11FEB
187. “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah Pakaian bagimu, dan kamupun adalah Pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, Karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma’af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang Telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf[115] dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.”
(al-Baqarah: 187)
[115] I’tikaf ialah berada dalam mesjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah.
Mengenai turunnya ayat ini (al-Baqarah: 187), terdapat beberapa peristiwa sebagai berikut:
a) Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan al-Hakim, dari ‘Abdurrahman bin Abi Laila, yang bersumber dari Mu’adz bin Jabal. Hadits ini masyhur* dari Ibnu Abi Laila, walaupun ia tidak mendengar langsung dari Mu’adz bin Jabal, tetapi ada sumber lain yang memperkuatnya. Bahwa para shahabat Nabi saw. menganggap bahwa makan, minum, dan menggauli istri pada malam hari bulan Ramadhan, hanya boleh dilakukan sementara mereka belum tidur. Di antara mereka Qais bin Shimah dan ‘Umar bin al-Khaththab. Qais bin Shimah (dari golongan Anshar) merasa kepayahan setelah bekerja pada siang harinya. Karenanya setelah shalat Isya ia tertidur, sehingga tidak makan dan minum hingga pagi. Adapun ‘Umar bin al-Khaththab menggauli istrinya setelah tertidur pada malam hari bulan Ramadhan. Keesokan harinya, ia menghadap Nabi saw. untuk menerangkan hal itu. Maka turunlah ayat, uhilla lakum lailatsh shiyaamir rafats..(dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Ramadhan bercampur..) sampai …atimmush shiyaama ilal lail…(…sempurnakanlah shaum itu sampai [datang] malam..) (al-Baqarah: 187).
b) Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari al-Barra’. Bahwa seorang shahabat Nabi saw. tidak makan dan minum pada malam bulan Ramadhan, karena tertidur setelah tiba waktu berbuka shaum. Pada malam itu tidak makan sama sekali, dan keesokan harinya ia bershaum lagi. Seorang shahabat lainnya bernama Qais bin Shirmah (dari golongan Anshar), ketika tiba waktu berbuka shaum, meminta makanan kepada istrinya yang kebetulan belum tersedia. Ketika istrinya menyediakan makanan, karena lelahnya bekerja pada siang harinya, Qais bin Shirmah tertidur. Setelah makanan tersedia, istrinya mendapatkan suaminya tertidur. Berkatalah ia: “Aduh celaka engkau.” Pada waktu tengah hari (keesokan harinya), Qais bin Shirmah pingsan. Kejadian ini disampaikan kepada Nabi saw., maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 187) sehingga gembiralah kaum Muslimin.
c) Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari al Barra’ bahwa para shahabat Nabi saw., apabila tiba bulan Ramadhan, tidak mendekati istrinya sebulan penuh. Akan tetapi ada di antaranya yang tidak menahan nafsu. Maka turunlah ayat…’alimallaahu annakum kungtum takhtaanuuna angfusakum fa taaba ‘alaikum wa ‘afaa angkum…(..Allah mengetahui bahwasanya engkau tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu…) sampai akhir ayat (al-Baqarah: 187).
d) Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abi Hatim dari ‘Abdullah bin Ka’b bin Malik, yang bersumber dari bapaknya. Bahwa waktu itu ada anggapan bahwa pada bulan Ramadhan orang yang shaum haram makan, minum, menggauli istri setelah tertidur malam sampai ia berbuka shaum keesokan harinya. Pada suatu ketika ‘Umar bin al-Khaththab pulang dari rumah Nabi saw. setelah larut malam. Ia ingin menggauli istrinya, tetapi istrinya berkata: “Saya sudah tidur.” ‘Umar berkata: “Engkau tidak tidur.” Dan iapun menggaulinya. Demikian juga Ka’b berbuat seperti itu. Keesokan harinya ‘Umar menceritakan hal dirinya kepada Nabi saw.. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 187), dari awal sampai akhir ayat.
e) Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Sahl bin Sa’d. Bahwa penggalan ..minal fajr… dalam al-Baqarah ayat 187 diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang pada malam hari, mengikat kakinya dengan tali putih dan tali hitam, apabila hendak shaum. Mereka makan minum sampai jelas terlihat perbedaan antara kedua tali tersebut. Maka turunlah….minal fajr…(..yaitu fajar..) kemudian mereka mengerti bahwa al-khaithul abyadlu minal khaitil aswad itu tidak lain adalah siang dan malam.
f) Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah bahwa….wa laa tubaasyiruuhunna wa angtum ‘aakifiina fil masaajid..(..tetapi janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beriktikaf dalam masjid..) yang termaktub dalam ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 187), turun berkenaan dengan seorang shahabat yang keluar dari masjid untuk menggauli istrinya di saat ia sedang beriktikaf.
188. “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.”
(al-Baqarah: 188)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Sa’id bin Jubair bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Umru-ul Qais bin ‘Abis dan ‘Abdan bin Asywa al Hadlrami yang bertengkar dalam soal tanah. Umru-ul Qais berusaha mendapatkan tanah itu agar menjadi miliknya dengan bersumpah di depan hakim. Ayat ini (al-Baqarah: 188) sebagai peringatan kepada orang-orang yang merampas hak orang lain dengan jalan bathil.
11FEB
189. “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya[116], akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”
(al-Baqarah: 189)
[116] pada masa jahiliyah, orang-orang yang berihram di waktu haji, mereka memasuki rumah dari belakang bukan dari depan. hal Ini ditanyakan pula oleh para sahabat kepada Rasulullah s.a.w., Maka diturunkanlah ayat ini.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari al-‘Aufi yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa yas-aluunaka ‘anil ahillah..(mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit..) sampai…lin naasi wal hajj…(…bagi manusia dan [bagi ibadat] haji…) (Al-Baqarah: 189) diturunkan sebagai jawaban terhadap banyaknya pertanyaan kepada Rasulullah saw. tentang peredaran bulan.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abul ‘Aliyah. Bahwa orang-orang bertanya kepada Rasulullah saw.: “Untuk apa diciptakan bulan sabit?” maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 189) sebagai penjelasan.
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dan Ibnu ‘Asakir di dalam Kitab Tarikh Dimasyqa, dari as-Suddish Shaghir, dari al-Kalbi, dari Abu Shalih, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa…yas-aluunaka ‘anil ahillah…(mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit…) sampai..lin naasi wal hajj..(..bagi manusia dan [bagi ibadat] haji..) (al-Baqarah: 189) ini berkenaan dengan pertanyaan Mu’adz bin Jabal dan Tsa’labah bin Ghunamah kepada Rasulullah saw.: “Ya Rasulallah. Mengapa bulan sabit itu mulai timbul kecil sehalus benang, kemudian bertambah besar hingga bundar dan kembali seperti semula, tiada tetap bentuknya?” sebagai jawabannya turunlah ayat tersebut.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari al-Barra’. Bahwa… wa laisa birru bi angta’tul buyuuta ming zhuhuurihaa…(…dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya…) sampai akhir ayat (al-Baqarah: 189) diturunkan berkenaan dengan kebiasaan orang jahiliyah yang suka memasuki rumah dari pintu belakang sepulangnya menunaikan ihram di Baitullah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan al-Hakim yang bersumber dari Jabir. Menurut al-Hakim hadits ini shahih. Ibnu Jabir meriwayatkan pula dari al-‘Aufi yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa orang-orang Quraisy yang diberi julukan al-hams (kesatria) menganggap baik apabila melakukan ihram, masuk dan keluar melalui pintunya. Akan tetapi kaum Anshar dan orang-orang Arab lainnya masuk dan keluar tidak melalui pintunya. Pada suatu hari orang-orang melihat Quthbah bin ‘Amir (dari kaum Anshar) keluar melalui pintu mengikuti Rasulullah saw.. Serempaklah mereka mengadu atas pelanggaran tersebut, sehingga Rasulullah segera menegurnya. Quthbah menjawab: “Saya hanya mengikuti apa yang tuan lakukan.” Rasulullah bersabda: “Aku ini seorang kesatria.” Quthbah menjawab: “Saya pun menganut agama tuan.” Maka turunlah,…wa laisal birru bi ang ta’tul buyuut… (dan bukan kebajikan memasuki rumah-rumah..) sampai akhir ayat (al-Baqarah: 189)
Diriwayatkan oleh ath-Thalayisi di dalam Musnad-nya, yang bersumber dari al-Barra’. Bahwa ayat ini (al-Baqarah: 189) turun berkenaan dengan kaum Anshar, yang apabila pulang dari perjalanan, tidak masuk rumah melalui pintunya.
