Sunday, January 20, 2019

Asbabun Nuzul Surah Al-Baqarah (7-12)

0 Comments

Asbabun Nuzul Surah Al-Baqarah (7)

9FEB
109. “Sebahagian besar ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, Karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma’afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya[82]. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
(Al-Baqarah: 109)
[82] Maksudnya: keizinan memerangi dan mengusir orang Yahudi.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Sa’id atau ‘Ikrimah, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa Hayy bin Akhthab dan Abu Jasir bin Akhthab termasuk kaum Yahudi yang paling hasud terhadap orang Arab, dengan alasan Allah telah mengistimewakan orang Arab dengan mengutus Rasul dari kalangan mereka. Kedua orang bersaudara itu bersungguh-sungguh mencegah orang lain masuk Islam. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 109) sehungungan dengan perbuatan kedua orang itu.
113. “Dan orang-orang Yahudi berkata: ‘Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan’, dan orang-orang Nasrani berkata: ‘Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan,’ padahal mereka (sama-sama) membaca Al Kitab. demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti Ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili diantara mereka pada hari kiamat, tentang apa-apa yang mereka berselisih padanya.”
(Al-Baqarah: 113)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Sa’id atau ‘Ikrimah yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ketika orang-orang Nasrani Najran menghadap Rasulullah saw., datang pulalah paderi-paderi kaum Yahudi. Mereka bertengkar di hadapan Rasulullah saw., berkatalah Rafi’ bin Khuzaimah (Yahudi): “Kamu tidak berada pada jalan yang benar, karena menyatakan kekufuran kepada Nabi ‘Isa dan kitab Injil-nya.” Seorang dari kaum Nasrani Najran membantahnya dengan mengatakan: “Kamu pun tidak berada pada jalan yang benar, karena menentang kenabian Musa dan kufur terhadap Taurat.” Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 113), sebagai jawaban sehubungan dengan pertengkaran mereka.
114. “Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalanghalangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.”
(al-Baqarah: 114)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Sa’id atau ‘Ikrimah, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa turunnya ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 114) sehubungan dengan larangan kaum Quraisy kepada Nabi saw. untuk shalat dekat ka’bah, di dalam Masjidil Haram.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Zaid bahwa turunnya ayat ini (al-Baqarah: 114) tentang kaum musyrikin yang menghalangi Rasulullah dan para shahabatnya datang ke Mekah untuk mengerjakan umrah pada hari Hudaibiyyah (628 M). Ayat ini (al-Baqarah: 114) turun sebagai peringatan kepada orang yang melarang beribadat di mesjid Allah.
115. “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah[83]. Sesungguhnya Allah Maha luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
(al-Baqarah: 115)
[83] Disitulah wajah Allah maksudnya; kekuasaan Allah meliputi seluruh alam; sebab itu di mana saja manusia berada, Allah mengetahui perbuatannya, Karena ia selalu berhadapan dengan Allah.
Diriwayatkan oleh Muslim, at-Tirmidzi, dan an-Nasa-i, yang besumber dari Ibnu ‘Umar bahwa Ibnu ‘Umar membacakan ayat ini (al-Baqarah: 115), kemudian menjelaskan peristiwanya sebagai berikut: ketika Rasulullah saw. dalam perjalanan dari Mekah ke Madinah, beliau shalat di atas kendaraan menghadap sesuai dengan arah kendaraannya.
Diriwayatkan oleh al-Hakim yang bersumber dari Ibnu ‘Umar. Hadits ini sahih menurut syarat Muslim, terutama isnadnya. Bahwa turunnya ayat,… fa ainamaa tuwalluu…(..maka kemanapun kamu menghadap…) sampai akhir ayat (al-Baqarah: 115) membolehkan kita shalat sunat di atas kendaraan menghadap sesuai dengan arah kendaraan.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim, dari ‘Ali bin Abi Thalib, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Isnaad hadits ini kuat, dan maknanya pun membantu menguatkannya, sehingga dapat dijadikan dasar turunnya ayat tersebut. Bahwa ketika Rasulullah saw. hijrah ke Madinah, Allah swt. memerintahkan beliau untuk menghadap ke Baitul Maqdis di waktu shalat. Maka gembiralah kaum Yahudi. Rasulullah saw. melaksanakan perintah itu beberapa belas bulan lamanya, tetapi dalam hatinya ingin tetap menghadap ke kiblat Nabi Ibrahim a.s. (Mekah). Beliau selalu berdoa kepada Allah sambil menghadapkan muka ke langit, menantikan turunnya wahyu. Maka turunlah ayat, qad naraa taqalluba wajhika fis samaa’…(sungguh kami [sering] melihat mukamu menengadah ke langit..) sampai akhir ayat (al-Baqarah: 144). Kaum Yahudi menjadi bimbang karena turunnya ayat tersebut (al-Baqarah: 144) sehingga mereka berkata: “Apa yang menyebabkan mereka membelok dari kiblat yang mereka hadapi sekarang ini?” Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 115) sebagai jawaban atas pertanyaan orang-orang Yahudi.
Hadits ini daif diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan ad-Daraquthni, dari Asy’ats as-Samman, dari ‘Ashim bin ‘Abdlillah, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Rabi’ah, yang bersumber dari bapaknya. Menurut at-Tirmidzi, riwayat ini gharib, dan Asy’ats didaifkan di dalam meriwayatkan hadits ini. Bahwa pada suatu malam gelap gulita, dalam suatu perjalanan bersama Rasulullah saw., mereka (para shahabat) tidak mengetahui arah kiblat. Mereka shalat ke arah hasil ijtihad masing-masing. Keesokan harinya mereka mengemukakan hal itu kepada Rasulullah saw.. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 115).
Diriwayatkan oleh ad-Daraquthni dan Ibnu Marduwaih, dari al-’Arzami, dari ‘Atha’, yang bersumber dari Jabir. Bahwa Rasulullah saw. pernah mengutus suatu pasukan perang (termasuk di dalamnya Jabir). Pada suatu waktu yang gelap gulita, mereka tidak mengetahui arah kiblat. Berkatalah segolongan dari mereka: “Kami tahu arah kiblat, yaitu arah ini (sambil menunjuk ke arah utara).” Mereka shalat dan membuat garis sesuai dengan arah shalat mereka. Segolongan lain berkata: “Kiblat di sebelah sana (sambil menunjuk ke arah selatan).” Mereka shalat dan membuat garis sesuai dengan arah shalat mereka. Keesokan harinya setelah matahari terbit, garis-garis itu tidak menunjukkan arah kiblat yang sebenarnya. Sesampainya di Madinah, bertanyalah mereka kepada Rasulullah saw. tentang hal itu. Beliau terdiam. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 115) sebagai penjelasan atas peristiwa tersebut.
Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih yang menerima dari al-Kalbi, dari Abu Shalih, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa Rasulullah saw. mengirimkan suatu pasukan perang. Mereka diliputi kabut yang tebal, sehingga tidak mengetahui arah kiblat. Kemudian mereka shalat. Ternyata setelah terbit matahari, shalatnya tidak menghadap kiblat. Setibanya di hadapan Rasulullah saw., mereka menceritakan hal itu. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 115) yang membenarkan ijtihad mereka.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid bahwa ketika turun ayat,…ud’uunii astajiblakum..(..berdoalah kepada-Ku niscaya akan Ku-perkenankan bagimu…) (al-Mu’min: 60), para shahabat bertanya: “Kemana kami menghadap?” Maka turunlah,….fa ainamaa tuwalluu fa tsamma wajhullaah…(..maka kemanapun kamu menghadap, di situlah wajah Allah….) (Al-Baqarah: 115) sebagai jawaban terhadap pertanyaan mereka.

Asbabun Nuzul Surah Al-Baqarah (8)

