab: “Apa yang mesti kupilih?” Rasulullah saw. membacakan ayat ini (al-Ahzab: 28-29). Dan ‘Aisyah menjawab: “Apakah soal yang berhubungan dengan tuan mesti kumusyawarahkan dulu dengan ibu bapakku? Padahal aku sudah menetapkan pilihan, yaitu aku memilih Allah dan Rasul-Nya.”
35. Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin*, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.
(al-Ahzab: 35)
* Yang dimaksud dengan Muslim di sini ialah orang-orang yang mengikuti perintah dan larangan pada lahirnya, sedang yang dimaksud dengan orang-orang mukmin di sini ialah orang yang membenarkan apa yang harus dibenarkan dengan hatinya.
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi –menurutnya hadits ini hasan- dari Ikrimah yang bersumber dari Ummu ‘Imarah al-Anshari, bahwa Ummu ‘Imarah al-Anshari (seorang Muslimat) menghadap Rasulullah saw. dan berkata: “Selalu kulihat segala sesuatu yang ada ini hanya untuk laki-laki saja, sedang wanita tidak pernah disebut-sebut.” Maka turunlah ayat ini (al-Ahzab: 35) sebagai penegasan bahwa segala sesuatu yang dijanjikan oleh Allah itu untuk laki-laki dan wanita yang Mukmin dan Muslim.
Diriwayatkan ole hath-Thabarani dengan sanad yang dianggap memadai, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Riwayat yang semakna telah diterangkan dalam hadits yang bersumber dari Ummu Salamah pada surah Ali-Imran ayat 195, bahwa para wanita berkata: “Ya Rasulullah. Mengapa yang disebut-sebut itu hanya Mukminin saja, sedangkan Mukminat tidak disebut-sebut?” Maka turunlah ayat ini (al-Ahzab: 35) yang menegaskan bahwa sebenarnya ampunan dan pahala yang besar itu disediakan bagi laki-laki ataupun wanita.
Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d yang bersumber dari Qatadah bahwa ketika istri-istri Rasulullah saw. disebut dalam al-Qur’an, berkatalah wanita-wanita: “Jika disediakan kebaikan bagi kita (kaum wanita), tentu akan disebut di dalam al-Qur’an.” Ayat ini (al-Ahzab: 35) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut.
36. dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.
(al-Ahzab: 36)
Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dengan sanad yang shahih, yang bersumber dari Qatadah bahwa Nabi saw. melamar Zainab untuk Zaid (anak angkat beliau), tetapi Zainab mengira bahwa Rasulullah melamar untuk dirinya sendiri. Ketika Zainab tau bahwa Rasulullah melamar untuk Zaid, ia menolaknya. Ayat ini (al-Ahzab: 36) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang melarang kaum Mukminin menolak ketetapan Rasulnya. Setelah turun ayat tersebut Zainab pun menerima lamaran itu.
Diriwayatkan oleh oleh Ibnu Jarir dari ‘Ikrimah yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dari al-‘Aufi yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa Nabi saw. melamar Zainab binti Jahsy untuk Zaid bin Haritsah, akan tetapi Zainab menolaknya dan berkata dengan sombong: “Keturunanku lebih mulia daripadanya.” Ayat ini (al-Ahzab: 36) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, sebagai perintah untuk menerima ketetapan Allah dan Rasul-Nya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Zaid bahwa ayat ini (al-Ahzab: 36) turun berkenaan dengan Ummu Kaltsum binti ‘Uqbah bin Abi Mu’aith, seorang wanita pertama yang hijrah ke Madinah, yang menyerahkan dirinya ke Rasulullah saw. untuk dinikah. Nabi saw akan menikahkannya dengan Zaid bin Haritsah, akan tetapi Ummu Kaltsum dan saudara-saudaranya tidak menyukainya. Mereka berkata: “Kami menyerahkan diri kepada Rasulullah saw. tapi mengapa justru dinikahkan kepada hambanya.”

Asbabun Nuzul Surah Al-Ahzab (4)

17JAN
37. dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: “Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah”, sedang kamu Menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap Istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia* supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya**. dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.
(al-Ahzab: 37)
* Maksudnya: setelah habis idahnya.
** Yang dimaksud dengan orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya ialah Zaid bin Haritsah. Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dengan memberi taufik masuk Islam. Nabi Muhammadpun telah memberi nikmat kepadanya dengan memerdekakan kaumnya dan mengangkatnya menjadi anak. ayat ini memberikan pengertian bahwa orang boleh mengawini bekas isteri anak angkatnya.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Anas bahwa ayat…. Wa tukhfiii fiii nafsika mallaahu mubdih…(… sedang kamu menyembunyika di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya…) (al-Ahzab: 37) turun berkenaan dengan peristiwa Zainab binti Jahsy dan Zaid bin Haritsah.
Diriwayatkan oleh al-Hakim yang bersumber dari Anas bahwa Zaid bin Haritsah mengadu kepada Nabi saw. tentang kelakuan Zainab binti Jahsy. Bersabdalah Rasulullah saw: “Tahanlah istrimu.” Maka turunlah ayat ini (al-Ahzab: 37) yang mengingatkan Rasulullah akan sesuatu yang tetap dirahasiakan oleh dirinya, yang telah diberiktahukan oleh Allah.
Diriwayatkan oleh Muslim, Ahmad, dan an-Nasa-I bahwa ketika telah habis idah Zainab (setelah diceraikan oleh Zainab), bersabdalah Rasulullah saw. kepada Zaid: “Pergilah engkau kepada Zainab dan terangkanlah kepadanya bahwa aku akan menikahinya.” Berangkatlah Zaid dan memberitahukan maksud Rasulullah. Zainab pun menjawab: “Aku tidak akan berbuat apa-apa sebelum meminta pertimbangan dari Rabbku.” Kemudian ia pergi ke tempat sujudnya.
Setelah turun ayat ini (al-Ahzab: 37), datanglah Rasulullah saw. menikahinya tanpa menunggu persetujuannya. Pada waktu itu para shahabat dijamu makan roti dan daging (walimah). Merekapun berangsur pulang, hanya tinggal beberapa orang saja yang masih bercakap-cakap di sana.
Rasulullah keluar masuk rumah istri-istrinya, dan Zaid pun mengikutinya. Beberapa lama kemudian diberitahukan kepada beliau bahwa semua orang sudah meninggalkan rumah Zainab. Maka pergilah Rasulullah saw. mendapatkan Zainab diikuti Zaid, akan tetapi oleh Rasulullah saw. dihalangi dengan hijab.
Berkenaan dengan peristiwa tersebut, turun pula ayat ini (al-Ahzab: 35), sebagai larangan kepada kaum Muslimin untuk memasuki rumah Rasulullah kecuali dengan seizing beliau.
40. Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu***, tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
(al-Ahzab: 40)
***Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. bukanlah ayah dari salah seorang sahabat, karena itu janda Zaid dapat dikawini oleh Rasulullah s.a.w.
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi yang bersumber dari ‘Aisyah bahwa ketika Rasulullah saw. menikah dengan Zainab, banyak orang ribut memperbincangkannya: “Muhammad kawin dengan bekas istri anaknya.” Maka turunlah ayat ini (al-Ahzab: 40) yang menegaskan bahwa Zaid itu bukan putra Rasulullah saw.
43.”Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.”
(al-Ahzab: 43)
Diriwayatkan oleh ‘Abd bin Humaid yang bersumber dari Mujahid bahwa ketika turun ayat innallaaha wa malaa-ikatahuu yushalluuna ‘alan nabiy,…(.. sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi…) (al-Ahzab: 56) berkatalah Abu Bakr: “Ya Rasulullah, segala kebaikan yang diturunkan Allah kepada Tuan, kami pun turut serta merasakannya.” Maka turunlah ayat ini (al-Ahzab: 43) yang menegaskan bahwa Allah memberikan rahmat kepada seluruh kaum Mukminin.