Diriwayatkan oleh ‘Abd bin Humaid yang bersumber dari Qais bin Habtar an-Nahsyali. Bahwa peristiwanya sebagai berikut: pada waktu itu apabila orang-orang hendak berihram di Baitullah tidak masuk melalui pintunya, kecuali golongan kesatria (al-hams). Pada suatu hari Rasulullah saw. masuk dan keluar halaman baitullah melalui pintunya, diikuti oleh Rifa’ah bin Tabut, padahal ia bukan kesatria. Maka mengadulah orang-orang yang melihatnya: “Wahai Rasulallah. Rifa’ah melanggar.” Rasulullah bersabda kepada Rifa’ah: “Mengapa engkau berbuat demikian?” Ia berkata: “Saya mengikuti tuan.” Nabi bersabda: “Aku ini kesatria.” Ia menjawab: “Agama kita satu.” Maka turunlah,… wa laisal birru bi angta’tul buyuut..(…dan bukanlah kebajikan memasukki rumah-rumah…) sampai akhir ayat (al-Baqarah: 189).
190. “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, Karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
(al-Baqarah: 190)
191. “Dan Bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka Telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah[117] itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), Maka Bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir.”
(al-Baqarah: 191)
[117] fitnah (menimbulkan kekacauan), seperti mengusir sahabat dari kampung halamannya, merampas harta mereka dan menyakiti atau mengganggu kebebasan mereka beragama.
192. “Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(al-Baqarah: 192)
193. “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu Hanya semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.”
(al-Baqarah: 193)
Diriwayatkan oleh al-Wahidi dari al-Kalbi, dari Abu Shalih, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa ayat ini turun berkenaan dengan dengan perdamaian di Hudaibiyah, yaitu ketika Rasulullah saw. dicegat oleh kaum Quraisy untuk memasuki Baitullah. Adapun isi perdamaian tersebut antara lain, agar kaum Muslimin menunaikan umrah pada tahun berikutnya. Ketika Rasulullah saw. beserta para shahabatnya mempersiapkan diri untuk melaksanakan umrah sesuai dengan perjanjian, para shahabat khawatir kalau-kalau orang Quraisy tidak menepati janjinya, bahkan memerangi dan menghalangi mereka masuk masjidil Haram, padahal kaum Muslimin enggan berperang pada bulan haram. Turunnya ayat, wa qaatiluu fii sabiilillaahil ladziina…(dan berperanglah di jalan Allah orang-orang yang..) (al-Baqarah: 190) sampai (al-Baqarah: 193), membenarkan berperang untuk membalas serangan musuh.
11FEB
“Bulan Haram dengan bulan haram[118], dan pada sesuatu yang patut dihormati[119], berlaku hukum qishaash. oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu, Maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
(al-Baqarah: 194)
[118] kalau umat Islam diserang di bulan Haram, yang Sebenarnya di bulan itu tidak boleh berperang, Maka diperbolehkan membalas serangan itu di bulan itu juga.
[119] maksudnya antara lain ialah: bulan Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab), tanah Haram (Mekah) dan ihram.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah. Bahwa pada bulan zulkaidah, Nabi saw. dengan para shahabatnya berangkat ke Mekah untuk menunaikan umrah dengan membawa kurban. Setibanya di Hudaibiyah, mereka dicegat oleh kaum musyrikin. Kemudian dibuatlah perjanjian, yang isinya antara lain agar kaum Muslimin menunaikan umrah pada tahun berikutnya. Pada bulan Zulkaidah tahun berikutnya, berangkatlah Nabi saw. beserta para shahabatnya ke Mekah, dan tinggal di sana selama tiga malam.
Kaum musyrikin merasa bangga dapat menggagalkan maksud Nabi saw. untuk umrah pada tahun yang lalu. Allah swt. membalas dengan meluluskan maksud umrah pada bulan yang sama pada tahun berikutnya. Turunnya ayat di atas (al-Baqarah: 194) berkenaan dengan peristiwa tersebut.
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (al-Baqarah: 195)
Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Hudzaifah. Bahwa ayat ini (al-Baqarah: 195) turun berkenaan dengan hukum nafkah.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Hibban, al-Hakim, dan lain-lain, yang bersumber dari Abu Ayyub al-Anshari. Menurut at-Tirmidzi, hadits ini shahih. Bahwa ketika Islam telah jaya dan berlimpah pengikutnya, kaum Anshar berbisik kepada sesamanya: “Harta kita telah habis, dan Allah telah menjayakan Islam. Bagaimana sekiranya kita membangun dan memperbaiki ekonomi kembali?” maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 195) sebagai teguran kepada mereka agar jangan menjerumuskan diri ke dalam tahlukah.
Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dengan sanad yang shahih, yang bersumber dari Abu Jubairah bin adl-Dlahhak. Bahwa kaum Anshar terkenal gemar bersedekah dengan mengeluarkan harta kekayaan sebanyak-banyaknya. Di saat paceklik (musim kelaparan), mereka tidak lagi memberi sedekah. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 195).
Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dengan sanad yang shahih dan kuat, yang bersumber dari an-Nu’man bin Basyir. Hadits ini diperkuat oleh al-Hakim yang bersumber dari al-Barra’. Bahwa tersebutlah seseorang yang menganggap bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa yang pernah dilakukannya. Maka turunlah ayat,…wa laa tulquu bi aidiikum ilat tahlukah…(..dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan…) (al-Baqarah: 195).
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah Karena Allah. jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau Karena sakit), Maka (sembelihlah) korban[120] yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu[121], sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), Maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. apabila kamu Telah (merasa) aman, Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan ‘umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu Telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). dan bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.” (al-Baqarah: 196)
[120] yang dimaksud dengan korban di sini ialah menyembelih binatang korban sebagai pengganti pekerjaan wajib haji yang ditinggalkan; atau sebagai denda Karena melanggar hal-hal yang terlarang mengerjakannya di dalam ibadah haji.
[121] Mencukur kepala adalah salah satu pekerjaan wajib dalam haji, sebagai tanda selesai ihram.
Mengenai turunnya ayat ini (al-Baqarah: 196), terdapat beberapa peristiwa sebagai berikut:
1. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Shafwan bin Umayyah. Bahwa seorang laki-laki berjubah yang semerbak dengan wewangian za’faran menghadap Nabi saw. dan berkata: “Ya Rasulallah. Apa yang harus saya lakukan dalam menunaikan umrah?” Maka turunlah ayat…wa atimmul hajja wal’umrata lillaah..(…dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah..) (al-Baqarah: 196). Rasulullah bersabda: “Mana tadi yang bertanya tentang umrah itu?” Orang itu menjawab: “Saya, ya Rasulallah.” Selanjutnya Rasulullah bersabda: “Tanggalkan bajumu, bersihkan hidung, dan mandilah dengan sempurna, kemudian kerjakan apa yang biasa kamu kerjakan pada waktu haji.”
2. Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Ka’b bin ‘Ujrah. Bahwa Ka’b bin ‘Ujrah ditanya tentang firman Allah.. fa fidyatum ming shiyaamin au shadaqatin au nusuk..(..maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: Shaum atau bersedekah atau berkurban..) (al-Baqarah: 196). Ia bercerita sebagai berikut: “Ketika sedang melakukan umrah, saya merasa kepayahan, karena di rambut dan muka saya bertebaran kutu. Ketika itu Rasulullah saw. melihat aku kepayahan karena penyakit pada rambutku itu. Maka turunlah…fa fidyatum ming shiyaamin au shadaqatin au nusuk…(..maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu : shaum atau bersedekah atau berkurban..) (al-Baqarah: 196) khusus tentang aku, tetapi berlaku bagi semua. Rasulullah bersabda: “Apakah kamu punya biri-biri untuk berfidyah?” Aku menjawab bahwa aku tidak memilikinya. Rasulullah bersabda: “Bershaumlah kamu tiga hari, atau berilah makan enam orang miskin, tiap orang setengah sha’ (1,5 liter) makanan, dan bercukurlah.”
3. Diriwayatkan oleh Ahmad yang bersumber dari Ka’b. Bahwa ketika Rasulullah saw. beserta para shahabat berada di Hudaibiyah sedang berihram, kaum musyrikin melarang mereka meneruskan umrah. Salah seorang shahabat, yaitu Ka’b bin ‘Ujran, kepalanya penuh dengan kutu hingga bertebaran ke mukanya. Ketika itu Rasulullah lewat di depannya, dan melihat Ka’b kepayahan. Maka turunlah,….fa mang kaana mingkum mariidlan au bihii adzam mir ra’shihii fa fidyatum ming shiyaamin au shadaqatin au nusuk..(..jika ada di antaramu yang sakit atauada gangguan di kepalanya [lalu ia bercukur], maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: shaum atau bersedekah atau berkurban..) (al-Baqarah: 196), lalu Rasulullah bersabda: “Apakah kutu-kutu itu mengganggumu?” Rasulullah menyuruh agar ia bercukur dan membayar fidyah.
4. Diriwayatkan oleh al-Wahidi dari ‘Atha’ yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa ketika Rasulullah dan para shahabatnya berhenti di Hudaibiyah (dalam perjalanan umrah), datanglah Ka’b bin Ujrah yang di kepala dan mukanya bertebaran kutu karena terlalu banyaknya. Ia berkata: “Ya Rasulallah. Kutu-kutu ini sangat menyakitiku.” Maka turunlah ayat,…fa mang kaana mingkum mariidlan au bihii adzam mir ra’shihii fa fidyatum ming shiyaamin au shadaqatin au nusuk…(…jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya [lalu ia bercukur], maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: shaum atau bersedekah atau berkurban…) (al-Baqarah: 196).