9FEB
118. “Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata: “Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara dengan kami atau datang tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada kami?” demikian pula orang-orang yang sebelum mereka Telah mengatakan seperti Ucapan mereka itu; hati mereka serupa. Sesungguhnya kami Telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan kami kepada kaum yang yakin.”
(al-Baqarah: 118)
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim, dari Sa’id atau ‘Ikrimah, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa turunnya ayat ini (al-Baqarah: 118) sehubungan dengan Rafi’ bin Khuzaimah. Ketika itu ia berkata kepada Rasulullah saw.: “Jika tuan seorang Raulullah sebagaimana tuan katakan, mintalah kepada Allah agar Ia berbicara (langsung) kepada kami sehingga kami dapat mendengar Perkataan-Nya.” Ayat ini (al-Baqarah: 118) turun sebagai penjelasan bahwa kalaupun Allah mengabulkan permintaan mereka, mereka tetap akan kufur.
119. “Sesungguhnya kami Telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka.”
(al-Baqarah: 119)
Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq dari ats-Tsauri, dari Musa bin ‘Ubaidah, yang bersumber dari Muhammad bin Ka’b al-Qurazhi. Hadits ini mursal. Bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Betapa inginnya aku mengetahui nasib ibu-bapakku.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 119). Rasulullah saw. tidak menyebut-nyebut lagi kedua ibu bapaknya hingga beliau wafat. Ayat tersebut menjelaskan bahwa Nabi bertugas sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Juraij yang bersumber dari Dawud binn Abi ‘Ashim. Hadits ini pun mursal. Bahwa Rasulullah saw. pada suatu hari berdoa: “Dimana ibu bapakku kini berada?” Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 119).
120. “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)”. dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.”
(al-Baqarah: 120)
Diriwayatkan oleh ats-Tsa’labi yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa kaum Yahudi Madinah dan kaum Nasrani Najran mengharap agar Nabi saw. shalat menghadap kiblat mereka. Ketika Allah membelokkan kiblat ke arah Ka’bah, mereka merasa keberatan. Mereka berkomplot dan berusaha supaya Nabi saw. menyetujui kiblat sesuai dengan agama mereka. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 120), yang menegaskan bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada Nabi Muhammad walaupun keinginannya dikabulkan.
125. “Dan (ingatlah), ketika kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim[89] tempat shalat. dan Telah kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud”.
(al-Baqarah: 125)
[89] ialah tempat berdiri nabi Ibrahim a.s. diwaktu membuat Ka’bah.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan lain-lain, yang bersumber dari ‘Umar. Bahwa ‘Umar menerangkan bahwa pendapatnya bersesuaian dengan firman Allah di dalam tiga perkara, yaitu 1) ketika ia mengemukakan usul: “Wahai Rasulallah. Tidakkah sebaiknya tuan jadikan maqaam Ibrahim* ini tempat shalat?” Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah:125)** 2) ketika ia mengusulkan: “Telah berkunjung kepada istri-istri tuan orang baik dan orang jahat. Bagaimana sekiranya tuan memerintahkan supaya dipasang hijab (penghalang).” Maka turunlah ayat hijab (al-Ahzab: 53); dan 3) ketika Rasulullah saw. diboikot oleh istri-istrinya karena cemburu, maka ‘Umar berkata kepada mereka: “Mudah-mudahan Rabb-nya menceraikan kamu, dan menggantikan kamu dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu.” Maka turunlah ayat lainnya (at-Tahriim: 5) yang membenarkan peringatan ‘Umar terhadap istri-istri Nabi.
*maqaam Ibrahim: bekas telapak Nabi Ibrahim a.s. pada batu ketika membangun Ka’bah yang terdapat dalam Masjidil Haram di Mekah, Arab Saudi.
**sejak itu maqaam Ibrahim dijadikan tempat imam berdiri bagi orang-orang yang shalat di Masjidil Haram, dan disunahkan shalat sunah tawaf di tempat tersebut.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Marduwaih, yang bersumber dari Jabir. Bahwa ketika Rasulullah saw. tawaf, berkatalah ‘Umar kepadanya: “Ini adalah maqaam bapak kita, Ibrahim.” Nabi bersabda: “Benar.” ‘Umar berkata lagi: “Apakah tidak sebaiknya kita menjadikannya tempat shalat?” Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 125).
Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dari ‘Amr bin Mainun yang bersumber dari ‘Umar bin al-Khaththab. Bahwa ‘Umar bin al-Khaththab lewat di maqaam Ibrahim bersama Rasulullah. ‘Umar berkata: “Wahai Rasulallah, apakah kita tidak berdiri shalat di maqaam kekasih Allah (Ibrahim a.s.)?” Rasulullah menjawab: “Benar.” Kemudian ‘Umar berkata: “Apakah kita tidak menjadikannya tempat shalat?” Tiada lama kemudian turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 125).

Asbabun Nuzul Surah Al-Baqarah (9)

9FEB
130. “Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh kami Telah memilihnya[90] di dunia dan Sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.”
(al-Baqarah: 130)
[90] di antaranya menjadi; Imam, rasul, banyak keturunannya yang menjadi nabi, diberi gelar khalilullah.
Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Uyainah. Bahwa Abdullah bin Salam mengajak dua anak saudaranya, Salamah dan Muhajir, untuk masuk Islam, dengan berkata: “Kamu berdua telah mengetahui, sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman dalam Taurat bahwa Ia mengutus dari keturunan Isma’il, seorang Nabi bernama Ahmad. Barangsiapa yang beriman kepadanya, ia telah mendapat petunjuk dan bimbingan. Dan barangsiapa yang tidak beriman kepadanya, akan dilaknat. Maka masuk Islamlah Salamah, akan tetapi Muhajir menolak. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 130) yang menegaskan bahw hanya orang-orang yang bodohlah yang tidak beriman kepada agama Ibrahim.
135. Dan mereka berkata: “Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk”. Katakanlah : “Tidak, melainkan (Kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik”.
(Al-Baqarah: 135)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Sa’id atau ‘Ikrimah, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa Ibnu Shuriya berkata kepada Nabi saw.: “Petunjuk itu tidak lain kecuali apa yang kami anut, maka ikutilah kami hai Muhammad, agar tuan mendapat petunjuk.” Kaum Nasrani pun berkata seperti itu juga. Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 135) yang menegaskan bahwa agama Ibrahim adalah agama yang bersih dari perubahan yang menimbulkan syirik.
142. “Orang-orang yang kurang akalnya[93] diantara manusia akan berkata: ‘Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka Telah berkiblat kepadanya?’ Katakanlah: ‘Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus’[94].
(al-Baqarah: 142)
[93] Maksudnya: ialah orang-orang yang kurang pikirannya sehingga tidak dapat memahami maksud pemindahan kiblat.
[94] di waktu nabi Muhammad s.a.w. berada di Mekah di tengah-tengah kaum musyirikin beliau berkiblat ke Baitul Maqdis. tetapi setelah 16 atau 17 bulan nabi berada di Madinah ditengah-tengah orang Yahudi dan Nasrani beliau disuruh oleh Tuhan untuk mengambil ka’bah menjadi kiblat, terutama sekali untuk memberi pengertian bahwa dalam ibadat shalat itu bukanlah arah Baitul Maqdis dan ka’bah itu menjadi tujuan, tetapi menghadapkan diri kepada Tuhan. untuk persatuan umat islam, Allah menjadikan ka’bah sebagai kiblat.
143. “Dan demikian (pula) kami Telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan[95] agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang Telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.”
(Al-Baqarah: 143)
[95] umat Islam dijadikan umat yang adil dan pilihan, Karena mereka akan menjadi saksi atas perbuatan orang yang menyimpang dari kebenaran baik di dunia maupun di akhirat.
144. “Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit[96], Maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”
(Al-Baqarah: 144)
[96] maksudnya ialah nabi Muhammad s.a.w. sering melihat ke langit mendoa dan menunggu-nunggu Turunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke Baitullah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari Isma’il bin Abi Khalid, dari Abu Ishaq, yang bersumber dari al-Barra’. Di samping itu, ada sumber lain yang serupa dengan riwayat ini. Bahwa Rasulullah saw. shalat menghadap Baitul Maqdis, dan sering melihat ke langit menunggu Perintah Allah (mengharap kiblaat diarahkan ke Ka’bah atau Masjidil Haram), sehingga turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 144), yang menunjukkan kiblat ke arah Masjidil Haram. Sebagian kaum Muslmin berkata: “Inginlah kami ketahui tentang orang-orang yang telah meninggal sebelum pemindahan kiblat (dari Baitul Maqdis ke Ka’bah), dan bagaimana pula tentang shalat kami sebelum ini, ketika kami menghadap ke Baitul Maqdis?” maka turunlah ayat yang lainnya (al-Baqarah: 143), yang menegaskan bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan iman mereka yang beribadah menurut ketentuan pada waktu itu. Orang-orang yang berfikiran kerdil di masa itu berkata: “Apa pula yang memalingkan mereka (kaum Muslimin) dari kiblat yang mereka hadapi selama ini (dari Baitul Maqdis ke Ka’bah?” Maka turunlah ayat lainnya lagi (al-Baqarah: 142) sebagai penegasan bahwa Allah yang menetapkan arah kiblat itu.
Diriwayatkan di dalam Kitab ash-Shahiihain (Shahihul Bukhari dan Shahihu Muslim) yang bersumber dari al-Barra’. Bahwa di antara kaum Muslimin ada yang ingin mengetahui tentang nasib orang-orang yang telah meninggal atau gugur sebelum berpindah kiblat. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 143)

Asbabun Nuzul Surah Al-Baqarah (11)