Asbabun Nuzul Surah Al-Ahzab (5)

18JAN
47. “ Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mukmin bahwa Sesungguhnya bagi mereka karunia yang besar dari Allah.”
(al-Ahzab: 47)
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Ikrimah dan al-Hasan al-Basri, bahwa ketika turun ayat…liyaghfiralakallaahu maa tagaddama min dzambika wa maa ta-akhkhor… (supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang…) (al-Fath: 2), berkatalah kaum Mukminin: “Beruntunglah tuan ya Rasulullah, kami telah tahu apa yang akan Allah perbuat terhadap tuan. Namun apa yang akan Allah lakukan terhadap kami?” Maka Allah menurunkan, liyudkhilal mu’miniina wal mu’minaati jannaat… ( supaya Dia memasukkan orang-orang Mukmin laki-laki dan perempuan ke dalam syurga…) sampai akhir ayat (al-Fath: 5) dan ayat di atas (al-Ahzab: 47) yang menjanjikan syurga bagi kaum Mukminin.
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi di dalam kitab Dalaa-ilun Nubuwwah, yang bersumber dari ar-Rabi’ bin Anas bahwa ketika turun ayat…wa maa adri maa yuf’alu bii walaa bikum… (… aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak pula terhadapmu..) (al-Ahqaf: 9) dan ayat, li yaghfira lakallaahu maa taqoddama ming dzambika wamaa ta-akhkhor…. (…supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang….) (al-Fath: 2), para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, kami telah mengetahui apa yang akan diperbuat Allah terhadap tuan, tapi kami tidak mengetahui apa yang akan diperbuat oleh Allah terhadap kami.” Maka turunlah ayat ini (al-Ahzab: 47) yang menegaskan bahwa karunia yang besar disediakan juga bagi kaum Mukminin. Ditegaskan bahwa karunia yang besar itu adalah syurga.
50. “Hai nabi, Sesungguhnya kami Telah menghalalkan bagimu isteri- isterimu yang Telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada nabi kalau nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya kami Telah mengetahui apa yang kami wajibkan kepada mereka tentang isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(al-Ahzab: 50)
Diriwayatkan dan dihasankan oleh at-Tirmidzi, serta diriwayatkan dan disahihkan pula oleh al-Hakim, dari as-Suddi, dari Abu Shalih, dari Ibnu ‘Abbas, yang bersumber dari Ummu Hani’ binti Abi Thalib, bahwa Rasulullah saw. meminang Ummu Hani’ binti Abi Thalib, tapi ia menolaknya. Rasulullah pun menerima penolakan itu. Setelah kejadian itu, turunlah ayat tersebut di atas (al-Ahzab: 50) yang menegaskan bahwa wanita yang tidak turut berhijrah tidak halal dinikahi Rasulullah. Sehubungan dengan ini, Ummu Hani’ berkata: “Aku tidak halal dinikahi Rasulullah selama-lamanya, karena aku tidak pernah hijrah.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ismail bin Abi Khalid, dari Abu Shalih, yang bersumber dari Ummu Hani’ bahwa ayat,… wa banaati ‘ammika wa banaati ‘ammaatika wa banaati khaalika wa banaati khaalaatikal laatii haajarna ma’ak…(.. dan [demikian] pula anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu, dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu…)(al-Ahzab: 50) sebagai larangan kepada Nabi saw. untuk menikahi Ummu Hani’ yang tidak turut hijrah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d yang bersumber dari ‘Ikrimah bahwa firman Allah , wamra-atam mu’minah…(.. dan perempuan Mukmin…) (al-Ahzab: 50) turun berkenaan dengan Ummu Syarik ad-Dausiyyah yang menghibahkan dirinya kepadada Rasulullah saw.
Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d yang bersumber dari Munir bin ‘Abdillah ad-Dauli bahwa Ummu Syarik Ghaziyyah binti Jabir bin Hakim ad-Dausiyyah menyerahkan dirinya kepada Rasulullah saw. (untuk dinikahi). Ia seorang wanita yang cantik. Dan Rasulullah pun menerimanya. Berkatalah ‘Aisyah: “Tak ada baiknya seorang wanita yang menyerahkan diri kepada seorang laki-laki (untuk dinikahi).” Berkatalah Ummu Syarik : “Kalau begitu akulah yang kamu maksudkan.” Maka Allah memberikan julukan Mu’minah kepada Ummu Syarik dengan firman-Nya,…wam ro-atam mu’minatan iw wahabat nafsahaa lin-nabiy…(.. dan perempuan Mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi..) (al-Ahzab: 50). Setelah turun ayat tersebut, berkatalah ‘Aisyah: “Sesungguhnya Allah mempercepat mengabulkan kemauanmu.”
51. Kamu boleh menangguhkan menggauli siapa yang kamu kehendaki di antara mereka (isteri-isterimu) dan (boleh pula) menggauli siapa yang kamu kehendaki. dan siapa-siapa yang kamu ingini untuk menggaulinya kembali dari perempuan yang Telah kamu cerai, Maka tidak ada dosa bagimu. yang demikian itu adalah lebih dekat untuk ketenangan hati mereka, dan mereka tidak merasa sedih, dan semuanya rela dengan apa yang Telah kamu berikan kepada mereka. dan Allah mengetahui apa yang (tersimpan) dalam hatimu. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun*.
* menurut riwayat, pada suatu ketika isteri-isteri nabi Muhammad s.a.w. ada yang cemburu, dan ada yang meminta tambahan belanja. Maka nabi Muhammad s.a.w. memutuskan perhubungan dengan mereka sampai sebulan lamanya. oleh Karena takut diceraikan nabi, Maka mereka datang kepada nabi menyatakan kerelaannya atas apa saja yang akan diperbuat nabi terhadap mereka. Turunnya ayat Ini memberikan izin kepada nabi untuk menggauli siapa yang dikehendakinya dan isteri-isterinya atau tidak menggaulinya; dan juga memberi izin kepada nabi untuk rujuk kepada isteri-isterinya seandainya ada isterinya yang sudah diceraikannya.
Diriwayatkan oleh asy-Syaikhaan yang bersumber dari ‘Aisyah bahwa ‘Aisyah berkata: “Apakah wanita tidak malu bila menyerahkan dirinya (untuk dinikahi)?” Allah mewahyukan firman-Nya, turjii man tasyaa…(..kamu boleh menangguhkan [menggauli] siapa yang kamu kehendaki…) sampai akhir ayat (al-Ahzab: 51) yang memberikan kebebasan kepada Rasulullah untuk menetapkan giliran tinggal bersama istrinya. Kemudian ‘Aisyah berkata: “Aku melihat Rabb-mu mempercepat mengabulkan keinginanmu.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dari Abu Razin bahwa Rasulullah saw. pernah bermaksud menalak beberapa istrinya. Ketika mereka (istri-istri Rasulullah saw.) mengetahui hal itu, mereka menyerahkan persoalannya kepada Rasulullah saw.. Ayat ini (al-Ahzab: 50-51) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang memberikan kebebasan kepada Rasulullah saw. untuk menetapkan kebijaksanaan mengenai istri-istrinya itu.

Asbabun Nuzul Surah Al-Ahzab (6)