11FEB
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi[122], barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats[123], berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa[124] dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.” (al-Baqarah: 197)
[122] ialah bulan Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah.
[123] Rafats artinya mengeluarkan perkataan yang menimbulkan berahi yang tidak senonoh atau bersetubuh.
[124] maksud bekal takwa di sini ialah bekal yang cukup agar dapat memelihara diri dari perbuatan hina atau minta-minta selama perjalanan haji.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan selainnya, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa orang-orang Yaman apabila naik haji tidak membawa bekal apa-apa, dengan alasan tawakal kepada Allah. Maka turunlah…wa tazawwaduu fa inna khairaz zaadit taqwaa..(…berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa…), sebagian dari surah al-Baqarah ayat 197.
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu Telah bertolak dari ‘Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam[125]. dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.” (al-Baqarah: 198)
[125] ialah bukit Quzah di Muzdalifah.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa pada zaman jahiliyah terkenal pasar-pasar yang bernama ‘Ukazh, Mijnah, dan Dzul Majaz. Kaum Muslimin merasa berdosa apabila di musim haji berdagang di pasar itu. Mereka bertanya kepada Rasulullah saw. tentang hal itu. Maka turunlah, laisa ‘alaikum junaahun ang tabtaghuu fadl-lam mir rabbikum..(tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia [rizki hasil perniagaan] dari Rabb-mu…) (awal surat al-Baqarah: 198) yang membenarkan mereka berdagang pada musim haji.
Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir, al-Hakim, dan lain-lain, yang bersumber dari Abu Umamah at-Taimi. Bahwa Abu Umamah at-Taimi bertanya kepada Ibnu ‘Umar tentang menyewakan kendaraan sambil menunaikan ibadah haji. Ibnu ‘Umar menjawab: “Pernah seorang laki-laki bertanya seperti itu kepada Rasulullah saw. yang seketika itu juga turun, laisa ‘alaikum junaahun ang tabtaghuu fadl-lam mir rabbikum..(tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia [rizki hasil perniagaan] dari Rabb-mu..) (al-Baqarah: 198). Rasulullah saw. memanggil orang itu dan bersabda: “Kamu termasuk orang yang menunaikan ibadah haji.”
“Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (‘Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Baqarah: 199)
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa orang-orang Arab wukuf di ‘Arafah, sedang orang-orang Quraisy wukuf di lembahnya (Muzdalifah). Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 199) yang mengharuskan wukuf di ‘Arafah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir yang bersumber dari Asma’ binti Abi Bakr. Bahwa orang-orang Quraisy wukuf di dataran rendah Mudzalifah, dan selain orang Quraisy wukuf di dataran tinggi ‘Arafah, kecuali Syaibah bin Rabi’ah. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 199) yang mewajibkan wukuf di ‘Arafah.
“Apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah hajimu, Maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu[126], atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.” (al-Baqarah: 200)
[126] adalah menjadi kebiasaan orang-orang Arab Jahiliyah setelah menunaikan haji lalu Bermegah-megahan tentang kebesaran nenek moyangnya. setelah ayat Ini diturunkan Maka memegah-megahkan nenek moyangnya itu diganti dengan dzikir kepada Allah.
“Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”[127].” (al-Baqarah: 201)
[127] inilah doa yang sebaik-baiknya bagi seorang muslim.
“Mereka Itulah orang-orang yang mendapat bahagian daripada yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.”
(al-Baqarah: 202)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa orang-orang Jahiliyah wukuf di musim pasar. Sebagian dari mereka selalu membangga-banggakan nenek moyangnya yang telah membagi-bagikan makanan, meringankan beban, serta membayarkan diat (denda orang lain). Dengan kata lain, di saat wukuf itu mereka menyebut-nyebut apa yang pernah dilakukan nenek moyangnya. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 200) sampai,….asyadda dzikraa…(… berdzikirlah lebih banyak dari itu..), sebagai petunjuk apa yang harus dilakukan di saat wukuf.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid. Bahwa orang-orang di masa itu apabila telah melakukan manasik, berdiri di sisi jumrah menyebut-nyebut jasa nenek moyang di zaman jahiliyah. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 200) sebagai petunjuk apa yang harus dilakukan di sisi jumrah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa salah satu suku bangsa Arab, sesampainya di tempat wukuf, mereka berdoa: “Ya Allah, semoga Allah menjadikan tahun ini tahun yang banyak hujan, tahun makmur yang membawa kemajuan dan kebaikan.” Mereka tidak menyebut-nyebut urusan akhirat sama sekali. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas sampai akhir ayat (al-Baqarah: 200), sebagai petunjuk bagaimana seharusnya berdoa. Setelah itu kaum Muslimin berdoa sesuai dengan petunjuk dalam al-Qur’an (al-Baqarah: 201), yang kemudian ditegaskan oleh Allah swt. dengan ayat berikutnya (al-Baqarah: 202).
11FEB
“Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras.” (al-Baqarah: 204)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Sa’id atau ‘Ikrimah yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa ketika pasukan kaum Muslimin (di antaranya terdapat ‘Ashim dan Murtsid) terdesak, berkatalah dua orang munafik: “Celakalah mereka yang terpedaya oleh ajakan Muhammad sehingga terbunuh dan akibatnya tidak merasakan hidup tentram lagi bersama keluarganya, ataupun melanjutkan tuntunan agamanya.” Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 204) sebagai peringatan kepada kaum Muslimin agar tidak tertarik oleh bujukan manis tentang kehidupan dunia.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari as-Suddi. Bahwa al-Akhnas bin Syariq (seorang anggota komplotan Zukhra yang memusuhi Rasulullah) datang kepada Nabi saw. mengutarakan maksudnya untuk masuk Islam dengan bahasa yang sangat menarik sehingga Nabi sendiri mengaguminya. Di kala pulang dari rumah Rasulullah, ia melewati kebun dan ternak kaum Muslimin. Ia membakar tanamannya dan membunuh ternak-ternaknya. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 204), mengingatkan kaum Muslimin akan bahaya tipu daya mulut manis.
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya Karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (al-Baqarah: 207)
Diriwayatkan oleh al-Harits bin Abi Usamah di dalam Musnad-nya dan Ibnu Abi Hatim, yang bersumber dari Sa’id bin al-Musayyab. Diriwayatkan pula oleh al-Hakim di dalam kitab al-Mustadrak, dari Ibnul Musayyab yang bersumber dari Shuhaib. Hadits ini maushuul. Diriwayatkan pula oleh al-Hakim yang bersumber dari ‘Ikrimah, hadits ini mursal. Diriwayatkan pula oleh al-Hakim yang bersumber dari Hammad bin Salamah, dari Tsabit, yang bersumber dari Anas. Dalam hadits ini lebih dijelaskan lagi ihwal turunnya ayat, dan dinyatakan bahwa hadits ini shahih menurut syarat Muslim. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Ikrimah, dan dinyatakan bahwa turunnya ayat ini tentan Shuhaib, Abu Dzarr, dan Jundub bin as-Sakan, seorang keluarga Abu Dzarr. Bahwa ketika Shuhail hijrah ke Madinah mengikuti Nabi saw., ia dikejar oleh sepasukan kaum Quraisy. Ia turun dari kendaraannya dengan panah siap di tangan, ia berkata: “Wahai kaum Quraisy, kalian semua tahu, akulah pemanah ulung. Demi Allah, kalian tidak akan sampai kepadaku selagi panah dan pedang ada di tanganku. Sekarang pilihlah satu di antara dua: kalian mati terbunuh atau memiliki harta bendaku di Mekah, dengan membiarkan aku hijrah ke Madinah.” Mereka memilih harta dan membiarkan Shuhaib pergi.
Sesampainya di hadapan Nabi saw., ia menceritakan apa yang telah terjadi. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 207), dan Nabi pun bersabda: “Untung perdaganganmu itu, ya Aba Yahya! Enkgkau telah beruntung, ya Aba Yahya!”
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (al-Baqarah: 208)
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Ikrimah. Bahwa sekelompok kaum Yahudi menghadap Rasulullah saw. hendak beriman, namun meminta agar dibiarkan merayakan hari Sabtu dan mengamalkan kitab Taurat pada malam hari. Mereka menganggap bahwa hari Sabtu merupakan hari yang harus dimuliakan, dan kitab Taurat adalah kitab yang diturunkan oleh Allah juga. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 208), agar tidak mencampur baurkan agama.
Orang-orang Yahudi yang menghadap itu ialah: ‘Abdullah bin Salam, Tsa’labah, Ibnu Yamin, Asad bin Ka’b, Usaid bin Ka’b, Sa’id bin ‘Amr, dan Qais bin Zaid.
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (al-Baqarah: 214)
Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq dari Ma’mar yang bersumber dari Qatadah. Bahwa turunnya ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 214) bersangkutan dengan peristiwa perang Ahzab. Ketika itu Nabi saw. mendapat berbagai kesulitan yang sangat hebat dan kepungan musuh yang sangat ketat. Ayat ini menunjukkan bahwa perjuangan itu meminta pengorbanan.
“Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: ‘Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.’ dan apa saja kebaikan yang kamu buat, Maka Sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya.” (al-Baqarah: 215)
Diriwayatkan oleh Ibu Jarir yang bersumber dari Ibnu Juraij. Bahwa kaum Muslimin bertanya kepada Rasulullah saw.: “Dimana kami tabungkan (infakkan) harta benda kami, ya Rasulallah?” Sebagai jawabannya, turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 215).
Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir yang bersumber dari Abu Hayyan. Bahwa ‘Umar bin al-Jamuh bertanya kepada Nabi saw.: “Apa yang mesti kami infakkan, dan kepada siapa diberikan?” Sebagai jawabannya turunlah ayat tersebut (al-Baqarah: 215).
11FEB
“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: ‘Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah[134]. dan berbuat fitnah[135] lebih besar (dosanya) daripada membunuh.’ Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (al-Baqarah: 217)
[134] jika kita ikuti pendapat Ar Razy, Maka terjemah ayat di atas sebagai berikut: Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar, dan (adalah berarti) menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah dan (menghalangi manusia dari) Masjidilharam. tetapi mengusir penduduknya dari Masjidilharam (Mekah) lebih besar lagi (dosanya) di sisi Allah.” pendapat Ar Razy Ini mungkin berdasarkan pertimbangan, bahwa mengusir nabi dan sahabat-sahabatnya dari Masjidilharam sama dengan menumpas agama Islam.
[135] fitnah di sini berarti penganiayaan dan segala perbuatan yang dimaksudkan untuk menindas Islam dan muslimin.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(al-Baqarah: 218)
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, ath-Thabarani di dalam Kitab al-Kabiir, al-Baihaqi di dalam Sunan-nya, yang bersumber dari Jundub bin ‘Abdillah. Bahwa Rasulullah saw. mengirimkan pasukan di bawah pimpinan ‘Abdullah bin Jahsy. Mereka berpapasan dan bertempur dengan pasukan musuh yang dipimpin oleh Ibnul Hadlrami, dan terbunuhlah kepala pasukan musuh. Sebenarnya waktu itu tidak jelas bagi pasukan ‘Abdullah bin Jahsy, apakah termasuk bulan Rajab, Jumadilawal, atau Jumadilakhir. Kaum musyrikin menghembus-hembuskan berita bahwa kaum Muslimin berperang di bulan haram. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 217).
Kaum Muslimin yang ada di Madinah berkata: “Perbuatan mereka berperang dengan pasukan Ibnul Hadlarami ini mungkin tidak berdosa, tetapi juga tidak akan mendapat pahala.” Maka Allah menurunkan ayat selanjutnya (al-Baqarah: 218)
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar[136] dan judi. Katakanlah: ‘Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya’. dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,” (al-Baqarah: 219)
[136] segala minuman yang memabukkan.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Sa’id atau ‘Ikrimah, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa segolongan shahabat, ketika diperintah untuk membelanjakan hartanya di jalan Allah, datang menghadap Rasulullah saw. dan berkata: “Kami tidak mengetahui perintah infak yang bagaimana dan harta yang mana yang harus kami keluarkan itu?” Maka Allah menurunkan ayat,….wa yas-aluunaka maadzaa yungfiquuna qulil ‘afwa…(…dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan, katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”..) (al-Baqarah: 219), yang menegaskan bahwa yang harus dikeluarkan nafkahnya itu ialah selebihnya dari keperluan sehari-hari.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Yahya. Bahwa Mu’adz bin Jabal dan Tsa’labah menghadap Rasulullah saw. dan bertanya: “Ya Rasulallah, kami mempunyai banyak hamba sahaya (‘abid) dan banyak pula anggota keluarga. Harta mana yang harus kami keluarkan untuk infak?” Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 219) yaitu,…wa yas-aluunaka maadzaa yungfiquuna qulil ‘afwa…(…dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”…).
“Tentang dunia dan akhirat. dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah: “Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, Maka mereka adalah saudaramu; dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. dan Jikalau Allah menghendaki, niscaya dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (al-Baqarah: 220)
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, an-Nasa-i, al-Hakim, dan lain-lain, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ketika turun ayat wa laa taqrabuu maalal yatiimi illaa bil latii hiya ahsan…(dan janganlah kemu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat…) (al-an’am: 152) dan ayat, innal ladziina ya’kuluuna amwaalal yataamaa zhulmaa..(sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim..) sampai akhir ayat (an-Nisa’: 10), orang yang memelihara anak yatim memisahkan makanan dan minumannya dari makanan dan minuman anak yatim. Begit juga sisanya dibiarkan membusuk kalau tidak dihabiskan oleh anak-anak yatim itu. Hal tersebut memberatkan mereka. Lalu mereka menghadap Rasulullah saw. untuk menceritakan hal itu. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 220) yang membenarkan menggunakan cara lain yang lebih baik.
x
Menurut riwayat lain, setelah turun ayat "Waqala rabbukum ud'uni astajib lakum [Ertinya ialah: Dan berkatalah Tuhanmu: Berdoalah kamu kepadaKu, pasti aku akan mengabulkannya)] (Surah Ghafir: 40:60), para sahabat tidak mengetahui bilakah waktu yang sesuai untuk berdoa. Maka turunlah ayat ini. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Atha bin Abi Rabah)
"Dihalalkan bagi kamu, pada malam hari puasa, bercampur (bersetubuh) dengan isteri-isteri kamu. Isteri-isteri kamu itu adalah sebagai pakaian bagi kamu dan kamu pula sebagai pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahawasanya kamu mengkhianati diri sendiri, lalu la menerima taubat kamu dan memaafkan kamu. Maka sekarang setubuhilah isteri-isteri kamu dan carilah apa-apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kamu; dan makanlah serta minumlah sehingga nyata kepada kamu benang putih (cahaya siang) dari benang hitam (kegelapan malam), iaitu waktu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sehingga waktu malam (maghrib); dan janganlah kamu setubuhi isteri-isteri kamu ketika kamu sedang beriktikaf di masjid. Itulah batas-batas larangan Allah, maka janganlah kamu menghampirinya. Demikian Allah menerangkan ayat-ayat hukumNya kepada sekalian manusia supaya mereka bertakwa."(Surah al Baqarah: 2:187)
Penurunan ayat ini berhubung kait dengan beberapa peristiwa berikut:
a. Para sahabat Nabi s.a.w. beranggapan bahawa makan, minum dan menggauli isteri pada malam hari di bulan Ramadhan hanya boleh dilakukan sebelum mereka tidur. Di antara mereka ialah Qais bin Shirmah dan Umar bin Khattab. Qais bin Shirmah dari kaum Ansar merasa sangat letih setelah seharian bekerja. Setelah selesai sembahyang isyak, dia tertidur dan tidak makan dan minum hingga pagi. Sementara itu Umar bin Khattab telah menggauli isterinya selepas tidur pada malam hari di bulan Ramadhan. Pada keesokan harinya, dia datang mengadap Rasulullah untuk menceritakan perkara tersebut. Maka turunlah ayat ini. (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan al Hakim dari Abdur Rahman bin Abi Laila dari Muaz bin Jabal) (Hadis ini adalah masyhur [Hadis masyhur adalah hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih kepada tiga orang atau lebih dan seterusnya (Bulughul Maram I c.v. Diponegoro Bandung 1972, hal 18).] dari Ibnu Abi Laila.
Walaupun dia tidak mendengar secara langsung dari Muaz bin Jabal tetapi mempunyai sumber lain yang menguatkannya)
b. Seorang sahabat nabi tidak makan dan minum pada malam hari di bulan Ramadhan kerana tertidur setelah tibanya waktu berbuka puasa. Sesungguhnya pada malam itu dia tidak makan sama sekali dan pada keesokannya dia berpuasa lagi. Seorang sahabat nabi yang lain pula iaitu Qais bin Shirmah telah meminta makanan kepada isterinya apabila tiba waktu untuk berbuka, tetapi malangnya makanan tersebut belum disediakan. Akibat terlalu letih bekerja Qais telah tertidur ketika isterinya sedang sibuk menyediakan makanan untuk berbuka.
Apabila makanan telah dihidangkan, isterinya telah mengejutkannya dari tidur untuk berbuka. Oleh itu berkatalah dia: "Wahai celakalah engkau." [Pada waktu itu orang muslim menganggap bahawa apabila seseorang telah tidur di malam hari di bulan Ramadhan, maka tidak boleh makan lagi selepas itu.] Pada tengah hari keesokan harinya Qais bin Shirmah pengsan. Kejadian ini telah diceritakan kepada Nabi s.a.w.