9FEB
163. “Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan dia yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”
(al-Baqarah: 163)
164. “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.”
(al-Baqarah: 164)
Diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur di dalam Sunan-nya, al-Faryabi di dalam Tafsir-nya, dan al-Baihaqi di dalam kitab Syu’abul iimaan, yang bersumber dari Abudl Dluha. As Suyuthi berpendapat bahwa hadits ini mu’dlal, tetapi mempunyai syaahid (penguat). Bahwa ketika turun ayat tersebut (al-Baqarah: 163), kaum musyrikin kaget dan bertanya-tanya: “Apakah benar Tuhan itu tunggal? Jika benar demikian, berikanlah kepada kami bukti-buktinya.” Maka turunlah ayat berikutnya (al-Baqarah: 164) yang menegaskan adanya bukti-bukti Kemahaesaan Tuhan.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Abusy Syaikh di dalam kitab al-‘Azhamah, yang bersumber dari ‘Atha’. Bahwa setelah turun ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 163) kepada Nabi saw. di Madinah, orang-orang kafir Quraisy di Mekah bertanya: “Bagaimana Tuhan yang tunggal bisa mendengar manusia yang banyak?” maka turunlah ayat berikutnya (al-Baqarah: 164) sebagai jawabannya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Marduwaih yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Sanadnya baik dan mushul. Bahwa kaum Quraisy berkata kepada Nabi Muhammad saw.: “Berdoalah kepada Allah agar Ia menjadikan bukit Shafa ini emas, sehingga kita dapat memperkuat diri melawan musuh.” Maka Allah menurunkan wahyu kepada beliau (al-Maa-idah: 115) untuk menyanggupi permintaan mereka dengan syarat apabila mereka kufur setelah dipenuhi permintaan mereka, Allah akan memberi siksaan yang belum pernah diberikan kepada yang lain di alam ini. Maka bersabdalah Nabi saw.: “Wahai Rabb-ku, biarkanlah aku dengan kaumku. Aku akan mendakwahi mereka sehari demi sehari.” Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 164). Dengan turunnya ayat tersebut, Allah menjelaskan mengapa mereka meminta Bukit Shafa dijadikan emas, padahal mereka mengetahui banyak ayat-ayat (tanda-tanda) yang luar biasa.
170. Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang Telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami Hanya mengikuti apa yang Telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”.
(al-Baqarah: 170)
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Sa’id atau ‘Ikrimah, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa turunnya ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 170) sehubungan dengan ajakan Rasulullah saw. kepada kaum Yahudi untuk masuk Islam, memberikan kabar gembira, dan memperingatkan mereka akan siksaan Allah serta azab-Nya. Rafi’ bin Huraimalah dan Malik bin ‘Auf dari kaum Yahudi menjawab ajakan ini dengan berkata: “Hai Muhammad. Kami akan mengikuti jejak nenek moyang kami, karena mereka lebih pintar dan lebih baik daripada kami.” Ayat ini turun sebagai teguran kepada orang-orang yang hanya mengikuti jejak nenek moyangnya.
174. “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang Telah diturunkan Allah, yaitu Al Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu Sebenarnya tidak memakan (Tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api[109], dan Allah tidak akan berbicara[110] kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih.”
(al-Baqarah: 174)
[109] maksudnya ialah makanan yang dimakannya yang berasal dari hasil menyembunyikan ayat-ayat yang diturunkan Allah, menyebabkan mereka masuk api neraka.
[110] Maksudnya: Allah tidak berbicara kepada mereka dengan kasih sayang, tetapi berbicara dengan kata-kata yang tidak menyenangkan.
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Ikrimah. Bahwa firman Allah tersebut (al-Baqarah: 174) dan surah Ali ‘Imraan ayat 77 diturunkan tentang (kebiasaan) kaum Yahudi (yang suka menyimpang dari ajaran yang sebenarnya).
Diriwayatkan oleh ats-Tsa’labi dari al-Kalbi, dari Abu Shalih yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Bahwa turunnya ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 174) dalam peristiwa sebagai berikut: Pemimpin dan ulama Yahudi biasa mendapat persembahan dan sanjungan rakyat bawahannya. Mereka mengharap agar nabi yang akan diutus itu diangkat dari kalangan mereka. Ketika Nabi Muhammad diutus bukan dari kalangan Yahudi, mereka takut kehilangan sumber keuntungan, kedudukan dan pengaruh. Mereka mengubah sifat-sifat Nabi Muhammad yang ada di dalam kitab Taurat, dan mengumumkan kepada para pengikutnya dengan berkata: “Inilah sifat Nabi yang akan keluar di akhir zaman, dan tidak sama dengan sifat Muhammad ini.”

Asbabun Nuzul Surah Al-Baqarah (12)

11FEB
177. “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.”
(al-Baqarah: 177)
Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq dari Ma’mar yang bersumber dari Qatadah. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abul ‘Aliyah. Bahwa Qatadah menerangkan tentang kaum Yahudi, yang menganggap bahwa yang baik itu shalat menghadap ke barat, sedang kaum Nasrani mengarah ke timur, sehingga turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 177).
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnul Mundzir, yang bersumber dari Qatadah. Bahwa turunnya ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 177) sehubungan dengan pertanyaan seorang laki-laki yang ditujukan kepada Rasulullah saw. tentang al-birr (kebaikan). Setelah turun ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 177), Rasulullah memanggil kembali orang itu, dan dibacakannya ayat tersebut kepada orang tadi. Peristiwa itu terjadi sebelum diwajibkan shalat fardlu. Pada waktu itu apabila seseorang telah mengucapkan ‘asy hadu al-laa ilaaha illallaahu wa asy-hadu anna muhammadaran ‘abduhu wa rasuuluh (aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya), kemudian meninggal saat dia tetap beriman, harapan besar ia mendapat kebaikan. Akan tetapi kaum Yahudi menganggap yang baik itu ialah apabila shalat mengarah ke barat, sedang kaum Nasrani menghadap ke timur.
178. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema’afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema’afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma’af) membayar (diat) kepada yang memberi ma’af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih[111].”
(al-Baqarah: 178)
[111] Qishaash ialah mengambil pembalasan yang sama. qishaash itu tidak dilakukan, bila yang membunuh mendapat kema’afan dari ahli waris yang terbunuh yaitu dengan membayar diat (ganti rugi) yang wajar. pembayaran diat diminta dengan baik, umpamanya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan yang membunuh hendaklah membayarnya dengan baik, umpamanya tidak menangguh-nangguhkannya. bila ahli waris si korban sesudah Tuhan menjelaskan hukum-hukum ini, membunuh yang bukan si pembunuh, atau membunuh si pembunuh setelah menerima diat, Maka terhadapnya di dunia diambil qishaash dan di akhirat dia mendapat siksa yang pedih.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Sa’id bin Jubair. Bahwa ketika Islam hampir disyariatkan, pada zaman jahiliyah ada dua suku bangsa Arab yang berperang satu sama lainnya. Di antara mereka ada yang terbunuh dan yang luka-luka, bahkan mereka membunuh hamba sahaya dan wanita. Mereka belum sempat membalas dendam karena mereka masuk Islam. Masing-masing menyombongkan diri dengan jumlah pasukan dan kekayaannya serta bersumpah tidak rida apabila hamba sahaya yang terbunuh tidak diganti dengan orang merdeka, wanita diganti dengan pria. Maka turunlah ayat tersebut di atas (al-Baqarah: 178) yang menegaskan hukum kisas.
184. “(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan[114], Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui.”
(al-Baqarah: 184)
[114] maksudnya memberi makan lebih dari seorang miskin untuk satu hari.
Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d di dalam kitab ath-thabaqaat, yang bersumber dari Mujahid. Bahwa ayat ini (al-Baqarah: 184) turun berkenaan dengan maulaa Qais bin as-Sa-ib yang memaksakan diri bershaum, padahal ia sudah tua sekali. Dengan turunnya ayat ini (al-Baqarah: 184), ia berbuka dan membayar fidyah dengan memberi makan seorang miskin selama ia tidak bershaum itu.
186. “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
(al-Baqarah: 186)
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Marduwaih, Abusy Syaikh, dan lain-lain dari beberapa jalan, dari Jarir bin ‘Abdilhamid, dari ‘Abdah as-Sajastani, dari ash-Shalt bin Hakim bin Mu’awiyah bin Jayyidah, dari bapaknya, yang bersumber dari datuknya. Bahwa ayat ini turun berkenaan dengan datangnya seorang Arab Badui kepada Nabi saw. yang bertanya: “Apakah Tuhan itu dekat, sehingga kami dapat munajat/memohon kepada-Nya, atau jauh, sehingga kami harus menyeru-Nya?” Nabi saw. terdiam, sehingga turunlah ayat ini (al-Baqarah: 186) sebagai jawaban atas pertanyaan itu.
Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq dari al-Hasan. Hadits ini mursal, tetapi ada beberapa sumber yang memperkuatnya. Bahwa ayat ini (al-Baqarah: 186) turun sebagai jawaban terhaap beberapa sahabat yang bertanya kepada Nabi saw.: “Dimanakah Rabb kita?”
Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir yang bersumber dari ‘Ali. Bahwa ayat ini (al-Baqarah: 186) turun berkenaan dengan sabda Rasulullah saw.: “Janganlah kalian berkecil hati dalam berdoa, karena Allah telah berfirman…ud’uunii astajib lakum..(…berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu…) (al-Mu’min: 60).” Berkatalah salah seorang di antara mereka: “Wahai Rasulallah. Apakah Tuhan mendengar doa kita, atau bagaimana?” sebagai jawabannya turunlah ayat ini (al-Baqarah: 186).
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ‘Atha’ bin Abi Rabah. Bahwa setelah turun ayat, wa qaala rabbukum ud’uunii astajib lakum…(dan Rabb-mu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu…) (al-Mu’min: 60), para sahabat tidak mengetahui bilamana waktu yang tepat untuk berdoa. Maka turunlah ayat ini (al-Baqarah: 186).