18JAN
52. “Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan isteri-isteri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan- perempuan (hamba sahaya) yang kamu miliki. dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu*.”
(al-Ahzab: 52)
* nabi tidak dibolehkan kawin sesudah mempunyai isteri-isteri sebanyak yang Telah ada itu dan tidak pula dibolehkan mengganti isteri-isterinya yang Telah ada itu dengan menikahi perempuan lain.
Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d yang bersumber dari ‘Ikrimah bahwa setelah Rasulullah saw. menyuruh istrinya antara dunia dan isinya dan segala kemewahannya dengan Allah dan Rasul-nya, terbuktilah istri-istrinya memilih Allah dan Rasul-Nya. Maka turunlah ayat ini (al-Ahzab: 52) yang melarang Rasulullah menikah lagi dengan wanita lain atau menceraikan istri-istrinya itu.
53. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya)*, tetapi jika kamu diundang Maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu nabi lalu nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir. cara yang demikian itu lebih Suci bagi hatimu dan hati mereka. dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri- isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.”
(al-Ahzab: 53)
* Maksudnya, pada masa Rasulullah s.a.w pernah terjadi orang-orang yang menunggu-nunggu waktu makan Rasulullah s.a.w. lalu turun ayat Ini melarang masuk rumah Rasulullah untuk makan sambil menunggu-nunggu waktu makannya Rasulullah.
Diriwayatkan oleh asy-Syaikhaan yang bersumber dari Anas bahwa ketika Nabi saw. menikah dengan Zainab binti Jahsy, beliau mengundang para sahabatnya makan-makan (walimah). Setelah selesai makan, para sahabat itu berbincang-bincang, sehingga Rasulullah memberi isyarat dengan seolah-olah akan berdiri, tetapi mereka tidak juga berdiri. Terpaksalah Rasulullah berdiri meninggalkan mereka, diikuti oleh sebagian yang hadir, tetapi tiga orang lainnya masih terus bercakap-cakap. Setelah semuanya pulang, Anas memberitahukan Rasulullah saw. Rasulullah saw. pulang ke rumah Zainab, dan ia mengikutinya masuk. Kemudian Rasulullah memasang hijab/ penutup. Berkenaan dengan peristiwa tersebut turunlah ayat ini (al-Ahzab: 53) yang melarang masuk ke rumah Nabi saw. sebelum mendapat izin serta (melarang) berlama-lama tinggal di rumah Nabi.
Diriwayatkan oleh at-Tarmidzi, yang menganggap hadits ini hasan, yang bersumber dari Anas bahwa Anas pernah berkumpul bersama Rasulullah saw.. Pada waktu itu Rasulullah masuk ke kamar pengantin wanita (yang baru dinikahinya). Tetapi di dalam kamar itu banyak orang, sehingga beliau keluar lagi. Setelah orang-orang itu pulang, barulah beliau masuk kembali. Kemudian beliau membuat hijab (penghalang) antara Rasulullah (serta istrinya) dengan Anas.
Kejadian ini diterangkan oleh Anas kepada Abu Thalhah. Abu Thalhah berkata: “Jika betul apa yang engkau katakan, tentu akan turun ayat tentang ini.” Berkenaan dengan peristiwa ini, turunlah “aayatul hijab” (al-Ahzab: 53).
Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dengan sanad yang shahih, yang bersumber dari ‘Aisyah bahwa ketika ‘Aisyah sedang makan beserta Rasulullah saw. masuklah ‘Umar. Rasulullah mengajaknya makan bersama. Ketika itu bersentuhlah jari ‘Aisyah dengan ‘Umar, sehingga ‘Umar berkata: “Aduhai sekiranya usul saya diterima (untuk memasang hijab), tentu tak seorangpun dapat melihat istri tuan.” Berkenaan dengan peristiwa ini turunlah ayat hijab (al-Ahzab: 53).
Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw. dan duduk berlama-lama di tempat itu. Nabi saw. keluar rumah sampai tiga kali agar orang itu mengikutinya keluar, akan tetapi ia tetap tidak keluar. Ketika itu masuklah ‘Umar dengan memperlihatkan kebencian pada mukanya. Ia berkata pada orang itu: “Mungkin engkau telah mengganggu Rasulullah saw!” Bersabdalah Nabi saw.: “Aku telah berdiri tiga kali agar orang itu mengikuti aku, akan tetapi ia tidak juga melakukannya.” ‘Umar berkata: “Wahai Rasulullah, bagaimana sekirannya tuan membuat hijab, karena istri-istri tuan tidaklah sama dengan dengan istri-istri yang lain. Hal ini akan lebih menentramkan dan menyucikan hati mereka.” Berkenaan dengan peristiwa ini turunlah ayat hijab (al-Ahzab: 53).
Menurut al-Hafizh ibnu Hajar, peristiwa-peristiwa tersebut dapat digabungkan menjadi asbabun nuzul ayat di atas (al-Ahzab: 53), yang semuanya terjadi sebelum kisah Zainab. Oleh karena peristiwa-peristiwa itu tidak lama sebelum kisah Zainab terjadi. Namun tidak ada halangan menyatakan bahwa turunnya ayat tersebut karena berbagai sebab.
Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d yang bersumber dari Muhammad bin Ka’b bahwa apabila Rasulullah saw. bangkit menuju rumahnya, orang-orang berebut duduk di rumah Rasulullah saw., tapi pada wajah beliau tidak tampak adanya perubahan. Oleh karena itu Rasulullah tidak sempat makan karena banyaknya orang. Turunlah ayat ini (al-Ahzab: 53) sebagai peringatan kepada orang-orang yang memasuki rumah Rasulullah tanpa mengenal waktu.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Zaid bahwa Rasulullah saw. mendengar ucapan orang yang berkata: “Jika Nabi wafat, aku akan kawin degan fulanah (bekas istri Rasul).” Maka turunlah akhir ayat ini (al-Ahzab: 53) sebagai larangan mengawini bekas istri Rasulullah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ayat ini (al-Ahzab: 53) turun berkenaan dengan seseorang yang bermaksud mengawini salah seorang bekas istri Rasulullah saw., sesudah beliau wafat. Menurut Sufyan, istri Rasul yang dimaksud adalah ‘Aisyah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari as-Suddi bahwa Thalhah bin ‘Ubaidillah berkata: “Mengapa Muhammad membuat hijab antara kita dengan putri-putri paman kita, padahal beliau sendiri mengawini istri-istri yang seketurunan dengan kita. Sekiranya terjadi sesuatu, aku akan mengawini bekas istri beliau.” Maka turunlah akhir ayat ini (al-Ahzab: 53) yang melarang perbuatan itu.
Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d yang bersumber dari Abu Bakr bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm bahwa ayat ini (al-Ahzab: 53) turun berkenaan dengan ucapan Thalhah bin ‘Ubaidillah yang berkata: “Sekiranya Rasulullah wafat, aku akan mengawini ‘Aisyah.”
Diriwayatkan oleh Juwaibir yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa seorang laki-laki datang kepada seorang istri Rasululah saw. dan bercakap-cakap dengannya. Laki-laki itu adalah anak paman istri Rasulullah. Bersabdalah Rasulullah saw.: “Janganlah kamu berbuat seperti itu lagi.” Orang itu berkata: “Ya Rasulullah, ia adalah putri pamanku. Demi Allah, aku tidak berkata yang munkar dan iapun tidak berkata yang mungkar.” Rasulullah saw. bersabda: “Aku tahu hal itu. Sesungguhnya tidak ada yang lebih cemburu daripada Allah, dan tidak ada seorangpun yang lebih cemburu daripada aku.” Dengan rasa dongkol orang itu pun pergi dan berkata: “Ia menghalangi aku bercakap-cakap dengan anak pamanku. Sungguh aku akan kawin dengannya setelah beliau wafat.” Maka turunlah ayat ini (al-Ahzab: 53) yang melarang perbuatan itu.
Berkatalah Ibnu ‘Abbas : “Orang itu memerdekakan hamba dan menyumbangkan sepuluh unta untuk digunakan fisabilillah dan naik haji sambil berjalan kaki, dengan maksud tobat atas omongannya itu.”

Asbabun Nuzul Surah Al-Ahzab (7)

18JAN
57. “Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya*. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.
* Menyakiti Allah dan rasul-rasulNya, yaitu melakukan perbuatan- perbuatan yang tidak di ridhai Allah dan tidak dibenarkan Rasul- nya; seperti kufur, mendustakan kenabian dan sebagainya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari al-‘Aufi yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ayat ini (al-Ahzab: 57) turun sebagai ancaman kepada orang-orang yang menyakiti dan mencela Nabi saw. ketika beliau menikahi Shafiyyah binti Huyay.
Diriwayatkan oleh Juwaibir dari adl-Dlahhak yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa turunnya ayat ini (al-Ahzab: 57) berkenaan dengan ‘Abdullah bin Ubay bin Salul dan para pengikutnya ketika memfitnah ‘Aisyah. Rasulullah saw. berkhotbah dan bersabda: “Siapa diantara orang-orang yang menyakitiku dengan jalan mencela aku dan mengumpulkan mereka (yang menyakitiku) di rumahnya?” Ayat ini (al-Ahzab: 57) turun sebagai ancaman terhadap perbuatan mereka.
59. “Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya* ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(al-Ahzab: 59)
*Jilbab ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari ‘Aisyah bahwa setelah turun ayat hijab, Siti Saudah (istri Rasulullah) keluar rumah untuk sesuatu keperluan. Ia seorang wanita yang badannya tinggi besar sehingga mudah dikenali orang. Pada waktu itu ‘Umar melihatnya seraya berkata: “Hai Saudah. Demi Allah, bagaimanapun kami akan dapat mengenalimu. Karenanya cobalah pikir, mengapa engkau keluar?” Dengan tergesa-gesa Saudah pun pulang, sementara itu Rasulullah berada di rumah ‘Aisyah sedang memegang tulang (saat beliau makan). Ketika masuk Saudah berkata: “Ya Rasulullah, aku keluar untuk suatu keperluan dan ‘Umar menegurku (karena ia masih mengenaliku).” Karena peristiwa itulah turun ayat ini (al-Ahzab: 59) kepada Rasulullah saw pada saat tulang itu masih di tangan beliau. Maka bersabdalah Rasulullah: “Sesungguhnya Allah telah mengizinkan engkau keluar rumah untuk suatu keperluan.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d di dalam kitab ath-Thabaqaat, yang bersumber dari Abu Malik. Diriwayatkan pula leh Ibnu Sa’d yang bersumber dari al-Hasan dan Muhammad bin Ka’b al-Qurazhi, bahwa istri-istri Rasulullah pernah keluar malam untuk buang hazat (buang air). Pada waktu itu kaum munafikin mengganggu dan menyakiti mereka. Hal ini diadukan kepada Rasulullah saw., sehingga beliau pun menegur kaum munafikin. Mereka menjawab: “Kami hanya mengganggu hamba sahaya.” Turunnya ayat ini (al-Ahzab: 59) sebagai perintah untuk berpakaian tertutup agar berbeda dari hamba sahaya.