Maka turunlah ayat di atas (Surah al Baqarah: 2:187) sehingga gembiralah kaum Muslimin.
c. Sesungguhnya para sahabat nabi tidak akan menggauli isteri mereka selama sebulan penuh di bulan Ramadhan. Akan tetapi ada di antaranya yang tidak dapat menahan nafsu. Maka turunlah ayat ini. (Diriwayatkan oleh Bukhari dari al Barra)
d. Pada waktu itu terdapat anggapan bahawa di bulan Ramadhan haram bagi orang Muslim untuk makan, minum dan menggauli isteri selepas tertidur di malam hari sehingga tiba waktu berbuka pada keesokan harinya. Pada suatu ketika Umar bin Khattab telah pulang dari rumah Nabi setelah larut malam. Pada waktu itu dia begitu ingin untuk menggauli isterinya, tetapi isterinya berkata: "Saya sudah tidur." Umar pun berkata: "Engkau tidak tidur dan dia pun menggauli isterinya. Demikian juga Kaab melakukan perkara yang sama.
Oleh itu pada keesokan harinya Umar menceritakan keadaan dirinya kepada Nabi s.a.w. Maka turunlah ayat ini. (Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Jarirdan Ibnu Abi Hatim dari Abdullah bin Kaab bin Malik dari bapanya)
e. Perkataan "Minal Fajri dalam ayat ini turun untuk menceritakan keadaan orang-orang pada malam hari telah mengikat kakinya dengan tali putih dan tali hitam apabila hendak berpuasa. Sesungguhnya mereka akan makan dan minum apabila jelas kelihatan perbezaan di antara kedua tali itu.
Maka turunlah “Minal fajri”. "Kemudian mereka mengerti bahawa "Khaithul abyadu minal khaitil aswadi" itu bermaksud tidak lain hanyalah siang dan malam. (Diriwayatkan oleh al Bukhari dari Sahl bin Said)
Perkataan "Wala tubasyiruhuna wa antum 'akifun fil masajidi" dalam ayat ini turun berkenaan dengan seorang sahabat yang keluar dari masjid untuk menggauli isterinya sedangkan pada saat itu dia sedang beriktikaf. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Qatadah)
"Dan janganlah kamu makan (atau mengambil) harta (orang lain) di antara kamu dengan jalan yang salah, danjangan pula kamu menghulurkan harta kamu (memberi rasuah) kepada hakim-hakim kerana hendak memakan harta manusia dengan (berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui (salahnya). " (Surah al Baqarah: 2: 188)
Ayat ini turun adalah disebabkan peristiwa yang berlaku di antara Imriil Qais bin Abis dan Abdan bin Asyma' al Hadhrami dalam soal perebutan tanah. Imriil Qais berusaha untuk mengambil tanah itu supaya menjadi miliknya dengan bersumpah di hadapan hakim.
Oleh itu penurunan ayat ini merupakan peringatan kepada orang-orang yang merampas hak orang lain dengan cara yang batil. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Said bin Jubair)
"Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad) mengenai (peredaran) anak-anak bulan. Katakanlah: "(peredaran) anak-anak bulan itu menandakan waktu-waktu (urusan dan amalan) manusia, khasnya ibadat haji. Dan bukanlah perkara kebajikan: kamu memasuki rumah dari bahagian belakangnya (ketika kamu berihram), akan tetapi kebajikan itu ialah perbuatan orang yang bertakwa; dan masuklah ke rumah (kamu) itu melalui pintunya, serta bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu berjaya." (Surah al Baqarah: 2:189)
Ayat dalam surah ini yang bermula dari 'Yas alunaka 'anil ahillah hingga linnasi walhajji" diturunkan sebagai jawapan kepada pertanyaan yang diajukan kepada nabi mengenai peredaran bulan. (K. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari al Ufi dari Ibnu Abbas)
Menurut riwayat lain pula terdapat orang-orang yang bertanya kepada Rasululiah: "Untuk apa diciptakan bulan sabit?"Maka ayat ini diturunkan sebagai penjelasan kepada pertanyaan tersebut. (K. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Abil 'Aliah)
Pada riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa 'Yas alunaka 'anil ahillah hingga linnasi walhajji" turun berkenaan dengan pertanyaan Muaz bin Jabal dan Thalabah bin Ghunamah kepada Rasululiah: 'Ya Rasulullah! Mengapa bulan sabit pada mulanya timbul kecil sehalus benang dan kemudian bertambah besar hingga bundar dan kembali seperti semula serta tidak tetap bentuknya." Maka turunlah ayat ini sebagai jawapan. (Diriwayatkan oleh Abu Nairn dan Ibnu Asakir di dalam tarikh Dimasyqa dari as Suddi as Shaghir dari al Kalbi dari Abi Salleh dari Ibnu Abbas)
"Walaisal birru bi anta'tul buyuta min dhuhuriya" hingga akhir ayat diturunkan untuk menceritakan tentang kebiasaan orang jahiliyyah apabila pulang dari menunaikan ihram di Baitullah akan memasuki rumah mereka melalui pintu belakang. (Diriwayatkan oleh al Bukhari dari al Barra)
Menurut riwayat lain pula, orang-orang Quraisy yang diberi gelaran al Hams menganggap baik apabila melakukan ihram dengan masuk dan keluar melalui pintunya. Akan tetapi kaum Ansar dan orang-orang Arab lain menganggap yang sebaliknya dengan masuk dan keluar tidak melalui pintunya.
Pada suatu hari, ada orang melihat Quthbah bin Amir dari Kaum Ansar keluar melalui pintu dengan mengikut Rasululiah s.a.w. Selepas itu, orang tersebut telah mengadu kepada Rasululiah dan Baginda segera menegurnya. Quthbah menjawab: "Saya hanya mengikut apa yang tuan lakukan." Rasululiah bersabda: "Aku ini seorang Ksatria." Quthbah menjawab lagi: "Saya pun penganut agama tuan."
Maka turunlah ayat "Walaisal birru bi anta'tul buyuta min dhuhuriya" hingga akhirnya.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan al Hakim dari Jabir. Menurut al Hakim hadis ini adalah sahih. Ibnu Jarir meriwayatkan dari al Ufi dari Ibnu Abbas)
Menurut riwayat lain lagi, ayat ini turun berhubung dengan peristiwa kaum Ansar apabila pulang dari sesuatu perjalanan tidak akan memasuki rumah mereka melalui pintunya. (Diriwayatkan oleh at Thayalisi dari al Barra)
Menurut riwayat lain pula, penurunan ayat ini adalah disebabkan peristiwa berikut: Orang-orang pada waktu itu tidak akan masuk melalui pintunya apabila hendak berihram di baitullah kecuali golongan al Hams (Ksatria). Pada suatu hari Rasulullah telah masuk dan keluar melalui pintunya dan diikuti oleh Rifa'ah bin Tabut, padahal dia bukan dari golongan ksatria.
Maka mengadulah orang-orang yang melihatnya kapada Rasulullah dengan berkata: "Wahai Rasulullah Rifa'ah telah melanggar." Rasulullah bersabda kepada Rifaa'ah: "Mengapa engkau melakukan sedemikian?" Dia menjawab: "Saya mengikuti tuan." Nabi bersabda lagi: "Aku ini Ksatria." Dia menjawab lagi: "Agama kita satu." Maka turunlah "Walaisal birru bi anta'tul buyuta hinga akhir ayat. (Diriwayatkan oleh Abdul bin Hamid dari Qais bin Habtaran Nahsyali)
"Dan perangilah kerana (menegakkan dan mempertahankan) agama Allah akan orang yang memerangi kamu, dan janganlah kamu menceroboh (dengan memulakan peperangan); kerana sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang menceroboh." (Surah al Baqarah: 2:190)
"Dan bunuhlah mereka (musuh yang memerangi kamu) di mana sahaja kamu dapati mereka, dan usir mereka dari tempat yang mereka telah mengusir kamu; dan (ingatlah bahawa angkara) fitnah itu lebih besar bahayanya daripada pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di sekitar masjid al Haram sehingga mereka memerangi kamu di situ. Oleh itu kalau mereka memerangi kamu (disitu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang yang kafir." (Surah al Baqarah: 2:191)
"Kemudian jika mereka berhenti memerangi kamu (maka berhenti I ah kamu); kerana sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani." (Surah al Baqarah: 2:192)
"Dan perangilah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah, dan (sehingga) menjadilah agama itu semata-mata kerana Allah. Kemudian Jika mereka berhenti maka tidaklah ada permusuhan lagi melainkan terhadap orang yang zalim." (Surah al Baqarah: 2:193)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ayat ini turun berhubung dengan peristiwa "perjanjian di Hudaibiyah" iaitu ketika Rasulullah dihalang oleh kaum Quraisy untuk memasuki Baitullah. Adapun isi kandungan perjanjian tersebut antara lain ialah, agar kaum Muslimin menunaikan Umrah pada tahun berikutnya.