x




Apabila telah ditunaikan kifaratnya, tinggallah kehinaan baginya di dunia. Akan tetapi apabila tidak ditunaikan pula mereka akan mendapat kehinaan di akhirat. Sesungguhnya Allah telah memberikan yang lebih baik kepadamu daripada itu dengan firmannya yang bermaksud: "Dan sesiapa yang melakukan kejahatan atau menganiaya dirinya sendiri (dengan melakukan maksiat), kemudian la memohon ampun kepada Allah, nescaya ia akan mendapati Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani." (Surah an Nisaa': 4:110).
Seterusnya Nabi bersabda: "Sembahyang yang lima dan sembahyang Jumaat sehingga Jumaat yang berikutnya menjadi kifarat kesalahan yang dikerjakan di antara waktu kesemuanya itu."
Maka Allah menurunkan ayat yang telah disebutkan di atas (Surah al Baqarah: 2: 108) sebagai teguran terhadap orang yang ingin mengubah ketentuan Allah. (K. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Abi 'Aliah)
"Banyak di antara Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) suka kalaulah kiranya mereka dapat mengembalikan kamu menjadi kafir setelah kamu beriman, kerana dengki yang timbul dari diri mereka sendiri, sesudah nyata kepada mereka kebenaran (Nabi Muhammad, s.a.w.). Oleh itu, maafkanlah dan biarkanlah oleh kamu (akan mereka), sehingga Allah datangkan perintahNya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu." (Surah al Baqarah: 2:109)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahawa Hay bin Akhtab dan Abu Jasir bin Akhtab termasuk di dalam golongan kaum Yahudi yang mempunyai sifat hasad dengki terhadap orang Arab. Ini kerana mereka telah memberi alasan bahawa Allah telah memberi keistimewaan terhadap orang Arab dengan mengutus seorang Rasul daripada kalangan mereka.
Oleh itu, kedua orang bersaudara ini begitu bersungguh-sungguh mencegah orang lain untuk masuk Islam. Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 109) disebabkan oleh perbuatan kedua orang itu. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Said atau Ikrimah dari Ibnu Abbas)
"Dari orang Yahudi berkata: "Orang Nasrani itu tidak mempunyai sesuatu pegangan (agama yang benar), " dan orang Nasrani pula berkata: "Orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan (agama yang benar), " padahal mereka membaca Kitab Suci masing-masing (Taurat dan Injil). Demikian juga orang yang tidak berilmu pengetahuan, mengatakan seperti yang dikatakan oleh mereka itu. Maka Allah akan menghukum (mengadili) di antara mereka pada hari Kiamat mengenai apa yang mereka berselisihan padanya. " (Surah al Baqarah: 2: 113)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahawa ketika orang-orang Nasara Naj'ran mengadap Rasulullah s.a.w. datang pula paderi-paderi Yahudi. Mereka bertingkar di hadapan Rasulullah s.a.w. Maka berkatalah Rafi' bin Khuzaimah (Yahudi): "Kamu tidak berada pada jalan yang benar, kerana kamu menyatakan kekufuran kepada Nabi Isa dan kitab Injilnya. " Akan tetapi salah seorang dari kaum Nasara najran membantah dengan berkata: "Kamu pun tidak berada pada jalan yang benar kerana menentang kenabian Musa dan kufur kepada Taurat."
Maka Allah menurunkan ayat tersebut (Surah al Baqarah: 2: 113) sebagai jawapan di atas pertengkaran mereka. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Said atau Ikrimah dari Ibnu Abbas)
"Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menyekat dan menghalangi dari menggunakan masjid-masjid Allah untuk (sembahyang dan) menyebut nama Allah di dalamnya, dan ia berusaha pula untuk meruntuhkan masjid-masjid itu? Orang yang demikian, tidak sepatutnya masuk ke dalam masjid-masjid itu melainkan dengan rasa penuh hormat dan takut kepada Allah (bukan secara yang mereka lakukan itu). Mereka (dengan perbuatan itu) akan beroleh kehinaan di dunia, dan di akhirat kelak mereka mendapat azab seksa yang amat besar. " (Surah al Baqarah: 2: 114)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahawa turunnya ayat di atas (Surah al Baqarah: 2: 114) adalah berhubung dengan larangan kaum Quraisy kepada Nabi s.a.w untuk menunaikan sembahyang berhampiran Kaabah di dalam Masjidil Haram. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Said atau Ikrimah dari Ibnu Abbas)
Menurut riwayat lain pula, ayat ini (Surah al Baqarah: 2:114) turun adalah disebabkan oleh kaum musyrikin yang menghalang Rasulullah dan para sahabat datang ke Mekah untuk mengerjakan Umrah pada hari Hudaibiyyah. [Tahun 628 Masihi]
Oleh itu penurunan ayat ini merupakan suatu peringatan kepada orang yang melarang malakukan ibadat di Masjid Allah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarirdari Ibnu Zaid)
"Dan Allah jualah yang memiliki timur dan barat, maka ke mana sahaja kamu arahkan diri (ke kiblat untuk mengadap Allah) maka di situlah arah yang diredhai Allah; sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmatNya dan limpah kurniaNya), lagi sentiasa Mengetahui." (Surah al Baqarah: 2:115)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahawa Ibnu Umar membaca ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 115) dan kemudian menjelaskan peristiwanya sebagai berikut: Ketika Rasulullah s.a.w dalam perjalanan dari Mekah ke Madinah, baginda telah menunaikan sembahyang sunat di atas kenderaan mengadap bersesuaian dengan arah tujuan kenderaannya. (Diriwayatkan oleh Muslim, Tarmizi dan Nasa'l dari Ibnu Umar)
Dalam  riwa ayat lain pula dikemukakan bahwa turunnya ) hingga akhir ayat (Surah al Baqarah: 2: 115) membolehkan kita untuk menunaikan sembahyang sunat di atas kenderaan mengadap sesuai dengan arah tujuan kenderaan. (Diriwayatkan oleh al Hakim dari Ibnu Umar, Hadis ini sahih menurut syarat Muslim, terutama isnadnya) [Sebahagian Ulama menganggap bahawa riwayat tersebut cukup kuatwalaupun sebab penurunannya itu disebuttidakjelas, iaitu dengan perkataan "Turunnya ayat tersebut dalam masalah itu atau ini." Kadang-kadang kedudukan kalimat seperti ini dianggap sebagai sebab turunnya ayat.]