x


Surah al Ahzaab

"Wahai Nabi! Tetaplah bertaqwa kepada Allah, dan janganlah engkau patuhi kehendak orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana." (Surah al Ahzaab: 33:1) 

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa orang-orang Mekah di antaranya ialah al Walid bin Mughirah dan Syaibah bin Rabi'ah mengajak Nabi supaya meninggalkan dakwahnya dengan perjanjian akan diberikan setengah dari harta benda mereka kapada baginda. Manakala kaum munafik dan kaum Yahudi di Madinah menakut-nakutkan Rasulullah dengan ancaman akan membunuhnya jika tidak meninggalkan dakwahnya. Maka turunlah ayat di atas sebagai peringatan kepada Nabi untuk tidak mengikut orang-orang kafir dan munafik. (Diriwayatkan oleh Juwaibir dari ad Dlahhak dari Ibnu Abbas) 

(diperintahkan Dengan Yang demikian kerana) Allah tidak sekali-kali menjadikan seseorang mempunyai dua hati Dalam rongga dadanya; dan ia tidak menjadikan isteri-isteri Yang kamu "zihar" kan itu sebagai ibu kamu; dan ia juga tidak menjadikan anak-anak angkat kamu, sebagai anak kamu sendiri. Segala Yang kamu dakwakan mengenai perkara-perkara) Yang tersebut itu hanyalah perkataan kamu Dengan mulut kamu sahaja. dan (ingatlah) Allah menerangkan Yang benar dan Dia lah jua Yang memimpin ke jalan Yang betul. (Surah al Ahzaab: 33: 4)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa pada suatu hari ketika Nabi sedang menunaikan sembahyang terlintas di dalam hatinya ucapan-ucapan kaum munafik yang bersama-sama sembahyang dengannya bahawa mereka mempunyai dua hati. Satu hati bersama dengan orang kufur (kafir) dan satu hati lagi bersama dengannya (iman). Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 4) sebagai penjelasan bahawa Dia tidak menciptakan dua hati bagi manusia. (Diriwayatkan oleh Tirmizi dan dia menganggap hadis ini hasan dari Ibnu Abbas) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa seorang lelaki dikatakan berhati dua. Maka turunlah ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 4) sebagai bantahan akan desas desus itu. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Khashif dari Said bin Jubair, Mujahid dan Ikrimah) (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dari Qatadah dari al Hasan dengan tambahan bahawa orang-orang itu berkata: "Aku ini punya hati yang dapat menyuruhku dan hati yang melarangku. ") 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 4) turun berkenaan dengan seorang lelaki Bani Fahm yang berkata: "Sesungguhnya di dalam rongga dadaku terdapat dua hati yang kedua-duanya lebih cemerlang dari hati Muhammad. " (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Najih dari Mujahid) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 4) turun berkenaan dengan seorang Quraisy dan Bani Jamhin yang bersama Jamil bin Ma'mar yang mengaku bahawa mereka berhati dua yang mana hati itu lebih cemerlang daripada hati Nabi Muhammad. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari as Suddi) 

panggilah anak-anak angkat itu Dengan ber"bin"kan kepada bapa-bapa mereka sendiri; cara itulah Yang lebih adil di sisi Allah. Dalam pada itu, jika kamu tidak mengetahui bapa-bapa mereka, maka panggilah mereka sebagai saudara-saudara kamu Yang seugama dan sebagai "maula-maula" kamu. dan kamu pula tidak dikira berdosa Dalam perkara Yang kamu tersilap melakukannya, tetapi (yang dikira berdosa itu ialah perbuatan) Yang disengajakan oleh hati kamu melakukannya. dan (ingatlah Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani. (al Ahzab:5)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa para sahabat biasanya memanggil nama Zaid bin Haritsah dengan panggilan Zaid bin Muhammad. Maka penurunan ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 5) adalah sebagai petunjuk untuk memanggil anak angkat dengan disertai nama bapa kandungnya. (Diriwayatkan oleh al Bukhari dari Ibnu Umar) 

"Wahai orang-orang yang beriman, kenangkanlah nikmat Allah yang dilimpahkanNya kepada kamu. Semasa kamu didatangi tentera (al-Ahzaab), lalu Kami hantarkan kepada mereka angin ribut (yang kencang) serta angkatan tentera (dari malaikat) yang kamu tidak dapat melihatnya. Dan (ingatlah) Allah sentiasa melihat apa yang kamu lakukan. " (Surah al Ahzaab: 33: 9) 

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa pada malam yang gelap gelita ketika peperangan Ahzab para sahabat Rasulullah bersiap sedia menanti kedatangan musuh. Oleh itu, kaum Muslimin terlihat pasukan yang di pimpin oleh Abu Sufyan berada di atas bukit, sedangkan sekutu Abu Sufyan iaitu Yahudi Bani Quraizah berada di bawah lembah-lembah. Kaum Muslimin merasa bimbang mereka akan mengganggu anak-anak kaum Muslimin. Pada malam itu hembusan angin terasa begitu kencang sehingga kaum munafik meminta kepada Nabi untuk meninggalkan tempat tersebut dengan alasan rumah mereka kosong padahal sebenarnya mereka hendak melarikan diri. Setiap orang yang meminta izin kepada Nabi lalu diberinya keizinan dan mereka terus lari bersembunyi.

Ketika Nabi memeriksa pasukan kaum Muslimin seorang demi seorang sampailah kepada Huzaifah dan baginda bersabda: "Selidikilah keadaan musuh." Huzaifah pun berangkat dan melihat angin bertiup kuat menyerang perkhemahan musuh sehingga tidak ada sedikit pun perkhemahan musuh yang luput dari serangan angin itu. Dia juga mendengar khemah-khemah dan barang-barang terlempar batu yang dibawa angin dan mereka berteriak mengajak kawan-kawan mereka mundur. Kemudian Huzaifah pergi mengadap kepada Rasulullah dan melaporkan hal ehwal musuh. Maka turunlah ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 9) sebagai perintah untuk selalu mengingat akan nikmat yang diberikan oleh Allah. (Diriwayatkan oleh al Baihaqi di dalam kitab ad Dalai I dan Huzaifah) 

"Dan lagi masa itu ialah masa orang-orang munafik dan orang-orang yang tidak sihat dan tidak kuat iman dalam hatinya berkata: "Allah dan RasulNya tidak menjanjikan kepada kita melainkan perkara yang memperdayakan sahaja." (Surah al Ahzaab: 33:12) 

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika Rasulullah membuat parit pada waktu perang Ahzab, baginda telah menemui sebiji batu besar yang bundar dan berwarna putih sebagai salah satu isyarat dari Allah. Kemudian Rasulullah mengambil cangkul dan memukul batu tersebut sehingga retak dan berkilat menerangi seluruh kota Madinah. Baginda bertakbir dan diikuti oleh kaum Muslimin. Kemudian baginda memukul batu tersebut untuk kedua kalinya sehingga retak dan batu tersebut berkilat menerangi tempat di sekitarnya. Nabi bertakbir dan diikuti oleh kaum Muslimin. Demikian diulanginya sekali lagi sehingga batu itu pecah dan mengeluarkan cahaya yang menerangi tempat di sekelilingnya. Baginda pun bertakbir yang diikuti oleh kaum Muslimin.