Apabila telah sampai masanya mengikut perjanjian, kaum muslimin telah menyiapkan diri untuk menunaikan umrah. Akan tetapi mereka merasa bimbang jikalau kaum Quraisy tidak menepatijanji malahan memerangi dan menghalang mereka untuk masuk ke Masjidil Haram, sedangkan mereka enggan berperang pada bulan haram. Maka turunlah ayat ini dari Surah al Baqarah: 2: 190 hingga 193 yang membenarkan berperang untuk membalas serangan musuh. (Diriwayatkan oleh al Wahidi dari al Kalbi dari Abi Salleh dari Ibnu Abbas)
"(Mencabuli) bulan yang dihormati itu ialah dengan (sebab membalas percabulan dalam) bulan yang dihormati, dan tiap-tiap perkara yang dihormati itu jika dicabuli), ada balasannya yang seimbang. Oleh itu sesiapa yang melakukan pencerobohan terhadap kamu maka balaslah pencerobohannya itu seimbang dengan pencerobohan yang dilakukannya kepada kamu; dan bertakwalah kamu kepada Allah serta ketahuilah: sesungguhnya Allah beserta orangyang bertakwa. " (Surah al Baqarah: 2: 194)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan peristiwa sebagai berikut: Pada bulan Zulkaedah Nabi s.a.w dan para sahabatnya berangkat menuju ke Mekah untuk menunaikan umrah dengan membawa korban. Akan tetapi apabila mereka tiba di Hudaibiyah, mereka telah dihalang oleh kaum Musyrikin Mekah dan diadakan satu perjanjian yang isi kandungannya antara lain agar kaum Muslimin menunaikan umrah pada tahun yang berikutnya.
Oleh itu, pada bulan Zulkaedah tahun berikutnya, berangkatlah Nabi dan para sahabatnya menuju ke Mekah dan tinggal di sana selama tiga malam.
Sesungguhnya kaum Musyrikin merasa bangga kerana berjaya menggagalkan rancangan Nabi s.a.w. untuk menunaikan Umrah pada tahun itu. Allah s.w.t. membalasnya dengan meluluskan maksud Umrah pada bulan yang sama pada tahun yang berikutnya.
Penurunan ayat di atas adalah berhubung dengan peristiwa tersebut. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Qatadah)
"Dan belanjakanlah (apa yang ada pada kamu) kerana (menegakkan) agama Allah, dan janganlah kamu sengaja mencampakkan diri kamu ke dalam bahaya kebinasaan (dengan bersikap bakhil),dan baikilah (dengan sebaik-baiknya segala usaha dan) perbuatan kamu; kerana sesungguhnya Allah mengasihi orang yang berusaha memperbaiki amalannya. " (Surah al Baqarah: 2: 195)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ayat ini turun untuk menjelaskan tentang hukum nafkah. (Diriwayatkan oleh al Bukhari dari Huzaifah)
Dalam riwayat lain ada dikemukakan peristiwa sebagai berikut: Ketika Islam telah berjaya dan ramai pengikutnya, kaum Ansar telah berbisik sesamanya dengan berkata: "Harta kita telah habis dan Allah telah memberi kejayaan kepada Islam. Bagaimana sekiranya kita membangun dan memperbaiki kembali ekonomi kita?" Maka turunlah ayat di atas sebagai teguran kepada mereka supaya jangan menjerumuskan diri pada tahlukah. [Erti tahlukah dalam (Surah al Baqarah: 2:195) ialah: meninggalkan kewajipan fi sabilillah dan berusaha mengumpul harta)] (Diriwayatkan oleh Abu Daud, Tarmizi, Ibnu Hibban, al Hakim dan selainnya dari Abi Ayub al Anshari. Menurut Tarmizi hadis ini sahih)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan peristiwa seperti berikut: Kaum Ansarter kenal sebagai kaum yang suka bersedekah dengan mengeluarkan harta kekayaan yang banyak. Akan tetapi pada musim ditimpa bencana kelaparan, mereka tidak lagi memberi sadaqah. Maka turunlah ayat ini (Surah al Baqarah: 2:195). (Diriwayatkan oleh at Thabarani dengan sanad yang sahih dari Abi Jubairah bin Dlahhak)
Menurut riwayat lain pula, diceritakan bahawa ada seseorang yang menganggap bahawa Allah tidak akan memberi ampun di atas dosa-dosa yang pernah dilakukan. Maka turunlah ayat "Wala tulqu biaidikum ilat-tahlukah." (Diriwayatkan oleh atThabarrani dengan sanad yang sahih dan kuat dari an Nukman bin Basyir. Hadis ini dikuatkan oleh al Hakim dari al Barra)
"Dan sempurnakanlah ibadat Haji dan Umrah kerana Allah; maka sekiranya kamu dikepong (dan dihalang daripada menyempurnakannya ketika kamu sudah berihram, maka kamu bolehlah bertahalul, serta) sembelihlah Dam yang mudah didapati, dan janganlah kamu mencukur kepala kamu (untuk bertahalul), sebelum binatang Dam itu sampai (dan disembelih) di tempatnya. Maka sesiapa di antara kamu sakit, atau terdapat sesuatu yang menyakiti di kepalanya (lalu la mencukur rambutnya), hendaklah ia membayarfidyah iaitu berpuasa, atau bersedekah, atau menyembelih Dam. Kemudian apabila kamu berada kembali dalam keadaan aman, maka sesiapa yang mahu menikmati kemudahan dengan mengerjakan Umrah, (dan terus menikmati kemudahan itu) sehingga masa (mengerjakan) ibadat Haji, (Bolehlah ia melakukannya kemudian Wajiblah ia) menyembelihkan Dam yang mudah di dapati. Kalau ia tidak dapat (mengadakan Dam), maka hendaklah ia berpuasa tiga hari dalam masa mengerjakan haji dan tujuh hari lagi apabila kamu kembali (ke tempat masing-masing); semuanya itu sepuluh (hari) cukup sempurna. Hukum iniialah bagi orang yang tidak tinggal tetap (disekitar) masjid al Haram (Mekah). Dan hendaklah kamu bertakwa kepada Allah; dan ketahuilah bahawasanya Allah Maha berat balasan siksaNya (terhadap orang yang melanggar perintahNya)." (Surah al Baqarah: 2:196) Penurunan ayat ini berhubung kaitdengan beberapa peristiwa berikut:
a. Seorang lelaki berjubah dan memakai wangi-wangian za'faran datang mengadap Nabi s.a.w. dan berkata: "Ya Rasulullah apa yang harus saya lakukah di dalam menunaikan umrah?" Maka turunlah ayat ini "Wa atimmulhajja wal 'umrata lillah." Maka Rasulullah bersabda: "Mana orang yang bertanya kepadaku tentang umrah?" Orang itu menjawab: "Saya ya Rasulullah." Seterusnya Rasulullah bersabda: "Tanggalkan bajumu, bersihkan hidung dan mandilah dengan sempuma, kemudian lakukan apa yang biasa kamu lakukan pada waktu haji." (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Shafwan bin Umayyah)
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa Kaab bin Ujrah telah ditanya mengenai firman Allah yang berbunyi: "fafid-yatum min shiyamin awshadaqatin awnusuk"(Surah al Baqarah: 2:196). Maka dia bercerita seperti berikut:
"Saya merasa begitu susah ketika melakukan umrah kerana kutu bertebaran di atas rambut dan muka saya. Pada waktu itu Rasulullah melihat akan kesusahan yang ditanggung olehku. Maka turunlah ayat "fafid-yatum min shiyamin awshadaqatin aw nusuk" khususnya tentang aku dan berlaku bagi semua. Selepas itu Rasulullah bersabda: "Apakah engkau mempunyai biri-biri untuk fidyah." Aku menjawab bahawa aku tidak memilikinya. Rasulullah bersabda lagi: "Berpuasalah kamu selama tiga hari atau berilah makan kepada enam orang miskin sebanyak setengah cupak makanan setiap orang dan bercukurlah kamu." (Diriwayatkan oleh al Bukhari dari Kaab bin Ujrah)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa ketika Rasulullah s.a.w. bersama para sahabat berada di Hudaibiyah sedang berihram, kaum Musyrikin telah melarang mereka untuk meneruskan umrah di Baitullah. Pada waktu itu salah seorang sahabat iaitu Kaab bin Ujrah, kepalanya dipenuhi dengan kutu sehingga bertebaran di mukanya. Kebetulan pada ketika itu, Rasulullah lalu di hadapannya dan melihat kasusahan yang terpaksa dihadapi.
Maka turunlah ayat "faman kana minkum maridhan aw bihi adzan mirra'sihi fafid yatun min shiyamin aw shadaqatin aw nusuk," lalu Rasulullah bersabda: "Apakah kutu-kutu itu mengganggu?" Maka Rasulullah menyuruh supaya dia bercukur dan membayar fidyah. (Diriwayatkan oleh Ahmad dari Kaab)
Dalam riwayat lain ada juga dikemukakan bahawa ketika Rasulullah dan para sahabat berhenti di Hudaibiyah iaitu dalam perjalanan untuk menunaikan umrah datanglah Kaab bin Ujrah yang kepala dan mukanya dipenuhi dengan kutu. Kaab berkata: "Ya Rasulullah kutu-kutu ini menyakitiku."