Dalam riwayat lain dikemukakan bahawa ketika Rasulullah s.a.w. berhijrah ke Madinah, Allah telah memerintahkan untuk mengadap ke arah Baitul Maqdis sebagai kiblat ketika menunaikan sembahyang. Maka gembiralah kaum Yahudi. Rasulullah s.a.w. telah melaksanakan perintah itu untuk beberapa belas bulan lamanya, tetapi di dalam hatinya baginda tetap ingin mengadap ke kiblat Nabi Ibrahim (Kaabah Mekah).
Oleh itu baginda selalu berdoa kepada Allah sambil mengadap muka ke langit menanti turunnya wahyu. Maka turunlah ayat "qad nara taqalluba wajhika fis-sama-l hingga ke akhir ayat (Surah al Baqarah: 2: 144). Kaum yahudi menjadi bimbang dengan turunnya ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 144) sehingga mereka berkata: "Apakah yang menyebabkan mereka membelok dari kiblat yang mereka hadapi selama ini?" Maka Allah menurunkan ayat di atas (Surah al Baqarah: 2: 115) sebagai jawapan di atas pertanyaan orang Yahudi. (Diriwayatkan oieh Ibnu Jarir dan Abi Hatim dari Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas. Isnadnya kuat dan ertinya pun membantu menguatkannya sehingga dapat dijadikan asas turunnya ayat tersebut)
Dalam riwayat lain dikemukakan bahawa pada suatu malam yang gelap gelita, dalam suatu perjalanan bersama Rasulullah s.a.w. mereka (para perawi hadis) tidak mengetahui arah kiblat. Oleh itu mereka menunaikan sembahyang mengikut arah hasil ijtihad masing-masing. Pada keesokan harinya mereka menceritakan perkara itu kepada Rasulullah s.a.w.
Maka turunlah ayat yang disebutdi atas (Surah al Baqarah: 2:115). (Hadis ini daif, diriwayatkan oleh Imam Tarmizi, Ibnu Majah dan ad Daruquthni dari Asy'ats as Samman dari Ashim bin Abdillah, dari Abdullah bin Amir bin Rabi'ah dari bapanya. Menurut Tarmizi, riwayat ini gharib [Hadis dikatakan gharib apabila diriwayatkan oleh seorang kepada seorang lainnya dan seterusnya dengan satu sanad. Bulughul Maram I, c.v. Diponegoro Bandung 1972 hal 18.] dan Asy'ats daif dalam meriwayatkan Hadis ini)
Dalam riwayat lain dikemukakan bahawa Rasulullah s.a.w. mengutus suatu pasukan perang, di antaranya termasuk Jabir. Pada suatu malam yang gelap geiita mereka tidak mengetahui arah kiblat. Berkatalah satu golongan di antara mereka: "Kami tahu arah kiblat iaitu arah ini (sambil menunjuk ke arah utara)." Maka mereka sembahyang dan membuat garis sesuai dengan arah sembahyang mereka.
Pada keesokan harinya setelah matahari terbit garisan yang mereka buat itu tidak menunjukkan arah kiblat yang sebenarnya. Apabila sampai di Madinah mereka bertanya kepada Rasulullah tentang perkara itu. Selepas itu baginda terdiam. Maka turunlah ayat ini (Surah al Baqarah: 2:115) sebagai penjelasan di atas peristiwa tersebut. (Diriwayatkan oleh ad Daraquthni dan Ibnu Marduwaih dari al Arzami dari 'Atha dari Jabir)
Menurut riwayat lain pula dikemukakan bahawa Rasulullah s.a.w. telah mengirimkan suatu pasukan perang. Mereka diliputi oleh kabus yang tebal sehingga tidak mengetahui arah kiblat. Akan tetapi mereka tetap menunaikan sembahyang. Ternyata setelah terbit matahari sembahyang mereka tidak mengadap ke arah kiblat. Oleh itu apabila tiba kepada Rasulullah s.a.w mereka menceritakan perkara tersebut.
Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 115) yang membenarkan ijtihad mereka.(K. Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dari al Kalbi dari Abi Salleh dari Ibnu Abbas)
Dalam riwayat lain dikemukakan bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda: "Saudaramu, RajaNajasyi, telah wafat. [Dalam sejarah disebutkan bahawa Raja Najasyi wafat setelah masuk Islam. (Tafsir Thabari, juz IV, tahun 1954 hal 219).] Sembahyanglah untuknya." Oleh itu para sahabat bertanya: "Apakah kita boleh sembahyang untuk bukan Muslim?"
Maka turunlah ayat 199 dari Surah Ali 'Imran. [Ayat tersebut ialah: "Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab, ada orang yang beriman kepada Allah dan (kepada) apa yang diturunkan kepada kamu (al Quran)..... hingga akhirnya.] Para sahabat berkata lagi: "Sebenarnya Raja Najasyi itu sembahyang tidak mengadap kiblat."
Maka turunlah ayat ini (Surah al Baqarah: 2:115) yang menjelaskan bahawa Raja Najasyi telah menunaikan ibadatnya berdasarkan ketentuan pada waktu itu. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Qatadah)
# Riwayat ini sangat gharib, mursal [Hadis dikatakan Mursal apabila perawinya tidak menerima malalui sahabat. (Bulughul Maram I, c.v. Diponegoro Bandung 1972 hal 14)] atau mu'dlal. [Hadis dikatakan Mu'dlal apabila perawinya (yang meriwayatkan hadis itu) di tengah sanadnya terputus kerana gugur 2 orang Perawi yang berdekatan. (Bulughul Maram I, c.v. Diponegoro Bandung 1972 hal 15).]
Dalam riwayat lain dikemukakan bahawa katika turun ayat: "Ud'uni astajib lakum [Ertinya: "Berdoalah kamu kepadaKu, nescaya Aku perkenankan doa permohonan kamu."] (Surah Ghafir: 40: 60) yang bermaksud: "Berdoalah kamu kepadaKu nescaya Aku perkenankan doa permohonan kamu." Maka para sahabat bertanya: "Ke mana kamimengadap?"Oleh sebab itu, turunlah ayat "Faainama tuwallu fatsamma wajhullah" (Surah al Baqarah: 2:115) sebagaijawapan terhadap pertanyaan mereka. (K. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Mujahid)
"Dan (orang musyrik) yang tidak berilmu pengetahuan berkata "Alangkah eloknya kalau Allah berkata-kata dengan kami (mengenai kebenaran Muhammad) atau datang kepada kami sesuatu keterangan (mukjizat)?" Demikian pula orang (kafir) yang terdahulu dari mereka pernah berkata seperti yang dikatakan oleh mereka; hati mereka (sekaliannya) adalah bersamaan (degil dan kufur). Sesungguhnya Kami telah pun menerangkan ayat-ayat keterangan (yang menjadi dalil dan bukti) kepada kaum yang mahu percaya dengan yakin. " (Surah al Baqarah: 2: 118)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahawa turunnya ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 118) berhubungan dengan kisah Rafi' bin Khuzaimah. Pada ketika itu dia berkata kepada Nabi s.a.w.: "Jika tuan seorang Rasulullah sebagaimana yang tuan katakan, mintalah kepada Dia agar berbicara secara langsung dengan kami sehingga kami mendengar perkataanNya. "
Oleh itu penurunan ayat di atas merupakan sebagai penjelasan bahawa walaupun Allah mengabulkan permintaan mereka, mereka tetap akan kufur kepadaNya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim dari Said atau Ikrimah dari Ibnu Abbas)
"Sesungguhnya Kami telah mengutuskan engkau (wahai Muhammad) dengan kebenaran, (serta menjadi) pembawa khabar gembira (kepada orang yang beriman) dan pembawa amaran (kepada orang yang ingkar). Dan (setelah engkau sampaikan semuanya itu), engkau tidak akan diminta (bertanggungjawab) tentang ahli neraka. "
(Surah al Baqarah: 2: 119)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahawa Rasulullah s.a.w bersabda: "Aku begitu berkeinginan untuk mengetahui nasib ibu bapaku."Maka turunlah ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 119). Selepas itu Rasulullah tidak pernah menyebut lagi tentang kedua ibu bapanya sehingga baginda wafat.
Sesungguhnya ayat di atas menjelaskan bahawa tugas Nabi adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. (Diriwayatkan oleh Abdul Razak dari at Tsauri dari Musa bin Ubaidah dari Muhammad Ibnu Ka'b al Qarzhi. Hadis ini adalah Mursal) Dalam suatu riwayat lain dikemukakan bahawa Rasulullah s.a.w pada suatu hari berdoa: "Di manakah kedua ibu bapaku kini berada?"Maka turunlah ayat di atas (Surah al Baqarah: 2: 119). (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Juraij dari Daud bin Abi 'Ashim. Hadis ini adalah Mursal)
"Orang Yahudi dan Nasrani tidak sekali-kali akan bersetuju atau suka kepadamu (wahai Muhammad) sehingga engkau menurut agama mereka (yang telah terpesong itu). Katakanlah (kepada mereka): "Sesungguhnya petunjuk Allah (agama Islam) itulah petunjuk yang benar." Dan demi Sesungguhnya jika engkau menurut kehendak hawa nafsu mereka sesudah datangnya (wahi yang memberi kebenaran), maka tiadalah engkau akan perolehi dari Allah (sesuatu pun) yang dapat mengawal dan memberi pertolongan kepadamu." (Surah al Baqarah: 2:120)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahawa kaum Yahudi Madinah dan kaum Nasara Najran mengharapkan agar Nabi s.a.w. sembahyang mengadap ke arah kiblat mereka. Oleh itu ketika Allah t.w.t. mengubah kiblat itu mengadap ke arah Kaabah mereka merasa keberatan untuk mengikutinya. Mereka berusaha memujuk Nabi supaya menyetujui kiblat sesuai dengan agama mereka. Maka turunlah ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 120) yang menegaskan bihawa orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasara tidak akan merasa senang kepada Nabi Muhammad walaupun keinginan mereka dikabulkan. (Diriwayatkan oleh at Tsa'labi dari Ibnu Abbas)
"Dan (ingatlah) ketika Kami jadikan Rumah Suci (Baitullah) itu tempat tumpuan bagi umat manusia (untuk ibadat Haji) dan tempat yang aman; dan Jadikanlah oleh kamu Makam Ibrahim itu tempat sembahyang. Dan Kami perintahkan kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail (dengan berfirman): "Bersihkanlah RumahKu (Kaabah dan Masjid al-Haram dari segala perkara yang dilarang) untuk orang yang bertawaf, dan orang yang beriktikaf (yang tetap tinggal padanya), dan orang yang rukuk dan sujud." (Surah al Baqarah: 2:125)
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahawa Umar menerangkan sesungguhnya pendapatnya bersesuaian dengan firman Allah di dalam tiga perkara iaitu:
1.   Ketika dia mengemukakan usul: "Wahai Rasulullah, tidakkah sebaiknya tuan jadikan makam (tempat sembahyang) Ibrahim ini sebagai tempat sembahyang. "Maka turunlah ayat ini (Surah al Baqarah: 2:125). [Sejak daripada itu, makam Ibrahim dijadikan tempat untuk imam berdiri bagi orang-orang yang bersembahyang di Masjidil Haram dan disunatkan sembahyang sunat tawaf di tempat tersebut)]
2.   Ketika dia mengusulkan: "Telah berkunjung kepada isteri-isteri tuan orang yang baik dan orang yang jahat. Bagaimana sekiranya tuan memerintahkan supaya dipasangkan hijab (penghalang)."Maka turunlah ayat hijab (Surah alAhzab: 33:53).
3.   Ketika Rasulullah diboikot oleh isteri-isterinya kerana perasaan cemburu. Maka Umar berkata kepada mereka: "Mudah-mudahan TuhanNya akan menceraikan kamu dan menggantikan kamu dengan isteri-isteri yang lebih baik daripada kamu." Oleh sebab itu, turunlah ayat (Surah at Tahrim: 66: 5) yang membenarkan peringatan Umar kepada isteri-isteri Nabi. (Diriwayatkan oleh Bukhari dan yang lainnya dari Umar)