Ketika salah seorang sahabat bertanya mengenai perkara itu Rasulullah menjawab: "Ketika aku pukul buat pertama kali, tampaklah olehku Mahligai Hirah dan Mada-in Kisra (Kerajaan Parsi) dan Jibril memberitahuku bahawa umatku akan membebaskan negara itu, dan ketika aku memukul untuk kedua kalinya tampaklah Mahligai merah dari tanah Rom, dan Jibril memberitahuku bahawa umatku akan membebaskan negara itu. Akhirnya ketika aku memukul untuk ketiga kalinya terlihat pula Mahligai Shan'a dan Jibril memberitahuku bahawa umatku akan membebaskan negara itu." Kemudian kaum munafik berkata: "Tidakkah kalian semua merasa hairan dia menceritakan dan memberikan harapan kosong serta menjanjikan kepadamu sesuatu yang tidak benar dan bercerita bahawa dia melihat dari Madinah mahligai kota Hirah dan Mada-in Kisra yang akan dibebaskan untuk kalian semua, padahal kalian semua sedang menggali parit kerana ketakutan dan tidak sanggup bertempur."Maka ayat ini (Surah al Ahzaab: 33:12) turun berhubung dengan peristiwa di atas. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan al Baihaqi di dalam kitab ad dalail dari Katsir bin Abdillah Ibnu Amr al Muzani dari bapanya dari datuknya) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 12) turun berkenaan dengan ucapan Mutib bin Qusyair al Ansari di dalam hadis yang disebutkan di atas. Ucapan itu ialah bahawa Rasulullah hanyalah memberi janji kosong sahaja. (Diriwayatkan oleh Juwaibirdari Ibnu Abbas) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa Mutib bin Qusyair berkata: "Terlintas pada Muhammad bahawa dia akan makan kekayaan Kisra dan Kaisar, padahal tidak seorang pun daripada kami yang berani keluar untuk buang air." Kemudian Aus bin Qaizhi berkata di hadapan khalayak ramai: "Izinkan kami pulang kepada isteri dan keluarga kami kerana rumah kami jauh dari Madinah dan tidak ada yang menjaganya."

Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 9) untuk mengingatkan akan nikmat yang pernah diberikan Allah kepada mereka ketika Allah melenyapkan bencana yang menimpa mereka. Sesungguhnya Allah telah memberi secukupnya kepada mereka walaupun mereka buruk sangka terhadap Allah dan mengucapkan ucapan kaum munafik yang tidak sepatutnya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dan al Baihaqi dari Urwah bin Zubair dan Muhammad bin Kaab al Qurazi dan perawi lain) 

"Di antara orang-orang yang beriman itu, ada yang bersikap benar menunaikan apa yang telah dijanjikannya kepada Allah (untuk berjuang membela Islam); maka di antara mereka ada yang telah selesai menjalankan janjinya itu (lalu gugur syahid), dan di antaranya ada yang menunggu giliran; dan mereka pula tidak mengubah (apa yang mereka janjikan itu) sedikitpun." (Surah al Ahzaab: 33: 23)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Anas bin an Nadhir iaitu bapa saudara kepada Anas bin Malik tidak turut serta bersama Rasulullah di dalam perang Badar. Oleh sebab itu dia merasa sangat berdosa lalu berkata: "Sesungguhnya aku tidak dapat ikut serta di dalam peperangan Rasulullah yang pertama. Sekiranya Allah mentakdirkan aku dapat menyaksikan peperangan Rasulullah, Allah akan menyaksikan apa yang aku akan lakukan." Kemudian dia pun turut berjihad di dalam perang Uhud dan gugur sebagai syahid. Pada badannya terdapat lebih daripada lapan puluh luka kesan dari pukulan, tusukan tombak dan panah. Maka ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 23) turun berkenaan dengan peristiwa ini sebagai pujian terhadap orang yang menunaikan janjinya. (Diriwayatkan oleh Muslim dan at Tirmizi dan perawi lain dari Anas)

"Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu: "Sekiranya kamu semua mahukan kehidupan dunia (yangmewah) dan perhiasannya (yangindah), maka marilah supaya aku berikan kepada kamu pemberian mut'ah (sagu hati), dan aku lepaskan kamu dengan cara yang sebaik-baiknya." (Surah al Ahzaab: 33: 28)

"Dan sekiranya kamu semua mahukan (keredaan) Allah dan RasulNya serta (nikmat kemewahan) di negeri akhirat maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi orang-orang yang berbuat baik di antara kamu: pahala yang besar." (Surah al Ahzaab: 33: 29)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Abu Bakar meminta izin untuk berbicara dengan Rasulullah akan tetapi Nabi menolak. Demikian juga dengan Umar, Rasulullah tetap menolak. Tidak lama kemudian kedua-duanya diberi keizinan untuk masuk pada ketika Rasulullah duduk berdiam diri dengan di kelilingi oleh isteri-isteri baginda yang menuntut nafkah dan perhiasan. Kemudian Umar bermaksud membuat baginda tertawa dengan berkata: "Ya Rasulullah sekiranya puteri Zaid isteri Umar meminta belanja akan kupenggal lehernya." Maka Rasulullah tertawa dan bersabda: "Mereka ini yang berada di sekelilingku meminta nafkah kepadaku."

Maka berdirilah Abu Bakar menghampiri Aisyah untuk memukulnya dan demikian juga Umar menghampiri Hafsah sambil keduanya berkata: "Engkau meminta sesuatu yang tidak ada pada Rasulullah."

Oleh itu, Allah menurunkan ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 28) sebagai petunjuk kepada Rasulullah agar isterinya menentukan sikap sama ada memilih Rasulullah atau memilih harta benda. Pada mulanya baginda bertanya kepada Aisyah tentang pilihannya dan menyuruh dia bermusyawarah terlebih dahulu dengan kedua ibu bapanya. Aisyah menjawab: "Apa yang mesti kupilih?" Rasulullah membacakan ayat ini (Surah al Ahzaab: 33:29). Kemudian Aisyah menjawab: "Apakah soal yang berhubungan dengan tuan mesti kubincangkan dengan kedua ibu bapaku?" Padahal aku sudah menetapkan pilihan iaitu aku memilih Allah dan RasulNya." [Untuk keterangan yang lebih jelas, bacalah al Qurtubi juz 14, hal 162-173] (Diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad dan an Nasa'i dari Abi Zubair dari Jabir)

Sesungguhnya orang-orang lelaki Yang Islam serta orang-orang perempuan Yang Islam, dan orang-orang lelaki Yang beriman serta orang-orang perempuan Yang beriman, dan orang-orang lelaki Yang taat serta orang-orang perempuan Yang taat, dan orang-orang lelaki Yang benar serta orang-orang perempuan Yang benar, dan orang-orang lelaki Yang sabar serta orang-orang perempuan Yang sabar, dan orang-orang lelaki Yang merendah diri (kepada Allah) serta orang-orang perempuan Yang merendah diri (kepada Allah), dan orang-orang lelaki Yang bersedekah serta orang-orang perempuan Yang bersedekah, dan orang-orang lelaki Yang berpuasa serta orang-orang perempuan Yang berpuasa, dan orang-orang lelaki Yang memelihara kehormatannya serta orang-orang perempuan Yang memelihara kehormatannya, dan orang-orang lelaki Yang menyebut nama Allah banyak-banyak serta orang-orang perempuan Yang menyebut nama Allah banyak-banyak, Allah telah menyediakan bagi mereka semuanya keampunan dan pahala Yang besar. (Surah al Ahzaab: 33: 35)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa seorang muslimat yang bernama Ummu Imarah al Ansari datang mengadap Nabi dan berkata: "Aku selalu melihat segala sesuatu yang ada ini hanya untuk lelaki sahaja dan wanita tidak pernah disebut-sebut." Maka turunlah ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 35) sebagai penjelasan bahawa segala sesuatu yang dijanjikan oleh Allah itu adalah untuk kaum lelaki dan perempuan yang Mukmin dan Muslim. (Diriwayatkan oleh at Tirmizi dari Ikrimah dari Ummu Imarah al Ansari)

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa para wanita berkata: "Ya Rasulullah! Mengapa yang disebut-sebut itu hanya kaum Mukminin sahaja dan tidak menyebut kaum Mukminat?" Maka turunlah ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 35) yang menjelaskan bahawa sebenarnya yang berlaku ini adalah untuk kaum lelaki dan wanita. (Diriwayatkan oleh at Thabarani dengan sanad yang dianggap memadai dari Ibnu Abbas. Dan telah diterangkan pula di dalam hadis Ummu Salamah di dalam Surah Ali 'Imran: 3:195) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa ketika disebut di dalam al Quran kisah isteri-isteri Rasulullah berkatalah para wanita: "Jika disediakan kebaikan bagi kita kaum wanita tentu akan disebut dl dalam al Quran. "Ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 35) turun berkenaan dengan peristiwa di atas. (Diriwayatkan oleh Ibnu Saad dari Qatadah)

"Dan tidaklah harus bagi orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan apabila Allah dan RasulNya menetapkan keputusan mengenai sesuatu perkara (tidaklah harus mereka) mempunyai hak memilih ketetapan sendiri mengenai urusan mereka. Dan sesiapa yang tidak taat kepada hukum Allah dan RasulNya maka sesungguhnya ia telah sesat dengan kesesatan yang jelas nyata." (Surah al Ahzaab: 33: 36) 

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Nabi s.a.w. melamar Zainab untuk Zaid, akan tetapi Zainab merasa bahawa Rasulullah, melamar untuk dirinya. Apabila Zainab mengetahui bahawi Rasulullah melamar untuk Zaid lalu dia menolaknya.