Maka turunlah ayat "faman kana minkum maridhan aw bihi adzan mirra'sihi fafid yatun min shiyamin aw shadaqatin aw nusuk," (Diriwayatkan oleh al Wahidi dari Atha dari Ibnu Abbas)
"(Masa untuk mengerjakan ibadat) Haji itu ialah beberapa bulan yang termaklum. Oleh yang demikian sesiapa yang telah mewajibkan dirinya (dengan niat mengerjakan) ibadat Haji itu, maka tidak boleh mencampuri Isteri, maka tidak boleh membuat maksiat, dan tidak boleh bertengkar, dalam masa mengerjakan ibadat Haji. Dan apa jua kebaikan yang kamu kerjakan adaIah diketahui oleh Allah; dan hendaklah kamu membawa bekal dengan secukupnya, kerana sesungguhnya sebaik-baik bekal itu ialah memelihara diri (dari keaiban meminta sedekah); dan bertakwalah kepadaKu wahai orang yang berakal (yang dapat memikir dan memahaminya)." (Surah al Baqarah: 2:197)
Menurut suatu riwayat, sesungguhnya orang Yaman tidak akan membawa apa-apa bekalan apabila pergi menunaikan haji dengan alasan mereka bertawakkal kepada Allah.
Maka turunlah ayat "watazawwadu, fainna khairaz zadit takwa" dari surah al Baqarah. (Diriwayatkan oleh al Bukhari dan lain-lainnya dari Ibnu Abbas)
"Tidaklah menjadi salah, kamu mencari limpah kurnia dari Tuhan kamu (dengan meneruskan perniagaan ketika mengerjakan Haji) Kemudian apabila kamu bertolak turun dari padang Arafah (menuju ke Muzdalifah) maka sebutlah nama Allah (dengan doa, "talbiah" dan tasbih) di tempat Masyar al Haram (di Muzdalifah), dan ingatlah kepada Allah dengan menyebutNya sebagaimana la telah memberikan petunjuk hidayat kepada kamu; sesungguhnya kamu sebelum itu adalah dari golongan orang yang salah jalan ibadatnya." (Surah al Baqarah: 2:198)
Menurut suatu riwayat, pada zaman jahiliyah terdapat suatu pasar yang terkenal bernama Ukadh, Mijnah dan Zul-Majaz. Kaum Muslimin merasa berdosa apabila berdagang di pasar itu pada musim haji. Mereka bertanya kepada Rasulullah mengenai perkara itu.
Maka turunlah ayat "laisa 'alaikum junahun an tabtaghu fadl-lan min rabbikum" (Surah al Baqarah: 2: 198) yang membenarkan mereka berdagang pada musim haji. (Diriwayatkan oleh al Bukhari dari Ibnu Abbas)
Menurut riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa Abi Umamah at Taimi bertanya kepada Ibnu Umar tentang penyewaan kenderaan sambil naik haji. Ibnu Umar menjawab: "Pernah ada seorang lelaki bertanya mengenai perkara ini kepada Rasulullah."
Maka ketika itu juga turun ayat "laisa 'alaikum junahun an tabtaghu fadl-lan min rabbikum". Selepas itu, Rasulullah memanggil orang itu dan bersabda: "Sesungguhnya kamu termasuk orang yang menunaikan ibadah haji." (Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir, al Hakim dan selainnya dari Abi Umamah at Taimi)
"Selain dari itu hendaklah kamu bertolak turun dari (Arafah) tempat bertolaknya orang ramai, dan beristighfarlah kamu kepada Allah (dengan memohon ampun), sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani." (Surah al Baqarah: 2: 199)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa orang-orang Arab wukuf di Arafah, sedangkan orang Quraisy wuquf di lembah (Muzdalifah). Maka turunlah ayat di atas untuk mengharuskan wukuf di Arafah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa orang-orang Quraisy wukuf di dataran rendah Muzdalifah, tetapi selain daripada orang Quraisy wukuf di dataran tinggi di Arafah kecuali Syaibah bin Rabi'ah.
Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 199)yang mewajibkan wukuf di Arafah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Munzir dari Asma binti Abi Bakar)
"Kemudian apabila kami telah selesai mengerjakan amalan ibadat Haji Kami, maka hendaklah kamu menyebut-nyebut dan mengingat Allah (dengan membesarkanNya) sebagaimana kamu dahulu menyebut-nyebut (memuji-muji) datuk nenek kamu, bahkan dengan sebutan yang lebih lagi. Dalam pada itu, ada di antara manusia yang (berdoa dengan) berkata: "Wahai Tuhan Kami! Berilah kami (kebaikan) di dunia." (Orang ini diberikan kebaikan di dunia) dan tidak ada baginya sedikitpun kebaikan di akhirat." (Surah al Baqarah: 2: 200)
"Dan di antara mereka pula ada yang (berdo'a dengan) berkata: "Wahai Tuhan kami; berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari azab neraka." (Surah al Baqarah: 2: 201)
"Mereka itulah yang akan mendapat bahagian yang baik dari apa yang telah mereka usahakan; dan Allah amat cepat hitunganNya." (Surah al Baqarah: 2: 202)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa pada zaman itu orang-orang jahiliyah wukuf pada musim pasar. Malahan sebahagian di antara mereka selalu membanggakan tentang nenek moyangnya yang telah membahagikan makanan, meringankan beban serta membayar diat (denda kepada orang lain). Dengan kata lain, pada waktu wukuf itu mereka selalu menyebut tentang sesuatu yang pernah dilakukan oleh nenek moyang mereka.
Maka turunlah ayat di atas (Surah al Baqarah: 2: 200) sebagai petunjuk kepada mereka tentang apa yang harus dilakukan pada waktu wukuf. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas)
Menurut riwayat lain pula, sesungguhnya orang-orang pada waktu itu apabila mereka melakukan manasik, mereka akan berdiri di sisi jumrah sambil menyebut-nyebut jasa nenek moyang mereka pada zaman jahiliyah. Maka penurunan ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 200) merupakan sebagai petunjuk tentang apa yang harus dilakukan ketika jumrah (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarirdari Mujahid)
Selain itu, ada suatu riwayat yang mengatakan bahawa terdapat salah satu suku bangsa Arab apabila sampai di tempat wukuf mereka akan berdoa: "Ya Allah, semoga Allah menjadikan tahun ini tahun yang banyak hujan dan tahun makmur yang membawa kemajuan serta kebaikan." Mereka tidak menyebut sama sekali tentang urusan akhirat. Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al Baqarah: 2:200) sebagai petunjuk bagaimana seharusnya berdoa.
Setelah itu kaum Muslimin berdoa sesuai dengan petunjuk Allah dalam al Quran (Surah al Baqarah: 2:201) dan kemudian ditegaskan oleh Allah dengan firman yang berikutnya (Surah al Baqarah: 2:202). (K.Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas)
"Dan di antara manusia ada orang yang tuturkatanya mengenai hal kehidupan dunia, menyebabkan engkau tertarik hati (mendengarnya), dan ia (bersumpah dengan mengatakan bahawa) Allah menjadi saksi atas apa yang ada dalam hatinya, padahal ia adalah orang yang sangat-sangat keras permusuhannya (kepadamu)." (Surah al Baqarah: 2: 204)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika pasukan kaum Muslimin yang di dalamnya terdapat 'Ashim bin Murtsid berada dalam kesusahan, berkatalah dua orang dari golongan munafiq: "Celakalah ke atas mereka yang terpedaya oleh ajakan Muhammad sehingga terbunuh. Sebagai akibatnya mereka tidak akan merasa tenteram lagi bersama keluarganya ataupun untuk melaksanakan tuntutan agamanya."
Maka Allah menurunkan ayat di atas sebagai peringatan kepada kaum Muslimin supaya tidak tertarik hati dengan pujukan manis mereka dan tertarik oleh kehidupan dunia. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Said atau Ikrimah dari Ibnu Abbas)
Menurut riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa al Akhnas bin Syariq salah seorang anggota Zukhra yang memusuhi Rasulullah telah datang kepada Nabi mengutarakan maksudnya untuk memeluk Islam dengan penggunaan bahasa yang sangat menarik sehinga Nabi mengaguminya.
Apabila pulang daripada perjumpaan tersebut dia telah melalui kebun dan ladang ternakan kaum Muslimin. Kemudian dia membakar tanaman dan membunuh ternakan kaum Muslimin.
Maka turunlah ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 204) sebagai peringatan kepada kaum Muslimin akan tipu daya manis mulut. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarirdari as Suddi)
"Dan di antara manusia ada yang mengorbankan dirinya kerana mencari keredhaan Allah semata-mata; dan Allah pula amat belas-kasihan akan hamba-hambaNya." (Surah al Baqarah: 2: 207)
Menurut suatu riwayat, Shuhaib telah dikejar oleh sepasukan kaum Quraisy ketika berhijrah ke Madinah untuk mengikut Nabi s.a.w. Oleh kerana itu, dia telah turun dari kenderaannya dengan panah di tangannya dan berkata: "Wahai kaum Quraisy, kalian semua tentu sudah tahu bahawa aku adalah pemanah yang handal. Demi Allah, kalian semua tidak akan sampai kepadaku selagi panah dan pedang ada di tanganku. Sekarang pilihlah satu di antara dua: Kalian semua akan mati terbunuh atau memiliki harta benda yang kutinggalkan di Mekah dengan membiarkan aku berhijrah ke Madinah." Mereka memilih harta dan membiarkan Shuhaib pergi.