Dalam riwayat lain dijelaskan bahawa ketika Rasulullah s.a.w tawaf berkatalah Umar kepadanya: "Ini adalah makam (Tempat sembahyang) bapa kita Ibrahim." Nabi bersabda: "Benar." Umar berkata lagi: "Apakah sebaiknya kita jadikan la tempat sembahyang?" Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al Baqarah: 2:125). (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Marduwaih dari Jabir)
Dalam riwayat lain dikemukakan bahawa Umar bin Khattab berjalan menyusuri makam Ibrahim bersama Rasulullah, lalu dia bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah kita tidak mendirikan sembahyang di tempat sembahyangnya kekasih Allah?" Rasulullah menjawab: "Benar. "Kemudian Umar berkata lagi: "Apakah kita tidak jadikan la sebagai tempat sembahyang."
Tidak lama selepas peristiwa itu turunlah ayat ini (Surah al Baqarah: 2:125). [Menurut zahir ayat ini dan yang sebelumnya, bahawa ayat ini turun pada hajatul wada’ (haji terakhir bagi Nabi padatahun 10 Hijrah atau tahun 633 masihi).] (Diriwayatkan oleh Ibnu Marduwaih dari 'Amr bin Maimun dari Umar bin Khattab)
"Tidak ada orang yang membenci agama Nabi Ibrahim selain dari orang yang membodohkan dirinya sendiri, kerana sesungguhnya Kami telah memilih Nabi Ibrahim (menjadi Nabi) di dunia ini; dan sesungguhnya ia pada hari akhirat kelak tetaplah dari orang yang soleh (yang tertinggi martabatnya). " (Surah al Baqarah: 2: 130)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Abdullah bin Salam telah mengajak anak saudaranya, Salamah dan Muhajir untuk memeluk Islam dengan berkata: "Sesungguhnya kamu berdua telah mengetahui bahawa Allah Taala telah berfirman di dalam Taurat, bahawa Dia akan mengutus seorang Nabi dari keturunan Ismail yang bernama Ahmad. Barangsiapa yang beriman kepadanya, maka dia telah mendapat petunjuk dan bimbingan dan barangsiapa yang tidak beriman kepadanya, maka dia akan dilaknat."Oleh itu Salamah telah memeluk Islam. Akan tetapi Muhajir telah menolak ajakan tersebut.
Maka turunlah ayat di atas (Surah al Baqarah: 2: 130) yang menegaskan bahawa hanya orang-orang bodoh sahaja yang tidak beriman dengan agama Ibrahim. (Diriwayatkan oleh Ibnu Uyainah)

"Dan mereka (kaum Yahudi dan Nasrani) berkata: "Jadilah kamu pemeluk agama Yahudi atau pemeluk agama Nasrani, nescaya kamu akan mendapat petunjuk. " Katakanlah (wahai Muhammad: "Kami orang Islam tidak akan menurut apa yang kamu katakan itu) bahkan kami mengikut agama Nabi Ibrahim yang tetap di atas dasar Tauhid, dan bukanlah ia dari orang musyrik." (Surah al Baqarah: 2:135)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Ibnu Syuria berkata kepada Nabi s.a.w: "Petunjuk ini tidak lain kecuali apa yang kami anuti, maka turutlah kami hal Muhammad supaya tuan mendapat petunjuk."Di samping itu kaum Nasara berkata seperti itu juga.
Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al Baqarah: 2:135) untuk menegaskan bahawa Agama Ibrahim adalah agama yang bersih daripada perubahan yang boleh menimbulkan syirik. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Said atau Ikrimah dari Ibnu Abbas)