Maka turunlah ayat ini (Surah al Ahzaab: 33:36) berhubung dengan peristiwa tersebut. Ayat ini turun sebagai larangan kepada kaum Mukminin dari menolak ketetapan yang dibuat oleh Rasulnya. Setelah turun ayat ini Zainab pun menerima lamaran tersebut. (Diriwayatkan oleh at Thabarani dengan sanad yang sahih dari Qatadah)

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa Nabi s.a.w. melamar Zainab binti Jahsyin untuk Zaid bin Haritsah, akan tetapi ditolak dan berkata dengan sombongnya: "Keturunanku lebih mulia daripadanya." Ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 36) turun berkenaan dengan peristiwa di atas sebagai perintah untuk menerima ketetapan Allah dan RasulNya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarirdari Ikrimah dari Ibnu Abbas) (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari al Ufi dari Ibnu Abbas)

Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 36) turun berkenaan dengan Ummu Kalthum binti Uqbah bin Abi Muaith. Dia adalah wanita pertama yang berhijrah ke Madinah yang menyerahkan diri untuk dikahwini oleh Rasulullah. Akan tetapi, Nabi akan mengahwinkan dirinya dengan Zaid bin Haritsah. Oleh itu, Ummu Kalthum dan saudara-saudaranya tidak menyukai perkara tersebut. Mereka berkata: "Kami menyerahkan diri kepada Rasulullah tetapi mengapa justeru itu dia dikahwinkan dengan hambanya." (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Zaid)

"Dan (ingatlah wahai Muhammad) ketika engkau berkata kepada orang yang telah dikurniakan oleh Allah (dengan nikmat Islam) dan yang engkau juga telah berbuat baik kepadanya: "Jangan ceraikan isterimu itu dan bertaqwalah kepada Allah," sambil engkau menyembunyikan dalam hatimu perkara yang Allah akan menyatakannya; dan engkau pula takut kepada (cacian manusia padahal Allah jualah yang berhak engkau takuti (melanggar perintahNya). Kemudian setelah Zaid selesai habis kemahuannya terhadap isterinya (dengan menceraikannya), Kami kahwinkan engkau dengannya supaya tidak ada keberatan atas orang-orang yang beriman untuk berkahwin dengan isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah selesai habis kemahuannya terhadap isterinya (lalu menceraikannya). Dan sememangnya perkara yang dikehendaki Allah itu tetap berlaku." (Surah al Ahzaab: 33: 37)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ayat "wa tukhfi fi nafsika mallahu mubdihi" (Surah al Ahzaab: 33:37) turun berhubung dengan peristiwa Zainab bin Jahsyin dan Zaid bin Harithah. (Diriwayatkan oleh al Bukhari dari Anas) 

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Zaid bin Harithah mengadu kepada Nabi tentang kelakuan Zainab bin Jahsyin. Kemudian Rasulullah bersabda: "Tahanlah isterimu!" Maka turunlah ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 37) sebagai peringatan kepada Rasulullah akan sesuatu perkara yang telah diberitahu oleh Allah kepadanya, akan tetapi tetap dirahsiakan olehnya. (Diriwayatkan oleh al Hakim dari Anas) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa ketika telah habis iddah Zainab (setelah diceraikan oleh Zaid), Rasulullah bersabda kepada Zaid: "Pergilah engkau kepada Zainab dan terangkan kepadanya bahawa aku akan mengahwininya." Kemudian Zaid berangkat untuk memberitahu maksud Rasulullah. Zainab pun menjawab: "Aku tidak akan berbuat apa-apa sebelum meminta pertimbangan dari Tuhanku." Lalu dia pergi ke tempat sujudnya.

Selepas penurunan ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 37) datanglah Rasulullah mengahwininya tanpa menunggu persetujuannya. Pada waktu itu para sahabat dijamu makan dengan roti dan daging sebagai walimah. Kemudian mereka beransur-ansur pulang dan hanya tinggal beberapa orang sahaja bercakap-cakap di sana.

Kemudian Rasulullah keluar masuk ke rumah-rumah isterinya dan Zaid pun mengikutinya. Tidak berapa lama kemudian, diberitahu bahawa semua orang telah meninggalkan rumah Zainab. Maka pergilah Rasulullah mendapatkan Zainab dan diikuti oleh Zaid. Akan tetapi Rasulullah dihalangi dengan hijab.

Kemudian turun pula ayat ini (Surah al Ahzaab: 33:53) berkenaan dengan peristiwa di atas sebagai larangan kepada kaum Muslimin untuk memasuki rumah Rasulullah kecuali dengan izinnya sahaja. (Diriwayatkan oleh Muslim, Ahmad dan an Nasai) "Bukanlah Nabi Muhammad itu (dengan sebab ada anak angkatnya) menjadi bapa yang sebenar bagi seseorang dari orang lelaki kamu, tetapi la adalah Rasul Allah dan kesudahan segala Nabi-nabi. Dan (ingatlah) Allah adalah Maha Mengetahui akan tiap-tiap sesuatu." (Surah al Ahzaab: 33:40)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika Rasulullah berkahwin dengan Zainab, ramai orang membincangkan perkara ini dengan berkata: "Muhammad berkahwin dengan bekas isteri anaknya. "Maka turunlah ayat ini (Surah al Ahzaab: 33:40) sebagai penjelasan bahawa Zaid itu bukan putera Rasulullah. (Diriwayatkan oleh at Tirmizi dari Aisyah)

"Dialah yang memberi rahmat kepada kamu, dan malaikatNya pula (berdoa bagi kamu), untuk mengeluarkan kamu dari gelap-gelita (kufur dan maksiat) kepada cahaya yang terang-benderang (iman dan taat); dan adalah la sentiasa Melimpah-limpah rahmatNya kepada orang-orang yang beriman (di dunia dan di akhirat)." (Surah al Ahzaab: 33:43) 

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika turun ayat "innallaha wa malaikatahu yushalluna 'alan nabi" (Surah al Ahzaab: 33: 56) berkatalah Abu Bakar: "Ya Rasulullah segala kebaikan yang diturunkan Allah kepada tuan, kami pun turut serta merasainya." Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 43) sebagai penjelasan bahawa Allah memberikan rahmat kepada seluruh kaum Mukminin. (Diriwayatkan oleh Abdu bin Hamid dari Mujahid) 

"Dan (dengan itu) sampaikanlah berita yang menggembirakan kepada orang-orang yang beriman, bahawa sesungguhnya mereka akan beroleh limpah kurnia yang besar dari Allah." (Surah al Ahzaab: 33:47)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika turun ayat "liyaghfira lakallahu ma taqaddama min zambika wa ma taakhkhara" (Surah al Path: 48:2) kaum Mukminin berkata: "Beruntunglah tuan ya Rasulullah, kami telah tahu apa yang akan Allah lakukan terhadap tuan, akan tetapi apa yang Allah akan lakukan terhadap kami?"

Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al Path: 48: 5) dan ayat di atas (Surah al Ahzaab: 33: 43) yang menjanjikan syurga kepada kaum Mukminin. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ikrimah dan Hasan al Bishri) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa ketika turun ayat dari surah ini (Surah al Ahqaaf: 46:9) dan ayat ini (Surah al Path: 48:2) para sahabat berkata: "Ya Rasulullah, kami telah mengetahui apa yang akan dilakukan oleh Allah terhadap tuan, tetapi kami tidak mengetahui apa yang Allah akan lakukan terhadap kami." 