Apabila sampai di Madinah, dia telah menceritakan perkara tersebut kepada Nabi. Maka turunlah ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 207) dan Nabi bersabda: "Untung perdaganganmu itu, hai Aba Yahya. Engkau telah beruntungya Aba Yahya." (Diriwayatkan oleh al Harts bin Abi Usamah dalam musnadnya, dan Ibnu Abi Hatim dari Said bin al Musayyab) (Diriwayatkan pula oleh al Hakim dalam Mustadraknya dari Ibnu Musayyab dari Shuhaib. Hadis ini Mausul) [Hadis yang sanadnya sampai kepada Nabi s.a.w. dengan tidak terputus. (Bulughul Maram I c.v. Diponegoro 1972 hal. 14)] (Diriwayatkan pula oleh al Hakim dari Ikrimah. Hadis ini Mursal) (Diriwayatkan pula oleh al Hakim dari Hamad bin Salamah dari Tsabit dari Anas. Dalam hadis ini penjelasan tentang penurunan ayat lebih terperinci dan dinyatakan bahawa hadis ini sahih menurut syarat Muslim) (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dari Ikrimah dan dinyatakan bahawa ayat ini turun berhubung dengan kisah Shuhaib. Abi Dhardan Jundub Ibnussakan salah seorang keluarga Abi Dhar)
"Wahai orang yang beriman! Masuklah kamu ke dalam Agama Islam (dengan mematuhi) segala hukum-hukumnya; dan janganlah kamu menurut jejak langkah Syaitan; sesungguhnya Syaitan itu musuh bagi kamu yang terang nyata." (Surah al Baqarah: 2: 208)
Menurut suatu riwayat, terdapat sekumpulan kaum Yahudi datang mengadap Rasulullah s.a.w. untuk beriman kepada agamanya. Akan tetapi mereka meminta agar membiarkan mereka merayakan hari Sabtu dan mengamalkan Kitab Taurat pada malam hari. Sesungguhnya mereka menganggap bahawa hari Sabtu adalah hari yang harus dimuliakan dan kitab Taurat adalah kitab yang diturunkan oleh Allah juga. Maka turunlah ayat di atas sebagai peringatan untuk tidak mencampuradukkan agama. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarirdari Ikrimah)
"Adakah patut kamu menyangka bahawa kamu akan masuk syurga, padahal belum sampai kepada kamu (ujian dan cubaan) seperti yang telah berlaku kepada orang yang terdahulu daripada kamu? Mereka telah ditimpa kepapaan (kemusnahan harta benda) dan serangan penyakit, serta digoncangkan (oleh ancaman bahaya musuh), sehingga berkatalah Rasul dan orang yang beriman yang ada besertanya: "Bilakah (datangnya) pertolongan Allah?" Ketahuilah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat (asalkan kamu bersabar dan berpegang teguh kepada agama Allah)." (Surah al Baqarah: 2: 214)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ayat ini turun berhubung dengan peristiwa Perang Ahzab. Pada ketika itu Nabi ditimpa kesusahan yang sangat hebat di samping kepungan musuh yang sangat ketat. Penurunan ayat di atas menunjukkan bahawa perjuangan itu memerlukan pengorbanan. (Diriwayatkan oleh Abdul Razak dari Ma'mar dari Qatadah)
"Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad): "Apakah yang akan mereka belanjakan (dan kepada siapakah)?"Katakanlah: "Apa jua harta benda (yang halal) yang kamu belanjakan maka berikanlah kepada: kedua ibu bapa, dan kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang yang terlantar dalam perjalanan." Dan (ingatlah), apajua yang kamu buat darijenis-jenis kebaikan, maka sesungguhnya Allah sentiasa mengetahuiNya (dan akan membalas dengan sebaik-baiknya)." (Surah al Baqarah: 2: 215)
Menurut suatu riwayat, kaum Muslimin telah bertanya kepada Rasulullah: "Dimanakah kamiboleh infakkan harta benda kami, ya Rasulullah?" Maka turunlah ayat di atas sebagai jawapan kepada pertanyaan tersebut. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarirdari Ibnu Juraij)
Menurut riwayat lain pula, Umar bin al Jamuh telah bertanya kepada Nabi s.a.w.: "Apakah yang mesti kami infakkan dan kepada siapa patut diberikannya?" maka turunlah ayat ini sebagai jawapan kepada pertanyaan tersebut. (Diriwayatkan oleh Ibnu Munzirdari Abi Hayyan)
"Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad), mengenai (hukum) berperang dalam bulan yang dihormati, katakanlah: "Peperangan dalam bulan itu adalah berdosa besar, tetapi perbuatan menghalangi (orang Islam) dari jalan Allah, dan perbuatan kufur kepadaNya, dan juga perbuatan menyekat (orang Islam) ke Masjid al Haram (di Mekah), serta mengusir penduduknya dari situ, (semuanya itu) adalah lebih besar lagi dosanya di sisi Allah. Dan (ingatlah), angkara fitnah itu lebih besar (dosanya) daripada pembunuhan (semasa perang dalam bulan yang dihormati). Dan mereka (orang kafiritu) sentiasa memerangi kamu hingga mereka (mahu) memalingkan kamu dari agama kamu kalau mereka sanggup (melakukan yang demikian); dan sesiapa diantara kamu yang murtad (berpaling tadah) dari agamanya (agama Islam), lalu ia mati sedang la tetap kafir, maka orang yang demikian, rosak binasalah amal usahanya (yang balk) di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah anil neraka di dalamnya (selama-lamanya)." (Surah al Baqarah: 2: 217)
"Sesungguhnya orang yang beriman, dan orang yang berhijrah serta berjuang pada jalan Allah (untuk menegakkan agama Islam), mereka itulah orang yang mengharap akan rahmat Allah. Dan (ingatlah), Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani. (SurahalBaqarah:2:218)
Menurut suatu riwayat, Rasulullah s.a.w. telah mengirim suatu pasukan di bawah pimpinan Abdullah bin Jahsy. Mereka bertempur dengan pasukan yang dipimpin oleh Ibnu Hadhrami. Akhirnya terbunuhlah ketua pasukan musuh. Pada waktu itu sebenarnya pasukan Abdullah bin Jahsy tidak jelas mengenai bulan mereka berperang sama ada bulan Rejab, Jamadil Awal atau Jamadil Akhir. Akan tetapi kaum Musyrikin menggembar-gemburkan berita bahawa kaum Muslimin berperang pada bulan haram. Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 217).
Kaum Muslimin yang ada di Madinah berkata: "Perbuatan mereka berperang dengan pasukan Ibnul Hadharami ini mungkin tidak berdosa malahan akan mendapat pahala."Maka Allah menurunkan ayat yang berikutnya (Surah al Baqarah: 2: 218). (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, at Thabarani dalam kitab al Kabir, ai Baihaqi dalam sunannya dari Jundub bin Abdillah)
"Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad) mengenai arak dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya ada dosa besar dan ada pula beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya. "Dan mereka bertanya pula kepadamu: "Apakah yang mereka akan belanjakan (dermakan)? Katakanlah: "(Dermakanlah apa-apa) yang berlebih dari keperluan (kamu)." Demikianlah Allah menerangkan kepada kamu ayat-ayatNya (keterangan-keterangan hukumNya) supaya kamu berfikir." (Surah al Baqarah: 2: 219)
Dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa ketika Allah memerintahkan kepada orang Islam untuk membelanjakan harta ke jalan Allah, maka segolongan sahabat datang mengadap Rasulullah s.a.w. dan berkata: "Kami tidak mengetahui perintah infaq yang bagaimana dan harta yang mana yang harus kami keluarkan itu."
Maka Allah menurunkan ayat "wayas alunaka madza yunfiqun, qulil 'afwa"yang menerangkan bahawa nafkah yang wajib dikeluarkan ialah baki daripada keperluan harian. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Said atau Ikrimah dari Ibnu Abbas)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa Muaz bin Jabal dan Tsa'labah datang mengadap Rasulullah dan bertanya: "Ya Rasulullah kami mempunyai banyak hamba sahaya (abid) dan banyak pula anggota keluarga. Oleh itu, harta mana yang harus kami keluarkan untuk infaq."
Maka turunlah ayat di atas yang berbunyi "wayas alunaka madza yunfiqun, qulil 'afwa" (Surah al Baqarah: 2: 219). (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Yahya)
"Mengenai (urusan-urusan kamu) di dunia dan di akhirat. Dan mereka bertanya lagi kepadamu (Wahai Muhammad), mengenai (masalah) anak-anak yatim. Katakanlah: "Memperbaiki keadaan anak-anak yatim itu amatlah baiknya," dan jika kamu bercampurgaul dengan mereka (maka tidak ada salahnya) kerana mereka itu adalah saudara-saudara kamu (yang seagama), dan Allah mengetahui akan orang yang merosakkan (harta benda mereka) daripada orang yang hendak memperbaikinya. Dan jika Allah menghendaki tentulah la memberatkan kamu (dengan mengharamkan bercampur gaul dengan mereka). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa, lagi Maha Bijaksana." (Surah al Baqarah: 2: 220)
No comments:
Post a Comment