"Orang bodoh (yang kurang akal pertimbangannya) akan berkata: "Apa sebabnya yang menjiadikan orang Islam berpaling dari kiblatyang mereka mengadapnya selama ini?" Katakanlah (wahai Muhammad): "Timur dan Barat adalah kepunyaan Allah (maka kepihakmana sahaja kita diarahkan Allah mengadapnya, wajiblah kita mematuhiNya); Allah yang memberikan petunjuk hidayatNya kepada sesiapa yang dikehendakiNya kepada sesiapa yang dikehendakiNya kejalan yang lurus." (Surah al Baqarah: 2:142)
"Dan demikianlah (sebagaimana Kami telah memimpin kamu kejalan yang lurus), Kami jadikan kamu (wahai Muhammad satu umat yang pilihan lagi adil, supaya kamu layak menjadi orang yang membeh keterangan kepada umat manusia (tentang yang benar dan yang salah), dan Rasulullah (Muhammad) pula akan menjadi orang yang menerangkan kebenaran perbuatan kamu. (Sebenarnya kiblat kamu ialah Kaabah) dan tiadalah kami jadikan kiblat yang engkau mengadapnya dahulu itu (wahai Muhammad), melainkan untuk pengetahuan Kami tentang siapakah yang benar-benar mengikut Rasul serta membenarkannya dan siapa pula yang berpaling tadah (berbalik kepada kekufurannya). Dan sesungguhnya (soal peralihan arah kiblat) itu adalah amat berat (untuk diterima) kecuali kepada orang yang telah diberikan Allah petunjuk hidayat. Dan Allah tidak akan menghilangkan (bukti) iman kamu. Sesungguhnya Allah amat melimpah betas kasihan dan rahmatNya kepada orang (yang beriman)." (Surah al Baqarah: 2: 143)
"Kerapkali Kami melihat engkau (wahai Muhammad), berulang-ulang mengadah ke langit, maka Kami benarkan engkau berpaling mengadap kiblat yang engkau sukai. Oleh itu palingkanlah mukamu ke arah Masjid AI-Haram (tempat letaknya Kaabah); dan di mana sahaja kamu berada maka hadapkanlah muka kamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah diberikan Kitab, mereka mengetahui bahawa perkara (berkiblat ke Kaabah) itu adalah perintah yang benar dari Tuhan mereka; dan Allah tidak sekali-kali lalai akan apa yang mereka lakukan." (Surah al Baqarah: 2:144)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Rasulullah s.a.w. sembahyang mengadap ke arah Baitul Maqdis sebagai kiblat. Akan tetapi baginda sering melihat ke atas langit menunggu perintah Allah iaitu mengharapkan agar kiblat ditukarkan ke arah Kaabah atau Masjidil Haram sehingga turun ayat di atas (Surah al Baqarah: 2: 144). Penurunan ayat ini menunjukkan bahawa kiblat bertukar dari Baitul Maqdis ke Masjidil Haram. Oleh itu sebahagian daripada kaum Muslimin berkata: "Kami ingin mengetahui tentang keadaan orang-orang yang telah meninggal sebelum pemindahan kiblat dari Baitul Maqdis ke Kaabah dan bagaimana pula mengenai sembahyang kami sebelum ini yakni ketika kami mengadap ke arah Baitul Maqdis?"
Maka turunlah ayat dari (Surah al Baqarah: 2: 143) yang menegaskan bahawa Allah tidak akan mensia-siakan keimanan mereka yang beribadat mengikut ketentuan pada waktu itu. Akan tetapi orang yang berfikiran cetek pada waktu itu pun berkata: "Apakah sebab yang memalingkan mereka (kaum Muslimin) dari kiblat yang mereka hadapi selama ini (dari Baitul Maqdis ke Kaabah)?" Disebabkan peristiwa ini, turunlah ayat dari (Surah al Baqarah: 2: 142) sebagai penjelasan bahawa Allah yang telah menetapkan arah kiblat itu. (Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari Ismail bin Abi Khalid dari Abi Ishaq dari al Barra. Di samping itu, terdapat sumber lain yang sama dengan riwayat ini)
Di dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa terdapat di kalangan kaum Muslimin yang ingin mengetahui tentang nasib orang-orang yang telah meninggal dunia atau gugur sebelum penukaran kiblat. Maka turunlah ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 143) (Diriwayatkan di daiam kitab Sahihain (Bukhari dan Muslim) dari al Barra)
“Dari arah mana sahaja engkau keluar (untuk mengerjakan sembahyang), maka hadapkanlah mukamu ke arah Masjid al Haram (Kaabah); dan di mana sahaja kamu berada maka hadapkanlah muka kamu ke arahnya, supaya tidak ada lagi (sebarang) alasan bagi orang (yang menyalahi kamu), kecuali orang yang zalim di antara mereka (ada sahaja yang mereka jadikan alasan). Maka janganlah kamu takut kepada (cacat eel a) mereka, dan takutlah kamu kepadaKu (semata-mata); dan supaya Aku sempurnakan nikmatKu kepada kamu, dan juga supaya kamu beroleh petunjuk hidayat (mengenai perkara yang benar). " (Surah al Baqarah: 2: 150)
Di dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 150) turun adalah disebabkan kejadian berikut: Ketika Nabi memindahkan arah kiblat dari Baitul Maqdis ke arah Kaabah, kaum Musyrikin Mekah berkata: "Muhammad telah diperbodohkan oleh agamanya. Dia telah memindahkan arah kiblatnya ke arah kiblat kita. Dia mengetahui bahawa jalan kita lebih benar daripada jalannya dan dia sudah hampir untuk masuk ke dalam agama kita. " (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari as Suddi melalui sanad-sanadnya)
"Dan janganlah kamu mengatakan (bahawa) sesiapa yang terbunuh dalam perjuangan membela Agama Allah itu; orang yang mati; bahkan mereka itu orang yang hidup (dengan keadaan hidup yang istimewa), tetapi kamu tidak dapat menyedarinya. " (Surah al Baqarah: 2: 154)
Di dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ayat 154 dari Surah al Baqarah ini turun berhubung dengan peristiwa para sahabat Nabi yang mati syahid dan salah seorang daripadanya ialah Tamim bin al Hamman di dalam peperangan Badar. (Diriwayatkan oleh Ibnu Mandah dari as Suddi as Shaghir dari al Kalbi dari Abi Salleh dari Ibnu Abbas)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa para ulama telah bersepakat bahawa nama sahabat yang syahid itu adalah Umair bin al Hamman tetapi as Suddi telah keliru untuk menyebutnya. (Diriwayatkan oleh Abu Na'iem)
"Sesungguhnya "Safa" dan "Marwah" itu ialah sebahagian daripada Syiar (lambang) agama Allah; maka sesiapa yang menunaikan ibadat Haji ke Baitullah, atau mengerjakan Umrah, maka tiadalah menjadi salah ia bersaie (berjalan dengan berulang-alik) antara keduanya. Dan sesiapa yang bersukarela mengerjakan perkara kebajikan, maka sesungguhnya Allah memberi balasan pahala, lagi Maha Mengetahui. " (Surah al Baqarah: 2: 158)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Urwah telah bertanya kepada Aisyah: "Bagaimana pendapatmu tentang firman Allah yang berbunyi "Innas shafa walmarwata hingga akhimya (Surah al Baqarah: 2: 158). Menurut pendapatku ayat ini menegaskan bahawa orang yang tidak melakukan tawafdi kedua tempat itu hukumnya tidak berdosa." Maka Aisyah menjawab: "Sebenamya takwilmu (terjemahanmu) itu wahai anak saudaraku adalah tidak benar. Akan tetapi ayat ini turun untuk menceritakan keadaan kaum Ansar. Sesungguhnya mereka sebelum memeluk Islam telah mengadakan upacara keagamaan kepada Manat iaitu tuhan mereka yang jahat, telah menolak untuk bertawaf di Safa dan Marwah." Maka mereka bertanya: "Wahai Rasulullah, pada zaman jahiliyyah kami telah keberatan untuk tawaf di Safa dan Marwah." (Diriwayatkan oleh as Syaikhani dan selainnya dari
Urwah dari Aisyah)
Pada riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa 'Ashim bin Sulaiman bertanya kepada Anas tentang Safa dan Marwah. Maka Anas menjawab: "Kami berpendapat bahawa tawaf di antara Safa dan Marwah adalah upacara di zaman Jahiliyyah dan ketika kedatangan Islam kami tidak melakukannya lagi."
Oleh sebab itu, turunlah ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 158) untuk menegaskan hukum sa'i di dalam Islam. (Diriwayatkan oleh al Bukhari dari 'Ashim bin Sulaiman)
Dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa Ibnu Abbas menerangkan bahawa syaitan-syaitan di zaman Jahiliyyah sentiasa berkeliaran pada malam hari di antara Safa dan Marwah dan di antara kedua tempat itu terdapat berhala-berhala mereka. Oleh itu ketika kedatangan Islam berkatalah kaum Muslimin kepada Rasulullah s.a.w.: "Ya Rasulullah kami tidak akan bertawaf di antara Safa dan Marwah kerana upacara itu biasa kami lakukan di zaman Jahiliyyah." Maka turunlah ayat ini (Surah al Baqarah: 2:158). (Diriwayatkan oleh al Hakim dari Ibnu Abbas)
"Sesungguhnya orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan dari keterangan-keterangan dan petunjuk hidayat, sesudah Kami menerangkan kepada manusia di dalam Kitab Suci, mereka itu dilaknat oleh Allah dan dilaknat oleh sekalian makhluk." (Surah al Baqarah: 2: 159)
Di dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Muaz bin Jabal, Saad bin Muaz dan Kharijah bin Zaid bertanya kepada sekumpulan Paderi Yahudi mengenai beberapa perkara yang terdapat di dalam Taurat. Akan tetapi para paderi tersebut menyembunyikan perkara tersebut dan enggan untuk memberitahunya.
Maka Allah menurunkan ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 159) untuk mendedahkan keadaan mereka. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarirdan Ibnu Abi Hatim dari Said atau Ikrimah dari Ibnu Abbas)
"Dan Tuhan kamu ialah Tuhan Yang Maha Esa; tiadalah Tuhan (Yang berhak disembah) selain dari Allah, Yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani." (Surah al Baqarah: 2:163)
"Sesungguhnya pada kejadian langit dan bumi; dan (pada) pertukaran malam dan siang; dan (pada) kapal-kapal yang belayar di laut dengan membawa benda-benda yang bermanfaat kepada manusia; demikian juga (pada) air hujan yang Allah turunkan dari langit lalu Allah hidupkan dengannya tumbuh-tumbuhan di bumi sesudah matinya, serta la biakkan padanya dari berbagai-bagai jenis binatang; demikian juga (pada) peredaran angin dan awan yang tunduk (kepada kuasa Allah) terapung-apung di antara langit dengan bumi; Sesungguhnya (pada semuanya itu) ada tanda-tanda (yang membuktikan keesaan Allah), kekuasaanNya, kebijaksanaanNya, dan keluasan rahmatNya) bagi kaum yang (mahu) menggunakan akal fikiran. " (Surah al Baqarah: 2: 164)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ketika turun ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 163) kaum Musyrikin terkejut dan tertanya-tanya: "Apakah benar Tuhan itu tunggal? Jika benar tunjukkanlah kepada kami bukti-buktinya!"
Maka turunlah ayat yang berikutnya (Surah al Baqarah: 2:164) untuk menegaskan bahawa adanya bukti-bukti keEsaan Tuhan. (Diriwayatkan oleh Said bin Mansurdi dalamnya Sunannya, al Faryabi di dalam tafsirnya dan al Baihaqi di dalam kitab Syu'bul Iman dari Abidr Dhuha)
(As Sayuthi berpendapat bahawa hadis ini adalah mu'dlal tetapi ada syahid atau penguatnya)
Di dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa setelah turun ayat ini (Surah al Baqarah: 2:163) kepada Nabi s.a.w. di Madinah, maka orang kafir Quraisy di Mekah bertanya: "Bagaimana Tuhan yang tunggal dapat mendengar manusia yang banyak?"