Maka turunlah ayat ini (Surah al Ahzaab: 33:47) sebagai penjelasan bahawa Allah telah menyediakan kurniaan yang besar kepada kaum Mukminin iaitu syurga. (Diriwayatkan oleh al Baihaqi di dalam kitab Dalailun Nubuwwah dari ar Rabi bin Anas)

Wahai Nabi, Sesungguhnya Kami telah halalkan bagimu isteri-isterimu Yang Engkau berikan maskahwinnya, dan hamba-hamba perempuan Yang Engkau miliki dari apa Yang telah dikurniakan Allah kepadamu sebagai tawanan perang; dan (Kami telah halalkan bagimu berkahwin Dengan sepupu-sepupumu, iaitu): anak-anak perempuan bapa saudaramu (dari sebelah bapa) serta anak-anak perempuan emak saudaramu (dari sebelah bapa), dan anak-anak perempuan bapa saudaramu (dari sebelah ibu) serta anak-anak perempuan emak saudaramu (dari sebelah ibu) Yang telah berhijrah bersama-sama denganmu; dan (Kami telah halalkan bagimu) mana-mana perempuan Yang beriman Yang memberikan dirinya kepada Nabi (untuk dikahwininya Dengan tidak membayar maskahwin) kalaulah Nabi suka berkahwin dengannya; perkahwinan Yang demikian adalah khas bagimu semata-mata, bukan bagi orang-orang Yang beriman umumnya; Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa Yang Kami wajibkan kepada orang-orang mukmin mengenai isteri-isteri mereka dan hamba-hamba perempuan Yang mereka miliki; - supaya tidak menjadi keberatan bagimu. dan (ingatlah) Allah adalah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani. (Surah al Ahzaab: 33: 50)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Rasulullah meminang Ummi Hani binti Abi Talib, tetapi dia menolaknya. Rasulullah menerima penolakan itu. Selepas kejadian itu turunlah ayat ini (Surah al Ahzaab: 33:50) sebagai penjelasan bahawa wanita yang tidak turut serta di dalam berhijrah tidak halal dikahwini oleh Rasulullah. Sehubungan dengan ini Ummi Hani berkata: "Aku tidak halal dikahwini Rasulullah buat selama-lamanya kerana aku tidak pernah berhijrah." (Diriwayatkan dan dihasankan oleh atTirmizi dan diriwayatkan serta disahihkan oleh al Hakim dari as Suddi dari Abi Salleh dari Ibnu Abbas dari Ummu Hani binti Abi Talib) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa ayat "wa banati 'amika wa banati 'ammatika khalika wa banati khalatikal lati hajama ma'aka" (Surah al Ahzaab: 33:50) turun sebagai larangan kepada Nabi untuk mengahwini Ummu Hani yang tidak turut serta berhijrah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ismail bin Abi Khalid dari Abi Salleh dari Ummu Hani) Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa firman Allah "Wamraafan mukminatan" (Surah al Ahzaab: 33: 50) turun berkenaan dengan Ummu Syarik ad Dausyiyyah yang menghadiahkan dirinya kepada Rasulullah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Saad dari Ikrimah) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa Ummu Syarik Ghaziah binti Jabir bin Hakim ad Daausyiyyah menyerahkan dirinya kepada Rasulullah untuk dikahwini. Dia adalah seorang wanita yang cantik dan Rasulullah pun menerimanya. Kemudian Aisyah berkata: "Tidak ada baiknya seorang wanita menyerahkan diri kepada seorang lelaki." Berkatalah Ummu Syarik: "Kalau begitu akulah yang engkau maksudkan." Maka Allah memberi julukan Mukminah kepadanya dengan firmannya: "Wamraatan mukminatan inwahabat nafsaha linnabiyyi" (Surah al Ahzaab: 33: 50). Selepas penurunan ayat ini Aisyah berkata: "Sesungguhnya Allah mengabulkan permintaanmu dengan segera." (Diriwayatkan oleh Ibnu Saad dari Munir bin Abdillah ad Dauli) 

Engkau boleh menangguhkan sesiapa Yang Engkau kehendaki dari mereka dan Engkau boleh mendamping: sesiapa Yang Engkau kehendaki; dan sesiapa Yang Engkau hendak mendampinginya kembali dari mereka Yang telah Engkau jauhi itu maka tidaklah menjadi salah bagimu melakukannya; kebebasan Yang diberikan kepadamu itu (bila diketahui oleh mereka) adalah lebih dekat untuk mententeramkan hati mereka, dan menjadikan mereka tidak berdukacita, serta menjadikan mereka pula reda akan apa Yang Engkau lakukan kepada mereka semuanya. dan (ingatlah) Allah sedia mengetahui apa Yang ada Dalam hati kamu; dan Allah adalah Maha Mengetahui, lagi Maha Penyabar. (Surah al Ahzaab: 33: 51)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Aisyah berkata: "Apakah wanita itu tidak malu apabila menyerahkan dirinya untuk dikahwini?" Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 51) yang memberi kebebasan kepada Rasulullah untuk menetapkan giliran tinggal bersama isterinya. Kemudian Aisyah berkata: "Aku melihat Tuhanmu dengan segera mengabulkan keinginanmu." (Diriwayatkan oleh as Syaikhani dari Aisyah) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa Rasulullah pernah berniat untuk menceraikan beberapa orang isterinya. Ketika mereka mendapat tahu, mereka hanya menyerahkan persoalan itu kepada baginda. Maka penurunan kedua ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 50-51) adalah berhubung dengan peristiwa di atas. Ayat ini memberikan kebebasan kepada Rasulullah untuk menggunakan kebijaksanaan baginda di dalam menguruskan perkara yang berkaitan dengan isteri-isterinya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Saad dari Abi Razin) 

tidak halal bagimu berkahwin Dengan perempuan-perempuan Yang lain sesudah (isteri-isterimu Yang ada) itu, dan Engkau juga tidak boleh menggantikan mereka Dengan isteri-isteri Yang baharu sekalipun Engkau tertarik hati kepada kecantikan mereka, kecuali hamba-hamba perempuan Yang Engkau miliki. dan (ingatlah) Allah sentiasa mengawasi tiap-tiap sesuatu. (Surah al Ahzab:52)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa setelah Rasulullah menyuruh para isterinya membuat pemilihan di antara kemewahan dengan Allah dan RasulNya, terbuktilah isteri-isteri baginda memilih Allah dan RasulNya. Maka turunlah ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 52) sebagai larangan kepada Nabi untuk berkahwin lagi dengan isteri yang lain atau menceraikan mereka. (Diriwayatkan oleh Said dari Ikrimah)

"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu masuk ke rumah Nabi (menunggu makanan masak kerana hendak makan bersama), kecuali kamu dijemput untuk menghadiri jamuan, bukan dengan menunggu-nunggu masa sajiannya; tetapi apabila kamu dijemput maka masuklah (pada waktu yang ditetapkan); kemudian setelah kamu makan maka hendaklah masing-masing bersurai dan janganlah duduk bersenang-senang dengan berbual-bual. Sesungguhnya yang demikian itu menyakiti dan menyusahkan Nabi sehingga ia merasa malu (hendak menyatakan hal itu) kepada kamu, sedang Allah tidak malu daripada menyatakan kebenaran. Dan apabila kamu meminta sesuatu yang harus diminta dari isteri-isteri Nabi maka mintalah kepada mereka dari sebalik tabir. Cara yang demikian lebih suci bagi hati kamu dan hati mereka. Dan kamu tidak boleh sama sekali menyakiti Rasulullah dan tidak boleh berkahwin dengan isteri-isterinya sesudah ia wafat selama-lamanya. Sesungguhnya segala yang tersebut itu adalah amat besar dosanya di sisi Allah." (Surah al Ahzaab: 33: 53) [Lihat asbab nuzul di dalam surah al Baqarah: 2: ayat 125]

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa ketika Nabi bernikah dengan Zainab binti Jahsyi, baginda telah mengundang para sahabatnya untuk makan-makan. Setelah selesai makan mereka terus berbual-bual, sehingga Rasulullah memberi isyarat seolah-olah baginda akan berdiri, akan tetapi mereka tetap tidak berdiri. Akhirnya Rasulullah terpaksa berdiri dan meninggalkan mereka serta diikuti oleh sebahagian yang hadir, akan tetapi masih ada tiga orang yang masih bercakap-cakap.

Selepas kesemuanya pulang, Anas memberitahu kepada Rasulullah dan Rasulullah pulang ke rumah Zainab dengan diikuti oleh Anas masuk ke dalam rumahnya. Kemudian Rasulullah memasang hijab.