Oleh sebab itu, turunlah ayat yang berikutnya iaitu (Surah al Baqarah: 2:164) sebagai jawapan kepada pertanyaan tersebut. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Abu Syaikh di dalam kitab al Izhmah dari 'Atha)
Di dalam riwayat lain ada dikemukakan bahawa Kaum Quraisy berkata kepada Nabi Muhammad s.a.w.: "Berdoalah kepada Allah supaya menjadikan Safa itu sebagai gunung Emas sehingga kita dapat menguatkan diri untuk melawan musuh." Maka Allah menurunkan wahyu kepadanya (Surah al Maaidah: 5: 115) untuk menunaikan permintaan mereka tetapi dengan syarat apabila mereka kufur setelah dipenuhi permintaan tersebut, Allah akan memberikan seksaan yang belum pernah diberikan kepada orang lain di alam ini. Maka Rasulullah bersabda: "Wahai Tuhanku, biarkanlah aku dengan kaumku, sesungguhnya aku akan mengajak mereka sehari demi sehari."
Oleh sebab itu, Allah telah menurunkan ayat tersebut (Surah al Baqarah: 2: 164). Penurunan ayat tersebut adalah untuk menjelaskan mengapa mereka meminta supaya menjadikan Safa sebagai gunung Emas, sedangkan mereka mengetahui bahawa terdapat tanda-tanda yang luar biasa lebih daripada itu. (K. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Marduwaih dari Ibnu Abbas. Sanadnya adalah baik dan Mausul [Hadis dikatakan Mausul apabila sanadnya tidak terputus hinga sampai kepada Nabi s.aw. (Bulughul Maran I c.v. Diponegoro 1972, hal 14)]
"Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Turutlah akan apa yang telah diturunkan oleh Allah." Mereka menjawab: "(Tidak), bahkan kami (hanya) menurut apa yang kami dapati datuk nenek kami melakukannya." Patutkah (mereka menurutnya) sekalipun datuk neneknya itu tidak faham sesuatu ,r. (apa agama), dan tidak pula mendapat petunjuk hidayat (dari Allah)?" (Surah al Baqarah: 2:170)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa ayat di atas turun adalah disebabkan oleh ajakan Rasulullah kepada kaum Yahudi untuk memeluk Islam serta memberikan khabar gembira dan memberi peringatan kepada mereka akan seksaan Allah dan azabNya. Akan tetapi Rafi’ bin Huraimallah dan Malik bin Auf dari kaum Yahudi menjawab ajakan ini dengan berkata: "Hai Muhammad! Kami akan mengikut jejak langkah nenek moyang kami kerana mereka lebih pintar dan lebih baik daripada kami. "
Oleh itu, penurunan ayat ini adalah sebagai teguran kepada orang-orang yang hanya mengikut jejak langkah nenek moyangnya. (K. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Said atau Ikrimah dari Ibnu Abbas)
"Sesungguhnya orang yang menyembunyikan (meminda atau mengubah) apa-apa keterangan Kitab Suci yang telah diturunkan oleh Allah, dan membeli dengannya keuntungan dunia yang sedikit faedahnya, mereka itu tidak mengisi dalam perut mereka selain dari api neraka, dan Allah tidak akan berkata-kata kepada mereka pada hari Kiamat, dan la tidak membersihkan mereka (dari dosa), dan mereka pula akan beroleh azab seksa yang tidak terperi sakitnya. " (Surah al Baqarah: 2: 1 74)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa firman Allah di dalam ayat di atas (Surah al Baqarah: 2: 174) dan (Surah Ali 'Imran: 3: 77) diturunkan untuk menceritakan tentang kebiasaan kaum Yahudi yang terpesong dari ajaran yang sebenarnya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarirdari Ikrimah)
Di dalam riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa ayat di atas (Surah al Baqarah: 2:174) turun adalah disebabkan peristiwa berikut: Pada kebiasaannya para pemimpin dan ulama Yahudi akan mendapat sanjungan daripada rakyat bawahannya. Oleh sebab itu mereka mengharap agar Nabi yang akan diutuskan diangkat dari kalangan mereka.
Akan tetapi ketika Nabi Muhammad diutus bukan dari kalangan Yahudi, mereka takut kehilangan sumber keuntungan, kedudukan dan pengaruh. Oleh itu, mereka telah mengubah sifat-sifat Muhammad yang telah ditulis di dalam kitab Taurat dan mengumumkan kepada para pengikutnya dengan berkata: "Inilah Nabi yang akan lahir pada akhir zaman dan sesungguhnya ia tidak sama dengan sifat Muhammad ini." (Diriwayatkan oleh at Tsa'labi dari al Kalbi dari Abi Salleh dari Ibnu Abbas)
"Bukanlah perkara kebajikan itu hanya kamu menghadapkan muka ke pihak Timur dan Barat, tetapi kabajikan itu ialah berimannya seseorang kepada Allah, dan hari akhirat, dan segala malaikat, dan segala Kitab, dan sekalian Nabi; dan mendermanya seseorang akan hartanya, sedang ia menyayanginya, kepada kaum kerabat, dan anak-anak yatim, dan orang miskin, dan orang yang terlantar dalam perjalanan, dan kepada orang yang meminta, dan orang yang memerdekakan hamba-hamba abdi; dan mengerjanya seseorang akan sembahyang serta mengeluarkan zakat; dan perbuatan orang yang menyempurnakan janjinya apabila mereka membuat perjanjian; dan ketabahan orang yang sabar dalam masa kesempitan, dan dalam masa kesakitan, dan juga dalam masa bertempur dalam perjuangan perang Sabil. (Orang yang demikian sifatnya), mereka itulah orang yang benar (beriman dan mengerjakan kebajikan); dan mereka itulah juga orang yang bertakwa." (Surah al Baqarah: 2:177)
Di dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa Qatadah telah menerangkan tentang kaum Yahudi yang beranggapan bahawa sembahyang mengadap ke arah barat adalah lebih baik, tetapi kaum Nasara berpendapat sebaliknya. Maka turunlah ayat di atas. (K. Diriwayatkan oleh Abdul Razak dari Ma'mar dari Qatadah) (Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim dari Abil 'Aliah)
Pada riwayat lain pula ada dikemukakan bahawa ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 177) turun adalah berhubung dengan pertanyaan seorang lelaki kepada Rasulullah s.a.w. tentang bir (kebaikan). Selepas turun ayat ini Rasulullah telah memanggil semula orang itu dan dibacakannya ayat tersebut.
Sesungguhnya peristiwa itu terjadi sebelum diwajibkan sembahyang fardhu ke atas orang Islam. Pada waktu itu apabila seseorang telah mengucap dua kalimat syahadah, dan kemudian dia meninggal di dalam keadaan tetap imannya, maka dia mempunyai harapan yang besar untuk mendapat kebaikan. Akan tetapi kaum Yahudi menganggap bahawa yang baik itu adalah apabila mereka sembahyang mengadap ke arah barat, sedangkan kaum Nasara beranggapan yang sebaliknya iaitu mengadap ke timur. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarirdan Ibnu Munzirdari Qatadah)
"Wahai orang yang beriman! Diwajibkan kamu menjalankan hukuman "Qisaas" (balasan yang seimbang) dalam perkara orang yang mati dibunuh iaitu: "Orang merdeka dengan orang merdeka, dan hamba dengan hamba, perempuan dengan perempuan. Maka sesiapa (pembunuh) yang dapat sebahagian keampunan dari saudaranya (pihak yang terbunuh), maka hendaklah (orang yang mengampunkan itu) mengikut cara yang baik (dalam menuntut ganti nyawa), dan (si pembunuh pula) hendaklah menunaikan (bayaran gantinyawa itu) dengan sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu serta suatu rahmat kemudahan. Sesudah itu sesiapa yang melampaui batas (untuk membalas dendam pula) maka baginya azab seksa yang tidak terperi sakitnya." (Surah al Baqarah: 2:178)
Dalam suatu riwayat ada dikemukakan bahawa pada zaman jahiliyyah iaitu ketika agama Islam hampir disyariatkan terdapat dua suku bangsa Arab yang berperang di antara satu sama lain. Oleh itu, ada di antara mereka yang terbunuh dan terluka, malahan mereka membunuh hamba sahaya dan wanita.
Akan tetapi mereka tidak sempat untuk membalas dendam kerana telah memeluk Islam. Walaupun begitu mereka menyombongkan diri di antara satu sama lain dengan jumlah pasukan dan harta kekayaan yang mereka miliki serta bersumpah tidak akan redha jika hamba sahaya yang dibunuh itu tidak diganti dengan orang yang merdeka dan wanita diganti dengan gadis.
Maka turunlah ayat di atas untuk menerangkan tentang hukum Qisas. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Said bin Jubair)
"(Puasa yang diwajibkan itu ialah) beberapa hari tertentu; maka sesiapa di antara kamu yang sakit, atau dalam musafir, (bolehlah la berbuka), kemudian wajiblah ia berpuasa sebanyak (hah yang dibuka) itu pada hari-hah yang lain; dan wajib atas orang yang tidak terdaya berpuasa (kerana tua dan sebagainya) membayar fidyah iaitu membeh makan orang miskin. Maka sesiapa yang dengan sukarela memberikan (bayaran fidyah) lebih dari yang ditentukan itu, maka itu adalah satu kebaikan baginya; dan (walaupun demikian) berpuasa itu lebih baik bagi kamu (daripada membeh fidyah), kalau kamu mengetahui." (Surah al Baqarah: 2:184)
Ayat ini turun disebabkan kejadian seorang maula [Abid yang telah dimerdekakan] yang bernama Qais bin Assaib yang telah memaksa dirinya untuk berpuasa sedangkan dia sudah tua sekali.
Maka dengan turunnya ayat ini dia telah berbuka dan membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin selama mana dia tidak berpuasa. (Diriwayatkan oleh Ibnu Sa'd di dalam kitab at Thabaqatdarl Mujahid)
"Dan apabila hambaKu bertanya kepadamu mengenai Aku maka (beritahu kepada mereka): sesungguhnya Aku (Allah) sentiasa hampir (kepada mereka); Aku perkenankan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepadaKu. Maka hendaklah mereka menyahut seruanKu (dengan mematuhi perintahKu), dan hendaklah mereka beriman kepadaKu supaya mereka menjadi baik dan betul." (Surah al Baqarah: 2:186)
Ayat ini turun adalah disebabkan pertanyaan seorang Badwi kepada Nabi s.a.w.: "Apakah Tuhan kami itu dekat sehingga kami dapat munajat dan memohon kepadaNya ataupun Dia jauh sehingga kami harus menyeruNya?"
Nabi s.a.w terdiam sehingga turun ayat ini (Surah al Baqarah: 2: 186) sebagai jawapan kepada pertanyaan tersebut. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim Ibnu Marduwaih, Abu Syaikh dan selainnya dari beberapa jalan, dari Jarir bin Abdul Hamid dari Abdah as Sajastani dari as Shalt bin Hakim bin Muawiyah bin Jaidah dari bapanya dari datuknya)
Menurut riwayat lain pula, ayat ini (Surah al Baqarah: 2:186) turun sebagai jawapan kepada pertanyaan beberapa orang sahabat kepada Nabi s.a.w.: "Dimanakah Tuhan kita." (Diriwayatkan oleh Abdul Razak dari Hasan, tetapi ada sumber-sumber lain yang menguatkannya. Hadis ini mursal)
Selain itu, terdapat riwayat yang mengatakan bahawa ayat ini (Surah al Baqarah: 2:186) turun berkenaan dengan sabda Rasulullah s.a.w.: "Janganlah kalian berkecil hati di dalam berdoa kepada Allah kerana Allah telah berfirman di dalam al Quran (Surah Ghafir: 40: 60) yang berbunyi "Ud'uni astajib lakum” [Ertinya ialah: Berdoalah kamu kepadaKu, pasti aku akan mengabulkannya)] Berkatalah salah seorang di antara mereka: "Wahai Rasulullah! Apakah Tuhan mendengar doa kita atau bagaimana?" Sebagai jawapannya, turunlah ayat ini (Surah al Baqarah: 2:186). (Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dari Ali)


No comments:

Post a Comment

 
back to top