Oleh itu, turunlah ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 53) berkenaan dengan peristiwa di atas sebagai larangan kepada kaum muslimin untuk memasuki rumah Nabi sebelum mendapat izin darinya serta larangan berada di rumah Nabi lama-lama. (Diriwayatkan oleh as Syaikhani dari Anas) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa Anas pernah berkumpul bersama Rasulullah s.a.w. Pada ketika itu Rasulullah masuk ke dalam bilik pengantin wanita yang baru dinikahinya. Akan tetapi di dalam bilik tersebut terdapat ramai orang sehingga baginda keluar semula. Selepas kepulangan semua orang, barulah baginda masuk semula dan membuka hijab penghalang di antara Rasulullah dengan isterinya bersama dengan Anas. Kemudian Anas menceritakan kejadian ini kepada Abu Thalhah. Abu Thalhah berkata: "Jika betul apa yang engkau katakan, tentu akan turun ayat tentang ini. "Maka disebabkan peristiwa ini turunlah ayatulhijab (Surah al Ahzaab: 33: 53). (Diriwayatkan oleh at Tirmizi yang menganggap bahawa hadis ini hasan dari Anas)

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa ketika Aisyah sedang makan bersama Rasulullah, masuklah Umar. Kemudian Rasulullah mengajak Umar makan bersama. Ketika itu Umar tersentuh jari Aisyah sehingga Umar berkata: "Aduhai sekiranya usul saya diterima untuk memasang hijab, maka tidak ada seorang pun yang dapat melihat isterimu." Berhubung dengan peristiwa ini turunlah ayat hijab (Surah al Ahzaab: 33: 53). (Diriwayatkan oleh at Thabarani dengan sanad yang sahih dari Aisyah)

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa seorang lelaki datang berjumpa dengan Rasulullah. Dia berada di tempat itu dengan begitu lama sehingga Nabi keluar dari rumah tersebut sebanyak tiga kali dengan harapan orang itu akan mengikutnya keluar. Akan tetapi orang itu tetap tidak berganjak. Ketika itu Umar masuk dengan memperlihatkan rasa kebencian pada mukanya, lalu berkata kepada orang itu: "Mungkin engkau telah mengganggu Rasulullah s.a.w." Bersabdalah Nabi: "Aku telah berdiri tiga kali agar orang itu mengikut aku, akan tetapi dia tidak melakukannya." Umar berkata: "Wahai Rasulullah, bagaimana sekiranya tuan membuat hijab kerana isteri tuan bukan seperti isteri-isteri yang lain. Perkara ini akan lebih mententeramkan dan mensucikan hati mereka."

Maka turunlah ayatul hijab (Surah al Ahzaab: 33: 53) berkenaan dengan peristiwa tersebut. (K. Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dari Ibnu Abbas)

KETERANGAN
Menurut pendapat al Hafiz Ibnu Hajar, peristiwa-peristiwa yang disebutkan di atas dapat digabungkan untuk menjadi asbab nuzul bagi ayat itu yang mana kesemuanya terjadi sebelum kisah Zainab. Oleh kerana peristiwa-peristiwa itu berlaku tidak lama sebelum kisah Zainab terjadi, maka huraian asbab nuzul ayat ini boleh disandarkan kepada kisah Zainab dan tidak ada halangan mengatakan penurunan ayat ini kerana pelbagai sebab.

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa apabila Rasulullah bangun menuju ke rumahnya, orang-orang berebut untuk duduk di rumah Rasulullah dan dari raut wajahnya tidak nampak adanya perubahan. Oleh kerana itu, Rasulullah tidak sempat makan kerana terlalu banyak orang di rumahnya. Maka turunlah ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 53) sebagai peringatan kepada orang-orang yang memasuki rumah Rasulullah tanpa mengenal waktu. (Diriwayatkan oleh Ibnu Saad dari Muhammad bin
Kaab)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Rasulullah mendengar ada orang berkata: "Jika Nabi wafat, aku akan kahwin dengan fulanah" (bekas isteri Nabi). Maka turunlah akhir ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 53) sebagai larangan untuk mengahwini bekas isteri Rasulullah. (K. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Zaid) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 53) turun berkenaan dengan seorang yang berniat untuk mengahwini salah seorang dari bekas isteri Rasulullah setelah baginda wafat. Menurut Sufyan yang dimaksudkan dengan isteri Nabi di sini ialah Aisyah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa Thalhah bin Ubaidillah berkata: "Mengapa Muhammad membuat hijab diantara kita dengan puteri-puteri bapa saudara kita, padahal baginda sendiri mengahwini isteri-isteri yang seketurunan dengan kita. Sekiranya terjadi sesuatu, aku akan mengahwini bekas isterinya." Maka turunlah akhir ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 53) yang melarang perbuatan itu.  (K. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari as Suddi)

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa ayat ini (Surah al Ahzaab: 33:53) turun berkenaan dengan ucapan Ubaidillah yang berkata: "Sekiranya Rasulullah wafat, aku akan mengahwini Aisyah." (K. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Saad dari Abi Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm) 

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa seorang lelaki datang kepada seorang isteri baginda dan bercakap-cakap dengannya. Lelaki itu adalah anak kepada bapa saudara isteri Rasulullah. Kemudian Rasulullah bersabda: "Janganlah kamu berbuat lagi seperti ini." Berkatalah orang itu: "Ya Rasulullah, dia adalah puteri kepada bapa saudaraku. Demi Allah, aku tidak berkata yang mungkar dan dia pun tidak berkata yang mungkar." Kemudian Nabi bersabda lagi: "Aku tahu perkara itu, tidak ada yang lebih cemburu daripada Allah dan tidak ada seorang pun yang lebih cemburu daripadaku." Dengan perasaan kecewa orang itu pergi dan berkata: "Dia menghalangi aku bercakap-cakap dengan anak kepada anak bapa saudaraku, pasti aku akan kahwin dengannya setelah baginda wafat."

Maka turunlah ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 53) yang melarang perbuatan itu. Kemudian Ibnu Abbas berkata: "Orang itu memerdekakan hamba dan menyumbangkan sepuluh ekor unta untuk digunakan pada fisabilillah serta dia naik haji sambil berjalan kaki dengan maksud untuk bertaubat dari percakapannya itu." (Diriwayatkan oleh Juwaibir dari Ibnu Abbas)

"Sesungguhnya orang-orang yang melakukan perkara yang tidak diredai Allah dan RasulNya, Allah melaknatkan mereka di dunia dan di akhirat, dan menyediakan untuk mereka azab seksa yang menghina." (Surah al Ahzaab: 33: 57)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 57) turun sebagai ancaman kepada orang-orang yang menyakiti dan mencela Nabi ketika Nabi mengahwini seorang wanita Yahudi yang bernama Shafiyah binti Huyay. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari al Ufi dari Ibnu Abbas)

Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa ayat ini turun berkenaan dengan Abdullah bin Ubay bin Salul dan pengikutnya ketika mereka memfitnah Aisyah. Rasulullah s.a.w. berkhutbah dan bersabda: "Siapa di antara orang-orang yang menyakitiku dengan cara mencela aku dan mengumpulkan mereka di rumahnya?"

Maka penurunan ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 57) adalah sebagai ancaman terhadap perbuatan mereka. (Diriwayatkan oleh Juwaibir dari ad Dlahhak dari Ibnu Abbas)

"Wahai Nabi, suruhlah isteri-isterimu dan anak-anak perempuanmu serta perempuan-perempuan yang beriman, supaya melabuhkan pakaiannya bagi menutup seluruh tubuhnya (semasa mereka keluar); cara yang demikian lebih sesuai untuk mereka dikenal (sebagai perempuan yang baik-baik) maka dengan itu mereka tidak diganggu. Dan (ingatlah) Allah adalah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani. " (Surah al Ahzaab: 33: 59)

Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa selepas turunnya ayat hijab Siti Saudah isteri kepada Rasulullah keluar dari rumah untuk suatu keperluan. Dia adalah seorang wanita yang berbadan tinggi dan besar sehingga mudah untuk dikenal orang. Pada ketika itu Umar melihatnya dan dia berkata: "Hai Saudah! Demi Allah, bagaimana pun kami akan dapat mengenalimu. Oleh kerana itu, fikirlah mengapa engkau keluar?" Maka dengan tergesa-gesa dia pulang dan pada ketika itu Rasulullah berada di rumah Aisyah sedang memegang tulang waktu makan. Ketika masuk dia berkata: "Ya Rasulullah, aku keluar untuk sesuatu keperluan, dan Umar menegurku kerana dia masih mengenaliku."

Maka turunlah ayat ini (Surah al Ahzaab: 33: 59) disebabkan peristiwa itu ketika tulang masih berada di tangan Rasulullah. Maka Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya Allah telah mengizinkan engkau keluar dari rumah untuk menyempurnakan sesuatu keperluan." (Diriwayatkan oleh al Bukhari dari Aisyah)

Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa isteri-isteri Rasulullah pernah keluar malam untuk qada' hajat (buang air). Pada waktu itu kaum munafik mengganggu dan menyakiti mereka. Maka perkara ini diadukan kepada Rasulullah sehingga Rasul menegur kaum munafik. Mereka menjawab: "Kami hanya mengganggu hamba sahaya." Maka penurunan ayat ini (Surah al Ahzaab: 33:59) adalah sebagai perintah untuk berpakaian menutup aurat agar mereka berbeza dari hamba sahaya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Saad di dalam Thabaqat dari Abi Malik) (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Saad dari Hasan dan Muhammad bin Kaab al Qurazi)

No comments:

Post a Comment

 
back to top